Ilmu Pengetahuan Agresi Persekusi Pasangan Di Tangerang Dapat Kena Pidana Berlapis
Hukum Dan Undang Undang, (Tangerang) Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengecam keras tindakan main hakim sendiri dari beberapa warga Cikupa, Tangerang terhadap pasangan yang dituduh oleh warga berbuat mesum.
“Tindakan warga yang main hakim sendiri atau persekusi tersebut sanggup diganjar dengan pidana berlapis, salah satunya Tindak Pidana Kesusilaan di depan umum Pasal 282 ayat (1) kitab undang-undang hukum pidana dan Pasal 35 UU Pornografi perihal menjadikan orang lain objek atau model yang bermuatan pornografi,” kata Maidina.
Ilustrasi pasangan ditangkap. Getty Images/iStockphoto. |
Pasangan R (28) dan M (20) ini digerebek di kontrakan oleh warga di Cikupa, Kabupaten Tangerang, pada Sabtu (11/11/2017) malam. Warga secara brutal menelanjangi dan mengarak kedua korban di depan umum. Apalagi kejadian penggerebekan hingga penganiayaan itu sudah termasuk persekusi.
Maidina Rahmawati, peneliti ICJR dalam pers rilisnya, Selasa (14/11/2017), menegaskan bahwa hingga ketika ini, peraturan perundang-undangan Indonesia sama sekali tidak mengatur adanya tindak pidana kesusilaan pada ranah privat dalam ruang tertutup, dan dilakukan dengan persetujuan antar para pihak yang terlibat.
Aksi persekusi beberapa warga Cikupa tersebut telah dinilai Maidina melanggar hak atas privasi pasangan yang bersangkutan, dan dilakukan tanpa hak dan wewenang apapun.
Menurut Maidina, sementara ini belum ada pembuktian bahwa pasangan tersebut melaksanakan perbuatan yang melanggar tindakan kesusilaan.
Peneliti ICJR tersebut juga menyebutkan pentingnya mengatur norma kesusilaan secara hati-hati. Hal ini ditujukan supaya jangan hingga pengaturan tindak pidana menjadi eksesif yang tidak hanya untuk mengatasi permasalahan kejahatan, namun dipakai sebagai pengontrol duduk masalah moral masyarakat yang tidak relevan untuk dilindungi.
“Hukum pidana seharusnya bersifat ultimum remedium,” lanjut Maidina.
Maidina juga menyatakan, permasalahan kesusilaan sangat dekat kaitannya dengan moral di masyarakat, namun sayangnya disertai tendensi dan subjektivitas masyarakat lebih banyak didominasi sekitarnya.
Baca :
- Fahri Hamzah Minta Presiden Jokowi Tak Masuk dalam Polemik KPK-DPR
- Pencabutan BAP Miryam Tak Pengaruhi Posisi Setnov di Kasus e-KTP
- Walikota Tangsel Airin Rachmi Enggan Berkomentar Usai Diperiksa KPK
- Anies Baswedan Tak Mau Komentar Soal Vonis Buni Yani
- KPK Panggil Setya Novanto sebagai Tersangka Rabu Pekan Ini
- Kejaksaan Agung Bidik Pidana Korporasi Edward Seky Soeryadjaya
- Tindak Pidana Ringan Tidak Berlaku Bagi PKL di Tanah Abang
- Setya Novanto Mangkir, Saut KPK: Semua Orang Punya Pintu Taubat
- Jaksa KPK Buka Rekaman Sugiharto-Johannes Marliem di Sidang E-KTP
- Saut Sitomorang: Periksa Setya Novanto Tak Perlu Izin Presiden
“Bagaimana pun juga aturan pidana harus dibentuk berdasarkan asas legalitas yang dihentikan dilanggar. Hukum pidana dihentikan berlaku surut, harus tertulis dan dihentikan dipidana berdasarkan aturan kebiasaan, rumusan ketentuan pidana harus jelas, dan harus ditafsirkan secara ketat,” lanjut Maidina ketika dikutip dari Tirto.id.
Segala jenis aturan terlebih yang menyertakan aturan pidana dengan konsekuensi terlanggarnya hak atas kemerdekaan seseorang, berdasarkan Maidina, harus dirumuskan secara hati-hati dan dihentikan menjadikan potensi terjadinya kesewenang-wenangan.(***)