Showing posts sorted by relevance for query kpk-sambut-positif-langkah-mk-tolak. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query kpk-sambut-positif-langkah-mk-tolak. Sort by date Show all posts

Ilmu Pengetahuan Komisi Pemberantasan Korupsi Sambut Faktual Langkah Mk Tolak Somasi Oc Kaligis Dkk

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut positif keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji bahan UU Permasyarakatan terkait syarat remisi untuk narapidana yang diajukan oleh terpidana korupsi OC Kaligis, Suryadharma Ali, Waryono Karno, Barnabas Suebu, dan Irman Gusman.

"Ketika MK menolak atau memutuskan terkait undang-undang, impian kami agar ini perjelas aturan pengetatan remisi," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (7/11/2017).

 menyambut positif keputusan Mahkamah Konstitusi  Ilmu Pengetahuan KPK Sambut Positif Langkah MK Tolak Gugatan OC Kaligis Dkk
Lima terpidana kasus korupsi selaku pemohon OC Kaligis, Suryadharma Ali, Irman Gusman, Barnabas Suebu dan Waryono Karyo mengikuti sidang dengan jadwal pembacaan putusan uji bahan UU terkait derma remisi, Selasa (7/11/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan somasi uji bahan wacana pengajuan norma pasal 14 ayat 1 karakter i UU nomor 12/95 wacana pemasyarakatan terkait aturan derma remisi.

Alasan kelima terpidana korupsi itu mengajukan permohonan, alasannya yakni mereka menganggap UU tersebut tidak adil alasannya yakni memangkas hak mereka sebagai narapidana korupsi untuk mendapat remisi.

Namun, permohonan itu ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, Selasa (7/11/2017). Dalam amar putusan, MK memaparkan bahwa hak-hak narapidana termasuk dengan remisi akan diberikan sepanjang telah memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana tertuang dalam ketentuan a quo.

Dengan demikian, hak tersebut bukanlah hak yang tergolong ke dalam hak asasi insan dan bukan tergolong hak konstitusional.

Baca :
"Bahwa sehabis membaca dengan seksama permohonan para Pemohon, hal yang dipersoalkan bergotong-royong yakni peraturan pelaksanaan dari UU Permasyarakatan yang telah didelegasikan kepada peraturan pemerintah," ujar Hakim Konstitusi Manahan Sitompul ketika membacakan pertimbangan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, menyerupai dikutip Antara.

Untuk itu, MK menyatakan keberatan terhadap ketentuan a quo berada di luar yurisdiksi Mahkamah untuk memeriksa, mengadili dan memutus. Berdasarkan evaluasi tersebut, amar putusan Mahkamah menyatakan menolak permohonan para pemohon. (***)

Ilmu Pengetahuan Serangan Balik Lewat Spdp Agus Rahardjo Dan Saut Situmorang

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sudah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. SPDP ini keluar terkait dugaan pemalsuan surat pencegahan yang dikeluarkan KPK terhadap Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto.

"Saya melihatnya lebih terkesan kepolisian menyerupai dimanfaatkan pihak Setya Novanto," kata Praktisi aturan Universitas Andalas Ferry Amsari ketika dihubungi Tirto, Kamis (9/11/2017).

 sudah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan  Ilmu Pengetahuan Serangan Balik Lewat SPDP Agus Rahardjo dan Saut Situmorang
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan Ketua KPK Agus Rahardjo sesudah menawarkan keterangan kepada media di Gedung KPK terkait kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, Senin (19/6). tirto.id/Andrey Gromico

Ferry menjelaskan, kesan itu muncul alasannya pelapor dalam kasus dugaan pemalsuan ini ialah Sandy Kurniawan Singarimbun, yang tak lain kuasa aturan Setya Novanto. Seperti diketahui, Setya Novanto sebelumnya pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus korupsi e-KTP. Setnov sendiri jadinya memenangkan praperadilan.

Ferry menyayangkan perilaku polisi yang menurutnya kurang bisa membaca persoalan. Polisi Republik Indonesia diharap bisa melihat laporan yang dilayangkan Sandy sebagai serangan balik dari pihak berperkara kepada KPK. Sehingga, kata dia, laporan itu semestinya tidak ditanggapi.

Tak hanya itu, Ferry menilai, penyidikan kasus dugaan pemalsuan surat ini berpotensi mengarah ke episode gres Cicak vs Buaya. Ferry menyebut, publik akan menilai polisi rela dijadikan alat karena punya misi langsung dalam menyerang KPK. ini mengingat kekerabatan dua institusi ini kerap memanas. Yang terbaru, KPK mengembalikan dua penyidiknya ke Polri, alasannya diduga merusak alat bukti salah satu kasus.

Karena itu, Ferry meminta Polisi Republik Indonesia selektif dalam memproses aduan. Ini untuk menghindarkan asusmsi polisi menjadi boneka pihak tertentu yang hendak menyerang KPK.

“Jadi sebenarnya polisi bisa menolak untuk memproses. Polisi jangan mau dijadikan boneka. Publik juga kan bisa berasumsi bahwa Polisi Republik Indonesia ingin membalaskan sesuatu kepada KPK,” kata Ferry melanjutkan.

Dihubungi terpisah, praktisi aturan Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut, polisi seharusnya tidak memproses kasus dugaan pemalsuan ini. Malah, kata dia, langkah pengusutan ini bisa dikenakan tindakan menghalangi pengusutan kasus korupsi (Obstruction of Justice) sebagaimana Pasal 21 Undang-undang (UU) Tindak Pidana Korupsi.

“Ini bisa ditafsirkan sebagai menghalangi penuntutan kasus korupsi sebagaimana tercantum di Pasal 21 UU Tipikor,” kata Fickar.

Pendapat ini disampaikan Fickar karena dirinya menilai, KPK punya asas legalitas dalam menerbitkan surat pencegahan, menyerupai termaktub dalam Pasal 12 Ayat 1 B UU KPK. Terlebih, surat tersebut diterbitkan dalam kerangka penanganan kasus yang sedang diusut.

Hal lain yang menciptakan janggal ialah SPDP itu menyasar dua pimpinan KPK. Padahal, kata Fickar, setiap putusan KPK bersifat kolektif kolegial.

“Yang dilakukan Agus dan Saut bukan tindakan orang perorang melainkan kelembagaan. Sehingga menjadi absurd juga bila hanya Agus dan Saut yang dipersoalkan, alasannya itu putusan forum itu kolektif kolegial,” ucap Fickar.

Terkait masalah ini, Mabes Polisi Republik Indonesia punya pendapat lain. Karopenmas Div Humas Polisi Republik Indonesia Brigjen Pol Rikwanto berpandangan proses pengeluaran SPDP untuk Agus dan Saut telah sesuai dengan mekanisme yang ada.

“Sudah sesuai semua,” kata Rikwanto dalam pesan singkat kepada Tirto.


“Penyidik yang menangani dari Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri," kata Rikwanto.

Sementara Fredrich Yunadi, pengacara Setya Novanto, menampik dituding memanfaatkan polisi. Menurut dia, pelaporan dilakukan sebagai langkah membela kliennya. “Masa kita bela diri dikatakan menyerang?” kata Fredrich.

Ilmu Pengetahuan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Tito Minta Bawahannya Hati-Hati Usut Kasus 2 Pimpinan Kpk

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengingatkan kepada jajarannya, terutama Badan Reserse Kriminal Mabes Polisi Republik Indonesia untuk tidak bertindak gegabah dalam mengusut perkara dugaan penerbitan surat palsu atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

Tito mengaku sudah menerima keterangan dari penanggung jawab penyelidikan, Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Herry Rudolf Nahak dan status dua pimpinan KPK itu masih sebagai terlapor. Hingga hari ini, sudah ada sejumlah saksi yang diperiksa, termasuk di antaranya 3 saksi andal aturan pidana, 1 andal aturan tata negara, dan 1 andal bahasa.

 Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengingatkan kepada jajarannya Ilmu Pengetahuan Kapolri Tito Minta Bawahannya Hati-hati Usut Kasus 2 Pimpinan KPK
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan Ketua KPK Agus Rahardjo sesudah memperlihatkan keterangan kepada media di Gedung KPK terkait perkara penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, Senin (19/6). tirto.id/Andrey Gromico

Namun, mantan Kapolda Papua ini memastikan akan ada lagi saksi-saksi yang diminta keterangan lebih lanjut. Upaya ini dilakukan biar keterangan yang diperoleh menjadi berimbang.

“Nah, ini saya kira suatu permasalahan aturan yang menarik. Oleh sebab itu, dari penyidik saya minta hati-hati betul untuk menangani ini. Saya minta hati-hati betul sebab ini perkara aturan yang interpretasinya sanggup berbeda-beda dari satu andal ke andal lain. Oleh sebab itu kami harus imbang,” kata Tito di Mapolda Metro Jaya, Kamis (9/11/2017).

Tito menyatakan bahwa laporan ini muncul sesudah adanya putusan praperadilan yang dimenangkan Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto terkait statusnya sebagai tersangka perkara tindak pidana korupsi e-KTP. Kasus ini sendiri dilaporkan oleh kuasa aturan Novanto berjulukan Sandy Kurniawan.

Ia menandaskan bahwa ada kemungkinan Novanto merasa statusnya sebagai tersangka dan pencegahannya ke luar negeri oleh KPK dinilai tidak sah.

Di satu sisi, kata Tito pihak yang mengeluarkan surat pencekalan, yaitu KPK, sanggup saja beranggapan bahwa apa yang sudah dilakukan itu sesuai dengan mekanisme hukum. Terutama dalam menerbitkan surat pencekalan bepergian ke luar negeri yang dikirim ke kepingan Ditjen Imigrasi. Dimana Novanto dihentikan ke luar negeri sampai April 2018.

“Saya lihat ini ada kekosongan hukum. Oleh sebab itu, tadi instruksi saya kepada penyidik ini problem aturan lebih banyak, fakta boleh saja dikumpulkan, tapi kami harus lihat betul dari keterangan bebrapa andal hukum,” katanya.

Selain itu, Tito juga akan mengkaji apakah status Novanto kini sanggup melaksanakan somasi aturan atau tidak.

Sementara itu, kuasa aturan Setya Novanto, Fredrich Yunadi, mengaku tidak terima dengan adanya surat pencekalan tersebut. Surat itu merupakan salah satu dari beberapa dokumen yang ia permasalahkan.

Menurutnya, sesudah praperadilan, Novanto seharusnya tidak sanggup dikaitkan dengan penyidikan perkara e-KTP lagi.

“Surat palsu itu banyak yang dipalsukan, bukan hanya satu,” imbuhnya.

Untuk itulah, Fredrich meminta anak buahnya, Sandy Kurniawan untuk mengadukan Agus Rahardjo dan Saut Situmorang ke Bareskrim Mabes Polisi Republik Indonesia pada 9 Oktober lalu.

Baca :
Bukan hanya Agus dan Saut, Fredrich mengaku telah melaporkan semua penyidik yang tertera dalam surat perintah penyidikan terhadap Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto.

“Ada 24, termasuk yang memerintahkan itu (Direktur Penyidikan Aris Budiman) jadi 25,” tandasnya ibarat dari Tirto.id.(***)

Ilmu Pengetahuan Alasan Komisi Pemberantasan Korupsi Belum Umumkan Tersangka Di Sprindik Gres Kasus E-Ktp

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah menyatakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) gres kasus korupsi e-KTP sudah terbit baru-baru ini. Sprindik itu juga sudah memilih nama tersangka gres di kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut.

Tapi, berdasarkan dia, KPK hingga sekarang belum memutuskan untuk mengumumkan tersangka dalam Sprindik itu alasannya yaitu sejumlah alasan.

(Ilustrasi) Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Anang Sugiana berjalan untuk menjalani investigasi lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (6/11/2017). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
"Saya kira sama dengan kasus yang lain alasannya yaitu kita ada kebutuhan-kebutuhan contohnya dalam proses penyidikan sehingga kita harus koordinasi lebih lanjut antara kebutuhan di penyidikan dengan kebutuhan klarifikasi kepada publik. Namun niscaya akan kami jelaskan," kata Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (7/11/2017).

Pernyataan Febri itu muncul sehari usai tersebarnya gambar Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) gres kasus e-KTP dengan tersangka Ketua dewan perwakilan rakyat RI Setya Novanto. SPDP itu beredar ke media pada Senin kemarin berupa foto surat dengan kop dan cap KPK bernomor B-619/23/11/2017 wacana pemberitahuan dimulainya penyidikan tertanggal 3 November 2017. SPDP itu ditujukan untuk tersangka e-KTP, Setya Novanto.

Namun, Febri enggan menanggapi wacana “bocornya” SPDP itu. Hingga kini, belum terang kebenaran informasi dalam SPDP bocoran itu.

Febri juga tidak memperlihatkan arahan soal kemungkinan bahwa Sprindik gres kasus e-KTP berkaitan dengan penetapan Setya Novanto atau tidak. Dia cuma menegaskan penerbitan Sprindik gres itu sudah berdasarkan dua alat bukti yang kuat.

Baca :
"Saya kira saya tidak sebut nama dari tadi. Yang kami konfirmasi yaitu proses penyidikannya sudah dilakukan. Benar ada tersangka, tapi siapa dan rinciannya bagaimana nanti kami sampaikan lebih lanjut," kata Febri.

Dia menambahkan KPK juga akan kembali memanggil Ketua Umum DPP Golkar itu untuk menjalani pemeriksaan. Febri mencatat, selama ini, KPK sudah pernah 9 kali memanggil Novanto untuk keperluan pendalaman keterlibatan sejumlah tersangka korupsi e-KTP. Tapi, Novanto hanya memenuhi 2 panggilan saja. Meskipun demikian, ia belum menjelaskan soal kemungkinan pemanggilan paksa untuk Novanto.

"Terkait absensi kemarin, kami akan panggil kembali (Novanto) dalam posisi sebagai saksi untuk tersangka ASS (Anang Sugiana Sudihardjono)," kata Febri.

Hari ini, KPK memanggil beberapa saksi kasus e-KTP antara lain dua politisi Golkar Agun Gunandjar Sudarsa dan Chairuman Harahap, Wakil Ketua Komisi II dewan perwakilan rakyat RI 2009-2010 dari Fraksi Partai PAN Teguh Juwarno, dan pengacara sekaligus Ketua Bidang Hukum Partai Golkar Rudy Alfonso.

Selanjutnya, mantan anggota Komisi II dewan perwakilan rakyat RI dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, Dedi Prijono (kakak Andi Narogong) dan Vidi Gunawan (adik Andi Narogong).(***)

Ilmu Pengetahuan Komisi Pemberantasan Korupsi Tahan Dirut Pt Quadra Solution Anang Sugiana Soal Kasus E-Ktp

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, Kamis (9/11/2017). Anang yaitu salah satu tersangka masalah dugaan tindak pidana korupsi e-KTP.

Anang keluar dari Gedung Merah Putih KPK sekitar 17.00 WIB itu eksklusif memasuki kendaraan beroda empat tahanan dan meninggalkan gedung Merah Putih KPK tanpa berbicara sepatah kata pun kepada awak media.

 Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo Ilmu Pengetahuan KPK Tahan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Soal Kasus e-KTP
Tersangka masalah korupsi KTP Elektronik Anang Sugiana berjalan untuk menjalani investigasi lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/11/2017). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah membenarkan bahwa pihaknya telah menahan Anang selama 20 hari ke depan.

"ASS [Anang Sugiana Sudihardjo] ditahan di rutan Guntur untuk 20 hari pertama," ujar Febri Diansyah ketika dikonfirmasi Tirto, Kamis (9/11/2017).

KPK memutuskan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo (ASS) sebagai tersangka masalah e-KTP pada September lalu.

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menyatakan bahwa Anang ditetapkan sebagai tersangka karena diduga berusaha menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan memakai kewenangan yang ada. Anang diduga gotong royong dengan Setya Novanto, Andi Agustinus, Irman, dan Sugiharto untuk melaksanakan tindak pidana korupsi.

Baca :
Anang diduga berperan dalam penyerahan uang terhadap Novanto dan sejumlah anggota dewan perwakilan rakyat lain melalui Andi Agustinus. Selain itu, Sugiharto juga pernah meminta Anang menyiapkan uang sebesar USD 500.000 dan Rp1 miliar kepada Miryam S. Haryani. Selain itu, ASS juga membantu penyediaan uang pelengkap untuk tunjangan aturan Ditjen Dukcapil sebesar Rp2 miliar terkait kasus e-KTP.

KPK menyangkakan ASS melanggar pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, demikian dikutip dari Tirto.id.(***)

Ilmu Pengetahuan Spdp Pimpinan Kpk, Kapolri: Aku Tak Ingin Berbenturan

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Kapolri Jendral Tito Karnavian memastikan beredarnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dan Saut Situmorang tidak akan mengulang drama cicak versus buaya. Menurutnya, penyidikan terhadap Agus dan Saut tetap berjalan tanpa mengganggu sinergi Polisi Republik Indonesia dengan KPK. "Kami bersinergi. Saya tak ingin melihat ini Polisi Republik Indonesia berbenturan dengan forum lain," kata Tito kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (9/11).

Tito menyampaikan konflik Polisi Republik Indonesia versus KPK hanya akan menguntungkan pihak yang tidak menyukai kedua forum itu. Sebagai pimpinan tertinggi Polisi Republik Indonesia Tito ia sangat mendukung kerja penegakan aturan yang dilakukan oleh KPK. "Nanti ada pihak-pihak lain yang duntungkan. Oleh alasannya itu, saya sampaikan komitmen bahwa (Polri) tidak ingin buat gaduh, tidak ingin juga buat relasi Polisi Republik Indonesia dan KPK jadi buruk," ujarnya.

 Kapolri Jendral Tito Karnavian memastikan beredarnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyi Ilmu Pengetahuan SPDP Pimpinan KPK, Kapolri: Saya Tak Ingin Berbenturan
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menunjukkan keterangan kepada media di Gedung KPK terkait masalah penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, Senin (19/6). tirto.id/Andrey Gromico
Mantan Kapolda Papua ini mengaku tidak tahu menahu soal terbitnya SPDP untuk Agus dan Saut. Ia beralasan gres kembali dari Solo menghadiri janji nikah putri Presiden Jokowi. Ia menambahkan kehadiran ke Polda Metro Jaya juga untuk memanggil Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Herry Rudolf Nahak guna memperoleh keterangan lebih dalam.

Dari keterangan yang diperolehnya Tito mengklaim penerbitan SPDP sudah memenuhi prosedur. Para penyidik sudah mengusut sejumlah saksi yang terdiri dari saksi andal dan saksi pelapor. Dari situ penyidik menilai laporan terhadap Agus dan Saut sudah sanggup naik ke tahap penyiikan.

Meski begitu, Tito memastikan Agus dan Saut masih berstatus sebagai terlapor. Belum tersangka. “Tapi belum menetapkan, saya ulangi ya, belum memutuskan status saudara yang dilapor, yaitu AR dan SS sebagai tersangka. Tolong lihat kembali SPDP ini dikirim oleh penyidik kejaksaan dengan tembusan 5. Salah satunya ialah kepada pelapor. Terlapor pun diberitahu,” ungkapnya.

Peneliti Indonesia Corruption Watch Lalola Ester berharap Polisi Republik Indonesia tidak melanjutkan proses penyidikan terhadap Agus dan Saut. Hal ini alasannya berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi proses penyidikan, penuntutan, dan investigasi untuk kasus korupsi mesti didahulukan dari kasus yang lain. "Jika pun diduga tindak pidana yang dilakukan oleh pimpinan KPK, kasus tersebut sanggup ditangguhkan hingga penanganan kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh pelapor atau kuasanya selesai," kata Lalola ketika dihubungi Tirto, Kamis (9/11/2017).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut for Criminal and Justice Reformasi Supriyadi Widodo Eddyono menilai terbitnya SPDP untuk Agus dan Saut ialah hal wajar. Polisi sanggup saja menerbitkan SPDP selama memiliki bukti.

"Penyidikan polisi cepat itu biasa kalau bukti cukup, dua hari pun sudah ada spdp. Nah masalahnya SPDP itu harus jelas," kata Supriyadi ketika dihubungi Tirto, Kamis (9/11/2017).

Supriyadi menegaskan, SPDP harus terang memuat kasus yang dilaporkan kepada kedua komisioner KPK itu. SPDP juga harus memuat bentuk tuduhan yang disampaikan dan pihak pelapor dan terlapor. "Atau minta polisi gelar kasus dulu dalam konteks apa spdpnya," kata Supriyadi.

Pengamat politik Muradi beropini penerbitan SPDP terhadap komisioner KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang bukan mengarah polisi melawan KPK. Ia mengingatkan, pihak yang berkepentingan ialah Setya Novanto selaku pelapor dalam terbitnya SPDP untuk kedua komisioner tersebut. "Polisi sebagai perantara saja," kata Muradi ketika dihubungi Tirto, Kamis (9/11/2017).

Muradi tidak memungkiri ada proses untuk mendorong dongeng cicak vs buaya kembali terulang. Namun, dalam hal ini, Polisi tidak dalam posisi garang untuk secepatnya menuntaskan masalah aduan kepada Agus dan Saut. Mereka bertindak alasannya ada pihak yang menciptakan laporan. "Posisinya agak berbeda dibanding masalah sebelumnya. Posisi gres ini kalau dihubungkan cicak buaya momentumnya berbeda alasannya yang menjadi duduk kasus posisi bukan menjadi aktor, tapi posisi polisi sebagai mediator," kata Muradi.

Guru Besar Hukum Acara Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, tak memungkiri dugaan tersebut. Hibnu menilai pelaporan Setya Novanto melalui kuasa hukumnya merupakan perjuangan balas dendam terhadap KPK.

“Orang kan mencari-cari kesalahan. Ini yang harus kita cermati,” kata Hibnu.

Soal penanganan kasus ini, Hibnu menyitir Pasal 25 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2009sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 perihal Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut berbunyi: “Penyidikan, penuntutan, dan investigasi di sidang pengadilan dalam kasus tindak pidana korupsi didahulukan dari kasus lain guna penyelesaian secepatnya.”

Terpisah, Fredrich Yunadi, kuasa aturan Setya Novanto menampik anggapan pemidanaan ini merupakan aksi balas dendam atau mengamankan dirinya dari jerat pidana KPK. Menurut Fredrich, setiap orang berhak menerima perlakuan dan dukungan hukum. Baginya, laporan pidana terhadap KPK ini merupakan usahanya untuk menerima dukungan hukum.

“Kalau menyatakan menyerang kembali dan segalanya itu kan hanya orang yang melaksanakan perebutan kekuasaan yang ngomong begitu. Berarti itu orang tidak mengerti hukum. Masa kami bela diri dikatakan menyerang?” kata Fredrich.

Baca :
Menurut Fredrich, tudingan menyerang merupakan kesimpulan ekstrem dan sanggup berarti pembungkaman terhadap rakyat. Ia menyebut, kalau KPK tidak salah, seharusnya tidak perlu takut.

Tak hanya itu, Fredrich juga tidak mau tahu dengan Pasal 25 UU KPK. Menurut Fredrich, kalau penyidik KPK bermasalah, proses aturan tentu harus berlanjut. “Serahkan saja sudah pada polisi, polisi punya kewenangan sendiri,” kata Fredrich menyerupai dikutip dari Tirto.id.(***)

Ilmu Pengetahuan Ketua Bprd Jakarta Bolos Dari Investigasi Terkait Njop Reklamasi

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta Edi Sumantri batal menghadiri investigasi di Polda Metro Jaya pada Kamis (9/11/2017). Edi disebut akan diperiksa terkait Nilai Jual Objek Pajak Reklamasi (NJOP) Pulau C dan D Reklamasi sebesar Rp3,1 juta.

“Jadi ada surat dari yang bersangkutan yang masuk ke Polda Metro ke (Dit)krimsus bahwa yang bersangkutan minta schedule ulang. Hari ini yang bersangkutan ada acara rapat koordinasi,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Argo Yuwono ketika ditemui di Polda Metro Jaya, Kamis (9/11).

 Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah  Ilmu Pengetahuan Ketua BPRD Jakarta Mangkir dari Pemeriksaan Terkait NJOP Reklamasi
Argo Yuwono. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pd/16.
Rapat koordinasi itu, kata Argo, tidak terlepas dari pembahasan NJOP secara internal. Namun Argo enggan menandakan lebih lanjut apa saja yang akan dibahas.

Selain Edi, satu nama yang juga tidak hadir yaitu Kepala Kantor Jasa Penilai Pajak (KJPP), Dwi Haryantono. Ia juga hadir dengan alasan yang serupa. Keduanya akan diperiksa ulang dengan waktu dan tempat yang berbeda.

“Untuk kepala KJPP akan kami agendakan lagi hari Senin, tanggal 13 November, untuk kami mintai keterangan. Sedangkan untuk kepada DPRD, akan kami mintai keterangan lagi, schedule-nya tanggal 15 hari Rabu depan,” ujarnya lagi.

Menurut Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah, angka NJOP yang telah ditetapkan, yakni sebesar Rp3,1 juta, memang masih jauh dari apa yang pernah diasumsikan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ketika menjabat Gubernur yakni Rp10-20 juta.

Dan kalau dibandingkan dengan daerah reklamasi lainnya ibarat Ancol dan Pantai Indah Kapuk yang NJOP-nya mencapai Rp15-20 juta, maka NJOP untuk pulau C dan D memang tergolong kecil.

Kendati demikian, Argo tak mau berspekulasi soal NJOP yang dianggap terlalu rendah. “Dari penyidik nanti kami akan mencari keterangan-keterangan, kita tunggu saja. Bagaimana kaitannya, nanti dari keterangan Pak Edi. Sekarang kan kami masih mendalami semuanya,” terang Argo ibarat dikutip dari Tirto.id.

Sampai ketika ini, penyidik Direktorat Tindak Pidana Kriminal Khusus sudah menilik beberapa saksi, termasuk Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD). Tiga di antaranya yakni Kepala Bidang Peraturan BPRD, Joko Pujiyanto, Kepala Bidang Perencanaan BPRD, Yuandi Bayak Miko, dan staf BPRD Penjaringan, Andri. Ketiganya masih belum final diperiksa hingga hari ini.

Baca :
“Kemarin tiga saksi yang sudah kami periksa, hingga kini belum selesai, nanti kami schedule ulang juga. Makara belum final pemeriksaannya,” papar Argo.

“Bagian daripada schedule ulang, nanti dokumen-dokumen akan kami mintakan juga semoga disiapkan,” lanjutnya.

Ilmu Pengetahuan Mantan Dirut & Manajer Klaim Pt Allinz Kembali Dilaporkan Ke Polisi

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Mantan Direktur Utama PT Allianz Life Indonesia, Joachim Wessling, dan mantan Manajer Klaim Allianz, Yuliana Firmansyah, kembali dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya.

Laporan ini dilakukan oleh orang yang berbeda, atas nama Mario Sastra Wijaya, dengan kuasa aturan yang sama dengan laporan sebelumnya, yakni Alvin Lim. Dalam laporannya, korban merasa dirugikan alasannya ialah klaim asuransinya tidak dicairkan oleh PT Allianz.
 Mantan Direktur Utama PT Allianz Life Indonesia Ilmu Pengetahuan Mantan Dirut & Manajer Klaim PT Allinz Kembali Dilaporkan ke Polisi
Gedung Allianz Insurance. tirto/andrey gromico
Syarat yang diberikan oleh Allianz untuk mencairkan dana dirasa tidak masuk akal. Pasalnya, dalam proses pencairan klaim asuransi kliennya, pihak Allianz meminta rekam medis pasien. Padahal, berdasar peraturan pemerintah, rekam medis tersebut dihentikan dibagikan kepada sembarang orang, termasuk pada pasien. Hal itu dianggap melanggar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008.

“Atas kerugian material sejumlah Rp25,5 juta, pelapor melaporkan ke Polda Metro Jaya dengan kuasa diberikan kepada LQ Indonesia Lawfirm,” terang kuasa aturan korban, Alvin Lim, Kamis (9/11/2017) di Polda Metro Jaya.

Mario Sastra Wijaya merupakan salah satu dari 13 klien yang diwakili Alvin ketika pengaduan terhadap Joachim dan Yuliana. Upaya ini merupakan reaksi balik dari Alvin alasannya ialah masih ada 11 orang yang belum menerima ganti rugi materiil dari pihak Allianz atas polis asuransi mereka.

“Allianz sebelumnya lepas dari jeratan pidana kasus dengan pelapor Ifranius Algadri dan Indah Goena Nanda. Bukannya introspeksi diri dan berbenah, malah Allianz menyudutkan para pelapor dan mengancam menggugat saya selaku pengacara mereka,” terang Alvin lagi.

Untuk diketahui, pencabutan laporan terhadap kasus Joachim dan Yuliana telah dilakukan melalui surat yang ditandatangani masing-masing pelapor di atas materai Rp6.000 pada Jumat (3/`11) lalu. Setelah itu, pada Senin (6/11), pihak Allianz menyampaikan bahwa mereka sudah menciptakan laporan pidana terhadap para kliennya.

Baca :
Hingga hari ini, identitas klien yang dilaporkan oleh pihak Allianz masih belum diketahui. Laporan ini diterima dalam nomor laporan polisi : LP/5418/XI/2017/PMJ/Dit.Reskrimsus. Yuliana dan Joachim diadukan atas pelanggaran Undang-undang Perlindungan Konsumen dan dituntut kerugian materiil dan imateriil.

Mereka berdua dianggap melanggar Pasal 62 ayat (1) juncto Pasal 8 abjad F, Pasal 10 abjad C, Pasal 18 dan Pasal 63 abjad F Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 perihal Perlindungan Konsumen, demikian dikutip dari Tirto.id.(***)

Ilmu Pengetahuan Eggi Sudjana Desak Komisi Yudisial Awasi Hakim Di Kasus Buni Yani

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Direktur Eksekutif INFRA, Agus Chairudin beserta sejumlah kelompok masyarakat lainnya mendatangi Komisi Yudisial (KY), guna mendesak untuk membebaskan Buni Yani, terdakwa masalah dugaan pelanggaran UU ITE terkait postingan Facebooknya mengenai video mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) perihal surat Al Maidah di Kepulauan Seribu.

Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menyampaikan bahwa Buni Yani akan dituntut selama dua tahun penjara, alasannya masalah itu berkaitan dengan vonis masalah penistaan agama atas terpidana Ahok yang juga dipenjara selama dua tahun, semoga seimbang.
 Agus Chairudin beserta sejumlah kelompok masyarakat lainnya mendatangi Komisi Yudisial  Ilmu Pengetahuan Eggi Sudjana Desak Komisi Yudisial Awasi Hakim di Kasus Buni Yani
Terdakwa masalah dugaan pelanggaran UU ITE Buni Yani (kanan) berjalan menuju kawasan duduk ketika menjalani sidang lanjutan di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/10/2017). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Agus menilai pernyataan Jaksa Agung yang menuntut adanya kesetaraan antara masalah Ahok dan Buni Yani itu menjadikan spekulasi balas dendam. Pasalnya, kata Agus, menurut fakta persidangan baik saksi dan pakar menyatakan Buni Yani tidak terbukti bersalah. Untuk itu mereka meminta Buni Yani dibebaskan secara hukum.

"Kami mendesak komisioner Komisi Yudisial berani menyatakan perilaku resmi mendukung majelis hakim memakai wewenang keputusan ultra petitum menurut yurisprudensi putusan majelis hakim masalah penistaan agama," kata Direktur Eksekutif INFRA Agus Chairudin di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (9/11/2017).

Sementara Advokat dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis, Eggi Sudjana mengatakan, apabila Buni Yani divonis bersalah, maka hakim dinilai tidak profesional alasannya menyimpang dari ilmu hukum.

Ia menduga ada pihak yang mengintervensi hakim terkait persidangan Buni Yani. Apalagi, Jaksa Agung sempat menyinggung semoga ada kesetaraan antara masalah Buni Yani dengan Ahok. Oleh alasannya itu, mereka meminta Komisi Yudisial mengawasi hakim untuk memperlihatkan putusan yang adil.

"Yang kami inginkan nanti pada ketika putusan jangan melukai keadilan masyarakat," kata Eggi di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (9/11/2017).

Eggi pun mengingatkan, apabila putusan terhadap Buni Yani dinilai tidak adil, maka tidak menutup kemungkinan akan ada agresi lanjutan. "Bila terjadi hal-hal tidak diinginkan jangan salahkan masyarakat alasannya masyarakat sudah mencari keadilan yang benar lewat pengadilan tapi pengadilan tidak memperlihatkan rasa keadilan," kata Eggi.

Menanggapi hal itu, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial, Jaja Ahmad Jayus menyampaikan bahwa pihaknya tidak dapat memperlihatkan jawaban atas problem itu alasannya dikhawatirkan akan mensugesti proses persidangan Buni Yani.

Baca :
"Mohon maaf jika seandainya intervensi menyangkut perilaku harus begini, harus begini itu kami melanggar arahan etik sendiri dan melanggar Undang-undang alasannya dalam peraturan bersama kami dengan Mahkamah Agung kami dihentikan menentapkan benar atau salahnya suatu putusan," kata Jaja di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (9/11/2017).

Jaja mengatakan, Komisi Yudisial akan terus melaksanakan pemantauan terhadap masalah Buni Yani. Jaja berharap publik ikut membantu mendorong hakim memutus masalah dengan seadil-adilnya.