Showing posts sorted by relevance for query spdp-pimpinan-kpk-kapolri-saya-tak. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query spdp-pimpinan-kpk-kapolri-saya-tak. Sort by date Show all posts

Ilmu Pengetahuan Spdp Pimpinan Kpk, Kapolri: Aku Tak Ingin Berbenturan

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Kapolri Jendral Tito Karnavian memastikan beredarnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dan Saut Situmorang tidak akan mengulang drama cicak versus buaya. Menurutnya, penyidikan terhadap Agus dan Saut tetap berjalan tanpa mengganggu sinergi Polisi Republik Indonesia dengan KPK. "Kami bersinergi. Saya tak ingin melihat ini Polisi Republik Indonesia berbenturan dengan forum lain," kata Tito kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (9/11).

Tito menyampaikan konflik Polisi Republik Indonesia versus KPK hanya akan menguntungkan pihak yang tidak menyukai kedua forum itu. Sebagai pimpinan tertinggi Polisi Republik Indonesia Tito ia sangat mendukung kerja penegakan aturan yang dilakukan oleh KPK. "Nanti ada pihak-pihak lain yang duntungkan. Oleh alasannya itu, saya sampaikan komitmen bahwa (Polri) tidak ingin buat gaduh, tidak ingin juga buat relasi Polisi Republik Indonesia dan KPK jadi buruk," ujarnya.

 Kapolri Jendral Tito Karnavian memastikan beredarnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyi Ilmu Pengetahuan SPDP Pimpinan KPK, Kapolri: Saya Tak Ingin Berbenturan
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menunjukkan keterangan kepada media di Gedung KPK terkait masalah penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, Senin (19/6). tirto.id/Andrey Gromico
Mantan Kapolda Papua ini mengaku tidak tahu menahu soal terbitnya SPDP untuk Agus dan Saut. Ia beralasan gres kembali dari Solo menghadiri janji nikah putri Presiden Jokowi. Ia menambahkan kehadiran ke Polda Metro Jaya juga untuk memanggil Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Herry Rudolf Nahak guna memperoleh keterangan lebih dalam.

Dari keterangan yang diperolehnya Tito mengklaim penerbitan SPDP sudah memenuhi prosedur. Para penyidik sudah mengusut sejumlah saksi yang terdiri dari saksi andal dan saksi pelapor. Dari situ penyidik menilai laporan terhadap Agus dan Saut sudah sanggup naik ke tahap penyiikan.

Meski begitu, Tito memastikan Agus dan Saut masih berstatus sebagai terlapor. Belum tersangka. “Tapi belum menetapkan, saya ulangi ya, belum memutuskan status saudara yang dilapor, yaitu AR dan SS sebagai tersangka. Tolong lihat kembali SPDP ini dikirim oleh penyidik kejaksaan dengan tembusan 5. Salah satunya ialah kepada pelapor. Terlapor pun diberitahu,” ungkapnya.

Peneliti Indonesia Corruption Watch Lalola Ester berharap Polisi Republik Indonesia tidak melanjutkan proses penyidikan terhadap Agus dan Saut. Hal ini alasannya berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi proses penyidikan, penuntutan, dan investigasi untuk kasus korupsi mesti didahulukan dari kasus yang lain. "Jika pun diduga tindak pidana yang dilakukan oleh pimpinan KPK, kasus tersebut sanggup ditangguhkan hingga penanganan kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh pelapor atau kuasanya selesai," kata Lalola ketika dihubungi Tirto, Kamis (9/11/2017).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut for Criminal and Justice Reformasi Supriyadi Widodo Eddyono menilai terbitnya SPDP untuk Agus dan Saut ialah hal wajar. Polisi sanggup saja menerbitkan SPDP selama memiliki bukti.

"Penyidikan polisi cepat itu biasa kalau bukti cukup, dua hari pun sudah ada spdp. Nah masalahnya SPDP itu harus jelas," kata Supriyadi ketika dihubungi Tirto, Kamis (9/11/2017).

Supriyadi menegaskan, SPDP harus terang memuat kasus yang dilaporkan kepada kedua komisioner KPK itu. SPDP juga harus memuat bentuk tuduhan yang disampaikan dan pihak pelapor dan terlapor. "Atau minta polisi gelar kasus dulu dalam konteks apa spdpnya," kata Supriyadi.

Pengamat politik Muradi beropini penerbitan SPDP terhadap komisioner KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang bukan mengarah polisi melawan KPK. Ia mengingatkan, pihak yang berkepentingan ialah Setya Novanto selaku pelapor dalam terbitnya SPDP untuk kedua komisioner tersebut. "Polisi sebagai perantara saja," kata Muradi ketika dihubungi Tirto, Kamis (9/11/2017).

Muradi tidak memungkiri ada proses untuk mendorong dongeng cicak vs buaya kembali terulang. Namun, dalam hal ini, Polisi tidak dalam posisi garang untuk secepatnya menuntaskan masalah aduan kepada Agus dan Saut. Mereka bertindak alasannya ada pihak yang menciptakan laporan. "Posisinya agak berbeda dibanding masalah sebelumnya. Posisi gres ini kalau dihubungkan cicak buaya momentumnya berbeda alasannya yang menjadi duduk kasus posisi bukan menjadi aktor, tapi posisi polisi sebagai mediator," kata Muradi.

Guru Besar Hukum Acara Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, tak memungkiri dugaan tersebut. Hibnu menilai pelaporan Setya Novanto melalui kuasa hukumnya merupakan perjuangan balas dendam terhadap KPK.

“Orang kan mencari-cari kesalahan. Ini yang harus kita cermati,” kata Hibnu.

Soal penanganan kasus ini, Hibnu menyitir Pasal 25 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2009sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 perihal Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut berbunyi: “Penyidikan, penuntutan, dan investigasi di sidang pengadilan dalam kasus tindak pidana korupsi didahulukan dari kasus lain guna penyelesaian secepatnya.”

Terpisah, Fredrich Yunadi, kuasa aturan Setya Novanto menampik anggapan pemidanaan ini merupakan aksi balas dendam atau mengamankan dirinya dari jerat pidana KPK. Menurut Fredrich, setiap orang berhak menerima perlakuan dan dukungan hukum. Baginya, laporan pidana terhadap KPK ini merupakan usahanya untuk menerima dukungan hukum.

“Kalau menyatakan menyerang kembali dan segalanya itu kan hanya orang yang melaksanakan perebutan kekuasaan yang ngomong begitu. Berarti itu orang tidak mengerti hukum. Masa kami bela diri dikatakan menyerang?” kata Fredrich.

Baca :
Menurut Fredrich, tudingan menyerang merupakan kesimpulan ekstrem dan sanggup berarti pembungkaman terhadap rakyat. Ia menyebut, kalau KPK tidak salah, seharusnya tidak perlu takut.

Tak hanya itu, Fredrich juga tidak mau tahu dengan Pasal 25 UU KPK. Menurut Fredrich, kalau penyidik KPK bermasalah, proses aturan tentu harus berlanjut. “Serahkan saja sudah pada polisi, polisi punya kewenangan sendiri,” kata Fredrich menyerupai dikutip dari Tirto.id.(***)

Ilmu Pengetahuan Kuasa Aturan Setya Novanto Laporkan 25 Penyidik Kpk

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Fredrich Yunadi, salah satu kuasa aturan Setya Novanto mengatakan, pihaknya telah melaporkan 25 penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Bareskrim Mabes Polri. Laporan ini berkaitan dengan kasus e-KTP yang menjerat Novanto padahal yang bersangkutan sudah menang di sidang praperadilan.

“Dia [Setya Novanto] tidak boleh disentuh. Mau tiba sebagai tersangka enggak boleh, sebagai saksi pun enggak boleh. Apa perlu saya membiayai KPK panggil saksi hebat bahasa?” kata Fredrich kepada Tirto, Kamis (9/11/2017).
 salah satu kuasa aturan Setya Novanto menyampaikan Ilmu Pengetahuan Kuasa Hukum Setya Novanto Laporkan 25 Penyidik KPK
Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto meninggalkan ruang sidang seusai bersaksi dalam sidang kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el) dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/17.
Fredrich Yunadi mengatakan, status tersangka Novanto batal di hadapan hukum. Hal ini dipertimbangkan berdasarkan hasil dari sidang praperadilan.

Dalam putusan tersebut, Fredrich menunjukan bahwa proses penyidikan yang dilakukan terhadap Novanto sudah tidak boleh dilakukan.

Fredrich mengaku pihaknya keberatan saat Novanto dipanggil sebagai saksi dalam persidangan kasus e-KTP. Meski sebagai saksi, Fredrich menilai hal itu termasuk dalam proses sidik kasus e- KTP. Kata Fredrich, meski banyak pihak-pihak yang disidang, apapun yang berkaitan dengan Novanto harus dihentikan.

Fredrich Yunadi, mengaku pihaknya sudah melaporkan 25 penyidik KPK dari 5 laporan yang ia buat di Bareskrim Mabes Polri. Termasuk juga Direktur Penyidikan KPK, Brigjen Aris Budiman.

Laporan tersebut antara lain berisi soal pencemaran nama baik Setya Novanto melalui pembuatan meme, kasus pembuatan surat palsu oleh terlapor Ketua KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang, dan penyalahgunaan kekuasaan dengan melawan putusan pengadilan. Persoalan ini merujuk pada pemanggilan Setya Novanto yang berdasarkan Fredrich harus melalui izin Presiden Jokowi.

“Bentar lagi juga masuk penyidikan,” kata dia.

Baca :
Ketika ditanyakan soal motif pelaporan tersebut, Fredrich melarang sang pelapor, Sandy Kurniawan untuk diekspos.

"Sandy itu anak buah saya, satu law firm, beliau anak buah saya. Kita tidak izinkan beliau menunjukkan keterangan apapun. Kaprikornus lewat saya saja, baiklah ya?" imbuhny.(***)

Ilmu Pengetahuan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Siap Dieksekusi Bila Rilis Surat Tak Sesuai Prosedur

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyampaikan bahwa dirinya mustahil mengeluarkan surat palsu dalam menangani kasus Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto tanpa keputusan kolektif kolegial.

“Kami dapat melaksanakan pekerjaan KPK ini sesuai dengan Undang-undang, ya yang kami lakukan itu sesuai dengan itu. Masa si saya berani tanda tangan surat jikalau enggak disetujui oleh pimpinan yang lain, jikalau enggak juga dikasih masukan dari teman-teman di bawah?," Kata Saut di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (9/11/2017).

 Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyampaikan bahwa dirinya mustahil mengeluarkan surat Ilmu Pengetahuan Wakil Ketua KPK Siap Dihukum Jika Rilis Surat Tak Sesuai Prosedur
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kiri) didampingi Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati. antara foto/hafidz mubarak a/foc/16
Saut menegaskan, KPK sudah melaksanakan koordinasi terkait terbitnya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari kepolisian untuk dirinya dan Ketua KPK Agus Rahardjo.

Saut membantah apabila surat pencegahan bepergian ke luar negeri untuk Setya Novanto yaitu surat palsu, sebab sudah melalui mekanisme dengan benar. Ia menegaskan bahwa dirinya menandatangani surat itu sebab Ketua KPK Agus Rahardjo sedang tidak berada di kantor. Tanda tangan pun dilakukan sehabis melaksanakan pembicaraan secara kolektif kolegial dengan para pimpinan.

Kendati demikian, Saut mengaku siap diperiksa dan dieksekusi apabila surat itu dikeluarkan tidak sesuai dengan prosedur. "Ya kan paling juga saya enggak dieksekusi mati juga ya? Memang vonisnya berapa tahun buat saya?" kata Saut.

Baca :
Saut menyampaikan bahwa KPK tidak akan takut menghadapi proses tersebut. Ia akan memberikan secara gamblang dan menghadapi secara terbuka apabila diperiksa.

"Jadi artinya, biar nanti di luar enggak gaduh terus kemudian negaranya enggak baik-baik, terus korupsinya enggak turun-turun kemudian orang berpikiran oh simpel ya KPK itu mundur jikalau ditakut-takuti. Kami juga enggak takut. Masa juga takut sih?" Kata Saut, ibarat dikutip dari Tirto.id.(***)

Ilmu Pengetahuan Serangan Balik Lewat Spdp Agus Rahardjo Dan Saut Situmorang

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sudah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. SPDP ini keluar terkait dugaan pemalsuan surat pencegahan yang dikeluarkan KPK terhadap Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto.

"Saya melihatnya lebih terkesan kepolisian menyerupai dimanfaatkan pihak Setya Novanto," kata Praktisi aturan Universitas Andalas Ferry Amsari ketika dihubungi Tirto, Kamis (9/11/2017).

 sudah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan  Ilmu Pengetahuan Serangan Balik Lewat SPDP Agus Rahardjo dan Saut Situmorang
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan Ketua KPK Agus Rahardjo sesudah menawarkan keterangan kepada media di Gedung KPK terkait kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, Senin (19/6). tirto.id/Andrey Gromico

Ferry menjelaskan, kesan itu muncul alasannya pelapor dalam kasus dugaan pemalsuan ini ialah Sandy Kurniawan Singarimbun, yang tak lain kuasa aturan Setya Novanto. Seperti diketahui, Setya Novanto sebelumnya pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus korupsi e-KTP. Setnov sendiri jadinya memenangkan praperadilan.

Ferry menyayangkan perilaku polisi yang menurutnya kurang bisa membaca persoalan. Polisi Republik Indonesia diharap bisa melihat laporan yang dilayangkan Sandy sebagai serangan balik dari pihak berperkara kepada KPK. Sehingga, kata dia, laporan itu semestinya tidak ditanggapi.

Tak hanya itu, Ferry menilai, penyidikan kasus dugaan pemalsuan surat ini berpotensi mengarah ke episode gres Cicak vs Buaya. Ferry menyebut, publik akan menilai polisi rela dijadikan alat karena punya misi langsung dalam menyerang KPK. ini mengingat kekerabatan dua institusi ini kerap memanas. Yang terbaru, KPK mengembalikan dua penyidiknya ke Polri, alasannya diduga merusak alat bukti salah satu kasus.

Karena itu, Ferry meminta Polisi Republik Indonesia selektif dalam memproses aduan. Ini untuk menghindarkan asusmsi polisi menjadi boneka pihak tertentu yang hendak menyerang KPK.

“Jadi sebenarnya polisi bisa menolak untuk memproses. Polisi jangan mau dijadikan boneka. Publik juga kan bisa berasumsi bahwa Polisi Republik Indonesia ingin membalaskan sesuatu kepada KPK,” kata Ferry melanjutkan.

Dihubungi terpisah, praktisi aturan Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut, polisi seharusnya tidak memproses kasus dugaan pemalsuan ini. Malah, kata dia, langkah pengusutan ini bisa dikenakan tindakan menghalangi pengusutan kasus korupsi (Obstruction of Justice) sebagaimana Pasal 21 Undang-undang (UU) Tindak Pidana Korupsi.

“Ini bisa ditafsirkan sebagai menghalangi penuntutan kasus korupsi sebagaimana tercantum di Pasal 21 UU Tipikor,” kata Fickar.

Pendapat ini disampaikan Fickar karena dirinya menilai, KPK punya asas legalitas dalam menerbitkan surat pencegahan, menyerupai termaktub dalam Pasal 12 Ayat 1 B UU KPK. Terlebih, surat tersebut diterbitkan dalam kerangka penanganan kasus yang sedang diusut.

Hal lain yang menciptakan janggal ialah SPDP itu menyasar dua pimpinan KPK. Padahal, kata Fickar, setiap putusan KPK bersifat kolektif kolegial.

“Yang dilakukan Agus dan Saut bukan tindakan orang perorang melainkan kelembagaan. Sehingga menjadi absurd juga bila hanya Agus dan Saut yang dipersoalkan, alasannya itu putusan forum itu kolektif kolegial,” ucap Fickar.

Terkait masalah ini, Mabes Polisi Republik Indonesia punya pendapat lain. Karopenmas Div Humas Polisi Republik Indonesia Brigjen Pol Rikwanto berpandangan proses pengeluaran SPDP untuk Agus dan Saut telah sesuai dengan mekanisme yang ada.

“Sudah sesuai semua,” kata Rikwanto dalam pesan singkat kepada Tirto.


“Penyidik yang menangani dari Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri," kata Rikwanto.

Sementara Fredrich Yunadi, pengacara Setya Novanto, menampik dituding memanfaatkan polisi. Menurut dia, pelaporan dilakukan sebagai langkah membela kliennya. “Masa kita bela diri dikatakan menyerang?” kata Fredrich.

Ilmu Pengetahuan Komisi Pemberantasan Korupsi Tahan Dirut Pt Quadra Solution Anang Sugiana Soal Kasus E-Ktp

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, Kamis (9/11/2017). Anang yaitu salah satu tersangka masalah dugaan tindak pidana korupsi e-KTP.

Anang keluar dari Gedung Merah Putih KPK sekitar 17.00 WIB itu eksklusif memasuki kendaraan beroda empat tahanan dan meninggalkan gedung Merah Putih KPK tanpa berbicara sepatah kata pun kepada awak media.

 Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo Ilmu Pengetahuan KPK Tahan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Soal Kasus e-KTP
Tersangka masalah korupsi KTP Elektronik Anang Sugiana berjalan untuk menjalani investigasi lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/11/2017). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah membenarkan bahwa pihaknya telah menahan Anang selama 20 hari ke depan.

"ASS [Anang Sugiana Sudihardjo] ditahan di rutan Guntur untuk 20 hari pertama," ujar Febri Diansyah ketika dikonfirmasi Tirto, Kamis (9/11/2017).

KPK memutuskan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo (ASS) sebagai tersangka masalah e-KTP pada September lalu.

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menyatakan bahwa Anang ditetapkan sebagai tersangka karena diduga berusaha menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan memakai kewenangan yang ada. Anang diduga gotong royong dengan Setya Novanto, Andi Agustinus, Irman, dan Sugiharto untuk melaksanakan tindak pidana korupsi.

Baca :
Anang diduga berperan dalam penyerahan uang terhadap Novanto dan sejumlah anggota dewan perwakilan rakyat lain melalui Andi Agustinus. Selain itu, Sugiharto juga pernah meminta Anang menyiapkan uang sebesar USD 500.000 dan Rp1 miliar kepada Miryam S. Haryani. Selain itu, ASS juga membantu penyediaan uang pelengkap untuk tunjangan aturan Ditjen Dukcapil sebesar Rp2 miliar terkait kasus e-KTP.

KPK menyangkakan ASS melanggar pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, demikian dikutip dari Tirto.id.(***)

Ilmu Pengetahuan Ditanya Tersangka Gres E-Ktp, Saut: Tunggu Beberapa Jam Ke Depan

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Wakil Ketua KPK Saut Situmorang enggan menilai pelaporan terhadap dirinya dan Ketua KPK Agus Rahardjo sebagai manuver serangan balik penyidikan kasus korupsi KTP elektronik yang menyasar Setya Novanto. Ia juga tidak mau menjawab kasus yang menderanya sebagai upaya kriminalisasi.

"Apakah bentuknya kriminalisasi atau nggak biar publik yang menilai, pada dasarnya yaitu jikalau memang kita mau membangun peradaban aturan gres menyerupai yang aku tulis di dalam paper aku waktu melamar jadi ketua KPK, peradaban aturan gres itu dihentikan dendam, marah, sakit hati," kata Saut di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (9/11/2017) kepada Tirto.

 Wakil Ketua KPK Saut Situmorang enggan menilai pelaporan terhadap dirinya dan Ketua KPK A Ilmu Pengetahuan Ditanya Tersangka Baru E-KTP, Saut: Tunggu Beberapa Jam ke Depan
Wakil ketua komisi pemberantasan korupsi (kpk) saut situmorang (tengah) berada di kendaraan beroda empat seusai diperiksa sebagai saksi di bareskrim mabes polri, jakarta, kamis (16/6). saut situmorang diperiksa dalam kasus dugaan tindak pidana pencemaran nama baik, fitnah atau membuatkan gosip untuk menjadikan kebencian yang dilaporkan oleh himpunan mahasiswa islam (hmi). antara foto/reno esnir/aww/16.
Namun, Saut tidak memungkiri KPK tengah melaksanakan pengusutan kasus e-KTP yang melibatkan Setya Novanto. KPK pun melaksanakan proses pengusutan sesuai dengan prosedur.

Mereka juga berguru dari hasil keputusan praperadilan supaya pengusutan berjalan lancar. Ia memastikan KPK akan membawa pihak-pihak yang diduga menikmati korupsi, termasuk Setya Novanto, bila memang menjadi tersangka.

Saut menegaskan, KPK tidak akan gentar, sebab hal itu merupakan kiprah dan kewajiban lembaganya.


"Jangan lupa KPK itu memang digaji untuk membawa penjahat ke depan pengadilan. Iya dong? Kan kami digaji untuk itu. Makara jangan disalah-salahin juga kecuali aku digaji untuk main saxophone terus," kata Saut.

Baca :
Sayang, Saut tidak merinci kapan KPK akan mengumumkan Novanto sebagai tersangka. Namun, dia memberi sinyal KPK akan mengumumkan status Ketua Umum Partai Golkar sebagai tersangka.

"Kalian tunggu saja beberapa jam ke depan," kata Saut.

Ilmu Pengetahuan Eggi Sudjana Desak Komisi Yudisial Awasi Hakim Di Kasus Buni Yani

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Direktur Eksekutif INFRA, Agus Chairudin beserta sejumlah kelompok masyarakat lainnya mendatangi Komisi Yudisial (KY), guna mendesak untuk membebaskan Buni Yani, terdakwa masalah dugaan pelanggaran UU ITE terkait postingan Facebooknya mengenai video mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) perihal surat Al Maidah di Kepulauan Seribu.

Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menyampaikan bahwa Buni Yani akan dituntut selama dua tahun penjara, alasannya masalah itu berkaitan dengan vonis masalah penistaan agama atas terpidana Ahok yang juga dipenjara selama dua tahun, semoga seimbang.
 Agus Chairudin beserta sejumlah kelompok masyarakat lainnya mendatangi Komisi Yudisial  Ilmu Pengetahuan Eggi Sudjana Desak Komisi Yudisial Awasi Hakim di Kasus Buni Yani
Terdakwa masalah dugaan pelanggaran UU ITE Buni Yani (kanan) berjalan menuju kawasan duduk ketika menjalani sidang lanjutan di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/10/2017). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Agus menilai pernyataan Jaksa Agung yang menuntut adanya kesetaraan antara masalah Ahok dan Buni Yani itu menjadikan spekulasi balas dendam. Pasalnya, kata Agus, menurut fakta persidangan baik saksi dan pakar menyatakan Buni Yani tidak terbukti bersalah. Untuk itu mereka meminta Buni Yani dibebaskan secara hukum.

"Kami mendesak komisioner Komisi Yudisial berani menyatakan perilaku resmi mendukung majelis hakim memakai wewenang keputusan ultra petitum menurut yurisprudensi putusan majelis hakim masalah penistaan agama," kata Direktur Eksekutif INFRA Agus Chairudin di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (9/11/2017).

Sementara Advokat dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis, Eggi Sudjana mengatakan, apabila Buni Yani divonis bersalah, maka hakim dinilai tidak profesional alasannya menyimpang dari ilmu hukum.

Ia menduga ada pihak yang mengintervensi hakim terkait persidangan Buni Yani. Apalagi, Jaksa Agung sempat menyinggung semoga ada kesetaraan antara masalah Buni Yani dengan Ahok. Oleh alasannya itu, mereka meminta Komisi Yudisial mengawasi hakim untuk memperlihatkan putusan yang adil.

"Yang kami inginkan nanti pada ketika putusan jangan melukai keadilan masyarakat," kata Eggi di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (9/11/2017).

Eggi pun mengingatkan, apabila putusan terhadap Buni Yani dinilai tidak adil, maka tidak menutup kemungkinan akan ada agresi lanjutan. "Bila terjadi hal-hal tidak diinginkan jangan salahkan masyarakat alasannya masyarakat sudah mencari keadilan yang benar lewat pengadilan tapi pengadilan tidak memperlihatkan rasa keadilan," kata Eggi.

Menanggapi hal itu, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial, Jaja Ahmad Jayus menyampaikan bahwa pihaknya tidak dapat memperlihatkan jawaban atas problem itu alasannya dikhawatirkan akan mensugesti proses persidangan Buni Yani.

Baca :
"Mohon maaf jika seandainya intervensi menyangkut perilaku harus begini, harus begini itu kami melanggar arahan etik sendiri dan melanggar Undang-undang alasannya dalam peraturan bersama kami dengan Mahkamah Agung kami dihentikan menentapkan benar atau salahnya suatu putusan," kata Jaja di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (9/11/2017).

Jaja mengatakan, Komisi Yudisial akan terus melaksanakan pemantauan terhadap masalah Buni Yani. Jaja berharap publik ikut membantu mendorong hakim memutus masalah dengan seadil-adilnya.

Ilmu Pengetahuan Bnn Tangkap 4 Tersangka Narkoba Internasional Di Aceh

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Empat tersangka jaringan narkoba internasional dari Malaysia, Myanmar, dan Thailand, diamankan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).

"Keempat tersangka sekarang berada di kantor BNN Cawang guna investigasi lebih lanjut. Mereka diduga berpengaruh terkait jaringan sindikat narkoba Malaysia, Myanmar dan Thailand," kata Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso di Gedung BNN, Cawang, Jakarta Timur, Kamis (9/11/2017), menyerupai dilansir dari Antara.
 Empat tersangka jaringan narkoba internasional dari Malaysia Ilmu Pengetahuan BNN Tangkap 4 Tersangka Narkoba Internasional di Aceh
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso (tengah) menawarkan barang bukti dikala merilis hasil pengungkapan peredaran narkotika jaringan internasional di Gedung BNN, Cawang, Jakarta Timur, kamis (9/11/2017).
tirto.id/Andrey Gromico
Para tersangka yang diamankan berinisial FRZ, RA, UD, dan ABR, yang ditangkap di tempat berbeda di Aceh

"Dengan barang bukti yang diamankan sebanyak 220,78 kilogram sabu-sabu, 8.500 butir ekstasi, dan 10.000 butir pil H5. Terbongkarnya kasus ini menambah panjang daftar jaringan besar yang berhasil dibongkar oleh tim BNN," katanya yang biasa dipanggil Buwas.

Kasus ini berawal dari tertangkapnya seorang laki-laki berinisial UD oleh BNN di daerah Idie Rayeuk, Jalan lintas Medan-Banda Aceh, Rabu (1/11/2017).

"UD diamankan dikala membawa lima bungkus sabu-sabu seberat 5.427,94 gram dengan memakai sepeda motor. Kepada tim BNN, UD mengaku diperintah MI yang berada di Malaysia untuk mendapatkan barang yang dibawa dari Penang menuju Idi Rayeuk dengan memakai kapal nelayan," kata Buwas.

Selanjutnya BNN menemukan satu tersangka lain berinisial RA yang diamankan di daerah Dusun Tanjung Mulia, Desa Alue Dua Muka O Kecamatan Idi Rayeuk pada Sabtu (4/11/2017), katanya.

"Dari tangan RA, BNN menyita 133 bungkus sabu-sabu dan satu bungkus pil ekstasi. Sebelumnya tim BNN menyita 33 bungkus sabu-sabu serta satu bungkus pil ekstasi yang disimpan di dalam boks ikan dan gres diterimanya dari seorang awak kapal di Pelabuhan Idi Rayeuk," kata Buwas.

Dari keterangan tersangka RA berhasil menerima keterangan bahwa masih ada barang lain yang dikubur di dalam sebuah lubang tak jauh dari lokasi penangkapan, katanya.

"Tim BNN melaksanakan penggalian dan berhasil menemukan 100 bungkus sabu-sabu. Total keseluruhan sabu-sabu yang diamankan dari tangan RA sebanyak 133 bungkus dengan berat total 143.502,54 gram dan satu bungkus ekstasi berisi 8.500 butir dengan berat 2.552,67 gram," kata Buwas.

Pada jaringan yang sama BNN kembali membidik satu tersangka berinisial ABR dan berhasil mengamankannya di daerah Jalan lintas Medan-Banda Aceh, Minggu (5/11/2017).

"ABR diamankan sesaat sesudah mendapatkan barang dari seseorang di POM Bensin Bukit Tinggi. Sempat terjadi agresi kejar-kejaran, sampai balasannya kendaraan beroda empat dikendarai ABR masuk ke dalam parit. Di dalam kendaraan beroda empat tersangka, tim BNN menemukan 30 bungkus sabu-sabu seberat 32.958,38 gram," kata Buwas.


Baca :

Pada hari yang sama, tim BNN juga berhasil mengamankan tersangka lain berinisial FRZ dikala membawa 30 bungkus sabu-sabu seberat 38.911,06 gram dan satu bungkus pil Happy Five sebanyak 10.000 butir, katanya.

"Dengan terungkapnya kasus ini, BNN berhasil menyelamatkan 900.000 dari penyalahgunaan narkoba," kata Buwas. (***)

Ilmu Pengetahuan Komisi Pemberantasan Korupsi Agendakan Investigasi Dua Bos Perusahaan Swasta Terkait Korupsi Ditjen Hubla

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agendakan investigasi terhadap dua eksekutif perusahaan swasta dalam pengusutan kasus dugaan suap terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut di Kementerian Perhubungan.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah, menyampaikan kedua saksi itu ialah Direktur PT Karya Nasional Hadi Suwarno dan Direktur PT Bina Muda Adhi Swakarsa Pekalongan Iwan Setiono.

 agendakan investigasi terhadap dua eksekutif perusahaan swasta dalam pengusutan kasus duga Ilmu Pengetahuan KPK Agendakan Pemeriksaan Dua Bos Perusahaan Swasta Terkait Korupsi Ditjen Hubla
Gedung KPK Jakarta/Aktual.
“Yang bersangkutan akan digali keterangannya sebagai saksi untuk tersangka Dirjen Hubla nonaktif Antonius Tonny Budiono (ATB),” ujar Febri dikala dikonfirmasi, Kamis (9/11).

Selain itu, masih ada sejumlah saksi lainnya yang turut dipanggil penyidik untuk mendalami kasus ini. Saksi tersebut yakni PNS Kemenhub Eddy Gunawan. Kemudian Staf Lalu Lintas Angkutan Laut KSOP Samarinda Lukman, serta empat pihak swasta lainnya yang terdiri dari Herlin Wijaya, Billyani Tani‎a, Yohanes, dan Paula.

“Mereka juga diperiksa untuk tersangka Antonius Tonny Budiono,” kata Febri menambahkan.

Dalam kasus ini, penyidik KPK sudah menetapkan Dirjen Hubla Kemenhub nonaktif, Antonius Tonny Budiono dan Komisaris PT Adhiguna Keruktama, Adiputra Kurniawan, sebagai tersangka.

Keduanya diduga telah bersepakat terkait ‎pemulusan perizinan pengerukan di Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah, yang dikerjakan oleh PT Adiguna Keruktama. Yaitu dengan adanya uang dugaan suap sebesar Rp1,147 miliar yang diberikan Adiputra untuk Tonny Budiono.

Meski demikian, KPK masih terus mendalami proyek-proyek yang digarap oleh Tonny Budiono terkait perizinan dan pengadaan barang serta jasa di lingkungan Ditjen Hubla Tahun Anggaran 2016-2017 yang terindikasi ‎tindak pidana korupsi, menyerupai dikutip dari Aktual.

Baca :
Sebagai pihak peserta suap, Tonny disangkakan melanggar Pasal 12 abjad a dan Pasal 12 abjad b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 perihal pemberantasan Tipikor.

Sedangkan sebagai pihak pemberi, Adiputra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) abjad a atau Pasal 5 ayat (1) abjad b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 perihal Pemberantasan Tipikor UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (***)

Ilmu Pengetahuan Anggota Komisi Iii: Setya Novanto Dapat Jadi Tersangka Lagi

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Anggota Komisi III dewan perwakilan rakyat RI, Arsul Sani menyampaikan bahwa Setyo Novanto dapat saja menjadi tersangka kembali dalam masalah korupsi e-KTP sepanjang ada dukungan dua alat bukti lain.

“Silakan aja diuji lagi. 'Kan sudah pernah ada masalah mantan Wali Kota Makasar Ilham yang menang dalam praperadilan, lalu diajukan lagi sebagai tersangka untuk kedua kalinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan oleh pengadilan pada persidangan kedua kalinya dijadikan tersangka lagi,” kata Arsul.

 Arsul Sani menyampaikan bahwa Setyo Novanto dapat saja menjadi tersangka kembali dalam masalah Ilmu Pengetahuan Anggota Komisi III: Setya Novanto Bisa Makara Tersangka Lagi
Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto meninggalkan ruang sidang seusai bersaksi dalam sidang masalah korupsi KTP elektronik (KTP-el) dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
Menurut Arsul, duduk masalah Ketua dewan perwakilan rakyat RI Setyo Novanto yang terjerat dalam dugaan masalah KTP elektronik sebaiknya jangan dibikin gegeran.

Pada duduk masalah itu, kata Arsul, ada dua sisi yang sama-sama dihormati, adalah kewenangan penegak aturan untuk tetapkan kembali seorang tersangka meski sudah menang praperadilan dan ada dua bukti lain.

Pada Paraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 6 Tahun 2014, kata dia, secara tegas menyebutkan adanya putusan praperadilan itu tidak menghalangi atau menutup langkah aturan untuk tetapkan kembali tersangka sepanjang ada dua bukti lain yang ada.

"Kalau perlu [Setyo Novanto] diundang saja. Kita hormati kewenangan itu," katanya.

Baca :
Ia menegaskan, Komisi Pemberantasan Korupsi dihentikan menghentikan dugaan masalah korupsi KTP elektronik yang menjerat Setyo Novanto.

"Kita harus menghormati. Siapa pun, bila ada dua alat bukti yang cukup, dapat diproses dalam hukum,” kata Arsul usai acara penyerahan tunjangan kapal dan alat tangkap dan memperlihatkan asuransi pada nelayan Kabupaten Batang, Kabupaten/Kota Pekalongan, dan Brebes. Demikian dikutip dari Tirto.id.(***)