Showing posts sorted by relevance for query kuasa-hukum-sebut-surat-mangkir. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query kuasa-hukum-sebut-surat-mangkir. Sort by date Show all posts

Ilmu Pengetahuan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Tito Minta Bawahannya Hati-Hati Usut Kasus 2 Pimpinan Kpk

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengingatkan kepada jajarannya, terutama Badan Reserse Kriminal Mabes Polisi Republik Indonesia untuk tidak bertindak gegabah dalam mengusut perkara dugaan penerbitan surat palsu atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

Tito mengaku sudah menerima keterangan dari penanggung jawab penyelidikan, Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Herry Rudolf Nahak dan status dua pimpinan KPK itu masih sebagai terlapor. Hingga hari ini, sudah ada sejumlah saksi yang diperiksa, termasuk di antaranya 3 saksi andal aturan pidana, 1 andal aturan tata negara, dan 1 andal bahasa.

 Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengingatkan kepada jajarannya Ilmu Pengetahuan Kapolri Tito Minta Bawahannya Hati-hati Usut Kasus 2 Pimpinan KPK
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan Ketua KPK Agus Rahardjo sesudah memperlihatkan keterangan kepada media di Gedung KPK terkait perkara penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, Senin (19/6). tirto.id/Andrey Gromico

Namun, mantan Kapolda Papua ini memastikan akan ada lagi saksi-saksi yang diminta keterangan lebih lanjut. Upaya ini dilakukan biar keterangan yang diperoleh menjadi berimbang.

“Nah, ini saya kira suatu permasalahan aturan yang menarik. Oleh sebab itu, dari penyidik saya minta hati-hati betul untuk menangani ini. Saya minta hati-hati betul sebab ini perkara aturan yang interpretasinya sanggup berbeda-beda dari satu andal ke andal lain. Oleh sebab itu kami harus imbang,” kata Tito di Mapolda Metro Jaya, Kamis (9/11/2017).

Tito menyatakan bahwa laporan ini muncul sesudah adanya putusan praperadilan yang dimenangkan Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto terkait statusnya sebagai tersangka perkara tindak pidana korupsi e-KTP. Kasus ini sendiri dilaporkan oleh kuasa aturan Novanto berjulukan Sandy Kurniawan.

Ia menandaskan bahwa ada kemungkinan Novanto merasa statusnya sebagai tersangka dan pencegahannya ke luar negeri oleh KPK dinilai tidak sah.

Di satu sisi, kata Tito pihak yang mengeluarkan surat pencekalan, yaitu KPK, sanggup saja beranggapan bahwa apa yang sudah dilakukan itu sesuai dengan mekanisme hukum. Terutama dalam menerbitkan surat pencekalan bepergian ke luar negeri yang dikirim ke kepingan Ditjen Imigrasi. Dimana Novanto dihentikan ke luar negeri sampai April 2018.

“Saya lihat ini ada kekosongan hukum. Oleh sebab itu, tadi instruksi saya kepada penyidik ini problem aturan lebih banyak, fakta boleh saja dikumpulkan, tapi kami harus lihat betul dari keterangan bebrapa andal hukum,” katanya.

Selain itu, Tito juga akan mengkaji apakah status Novanto kini sanggup melaksanakan somasi aturan atau tidak.

Sementara itu, kuasa aturan Setya Novanto, Fredrich Yunadi, mengaku tidak terima dengan adanya surat pencekalan tersebut. Surat itu merupakan salah satu dari beberapa dokumen yang ia permasalahkan.

Menurutnya, sesudah praperadilan, Novanto seharusnya tidak sanggup dikaitkan dengan penyidikan perkara e-KTP lagi.

“Surat palsu itu banyak yang dipalsukan, bukan hanya satu,” imbuhnya.

Untuk itulah, Fredrich meminta anak buahnya, Sandy Kurniawan untuk mengadukan Agus Rahardjo dan Saut Situmorang ke Bareskrim Mabes Polisi Republik Indonesia pada 9 Oktober lalu.

Baca :
Bukan hanya Agus dan Saut, Fredrich mengaku telah melaporkan semua penyidik yang tertera dalam surat perintah penyidikan terhadap Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto.

“Ada 24, termasuk yang memerintahkan itu (Direktur Penyidikan Aris Budiman) jadi 25,” tandasnya ibarat dari Tirto.id.(***)

Ilmu Pengetahuan Serangan Balik Lewat Spdp Agus Rahardjo Dan Saut Situmorang

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sudah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. SPDP ini keluar terkait dugaan pemalsuan surat pencegahan yang dikeluarkan KPK terhadap Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto.

"Saya melihatnya lebih terkesan kepolisian menyerupai dimanfaatkan pihak Setya Novanto," kata Praktisi aturan Universitas Andalas Ferry Amsari ketika dihubungi Tirto, Kamis (9/11/2017).

 sudah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan  Ilmu Pengetahuan Serangan Balik Lewat SPDP Agus Rahardjo dan Saut Situmorang
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan Ketua KPK Agus Rahardjo sesudah menawarkan keterangan kepada media di Gedung KPK terkait kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, Senin (19/6). tirto.id/Andrey Gromico

Ferry menjelaskan, kesan itu muncul alasannya pelapor dalam kasus dugaan pemalsuan ini ialah Sandy Kurniawan Singarimbun, yang tak lain kuasa aturan Setya Novanto. Seperti diketahui, Setya Novanto sebelumnya pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus korupsi e-KTP. Setnov sendiri jadinya memenangkan praperadilan.

Ferry menyayangkan perilaku polisi yang menurutnya kurang bisa membaca persoalan. Polisi Republik Indonesia diharap bisa melihat laporan yang dilayangkan Sandy sebagai serangan balik dari pihak berperkara kepada KPK. Sehingga, kata dia, laporan itu semestinya tidak ditanggapi.

Tak hanya itu, Ferry menilai, penyidikan kasus dugaan pemalsuan surat ini berpotensi mengarah ke episode gres Cicak vs Buaya. Ferry menyebut, publik akan menilai polisi rela dijadikan alat karena punya misi langsung dalam menyerang KPK. ini mengingat kekerabatan dua institusi ini kerap memanas. Yang terbaru, KPK mengembalikan dua penyidiknya ke Polri, alasannya diduga merusak alat bukti salah satu kasus.

Karena itu, Ferry meminta Polisi Republik Indonesia selektif dalam memproses aduan. Ini untuk menghindarkan asusmsi polisi menjadi boneka pihak tertentu yang hendak menyerang KPK.

“Jadi sebenarnya polisi bisa menolak untuk memproses. Polisi jangan mau dijadikan boneka. Publik juga kan bisa berasumsi bahwa Polisi Republik Indonesia ingin membalaskan sesuatu kepada KPK,” kata Ferry melanjutkan.

Dihubungi terpisah, praktisi aturan Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut, polisi seharusnya tidak memproses kasus dugaan pemalsuan ini. Malah, kata dia, langkah pengusutan ini bisa dikenakan tindakan menghalangi pengusutan kasus korupsi (Obstruction of Justice) sebagaimana Pasal 21 Undang-undang (UU) Tindak Pidana Korupsi.

“Ini bisa ditafsirkan sebagai menghalangi penuntutan kasus korupsi sebagaimana tercantum di Pasal 21 UU Tipikor,” kata Fickar.

Pendapat ini disampaikan Fickar karena dirinya menilai, KPK punya asas legalitas dalam menerbitkan surat pencegahan, menyerupai termaktub dalam Pasal 12 Ayat 1 B UU KPK. Terlebih, surat tersebut diterbitkan dalam kerangka penanganan kasus yang sedang diusut.

Hal lain yang menciptakan janggal ialah SPDP itu menyasar dua pimpinan KPK. Padahal, kata Fickar, setiap putusan KPK bersifat kolektif kolegial.

“Yang dilakukan Agus dan Saut bukan tindakan orang perorang melainkan kelembagaan. Sehingga menjadi absurd juga bila hanya Agus dan Saut yang dipersoalkan, alasannya itu putusan forum itu kolektif kolegial,” ucap Fickar.

Terkait masalah ini, Mabes Polisi Republik Indonesia punya pendapat lain. Karopenmas Div Humas Polisi Republik Indonesia Brigjen Pol Rikwanto berpandangan proses pengeluaran SPDP untuk Agus dan Saut telah sesuai dengan mekanisme yang ada.

“Sudah sesuai semua,” kata Rikwanto dalam pesan singkat kepada Tirto.


“Penyidik yang menangani dari Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri," kata Rikwanto.

Sementara Fredrich Yunadi, pengacara Setya Novanto, menampik dituding memanfaatkan polisi. Menurut dia, pelaporan dilakukan sebagai langkah membela kliennya. “Masa kita bela diri dikatakan menyerang?” kata Fredrich.

Ilmu Pengetahuan Spdp Pimpinan Kpk, Kapolri: Aku Tak Ingin Berbenturan

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Kapolri Jendral Tito Karnavian memastikan beredarnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dan Saut Situmorang tidak akan mengulang drama cicak versus buaya. Menurutnya, penyidikan terhadap Agus dan Saut tetap berjalan tanpa mengganggu sinergi Polisi Republik Indonesia dengan KPK. "Kami bersinergi. Saya tak ingin melihat ini Polisi Republik Indonesia berbenturan dengan forum lain," kata Tito kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (9/11).

Tito menyampaikan konflik Polisi Republik Indonesia versus KPK hanya akan menguntungkan pihak yang tidak menyukai kedua forum itu. Sebagai pimpinan tertinggi Polisi Republik Indonesia Tito ia sangat mendukung kerja penegakan aturan yang dilakukan oleh KPK. "Nanti ada pihak-pihak lain yang duntungkan. Oleh alasannya itu, saya sampaikan komitmen bahwa (Polri) tidak ingin buat gaduh, tidak ingin juga buat relasi Polisi Republik Indonesia dan KPK jadi buruk," ujarnya.

 Kapolri Jendral Tito Karnavian memastikan beredarnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyi Ilmu Pengetahuan SPDP Pimpinan KPK, Kapolri: Saya Tak Ingin Berbenturan
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menunjukkan keterangan kepada media di Gedung KPK terkait masalah penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, Senin (19/6). tirto.id/Andrey Gromico
Mantan Kapolda Papua ini mengaku tidak tahu menahu soal terbitnya SPDP untuk Agus dan Saut. Ia beralasan gres kembali dari Solo menghadiri janji nikah putri Presiden Jokowi. Ia menambahkan kehadiran ke Polda Metro Jaya juga untuk memanggil Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Herry Rudolf Nahak guna memperoleh keterangan lebih dalam.

Dari keterangan yang diperolehnya Tito mengklaim penerbitan SPDP sudah memenuhi prosedur. Para penyidik sudah mengusut sejumlah saksi yang terdiri dari saksi andal dan saksi pelapor. Dari situ penyidik menilai laporan terhadap Agus dan Saut sudah sanggup naik ke tahap penyiikan.

Meski begitu, Tito memastikan Agus dan Saut masih berstatus sebagai terlapor. Belum tersangka. “Tapi belum menetapkan, saya ulangi ya, belum memutuskan status saudara yang dilapor, yaitu AR dan SS sebagai tersangka. Tolong lihat kembali SPDP ini dikirim oleh penyidik kejaksaan dengan tembusan 5. Salah satunya ialah kepada pelapor. Terlapor pun diberitahu,” ungkapnya.

Peneliti Indonesia Corruption Watch Lalola Ester berharap Polisi Republik Indonesia tidak melanjutkan proses penyidikan terhadap Agus dan Saut. Hal ini alasannya berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi proses penyidikan, penuntutan, dan investigasi untuk kasus korupsi mesti didahulukan dari kasus yang lain. "Jika pun diduga tindak pidana yang dilakukan oleh pimpinan KPK, kasus tersebut sanggup ditangguhkan hingga penanganan kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh pelapor atau kuasanya selesai," kata Lalola ketika dihubungi Tirto, Kamis (9/11/2017).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut for Criminal and Justice Reformasi Supriyadi Widodo Eddyono menilai terbitnya SPDP untuk Agus dan Saut ialah hal wajar. Polisi sanggup saja menerbitkan SPDP selama memiliki bukti.

"Penyidikan polisi cepat itu biasa kalau bukti cukup, dua hari pun sudah ada spdp. Nah masalahnya SPDP itu harus jelas," kata Supriyadi ketika dihubungi Tirto, Kamis (9/11/2017).

Supriyadi menegaskan, SPDP harus terang memuat kasus yang dilaporkan kepada kedua komisioner KPK itu. SPDP juga harus memuat bentuk tuduhan yang disampaikan dan pihak pelapor dan terlapor. "Atau minta polisi gelar kasus dulu dalam konteks apa spdpnya," kata Supriyadi.

Pengamat politik Muradi beropini penerbitan SPDP terhadap komisioner KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang bukan mengarah polisi melawan KPK. Ia mengingatkan, pihak yang berkepentingan ialah Setya Novanto selaku pelapor dalam terbitnya SPDP untuk kedua komisioner tersebut. "Polisi sebagai perantara saja," kata Muradi ketika dihubungi Tirto, Kamis (9/11/2017).

Muradi tidak memungkiri ada proses untuk mendorong dongeng cicak vs buaya kembali terulang. Namun, dalam hal ini, Polisi tidak dalam posisi garang untuk secepatnya menuntaskan masalah aduan kepada Agus dan Saut. Mereka bertindak alasannya ada pihak yang menciptakan laporan. "Posisinya agak berbeda dibanding masalah sebelumnya. Posisi gres ini kalau dihubungkan cicak buaya momentumnya berbeda alasannya yang menjadi duduk kasus posisi bukan menjadi aktor, tapi posisi polisi sebagai mediator," kata Muradi.

Guru Besar Hukum Acara Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, tak memungkiri dugaan tersebut. Hibnu menilai pelaporan Setya Novanto melalui kuasa hukumnya merupakan perjuangan balas dendam terhadap KPK.

“Orang kan mencari-cari kesalahan. Ini yang harus kita cermati,” kata Hibnu.

Soal penanganan kasus ini, Hibnu menyitir Pasal 25 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2009sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 perihal Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut berbunyi: “Penyidikan, penuntutan, dan investigasi di sidang pengadilan dalam kasus tindak pidana korupsi didahulukan dari kasus lain guna penyelesaian secepatnya.”

Terpisah, Fredrich Yunadi, kuasa aturan Setya Novanto menampik anggapan pemidanaan ini merupakan aksi balas dendam atau mengamankan dirinya dari jerat pidana KPK. Menurut Fredrich, setiap orang berhak menerima perlakuan dan dukungan hukum. Baginya, laporan pidana terhadap KPK ini merupakan usahanya untuk menerima dukungan hukum.

“Kalau menyatakan menyerang kembali dan segalanya itu kan hanya orang yang melaksanakan perebutan kekuasaan yang ngomong begitu. Berarti itu orang tidak mengerti hukum. Masa kami bela diri dikatakan menyerang?” kata Fredrich.

Baca :
Menurut Fredrich, tudingan menyerang merupakan kesimpulan ekstrem dan sanggup berarti pembungkaman terhadap rakyat. Ia menyebut, kalau KPK tidak salah, seharusnya tidak perlu takut.

Tak hanya itu, Fredrich juga tidak mau tahu dengan Pasal 25 UU KPK. Menurut Fredrich, kalau penyidik KPK bermasalah, proses aturan tentu harus berlanjut. “Serahkan saja sudah pada polisi, polisi punya kewenangan sendiri,” kata Fredrich menyerupai dikutip dari Tirto.id.(***)

Ilmu Pengetahuan Alasan Komisi Pemberantasan Korupsi Belum Umumkan Tersangka Di Sprindik Gres Kasus E-Ktp

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah menyatakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) gres kasus korupsi e-KTP sudah terbit baru-baru ini. Sprindik itu juga sudah memilih nama tersangka gres di kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut.

Tapi, berdasarkan dia, KPK hingga sekarang belum memutuskan untuk mengumumkan tersangka dalam Sprindik itu alasannya yaitu sejumlah alasan.

(Ilustrasi) Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Anang Sugiana berjalan untuk menjalani investigasi lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (6/11/2017). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
"Saya kira sama dengan kasus yang lain alasannya yaitu kita ada kebutuhan-kebutuhan contohnya dalam proses penyidikan sehingga kita harus koordinasi lebih lanjut antara kebutuhan di penyidikan dengan kebutuhan klarifikasi kepada publik. Namun niscaya akan kami jelaskan," kata Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (7/11/2017).

Pernyataan Febri itu muncul sehari usai tersebarnya gambar Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) gres kasus e-KTP dengan tersangka Ketua dewan perwakilan rakyat RI Setya Novanto. SPDP itu beredar ke media pada Senin kemarin berupa foto surat dengan kop dan cap KPK bernomor B-619/23/11/2017 wacana pemberitahuan dimulainya penyidikan tertanggal 3 November 2017. SPDP itu ditujukan untuk tersangka e-KTP, Setya Novanto.

Namun, Febri enggan menanggapi wacana “bocornya” SPDP itu. Hingga kini, belum terang kebenaran informasi dalam SPDP bocoran itu.

Febri juga tidak memperlihatkan arahan soal kemungkinan bahwa Sprindik gres kasus e-KTP berkaitan dengan penetapan Setya Novanto atau tidak. Dia cuma menegaskan penerbitan Sprindik gres itu sudah berdasarkan dua alat bukti yang kuat.

Baca :
"Saya kira saya tidak sebut nama dari tadi. Yang kami konfirmasi yaitu proses penyidikannya sudah dilakukan. Benar ada tersangka, tapi siapa dan rinciannya bagaimana nanti kami sampaikan lebih lanjut," kata Febri.

Dia menambahkan KPK juga akan kembali memanggil Ketua Umum DPP Golkar itu untuk menjalani pemeriksaan. Febri mencatat, selama ini, KPK sudah pernah 9 kali memanggil Novanto untuk keperluan pendalaman keterlibatan sejumlah tersangka korupsi e-KTP. Tapi, Novanto hanya memenuhi 2 panggilan saja. Meskipun demikian, ia belum menjelaskan soal kemungkinan pemanggilan paksa untuk Novanto.

"Terkait absensi kemarin, kami akan panggil kembali (Novanto) dalam posisi sebagai saksi untuk tersangka ASS (Anang Sugiana Sudihardjono)," kata Febri.

Hari ini, KPK memanggil beberapa saksi kasus e-KTP antara lain dua politisi Golkar Agun Gunandjar Sudarsa dan Chairuman Harahap, Wakil Ketua Komisi II dewan perwakilan rakyat RI 2009-2010 dari Fraksi Partai PAN Teguh Juwarno, dan pengacara sekaligus Ketua Bidang Hukum Partai Golkar Rudy Alfonso.

Selanjutnya, mantan anggota Komisi II dewan perwakilan rakyat RI dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, Dedi Prijono (kakak Andi Narogong) dan Vidi Gunawan (adik Andi Narogong).(***)

Ilmu Pengetahuan Mantan Dirut & Manajer Klaim Pt Allinz Kembali Dilaporkan Ke Polisi

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Mantan Direktur Utama PT Allianz Life Indonesia, Joachim Wessling, dan mantan Manajer Klaim Allianz, Yuliana Firmansyah, kembali dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya.

Laporan ini dilakukan oleh orang yang berbeda, atas nama Mario Sastra Wijaya, dengan kuasa aturan yang sama dengan laporan sebelumnya, yakni Alvin Lim. Dalam laporannya, korban merasa dirugikan alasannya ialah klaim asuransinya tidak dicairkan oleh PT Allianz.
 Mantan Direktur Utama PT Allianz Life Indonesia Ilmu Pengetahuan Mantan Dirut & Manajer Klaim PT Allinz Kembali Dilaporkan ke Polisi
Gedung Allianz Insurance. tirto/andrey gromico
Syarat yang diberikan oleh Allianz untuk mencairkan dana dirasa tidak masuk akal. Pasalnya, dalam proses pencairan klaim asuransi kliennya, pihak Allianz meminta rekam medis pasien. Padahal, berdasar peraturan pemerintah, rekam medis tersebut dihentikan dibagikan kepada sembarang orang, termasuk pada pasien. Hal itu dianggap melanggar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008.

“Atas kerugian material sejumlah Rp25,5 juta, pelapor melaporkan ke Polda Metro Jaya dengan kuasa diberikan kepada LQ Indonesia Lawfirm,” terang kuasa aturan korban, Alvin Lim, Kamis (9/11/2017) di Polda Metro Jaya.

Mario Sastra Wijaya merupakan salah satu dari 13 klien yang diwakili Alvin ketika pengaduan terhadap Joachim dan Yuliana. Upaya ini merupakan reaksi balik dari Alvin alasannya ialah masih ada 11 orang yang belum menerima ganti rugi materiil dari pihak Allianz atas polis asuransi mereka.

“Allianz sebelumnya lepas dari jeratan pidana kasus dengan pelapor Ifranius Algadri dan Indah Goena Nanda. Bukannya introspeksi diri dan berbenah, malah Allianz menyudutkan para pelapor dan mengancam menggugat saya selaku pengacara mereka,” terang Alvin lagi.

Untuk diketahui, pencabutan laporan terhadap kasus Joachim dan Yuliana telah dilakukan melalui surat yang ditandatangani masing-masing pelapor di atas materai Rp6.000 pada Jumat (3/`11) lalu. Setelah itu, pada Senin (6/11), pihak Allianz menyampaikan bahwa mereka sudah menciptakan laporan pidana terhadap para kliennya.

Baca :
Hingga hari ini, identitas klien yang dilaporkan oleh pihak Allianz masih belum diketahui. Laporan ini diterima dalam nomor laporan polisi : LP/5418/XI/2017/PMJ/Dit.Reskrimsus. Yuliana dan Joachim diadukan atas pelanggaran Undang-undang Perlindungan Konsumen dan dituntut kerugian materiil dan imateriil.

Mereka berdua dianggap melanggar Pasal 62 ayat (1) juncto Pasal 8 abjad F, Pasal 10 abjad C, Pasal 18 dan Pasal 63 abjad F Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 perihal Perlindungan Konsumen, demikian dikutip dari Tirto.id.(***)

Ilmu Pengetahuan Isi Tujuh Poin Alasan Setya Novanto Absen Dari Investigasi Kpk

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginformasikan isi tujuh lembar surat yang diserahkan pihak kuasa aturan Setya Novanto. Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menyampaikan surat itu memuat sejumlah informasi terkait absensi Ketua dewan perwakilan rakyat tersebut.

"Sekitar pukul 10.00 pagi ini, KPK mendapatkan surat tertanggal 14 November 2017 dengan kop surat kantor pengacara. Surat pemberitahuan tidak sanggup memenuhi panggilan KPK tersebut berisikan tujuh poin," kata Febri dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Rabu (15/11/2017).

 menginformasikan isi tujuh lembar surat yang diserahkan pihak kuasa aturan Setya Novanto Ilmu Pengetahuan Isi Tujuh Poin Alasan Setya Novanto Mangkir dari Pemeriksaan KPK
Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto menunjukkan pidato dalam Sidang Paripurna dewan perwakilan rakyat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/11/2017). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.
Surat tersebut ditandatangani pribadi oleh penasihat aturan Setya Novanto Fredrich Yunadi. Selain itu, surat tersebut ditembuskan ke sejumlah pihak yakni Presiden RI, Ketua MK RI, Ketua MA RI, Ketua Komnasham, Kapolri, Jaksa Agung RI, Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Kapolda Metro Jaya, Kajati DKI serta Setya Novanto selaku klien.

Febri mengatakan, isi tujuh poin surat yang disampaikan sama dengan surat sebelumnya. Poin pertama, pihak Novanto membenarkan jikalau klien mereka telah mendapatkan surat panggilan investigasi KPK tanggal 10 November 2017, menyerupai sikutip dari Tirto.id .


Poin kedua, pihak Novanto membenarkan bahwa Ketua Umum Partai Golkar itu dipanggil dengan nama lengkap dan jabatan Novanto.

Pada poin ketiga dan poin keempat, pihak Setya Novanto memberikan sejumlah pasal sebagai alasan absensi dalam investigasi KPK.

Disebutkan dalam surat itu sejumlah pasal yang dijadikan dasar pertimbangan bahwa Setya Novanto selaku Ketua dewan perwakilan rakyat RI tidak perlu memenuhi investigasi KPK. Beberapa aturan tersebut di antaranya pasal 1 (3) Undang-Undang Dasar 1945 karena Negara Indonesia yaitu Negara Hukum, pasal 20 A karakter (3) Undang-Undang Dasar 1945, pasal 80 UU No. 17 Tahun 2014 wacana hak imunitas, pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 wacana Pembentukan Peraturan dan Perundang-undangan, serta UU No. 17 Tahun 2014 Pasal 224 ayat (5) (Hak Imunitas Anggota DPR) dan Pasal 245 ayat (1).

Sementara itu, dalam poin 5, poin 6, dan poin 7, mereka menjelaskan pertimbangan tidak hadir selain perundang-undangan.

Alasan di luar aturan perundangan yakni mereka tengah melaksanakan judicial review di Mahkamah Konstitusi. Pihak kuasa aturan bahkan menghubungkan dengan Pansus Hak Angket KPK. Seperti diketahui, KPK tidak pernah hadir dalam pemanggilan pansus hak angket KPK dengan alasan mereka masih menggugat di Mahkamah Konstitusi. Analogi yang sama juga dijadikan alasan absensi Setnov alasannya masih mengajukan uji bahan di MK, ditambah juga alasannya ada kiprah negara.

"Bahwa adanya kiprah negara pada klien kami untuk memimpin dan membuka sidang Paripurna dewan perwakilan rakyat pada tanggal 15 November 2017," kata Febri mengutip isi surat Setnov.

"Berdasarkan alasan-alasan aturan di atas maka klien kami belum sanggup memenuhi panggilan tersebut hingga adanya putusan MK RI terhadap permohonan judicial review yang kami ejekan tersebut," lanjut Febri.

KPK direncanakan memanggil Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto untuk dimintai keterangan sebagai tersangka, Rabu (14/11/2017). Meskipun pihak Setya Novanto sudah mengonfirmasi tidak akan hadir, KPK tetap berharap Novanto memenuhi panggilan penyidik tanpa memakai alasan.

Pengacara Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto Fredrich Yunadi menegaskan Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto tidak akan memenuhi panggilan penyidik KPK, Rabu (15/11/2017). Fredrich pun mengklaim sudah mengirimkan alasan kepada KPK terkait absensi tersebut.

"Kita kan sudah bikin surat resmi, saya yang bikin surat resmi. Kaprikornus tentu tidak hadir," kata Fredrich dikala dihubungi Tirto, Rabu (15/11/2017).

Dalam surat tersebut, Fredrich menjelaskan jikalau Setya Novanto tidak akan hadir memenuhi panggilan dengan alasan tengah menggugat kewenangan KPK yang sanggup memanggil dan menyidik anggota dewan perwakilan rakyat yang dilindungi Undang-Undang Dasar 45. Kedua, pihak Novanto menguji apakah KPK melaksanakan pencegahan.

Surat tersebut dikabarkan sudah dikirim kepada KPK. Namun, informasi yang dihimpun, pihak forum antirasuah belum mendapatkan surat tersebut. Fredrich mengaku surat diserahkan tidak pribadi kepada penyidik. "Kalau itu penyidiknya mungkin kurang komunikasi. Kan surat kita gak sanggup kasihkan penyidik. Kita kan Surat niscaya kita kasihkan ke bab penyuratan (surat-menyurat)," ujar Fredrich.

Baca :
Fredrich menegaskan, pihak Novanto ingin mendapatkan santunan hukum. Mereka tidak memiliki motif kecuali hal tersebut. Apabila KPK melaksanakan upaya paksa kepada Novanto, KPK bersikap diskriminatif terhadap pansus hak angket.

"Kalau dia bisa, berarti KPK juga hadir dong ke DPR. Pansus dewan perwakilan rakyat hak angket itu yaitu pro justicia loh. Sama loh dengan pada polisi. Dia punya upaya paksa," kata Fredrich.(***)

Ilmu Pengetahuan Eggi Sudjana Desak Komisi Yudisial Awasi Hakim Di Kasus Buni Yani

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Direktur Eksekutif INFRA, Agus Chairudin beserta sejumlah kelompok masyarakat lainnya mendatangi Komisi Yudisial (KY), guna mendesak untuk membebaskan Buni Yani, terdakwa masalah dugaan pelanggaran UU ITE terkait postingan Facebooknya mengenai video mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) perihal surat Al Maidah di Kepulauan Seribu.

Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menyampaikan bahwa Buni Yani akan dituntut selama dua tahun penjara, alasannya masalah itu berkaitan dengan vonis masalah penistaan agama atas terpidana Ahok yang juga dipenjara selama dua tahun, semoga seimbang.
 Agus Chairudin beserta sejumlah kelompok masyarakat lainnya mendatangi Komisi Yudisial  Ilmu Pengetahuan Eggi Sudjana Desak Komisi Yudisial Awasi Hakim di Kasus Buni Yani
Terdakwa masalah dugaan pelanggaran UU ITE Buni Yani (kanan) berjalan menuju kawasan duduk ketika menjalani sidang lanjutan di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/10/2017). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Agus menilai pernyataan Jaksa Agung yang menuntut adanya kesetaraan antara masalah Ahok dan Buni Yani itu menjadikan spekulasi balas dendam. Pasalnya, kata Agus, menurut fakta persidangan baik saksi dan pakar menyatakan Buni Yani tidak terbukti bersalah. Untuk itu mereka meminta Buni Yani dibebaskan secara hukum.

"Kami mendesak komisioner Komisi Yudisial berani menyatakan perilaku resmi mendukung majelis hakim memakai wewenang keputusan ultra petitum menurut yurisprudensi putusan majelis hakim masalah penistaan agama," kata Direktur Eksekutif INFRA Agus Chairudin di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (9/11/2017).

Sementara Advokat dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis, Eggi Sudjana mengatakan, apabila Buni Yani divonis bersalah, maka hakim dinilai tidak profesional alasannya menyimpang dari ilmu hukum.

Ia menduga ada pihak yang mengintervensi hakim terkait persidangan Buni Yani. Apalagi, Jaksa Agung sempat menyinggung semoga ada kesetaraan antara masalah Buni Yani dengan Ahok. Oleh alasannya itu, mereka meminta Komisi Yudisial mengawasi hakim untuk memperlihatkan putusan yang adil.

"Yang kami inginkan nanti pada ketika putusan jangan melukai keadilan masyarakat," kata Eggi di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (9/11/2017).

Eggi pun mengingatkan, apabila putusan terhadap Buni Yani dinilai tidak adil, maka tidak menutup kemungkinan akan ada agresi lanjutan. "Bila terjadi hal-hal tidak diinginkan jangan salahkan masyarakat alasannya masyarakat sudah mencari keadilan yang benar lewat pengadilan tapi pengadilan tidak memperlihatkan rasa keadilan," kata Eggi.

Menanggapi hal itu, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial, Jaja Ahmad Jayus menyampaikan bahwa pihaknya tidak dapat memperlihatkan jawaban atas problem itu alasannya dikhawatirkan akan mensugesti proses persidangan Buni Yani.

Baca :
"Mohon maaf jika seandainya intervensi menyangkut perilaku harus begini, harus begini itu kami melanggar arahan etik sendiri dan melanggar Undang-undang alasannya dalam peraturan bersama kami dengan Mahkamah Agung kami dihentikan menentapkan benar atau salahnya suatu putusan," kata Jaja di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (9/11/2017).

Jaja mengatakan, Komisi Yudisial akan terus melaksanakan pemantauan terhadap masalah Buni Yani. Jaja berharap publik ikut membantu mendorong hakim memutus masalah dengan seadil-adilnya.

Ilmu Pengetahuan Ketua Bprd Jakarta Bolos Dari Investigasi Terkait Njop Reklamasi

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta Edi Sumantri batal menghadiri investigasi di Polda Metro Jaya pada Kamis (9/11/2017). Edi disebut akan diperiksa terkait Nilai Jual Objek Pajak Reklamasi (NJOP) Pulau C dan D Reklamasi sebesar Rp3,1 juta.

“Jadi ada surat dari yang bersangkutan yang masuk ke Polda Metro ke (Dit)krimsus bahwa yang bersangkutan minta schedule ulang. Hari ini yang bersangkutan ada acara rapat koordinasi,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Argo Yuwono ketika ditemui di Polda Metro Jaya, Kamis (9/11).

 Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah  Ilmu Pengetahuan Ketua BPRD Jakarta Mangkir dari Pemeriksaan Terkait NJOP Reklamasi
Argo Yuwono. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pd/16.
Rapat koordinasi itu, kata Argo, tidak terlepas dari pembahasan NJOP secara internal. Namun Argo enggan menandakan lebih lanjut apa saja yang akan dibahas.

Selain Edi, satu nama yang juga tidak hadir yaitu Kepala Kantor Jasa Penilai Pajak (KJPP), Dwi Haryantono. Ia juga hadir dengan alasan yang serupa. Keduanya akan diperiksa ulang dengan waktu dan tempat yang berbeda.

“Untuk kepala KJPP akan kami agendakan lagi hari Senin, tanggal 13 November, untuk kami mintai keterangan. Sedangkan untuk kepada DPRD, akan kami mintai keterangan lagi, schedule-nya tanggal 15 hari Rabu depan,” ujarnya lagi.

Menurut Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah, angka NJOP yang telah ditetapkan, yakni sebesar Rp3,1 juta, memang masih jauh dari apa yang pernah diasumsikan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ketika menjabat Gubernur yakni Rp10-20 juta.

Dan kalau dibandingkan dengan daerah reklamasi lainnya ibarat Ancol dan Pantai Indah Kapuk yang NJOP-nya mencapai Rp15-20 juta, maka NJOP untuk pulau C dan D memang tergolong kecil.

Kendati demikian, Argo tak mau berspekulasi soal NJOP yang dianggap terlalu rendah. “Dari penyidik nanti kami akan mencari keterangan-keterangan, kita tunggu saja. Bagaimana kaitannya, nanti dari keterangan Pak Edi. Sekarang kan kami masih mendalami semuanya,” terang Argo ibarat dikutip dari Tirto.id.

Sampai ketika ini, penyidik Direktorat Tindak Pidana Kriminal Khusus sudah menilik beberapa saksi, termasuk Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD). Tiga di antaranya yakni Kepala Bidang Peraturan BPRD, Joko Pujiyanto, Kepala Bidang Perencanaan BPRD, Yuandi Bayak Miko, dan staf BPRD Penjaringan, Andri. Ketiganya masih belum final diperiksa hingga hari ini.

Baca :
“Kemarin tiga saksi yang sudah kami periksa, hingga kini belum selesai, nanti kami schedule ulang juga. Makara belum final pemeriksaannya,” papar Argo.

“Bagian daripada schedule ulang, nanti dokumen-dokumen akan kami mintakan juga semoga disiapkan,” lanjutnya.

Ilmu Pengetahuan Komisi Pemberantasan Korupsi Sambut Faktual Langkah Mk Tolak Somasi Oc Kaligis Dkk

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut positif keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji bahan UU Permasyarakatan terkait syarat remisi untuk narapidana yang diajukan oleh terpidana korupsi OC Kaligis, Suryadharma Ali, Waryono Karno, Barnabas Suebu, dan Irman Gusman.

"Ketika MK menolak atau memutuskan terkait undang-undang, impian kami agar ini perjelas aturan pengetatan remisi," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (7/11/2017).

 menyambut positif keputusan Mahkamah Konstitusi  Ilmu Pengetahuan KPK Sambut Positif Langkah MK Tolak Gugatan OC Kaligis Dkk
Lima terpidana kasus korupsi selaku pemohon OC Kaligis, Suryadharma Ali, Irman Gusman, Barnabas Suebu dan Waryono Karyo mengikuti sidang dengan jadwal pembacaan putusan uji bahan UU terkait derma remisi, Selasa (7/11/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan somasi uji bahan wacana pengajuan norma pasal 14 ayat 1 karakter i UU nomor 12/95 wacana pemasyarakatan terkait aturan derma remisi.

Alasan kelima terpidana korupsi itu mengajukan permohonan, alasannya yakni mereka menganggap UU tersebut tidak adil alasannya yakni memangkas hak mereka sebagai narapidana korupsi untuk mendapat remisi.

Namun, permohonan itu ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, Selasa (7/11/2017). Dalam amar putusan, MK memaparkan bahwa hak-hak narapidana termasuk dengan remisi akan diberikan sepanjang telah memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana tertuang dalam ketentuan a quo.

Dengan demikian, hak tersebut bukanlah hak yang tergolong ke dalam hak asasi insan dan bukan tergolong hak konstitusional.

Baca :
"Bahwa sehabis membaca dengan seksama permohonan para Pemohon, hal yang dipersoalkan bergotong-royong yakni peraturan pelaksanaan dari UU Permasyarakatan yang telah didelegasikan kepada peraturan pemerintah," ujar Hakim Konstitusi Manahan Sitompul ketika membacakan pertimbangan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, menyerupai dikutip Antara.

Untuk itu, MK menyatakan keberatan terhadap ketentuan a quo berada di luar yurisdiksi Mahkamah untuk memeriksa, mengadili dan memutus. Berdasarkan evaluasi tersebut, amar putusan Mahkamah menyatakan menolak permohonan para pemohon. (***)

Ilmu Pengetahuan Respons Saut Situmorang Soal Perilaku Kepala Kepolisian Republik Indonesia Terkait Surat Palsu

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengapresiasi perilaku Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dalam menangani laporan kasus dugaan surat palsu yang menjerat namanya beserta Ketua KPK Agus Rahardjo.

“Jadi kalau Kapolri menciptakan kebijakan menyerupai itu akan menciptakan Komisi Pemberantasan Korupsi lebih niscaya lagi untuk fokus terhadap kasus yang sedang ditangani sekarang,” kata Saut seusai menjadi pembicara dalam sarasehan, di Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, Rabu (15/11/2017).
 Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi  Ilmu Pengetahuan Respons Saut Situmorang Soal Sikap Kapolri terkait Surat Palsu
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Antara foto/Reno Esnir.
Pernyataan Saut tersebut merespons Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang memastikan penyidikan kasus surat palsu dan penyalahgunaan wewenang yang menjerat nama dua pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang akan berjalan secara objektif.

Tito juga berjanji akan menghentikan kasus tersebut jikalau dalam proses pengumpulan keterangan tidak ditemukan unsur pidana.

Saut mengakui sebagai institusi penegakan hukum, KPK tetap membutuhkan koreksi, kritik dan kontrol dari banyak sekali pihak. Namun demikian, upaya mencari-cari kesalahan dengan tujuan melemahkan forum antirasuah itu tetap tidak dapat dibenarkan.

“Menjadi tidak masuk akal kalau kemudian kesalahan dicari-cari kemudian diciptakan sebuah situasi sehingga KPK tidak perform," kata ia ketika dikutip dari Tirto.id.

Meski demikian, ia memastikan tuduhan terhadap dirinya terkait kasus pembuatan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang yang dilaporkan oleh Ketua DPR, Setya Novanto, melalui tim kuasa hukumnya, Fredrich Yunadi tidak akan mengganggu kinerja KPK dalam menangani kasus-kasus korupsi.

Baca :
"Secara eksklusif tidak terpengaruh tetapi kan secara umum framing peradaban aturan kita terganggu," kata dia.

Oleh alasannya ialah itu, kata Saut, ketegasan pemerintah, Presiden, dan Kapolri sangat diharapkan untuk menjaga peradaban aturan Indonesia.

"Ketegasan pemerintah, ketegasan Presiden dan ketegasan Kapolri menunjukkan bahwa pembangunan aturan kita dapat lebih baik. Orang akan menilainya," kata dia.(***)

Ilmu Pengetahuan Komisi Pemberantasan Korupsi Minta Setya Novanto Serahkan Diri

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengakui, penyidiknya mendatangi kediaman Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto, Rabu (15/11). Kedatangan penyidik buat membujuk Setya Novanto menyerahkan diri.

"Secara persuasif kami imbau SN sanggup menyerahkan diri," kata Febri kepada Tirto, Kamis dinihari (16/11).

Saat ini, kata Febri, penyidik masih berada di kediaman Novanto. Tim masih berupaya untuk membawa Ketua Umum Partai Golkar itu untuk hadir dalam pemeriksaan.
 Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi  Ilmu Pengetahuan KPK Minta Setya Novanto Serahkan Diri
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah. tirto.id/Andrey Gromico
Langkah ini, Febri bilang, sengaja ditempuh sebab Novanto sudah beberapa kali mangkir dari panggian. Padahal, berdasarkan dia, keterangan Novanto sangat dibutuhkan.

"KPK mendatangi rumah SN sebab sejumlah panggilan sudah dilakukan sebelumnya. Namun yang bersangkutan tidak menghadiri," kata Febri.

Diketahui, sejumlah penyidik KPK mendatangi kediaman Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto, Rabu malam (15/11). Awalnya, hanya tujuh orang yang tiba sekitar pukul 21.30 WIB. Beberapa ketika kemudian, menjadi 10 penyidik.

Para penyidik itu sempat tidak diizinkan masuk ke dalam rumah. Hampir 10 menit berselang, penyidik tertahan di depan gerbang dan gres diperbolehkan masuk. Saat penyidik masuk, kuasa aturan Setya Novanto, Fredrich Yunadi sudah berada di dalam rumah.

Saat penyidik berada di dalam rumah, sejumlah politikus Partai Golkar berdatangan ke kediaman sang ketua umum. Mereka antara lain Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, Ketua Bidang Kepartaian Partai Golkar Kahar Muzakir, dan Ketua Banggar dewan perwakilan rakyat sekaligus Ketua DPP Golkar Azis Syamsuddin.

Sebagai informasi, KPK sudah memanggil Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto sebanyak 11 kali diproses penyidikan. Terkini, KPK memanggil Novanto dengan kapasitas sebagai tersangka, kemarin. Mantan Ketua Fraksi Partai Golkar tersebut tidak diperiksa dengan kapasitas sebagai tersangka. Setya Novanto, lewat Penasihat aturan Novanto Fredrich Yunadi mengirimkan surat berisi 7 poin penolakan pemanggilan.

Baca :
Sebagai informasi, Novanto mangkir dalam tiga pemanggilan dalam kapasitas sebagai saksi tersangka Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo. Novanto dipanggil pertama dalam kapasitas tersebut pada Senin (30/10).

Pria yang juga Ketua Umum Partai Golkar itu sedianya diperiksa sebagai saksi tersangka Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo. Namun, Novanto mangkir dalam investigasi tersebut sebab kesibukan. Novanto pun dipanggil kembali untuk ketiga kalinya, Senin (13/11).(***)

Ilmu Pengetahuan Setya Novanto Mangkir, Saut Kpk: Semua Orang Punya Pintu Taubat

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyampaikan tidak mau berandai-andai soal mangkirnya Setya Novanto dari panggilan forum antirasuah pada hari ini.

"Siapa tahu besok, Allah bekerja sama dengan ia (Setya) sehingga sadar, tiba ia tiba mengakui, semua orang memiliki pintu taubat," kata Saut kepada wartawan seusai Festival Konstitusi dan Anti Korupsi di Universitas Indonesia, Depok, Senin, 13 November 2017. 

 Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi  Ilmu Pengetahuan Setya Novanto Mangkir, Saut KPK: Semua Orang Punya Pintu Taubat
Wakil ketua KPK Saut Situmorang, memperlihatkan keterangan kepada awak media, di Gedung KPK, Jakarta, 3 Oktober 2017. KPK memutuskan mantan Bupati Kabupaten Konawe Utara Aswad Sulaiman sebagai tersangka yang diduga mendapatkan uang sebesar Rp 13 miliar terkait kasus dugaan korupsi dalam penerbitan ijin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta IUP operasi produksi dari Pemkab Konawe Utara 2007-2014. TEMPO/Imam Sukamto
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Setya Novanto dipanggil KPK untuk menjadi saksi bagi Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo. Namun Setya Novanto mangkir.

"Pagi ini KPK mendapatkan surat terkait dengan absensi Setya Novanto sebagai saksi untuk tersangka ASS," kata juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah, dalam pesan tertulis di Jakarta, Senin, 13 November 2017.

Febri menjelaskan, surat tersebut dikirimkan dengan kop Dewan Perwakilan Rakyat yang ditandatangani oleh Ketua DPR. "Alasan yang dipakai yakni terkait izin presiden," kata Febri.

Adapun KPK, berdasarkan Saut Situmorang, telah siap bila Setya Novanto kembali mengajukan praperadilan. Menurut Saut, kalau ada prosedur aturan yang dilakukan oleh Setya Novanto, KPK menaati pemanggilan oleh pengadilan. "Setiap pihak kan punya planning masing-masing, kalau dari bukti sih saya rasa sudah cukup," kata Saut.

Menurut Saut, kekalahan pada praperadilan ketika penetapan tersangka Setya Novanto yang pertama bukan menggugurkan adanya insiden tindak pidana. Saat itu yang menjadi perdebatan proses membawanya menjadi kasus pidana. "Kalau penetapan tersangka kali ini tetap memakai bukti usang sebagai bukti sudah ada tahun lalu, prosesnya saja yang diperbaiki," katanya.


Baca :

Proses penyidikan, kata Saut, dimulai dari awal lagi. KPK sudah mengirimkan surat perintah dimulai penyidikan (SPDP) dan melaksanakan pemanggilan. "Semua langkah itu dilakukan untuk menjadi tindakan yang lebih berdaya guna, KPK juga punya taktik sendiri," katanya menyerupai dirilis dari Tempo.co.

Setya Novanto hari ini diketahui pergi ke Kupang, Nusa Tenggara Timur. Kepada wartawan, Ketua dewan perwakilan rakyat itu menyampaikan ia akan tetap berfokus menjalankan kiprah kenegaraan dan kiprah sebagai Ketua Partai Golkar. "Saya kini akan menjalankan kiprah kenegaraan dan partai," ujarnya, di Kupang, Senin, 13 November.

Ilmu Pengetahuan Harus Sanggup Izin Presiden, Komisi Pemberantasan Korupsi Sebut Pengacara Novanto Mengada-Ada

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Kuasa Hukum Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto, Fredrich Yunadi menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menerima izin dari Presiden Joko Widodo untuk melaksanakan investigasi sebagai saksi perkara e-KTP.

Menyikapi hal ini, forum antirasuah itu menyebut bahwa alasan tersebut ialah hal yang mengada-ada.

“Iya, alasan itu alasan mengada-ada. Dengar aja dulu, pertama ia kan pernah hadir beberapa kali dipanggil,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dikantornya, Kuningan Jakarta Selatan, Senin (13/11).
 Fredrich Yunadi menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi  Ilmu Pengetahuan Harus Dapat Izin Presiden, KPK Sebut Pengacara Novanto Mengada-Ada
Wakil KPK Laode M Syarif. AKTUAL/Tino Oktaviano
“Saat itu ia hadir tanpa surat izin presiden, kenapa kini hadir harus menerima izin dari presiden. Ini suatu mengada-ada,” sambung dia.

Dalam hal ini, KPK berlandaskan pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 76/PUU-XII/2014 atas uji bahan Pasal 224 Ayat 5 dan Pasal 245 Ayat 1 UU MD3, tidak membatalkan Pasal 245 Ayat 3 Poin c.

Dengan demikian, investigasi anggota dewan perwakilan rakyat yang disangka melaksanakan tindak pidana khusus, yakni korupsi, narkoba, dan terorisme, tidak memerlukan izin dari Presiden

“Tidak sama sekali kok, tidak harus izin. Baca saja aturaannya kan itu juga sudah ada putusan MK tidak mewajibkan adanya izin dari Presiden,” ujarnya.

Sebelumnya, Setya Novanto kembali mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan alasan absensi Ketua Umum Partai Golkar itu dalam investigasi terkait izin dari Presiden Jokowi. Sebelum menerima izin dari Jokowi, Setnov tidak kan memenuhi panggilan dari penyidik.

Baca :
Freidrich Yunadi, bersikukuh KPK harus menerima izin dari Presiden. Dia menggunakan Undang-Undang MD3 sebagai dasarnya.

“Harus seizin Presiden. Kan di situ sudah tertuang pada Undang-Undang Nomor 17/2014 perihal MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang menyampaikan harus menerima izin tertulis dari Presiden Jokowi,” ujar pengacara Setya Novanto, Freidrich Yunadi, saat dihubungi, Jakarta, Senin 6 November 2017.

Menurut dia, KPK memanggil Setya Novantosebagai anggota DPR. Oleh alasannya ialah itu, yang menulis surat untuk KPK ialah DPR.

“Untuk KPK janganlah memaksakan kehendak untuk memanggil Setya Novanto. Janganlah mengudetakan orang jika memang tidak bersalah,” kata Yunadi ibarat dilansir dari Aktual.(***)