Showing posts sorted by date for query korupsi-ditjen-hubla-kpk-cermati. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query korupsi-ditjen-hubla-kpk-cermati. Sort by relevance Show all posts

Ilmu Pengetahuan Korupsi Ditjen Hubla: Komisi Pemberantasan Korupsi Cermati Legalisasi Tonny Budiono Soal Dana Ke Paspampres

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mencermati fakta persidangan dari pemeriksaan Tonny Budiono dalam masalah korupsi di Direktorat Jendral Perhubungan Laut (Hubla). Dalam pengakuannya, mantan Dirjen Hubla itu menyebut menunjukkan uang senilai Rp100-Rp150 juta untuk dana operasional Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah memberikan dalam masalah ini, KPK akan berfokus pada dua hal yakni, asal undangan uang dan pedoman dana ke pihak lain.

 terus mencermati fakta persidangan dari pemeriksaan Tonny Budiono dalam masalah korupsi di  Ilmu Pengetahuan Korupsi Ditjen Hubla: KPK Cermati Pengakuan Tonny Budiono Soal Dana ke Paspampres
Dirjen Perhubungan Laut (nonaktif) Kemenhub yang juga tersangka akseptor suap, Antonius Tonny Budiono menunjukkan kesaksian pada sidang lanjutan masalah suap dengan terdakwa Adi Putra Kurniawan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (18/12/2017). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
"Secara sedikit demi sedikit kita akan lihat juga isu apa yang dapat kita dalami lebih lanjut. Namun fakta persidangan saya kira perlu kita simak satu persatu," kata Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK Kuningan, Jakarta, Senin (18/12/2017).

Pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin ini, eks Dirjen Hubla itu mengakui uang tersebut diberikan ke Paspampres melalui Direktur Kepelabuhan dan Pengerukan Ditjen Hubla, Mauritz H M Sibarani.

Namun KPK belum mau menanggapi kemungkinan Mauritz terlibat dalam masalah korupsi sebagai pihak perantara. Menurut Febri, jaksa harus memahami detil fakta persidangan. Kendati demikian, tidak tertutup kemungkinan KPK akan mendalami poin tersebut.

"Kalau pun nanti perlu dilakukan pendalaman maka akan diusulkan, namun tentu fokus dikala ini ada dua, pertama menerangkan kesalahan dari terdakwa, dikala ini sedang proses, yang kedua menuntaskan proses penyidikan," kata Febri.

Merespons pengukuhan Tonny, Mabes Tentara Nasional Indonesia mengaku akan melaksanakan investigasi.

"Untuk menindaklanjuti pengukuhan ini, atas perintah Panglima TNI: Puspom Tentara Nasional Indonesia dan Irjen Tentara Nasional Indonesia akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memperoleh keterangan lebih jauh dan menindaklanjuti untuk menemukan oknum-oknum yang terkait dengan duduk kasus ini," kata Kapuspen Tentara Nasional Indonesia Mayjen Sabrar Fadhillah kepada Tirto, Senin.

Fadhilla memastikan, Paspampres tidak pernah meminta anggaran operasional kepada instansi tertentu dan bertindak menurut anggaran negara.

Baca :
"Pada dasarnya tidak ada biaya operasional yang dibebankan kepada institusi atau kelompok atau apapun pada acara-acara yang melibatkan Paspampres. Semua kegiatan sudah di tanggung oleh Negara," tegas Fadhilla dikala dilansir dari Tirto.

Menurut Fadhilla, jika ditemukan kesalahan yang dilakukan oleh oknum prajurit maka akan ditindaklanjuti sesuai proses aturan yang berlaku.

"Dengan adanya insiden ini, sekaligus kami menghimbau kepada semua pihak dan masyarakat, apabila ada oknum Tentara Nasional Indonesia atau pihak manapun yang mengatasnamakan Paspampres yang meminta biaya pada program yang melibatkan Paspampres untuk melaksanakan pengamanan, mohon untuk melaporkan pada kami atau institusi Paspampres, guna pencegahan terjadinya penyimpangan," tegas Fadhillah. (***)

Ilmu Pengetahuan Komisi I Dpr Jelaskan Soal Anggaran Paspampres Di Program Daerah

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Anggota Komisi I dewan perwakilan rakyat dari fraksi PDIP Effendi Simbolon menjelaskan, selama ini ada biaya pengamanan yang dianggarkan lebih dari biasanya untuk Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) ketika Presiden Joko Widodo ataupun Wapres Jusuf Kalla berkunjung ke wilayah-wilayah di luar Jakarta. Menurutnya, anggaran tersebut biasanya dibahas dalam rapat panitia.

Kasus soal anggaran Paspampres ini mencuat dikala eks Dirjen Hubla Antonius Tonny Budiono bersaksi dalam persidangan Senin kemarin (18/12/2017). Di sidang itu, Tonny mengaku menggunakan sebagian duit suap untuk membiayai operasional Paspampres di dikala ada kunjungan Presiden Joko Widodo dalam pelantikan proyek yang ditangani oleh Ditjen Hubla.
 Anggota Komisi I dewan perwakilan rakyat dari fraksi PDIP Effendi Simbolon menjelaskan Ilmu Pengetahuan Komisi I dewan perwakilan rakyat Jelaskan Soal Anggaran Paspampres di Acara Daerah
Personil Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) melaksanakan investigasi pengamanan kepada setiap kendaraan yang akan memasuki daerah KTT Indian Ocean Rim Association (IORA) ke-20 Tahun 2017 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Senin (6/3). ANTARA FOTO/IORA SUMMIT 2017/Widodo S. Jusuf.
Effendi mengaku sering mendengar adanya hal-hal ibarat itu. Namun, ia menyatakan tindakan tersebut tidak sanggup diketahui kebenarannya sebab belum ada bukti yang cukup. Jika berkaca pada integritas Paspampres selama ini, maka Effendi yakin mereka tidak meminta biaya operasional.

"Kalau [Paspampres] meminta, saya kira enggak ya, tapi jikalau dalam rapat-rapat niscaya kan muncul anggaran-anggaran untuk pengamanan, apalagi dana presiden ke daerah tinggi kan anggarannya," tegas Effendi kepada Tirto, Selasa (19/12/2017).

Menurut dia, anggaran Paspampres kerapkali tidak mencukupi. Itulah yang terkadang menciptakan daerah atau empunya hajat mau menaikan biaya keamanan untuk diberikan kepada Paspampres.

"Seringkali juga menggunakan anggaran-anggaran pajak dari daerah itu. Memang itu harus ditertibkan sebab ya kepentingan kita kan mereka tetap juga sesuai kiprah pokoknya, tapi jangan keterbatasan anggaran, lantas mereka mencari sana-sini dengan membuka peluang gratifikasi dari pihak-pihak yang punya hajat," katanya lagi.

Menurut dia, hingga dikala ini belum ada laporan masuk dari masyarakat atau pemerintah daerah setempat terkait hal itu. Effendi beropini bahwa besar kemungkinan mereka tidak mengadu sebab santunan uang atau biaya pengamanan yang besar tersebut terbilang wajar.

"Namanya yang punya hajat kan enggak ada masalah. Namanya punya hajat ya membisu aja. Apalagi uang nenek moyangnya (instansi terkait)," katanya lagi.

Baca :
Untuk penanganan berikutnya, Effendi mengaku akan mendorong pemanggilan Komandan Paspampres Mayor Jenderal Marsekal Tentara Nasional Indonesia Suhartono di rapat Komisi I berikutnya. Pemanggilan tersebut dirasa butuh untuk meluruskan kesalahan yang terjadi selama ini perihal santunan biaya operasional dari instansi terkait pada Paspampres.

"Kami akan panggil Danpampresnya. Akan kami lakukan evaluasi," tandasnya lagi ibarat dikutip dari Tirto.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto menyatakan selama mengundang Presiden Jokowi, pihak PDIP selaku penyelenggara program tak pernah memberi biaya operasional berupa uang kepada Paspampres.

Meski pihak Paspampres mendapat perlakuan khusus berupa bangku, makan, dan minum, tapi tidak pernah mendapat uang tunai. "Enggak pernah mas," katanya. "Semuanya disediakan oleh panitia, standar sesuai tamu." (***)

Ilmu Pengetahuan Government Still Assessing Potential Tax Rules For Online Transportation Application Companies

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) The government is still reviewing the various types of tax levies which will be applied to providers of online transportation applications. At the present time, the Directorate General of Taxes at the Ministry of Finance (Direktorat Jenderal Pajak – DGT) is still formulating technical rules for the collection of taxes from online transportation-application companies.

The Director of Counselling, Services and Public Relations at the DGT, Hestu Yoga Saksama, recently stated that his department was reviewing the various types of taxes which will be collected from the incomes of online transportation companies. This is a relatively new industry for Indonesia, being approximately only two years old, and the DGT is responsible for formulating the appropriate tax-collection measures which apply across this new sector of the economy.

 The government is still reviewing the various types of tax levies which will be applied t Ilmu Pengetahuan Government Still Assessing Potential Tax Rules for Online Transportation Application Companies
Mr. Hestu Yoga Saksama, a Director of Counselling, Services and Public Relations at the Directorate General of Taxes at the Ministry of Finance. Hukumonline/Photo by: NNP
“We are currently formulating the relevant law. Everyone who has an income is required to pay taxes, however seeing as this is a new area of the economy, then we should really formulate a new type of tax. Indeed, this sector differs considerably from industry,” Mr. Hestu explained in Jakarta on Wednesday, 19 July.

However, according to Hestu, the type of tax that will ultimately be imposed will not represent a completely new formulation but will instead resemble a more common form of tax, such as income tax (pajak penghasilan – PPh) or value-added tax (pajak pertambahan nilai– PPN). As this new tax regime has not yet been implemented, providers of online transportation applications are still calculating their PPh and PPN at the general rate of tax. However, after the relevant studies have been completed and the new rules have been published, then all subsequent calculations will utilize a new special rate formulated for providers of online transportation applications.

In addition, Mr. Hestu explained that this rule would also become binding on other application providers operating outside the field of online transportation. Therefore, it is vital that any mechanism that is ultimately implemented is first well prepared and formulated, so that any tax-collection procedures can be easily implemented by the DGT.

“If you are talking about PPh, then it can be charged by way of a self-reporting, self-appraisal mechanism. However other PPh mechanisms can also be employed, such as collections through other parties. This also applies to other businesses,” Mr. Hestu explained.

Based on the results of a Hukumonline investigation, providers of online transportation can be classified as domestic legal entities insofar as they are established or domiciled within Indonesia. Being a tax subject of a domestic legal entity obviously has implications for the company concerned, including obligations regarding the payment, withholding and reporting of taxes such as PPh21, 23 and 26.

Meanwhile, from the perspective of PPN, providers of online transportation companies are to be categorized as Taxable Entrepreneurs (Pengusaha Kena Pajak - PKP) if such companies undertake deliveries of taxable goods and/or taxable services which are subject to tax under the Law on Value-Added Tax for Goods and Services and Sales Tax for Luxury Goods (Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasadan Pajak Penjualanatas Barang Mewah – UU PPN) and not categorized as small-scale entrepreneurs, as stipulated under Ministry of Finance Regulation No. 197/PMK.03/2013.

In the case of goods-delivery services, such services may become subject to PPN in accordance with Ministry of Finance Regulation No. 38/PMK.011/2013 (Regulation 38/2013). Meanwhile, from a driver’s perspective, if their income exceeds the Non-Taxable Income (Penghasilan Tidak Kena Pajak – PTKP) threshold of IDR 36 million per year for Individual Taxpayers (Wajib Pajak Orang Pribadi­ – WPOP), IDR 39 million per year for Married Taxpayers (Wajib Pajak Kawin – WPK), with an additional IDR 3 million threshold for additional dependents, then they will also be affected by PPh Law Article 21 and will be required to be in possession of a Taxpayer Registration Number (Nomor Pokok Wajib Pajak – NPWP).

Read :
Previously, Pudji Hartanto Iskandar, the Director General of Land Transportation at the Ministry of Transportation, stated that the providers of online transportation companies, based on Ministry of Transportation Regulation No. 32 of 2016 on the Organization of Non-Fixed-Route Public-Transportation Services, had to be Indonesian legal entities which met certain minimum criteria, such as possession of a bank account in which they could store income from the sale or delivery of services.

“Currently, we are also assessing additional input from the DGT regarding criteria for providers of information technology-based applications which engage in business activities within Indonesia,” Mr. Pudji explained, as quoted by the Indonesian news agency ANTARA in early March of this year.

In addition to the above-mentioned obligations, application providers are also required to own or control servers or data centers which are domiciled within Indonesia; to undertake marketing, promotional and other related activities; and to operate consumer-complaint management services. So quoted from Hukumonline. (***)

Ilmu Pengetahuan Akhirnya, Ojk Terbitkan 3 Peraturan Perihal Penerbitan Obligasi Dan Sukuk Daerah

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Tiga Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 61, 62, dan 63 Tahun 2017 mengatur proses penerbitan obligasi kawasan dan/atau sukuk kawasan wajib memberikan Pernyataan Pendaftaran kepada OJK, persetujuan Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) risikonya mengeluarkan payung aturan bagi Pemerintah Daerah (Pemda) yang berminat menerbitkan surat utang (obligasi) daerah. Dengan peraturan tersebut, tata cara penerbitan obligasi kawasan menjadi lebih jelas. Tata cara penerbitan obligasi kawasan tersebut dijabarkan melalui tiga peraturan OJK (POJK).

 mengatur proses penerbitan obligasi kawasan dan Ilmu Pengetahuan Akhirnya, OJK Terbitkan 3 Peraturan Tentang Penerbitan Obligasi dan Sukuk Daerah
Launching POJK Obligasi dan Sukuk Daerah di Jakarta. Foto: NNP

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, penerbitan tiga POJK obligasi kawasan merupakan upaya OJK mendukung dan mendorong Pemerintah Daerah khususnya mengatasi permasalahan pendanaan infrastruktur di daerah. POJK tersebut juga menjadi langkah serius OJK mendukung jadwal prioritas pemerintah, yakni meningkatkan pembangunan infrastruktur untuk peningkatan daya saing nasional serta alat pemerataan pertumbuhan ekonomi ke seluruh ndonesia.

“Pembangunan infrastruktur tersebut tentunya perlu didukung dengan sumber pendanaan yang memadai,” kata Wimboh dikala Launching POJK Obligasi Daerah, Green Bond, dan e-Registration di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jumat (29/12).

Wimboh melanjutkan, tiga POJK yang dimaksud, yakni POJK Nomor 61/POJK.04/2017 perihal Dokumen Penyertaan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan /atau Sukuk Daerah, POJK Nomor 62/POJK.04/2017 perihal Bentuk dan Isi Prospektus dan Prospektus Ringkas Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah, dan POJK Nomor 63/POJK.04/2017 perihal Laporan dan Pengumuman Emiten Penerbit Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.

Kata Wimboh, tiga POJK perihal Obligasi/Sukuk Daerah diperlukan sanggup meningkatkan sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur, yakni selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melainkan juga berasal dari pasar modal dengan penerbitan obligasi kawasan atau sukuk daerah. Melalui perluasan pembiayaan APBD, Wimboh meyakini pembangunan infrastruktur sanggup lebih dipercepat sehingga dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat sanggup segera dirasakan.

“Dengan peraturan ini banyak hal yang harus dilakukan. Harus ada sosialisasi kepada kepala daerah, masyarakat, dan investor, perlu diagendakan juga dengan perbankan. Ini langkah yang harus dilakukan selanjutnya dan Kementerian Dalam Negeri akan terlibat dan Kementerian Keuangan juga terlibat,” tutur Wimboh dikala dilansir dari Hukumonline.

Merujuk POJK tersebut, proses penerbitan obligasi kawasan dan/atau sukuk kawasan ini selain diwajibkan memberikan Pernyataan Pendaftaran kepada OJK, Pemerintah Daerah juga memerlukan persetujuan Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Wimboh menekankan, aspek tata kelola APBD oleh Pemerintah Daerah perlu menjadi perhatian sebab kepercayaan investor sangat tergantung bagaimana Pemerintah Daerah mengelola APBD dan memanfaatkan dana hasil penerbitan obligasi kawasan dan/atau sukuk daerah. Tugas Pemerintah Daerah tidak berhenti dikala diterimanya dana hasil penerbitan obligasi kawasan dan/atau sukuk kawasan melainkan berkelanjutan (debt servicing dan investor relation).

“Kami berharap Pemerintah Daerah sanggup meningkatkan kemampuan sumber daya insan dan tentu didukung infrastruktur organisasi yang memadai, sehingga sanggup mengelola Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah,” kata Wimboh.

Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah pada Kementerian Dalam Negeri, Syarifuddin mengapresiasi langkah OJK mendorong salah satu tujuan otonomi daerah, yakni mendorong kemandirian daerah. Menurut Pasal 300 UU Nomor 23 Tahun 2014 perihal Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah diberikan wewenang untuk menerbitkan obligasi kawasan sebagai upaya menutupi defisit keuangan kawasan serta menciptakan kawasan tidak hanya bergantung dari APBD dan pendapatan sah kawasan lainnya termasuk proteksi kawasan lain maupun forum keuangan bank dan non-bank.

“Dengan obligasi daereh, kawasan sanggup mempunyai alternatif pendanaan untuk berdiri sarana dan prasarana dalam mendukung pelayanan publik ibarat air minum, rumah sakit, pasar tradisional, dll. Obligasi juga sanggup mempercepat laju daerah,” kata Syarifuddin di tempat yang sama.

Pisau Bermata Dua

Senada dengan Wimboh, Kementerian Dalam Negeri juga mewanti-wanti biar Pemerintah Daerah lebih transparan dalam mengelola APBD terutama ketika menerbitkan obigasi kawasan atau sukuk daerah. Sebab, kata Syarifuddin, obligasi kawasan menjadi proteksi jangka panjang kawasan di mana kawasan setiap tahunnya hingga jangka waktu yang disepakati harus membayar utang pokok sekaligus bunganya. Sehingga, penerbitan obligasi kawasan atau sukuk kawasan tersebut harus dipertimbangkan dan diperhatikan dengan cermat sehingga tetap sesuai dengan tujuan awalnya yakni sebagia alternatif pembiayaan untuk daerah.

“Ini bisa jadi pisau bermata dua. Di satu sisi, tingkatkan kemampuan kawasan tapi jikalau tidak bisa sanggup membahayakan kelangsungan investasi di daerah. Untuk meminimalisi dalam pelaksanaan, secara kesinambungan perlu menerima pertimbangan dari Mendagri dan persetujuan Menkeu serta OJK,” kata Syarifuddin.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyampaikan regulasi obligasi kawasan dan/atau sukuk kawasan merupakan upaya panjang yang dilakukan regulator sejak tahun 2004 silam. Bahkan dikala itu Kementerian Keuangan sebelum berdirinya OJK hingga mengerahkan lima unit eselon untuk merancang dan menyusun aturan penerbitan obigasi kawasan dan sukuk kawasan tersebut. Meski begitu, Mardiasmo mengatakan, perlu diperhatikan lebih dalam terkait teknis penerbitan obligasi contohnya terkait kupon dan pengelolaan portofolio obligasi itu sendiri.

Baca :

“Kadang-kadang sebagian angkuh kawasan lebih ke administratif, yakni melakukan dana dari sentra dan yang didapat dari daerah. Kadang-kadang itu masih banyak Silpa-nya. Tetapi ini kita mulai kick off coba instrumen gres bagi kepala kawasan yang masih menginginkan penemuan dan terobosan kembangkan kawasan dengan cara tidak konvensional,” kata Mardiasmo.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam kapasitasnya mewakili Gubernur atau Kepala Daerah se-Indonesia mengatakan, peraturan yang diterbitkan OJK menjadi titik awal bagi kepala kawasan untuk mulai mencari sumber pendanaan alternatif baru. Beberapa tahun sebelum aturan terbit, Ganjar mengakui masih ada kepala kawasan termasuk para anggota DPRD yang belum merespon positif wacana penerbitan obligasi kawasan sebagai alternatif pembiayaan.

Ke depan, berdasarkan Ganjar, perlunya sosialisasi kepada kepala kawasan dan juga jajaran DPRD biar langkah ini menerima respon yang positif. “Ini awal lakukan terobosan pembiayaan daerah,” kata Ganjar. (***)

Ilmu Pengetahuan Marak Eksploitasi Seksual Anak, Polisi Dinilai Bersikap Pasif

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Video pornografi yang diperankan anak berusia belasan tahun dengan seorang perempuan remaja di Bandung, Jawa Barat menambah daftar masalah eksploitasi seksual anak di Tanah Air. Hal ini terjadi alasannya yaitu pegawapemerintah kepolisian dinilai bertindak pasif dalam menangani kasus ini.

Ahmad Sofian, Koordinator ECPAT Indonesia (End Child Prostitution, Child Pornography, & Trafficking of Children for Sexual Purpose) mengatakan, pemanfaatan anak di anak-anak sebagai objek seksual bukanlah hal yang baru. Sejak 2011, Asia Tenggara memang sering menjadi target bagi negara Eropa untuk memuaskan nafsu birahinya.

 Video pornografi yang diperankan anak berusia belasan tahun dengan seorang perempuan remaja  Ilmu Pengetahuan Marak Eksploitasi Seksual Anak, Polisi Dinilai Bersikap Pasif
Kapolda Jabar Irjen Pol Agung Budi Maryoto bersama Wakapolda Jabar Brigjen Pol Supratman, Ketua MUI Jabar Rachmat Syafe'i dan Ketua P2TP2A Jabar Netty Heryawan memperlihatkan keterangan kepada awak media ketika rilis masalah pornografi dan eksploitasi anak di Polda Jabar, Bandung, Jawa Barat, Senin (8/1/2018). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Pernyataan Sofian tersebut sebagai respons terhadap masalah pembuatan video porno dengan memanfaatkan anak di anak-anak yang sedang ditangani oleh Polda Jawa Barat. Berdasarkan pemeriksaan awal kepolisian, masalah ini dimulai dari pertemanan FA (salah satu tersangka) dengan komunitas Rusia di platform media umum Facebook.

Kasus eksploitasi seksual anak tersebut, kata Sofian, bukan fenomena baru. ECPAT, misalnya, sudah menemukan adanya situs penjualan anak di anak-anak yang menggunakan domain luar negeri. “Tapi yang ditampilkan di sana, anak-anak Indonesia,” kata Sofian kepada Tirto, Selasa (9/1/2018).

Pada 2013, kata Sofian, ECPAT sudah menemukan adanya video porno yang melibatkan anak-anak. Menurut dia, video porno ini dianggap legal di luar negeri dan dijadikan ladang bisnis. Asia Tenggara pun menjadi target empuk. “Karena penyidiknya dianggap tidak punya kemampuan untuk mengungkap masalah semacam ini,” kata Sofian.

Sofian kemudian mengutip data dari National Crime Agency di Inggris Raya yang sempat merilis bahwa ada sekitar 750 ribu penikmat seks anak pada 2015. Di Amerika Serikat, jumlahnya mencapai 400 ribu orang. Di Jerman, angka itu lebih sedikit, yakni 100 ribu orang.

Menurut Sofian, Asia Tenggara khususnya Indonesia menjadi target eksploitasi seksual anak alasannya yaitu Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di kepolisian dalam menjalankan tugasnya seakan-akan dengan pemadam kebakaran, yaitu lebih banyak menunggu bencana daripada melaksanakan upaya pencegahan.

“Penyidik wacana kejahatan seksual anak dianggap nol kemampuannya. Lebih banyak nunggu,” kata Sofian.

Padahal, kata Sofian, kejahatan yang sifatnya melibatkan laba finansial atau bisnis seharusnya ditelaah dengan sistem investigasi, dan bukan hanya duduk diam. Sofian menilai, ketika ini polisi gres bekerja ketika video pornografi anak atau masalah kejahatan seksual anak sudah terlanjur terjadi.

Sofian menyampaikan pemanfaatan anak-anak sebagai objek seks selalu dilakukan secara sistematis dan tersembunyi. Dalam masalah tersebarnya video porno yang diperankan anak-anak dan perempuan remaja di Bandung, Sofian menilai kemungkinan para pelaku lalai, sehingga video yang awalnya diproduksi alasannya yaitu seruan pihak tertentu menjadi konsumsi publik.

Namun, evaluasi tersebut disanggah oleh Kanit Unit PPA Polda Metro Jaya, AKP Endang Sri Lestari. Ia menolak anggapan bahwa polisi tidak bekerja dan hanya menunggu masalah eksploitasi seksual anak terjadi. Menurut Endang, polisi seringkali mengadakan penyuluhan kepada masyarakat sebagai langkah preventif.

Akan tetapi, kata Endang, penindakan gres akan dilakukan apabila memang ada laporan atau aduan dari masyarakat terkait masalah tersebut. Endang mengklaim pegawapemerintah kepolisian sering melaksanakan pengungkapan jikalau memang ditemukan adanya masalah eksploitasi seksual pada anak tersebut.

“Kalau tidak ketahuan, kan, tidak bisa didiskusikan ya. Kalau kita enggak ngerti, ya enggak bisa, tapi kalau tahu, ya diproses,” kata Endang.

Hal senada juga diungkapkan Kabid Humas Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Pol Yusri Yunus. Menurut dia, pihaknya sudah berusaha maksimal dalam upaya mencegah terjadinya eksploitasi seksual pada anak ini.

Yusri mengatakan, pihaknya sudah sering melalukan razia ke hotel-hotel yang dicurigai sebagai kawasan prostitusi. Yusri mengaku, selama ini pihaknya sering menemukan pasangan berbuat mesum, tetapi untuk yang melibatkan anak kecil memang jarang ditemui.

Meski begitu, Yusri tetap yakin bahwa Polda Jawa Barat sudah serius dalam menangani eksploitasi seksual anak. “Jangan main data. Kalau main data, saya harus bongkar-bongkar dulu,” kata Yusri ketika ditanyakan terkait angka tindakan Unit PPA Polda Jawa Barat.

 Video pornografi yang diperankan anak berusia belasan tahun dengan seorang perempuan remaja  Ilmu Pengetahuan Marak Eksploitasi Seksual Anak, Polisi Dinilai Bersikap Pasif


Tersangka Dikenakan Pasal Berlapis

Dalam masalah ini, Polda Jawa Barat telah menangkap enam orang yang diduga terlibat dalam masalah pembuatan video porno yang diperankan anak-anak dan perempuan remaja itu. Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol Agung Budi Maryoto mengatakan, enam pelaku, yaitu FA, CC, IN, IM, HN, dan SU ditangkap di sekitar Bandung pada Minggu kemarin.

Baca :

“Sore ini [Senin, 8 Januari] ditetapkan sebagai tersangka semua,” kata Agung ketika dikonfirmasi Tirto, pada Senin malam.

Menurut Agung, keenam pelaku ini mempunyai kiprah berbeda. FA sebagai sutradara dan pengambil video, CC perekrut perempuan, IN perekrut anak juga sebagai bintang film perempuan, IM perekrut anak juga sebagai bintang film perempuan, HN perekrut anak juga sebagai bintang film perempuan, dan SU merupakan salah satu orang renta anak.

Para tersangka dikenakan pasal berlapis, yaitu Undang-Undang Perlindungan Anak, UU Pornografi, serta UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Sumber: Tirto. (***)

Ilmu Pengetahuan Komisi Pemberantasan Korupsi Sudah Siap Hadapi Praperadilan Fredrich Yunadi Pada 12 Februari

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah siap menghadapi somasi advokat Fredrich Yunadi di sidang praperadilan.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menyatakan Komisi Antirasuah tidak melaksanakan persiapan khusus menjelang sidang praperadilan tersangka masalah menghalangi penyidikan korupsi e-KTP tersebut.

 sudah siap menghadapi somasi advokat Fredrich Yunadi di sidang praperadilan Ilmu Pengetahuan KPK Sudah Siap Hadapi Praperadilan Fredrich Yunadi pada 12 Februari
Fredrich Yunadi (memakai rompi oranye) tiba untuk menjalani investigasi sebagai Tersangka masalah merintangi penyidikan masalah korupsi e-KTP di Gedung KPK, Jakarta, Senin (22/1/2018). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

Menurut Febri, KPK sudah terbiasa menghadapi somasi praperadilan dari tersangka masalah korupsi. Dia juga mengingatkan, penggeledahan dalam penyidikan masalah pidana Fredrich Yunadi sudah sesuai mekanisme yang berlaku.

KPK akan mengembalikan barang bukti yang dianggap tidak relevan dengan masalah ini. Penilaian tersebut dilakukan sehabis proses internal KPK. Namun, KPK juga siap untuk menghadapi somasi apabila ada yang mempermasalahkan proses tersebut.

"Kalau memang ada pihak-pihak yang keberatan saya kira soal penggeledahan ataupun penyitaan disampaikan dalam hal ini bahan praperadilan," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta pada Senin (22/1/2018).

Sidang praperadilan Fredrich Yunadi akan mulai digelar pada hari Senin, 12 Februari 2018 mendatang. Kepastian soal kegiatan ini telah diumumkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Perkara dengan nomor pendaftaran no.9/Pid.Pra/2018/PN Jkt.Jaksel itu didaftarkan pada Kamis, 18 Januari 2018. Persidangan praperadilan ini rencananya akan dipimpin oleh Hakim tunggal H. Ratmoho, SH. MH.

Namun, berdasarkan Febri, KPK belum mendapatkan surat panggilan sidang praperadilan tersebut hingga Senin sore hari ini.

"Tadi sore, sekitar jam 4, saya cek juga belum ada surat dari pengadilan negeri Jakarta Selatan. Mungkin sedang dalam proses," kata Febri.

Febri menambahkan praperadilan merupakan hak tersangka. Ia juga menilai tidak dilema apabila praperadilan akan digelar pada bulan Februari 2018. Dia memastikan KPK akan mempelajari surat panggilan praperadilan begitu sudah menerimanya.

Tim kuasa aturan Fredrich Yunadi telah menjelasan sejumlah alasannya mengajukan somasi praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini.

"Praperadilan ini kita olok-olokan berdasarkan undangan pak Fredrich lantaran ada beberapa hal," kata Sapriyanto Refa, Penasihat aturan Fredrich Yunadi, di PN Jakarta Selatan, Jakarta, ketika dikutip dari Tirto, Kamis pekan lalu.

Alasan pertama lantaran penetapan tersangka Fredrich dinilai tidak sah. Refa mengingatkan, penetapan tersangka harus berdasar minimal dua alat bukti yang cukup.

Baca : 

Kedua, somasi itu mempermasalahkan wacana penyitaan barang-barang milik Fredrich. Refa berdalih, penyitaan harus berdasarkan penetapan ketua pengadilan, dalam hal ini Ketua Pengadilan Tipikor.

Ketiga, somasi itu diajukan lantaran benda yang disita oleh KPK diduga tidak berkaitan dengan masalah merintangi penyidikan masalah korupsi e-KTP yang membelit Fredrich. Refa mengklaim, KPK menyita dokumen masalah yang tidak berafiliasi dengan penyidikan masalah itu.

Keempat, somasi itu mempermasalahkan proses penangkapan Fredrich. Menurut Refa, Fredrich sesungguhnya tak perlu ditangkap alasannya masih sanggup diperiksa kembali sehabis satu kali absen dari panggilan pemeriksaan. Selain itu, kuasa aturan Fredrich juga sudah mengajukan penundaan penundaan pemanggilan lantaran menunggu proses investigasi etik Peradi. (***)

Ilmu Pengetahuan Rekaman Telepon Oka Masagung-Setnov: Ada Kata Cepek Dan Nama Baru

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Pengusaha Made Oka Masagung mengklaim tidak mengetahui maksud istilah "cepek" yang terungkap dari rekaman pembicaraannya dengan Setya Novanto.

Klaim Oka Masagung itu muncul ketika beliau bersaksi di persidangan lanjutan kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto, di PN Jakarta Pusat, pada Senin (22/1/2018).

 Pengusaha Made Oka Masagung mengklaim tidak mengetahui maksud istilah  Ilmu Pengetahuan Rekaman Telepon Oka Masagung-Setnov: Ada Kata Cepek dan Nama Baru
Pengusaha Made Oka Masagung bersiap menjalani investigasi di gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/12/2017). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

Pada persidangan ini, Jaksa KPK memutar rekaman hasil sadapan pembicaraan Made Oka Masagung dengan Setya Novanto pada 19 April 2012. Materi perbincangan keduanya menggambarkan mereka akan melaksanakan pertemuan di suatu lokasi bersama seseorang lainnya.

Berikut ini, transkip lengkap pembicaraan Setya Novanto dan Oka Masagung via telepon.

Setya Novanto : Gimana, jadi ya?
Made Oka : Kaprikornus dong, jam 10.
Setya Novanto : Oo.. Gue udah nyampek nih.
Made Oka : Aahh sudah nyampek?
Setya Novanto : Iya.
Made Oka : Gua udah bilangin Imam jam 10 juga.
Setya Novanto : oo iya iya...
Made Oka : Ntar.. bila besok...kalau dapat lebih pagi gimana? Gua lagi nyangkut nih
Setya Novanto : Dimana?
Made Oka : Mesti ajak beliau makan siang.. oo macet di Kuningan.
Setya Novanto : Oo.. bila emang dapat maju enggak apa apa.
Made Oka : Oke... Eehh gua mesti jemput tamunya sekarang
Setya Novanto : Oo yawis. Siapa sih itu bas?
Made Oka : Itu namanya si Jay, beliau itu ee....
Setya Novanto : Oo yang lu omong itu? Ya ya ya ya..
Made Oka. : Iya, yang bawa bawa duit buat kita, cepek...
Setya Novanto : Ya ya ya ya...
Made Oka : Ha....
Setya Novanto : Untuk investasi ya ya...oke oke
Made Oka : sepakat !

Saat dikonfirmasi oleh Jaksa KPK soal bahan perbincangan ini, Made Oka Masagung mengakui dirinya melaksanakan pembicaraan dengan Novanto. Akan tetapi, anehnya, Oka Masagung mengklaim tidak mengenal nama Jay yang dimaksud dalam pembicaraan itu. Made pun mengaku tidak tahu maksud istilah “cepek” dalam perbincangan antara dirinya dengan Novanto tersebut.

"Enggak mengerti, untuk apa," kata Made Oka Masagung ketika diberitakan oleh Tirto.

Sebagai informasi, Made Oka Masagung merupakan salah satu pengusaha yang diduga ikut berperan dalam kasus korupsi e-KTP. Ia diduga berperan menyamarkan pertolongan uang kepada Novanto.

Baca :
Dalam surat dakwaan disebutkan, pertolongan jatah e-KTP ke Setya Novanto dari Dirut PT Biomorf Mauritius, Johanes Marliem, disamarkan dengan cara mengirimkan invoice (surat tagihan) ke dua perusahaan. Akibatnya, pengiriman uang itu seakan-akan ialah untuk pengeluaran perusahaan, bukan diberikan kepada Setya Novanto.

PT Biomorf Mauritius mengirimkan invoice pembayaran software ke PT Quadra Solutions dalam dua tahap, dengan total pembayaran 7 juta dolar AS.

Uang tersebut lantas dikirim dan disebar ke rekening perusahaan milik Made Oka Masagung di Singapura, yaitu Delta Energy PTE Ltd dan OEM Investment Capital. Selain itu, uang sebesar 2,6 juta dolar AS juga dikirim melalui Irvanto yang merupakan keponakan Novanto.

Pada persidangan ini, Jaksa KPK telah mendakwa Setya Novanto melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang undang nomor 20 tahun 2001 perihal pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (***)

Ilmu Pengetahuan Saran Bpkn Sebelum Melaksanakan Pembelian Rumah

Hukum Dan Undang Undang  Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen ialah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh lantaran itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan aturan yang berpengaruh bagi pemerintah dan forum proteksi konsumen swadaya masyarakat untuk melaksanakan upaya pemberdayaan konsumen melalui training dan pendidikan konsumen. 

Fungsi dan kiprah Badan Perlindungan Konsumen Nasional dalam mendapatkan pengaduan dari banyak sekali pihak mengenai pelanggaran hak-hak konsumen akan sanggup membantu upaya proteksi konsumen melalui rekomendasi kepada pemerintah mengenai perlunya penyelesaian pelanggaran hak-hak konsumen pada level atas dan pada level bawah akan saling melengkapi dengan rekomendasi Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat atas pengaduan-pengaduan yang perlu segera diselesaikan melalui mekanisme aturan yang berlaku. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 wacana Perlindungan Konsumen, Pasal 1 angka (12): “Badan Perlindungan Konsumen Nasional ialah tubuh yang dibuat untuk membantu upaya pengembangan proteksi konsumen”.

 Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen ialah tingkat kesadaran konsumen akan hakny Ilmu Pengetahuan Saran BPKN Sebelum Melakukan Pembelian Rumah
Ilustrasi. Bentuk-bentuk perumahan Elit yag siap di Jual/www.creohouse.co.id

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) ialah adalah tubuh yang dibuat untuk membantu upaya pengembangan proteksi konsumen. BPKN mempunyai tugas:
  • memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang proteksi konsumen;
  • melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang proteksi konsumen;
  • melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen;
  • mendorong berkembangnya forum proteksi konsumen swadaya masyarakat;
  • menyebarluaskan gosip melalui media mengenai proteksi konsumen dan memasyarakatkan perilaku keberpihakan kepada konsumen;
  • menerima pengaduan wacana proteksi konsumen dari masyarakat, forum proteksi konsumen swadaya masyarakat, atau Pelaku Usaha; dan Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

Kaprikornus bagi konsumen ingin melaksanakan pembeli terlebih dahulu harus mencermati rekam jejak pengembang, apakah sudah atau belum mengantongi izin kemudian mengecek akta induk tanah ke BPN.

Bisnis di bidang perumahan semakin berkembang pesat, selaras itu penyediaan perumahan bagi masyarakat meningkat. Bagi masyarakat yang ingin membeli rumah, jangan lekas tergiur dengan iklan dan penawaran yang disodorkan pengembang. Sebagai konsumen, masyarakat harus cermat sebelum membeli rumah, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. Koordinator komisi advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal E Halim, menyebut sedikitnya 2 hal yang perlu diperhatikan masyarakat sebelum membeli rumah baik horizontal (rumah tapak) atau vertikal (rumah susun).

Pertama, mencermati apakah pengembang sudah mengantongi izin terkait ibarat penggunaan lahan, tata ruang, dan IMB. Kedua, mengenai akta induk, lantaran nantinya akta itu akan dipecah sesuai dengan jumlah pembeli. Biasanya, pengembang menyampaikan nomor akta induk kepada konsumen. Konsumen perlu mengecek akta induk itu apakah sudah tercatat di BPN atau belum. Sertifikat ini rawan diagunkan kepada pihak lain tanpa diketahui pembeli.

Rizal mengakui tidak gampang bagi masyarakat untuk mencermati banyak sekali hal tersebut lantaran tidak mengetahui apa saja aturan yang berlaku di bidang perumahan. Persoalan ini yang dihadapi ratusan orang yang membeli 355 unit rumah di salah satu perumahan di kelurahan Kranji, Kecamatan Bekasi Barat. Para pembeli itu telah melaksanakan komitmen kredit pembelian rumah melalui kemudahan KPR dari dua bank BUMN. Ada juga pembeli yang membeli secara tunai kepada PT NK, perusahaan pengembang.

Dalam proses pembayaran kredit itu, para pembeli kaget saat mendapatkan surat dari sebuah bank asal Malaysia. Intinya, para pembeli harus mengosongkan rumah itu lantaran PT NK telah menimbulkan tanah di perumahan itu sebagai jaminan kredit modal kerja, dan pengembang mengalami kemacetan dalam pembayaran.

Rizal menyampaikan BPKN sudah meminta keterangan dari para pihak terkait yaitu bank, pengembang, pembeli, dan OJK. Hasilnya, BPKN menemukan dua bank BUMN yang memfasilitasi pembiayaan kredit perumahan itu tidak sanggup menyampaikan jaminan atau kepastian aturan kepada pembeli mengenai keberadaan akta hak milik atas rumah yang dicicil.


Sebagian besar pemohon KPR tidak mempunyai IMB. Ada itikad tidak baik dari pengembang dalam menjalankan acara usahanya sebagaimana pasal 7-10 UU No. 8 Tahun 1999 wacana Perlindungan Konsumen yakni tidak memberi gosip yang benar, jelas, dan jujur pada awal derma kredit. “Ada bahaya pidana paling usang 5 tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar bagi pelaku perjuangan yang melanggar pasal 8-10 UU Perlindungan Konsumen,” kata komisioner BPKN itu dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (25/1).

Selanjutnya, BPKN menemukan dua bank BUMN itu kurang menerapkan prinsip collateral yang merupakan jaminan yang menjadi dasar pihak bank menyampaikan pembiayaan kepada konsumen. Sertifikat atau objek jaminan yang menjadi salah satu unsur penting dalam derma kredit tidak diperhatikan, padahal itu diatur dalam Pasal 2 dan 8 UU No.10 Tahun 1998 wacana Perbankan. Terjadi peralihan akta rumah sekitar 204 akta yang seharusnya berada dalam penguasaan dua bank BUMN itu tapi dikuasai bank lain sehingga mengakibatkan kerugian bagi konsumen.

Sebagai upaya untuk menuntaskan dilema itu BPKN meminta dua bank BUMN sebagai forum pembiayaan kredit perumahan Violet Garden itu untuk menghentikan sementara proses penagihan cicilan kepada pembeli hingga ada jaminan para pembeli akan mendapat akta sesudah melunasi pembayaran KPR. Kemudian, kedua bank BUMN dan PT NK diminta segera menuntaskan kewajibannya untuk menyerahkan akta rumah kepada pembeli yang sudah melunasi pembayaran KPR. Selanjutnya,kepada seluruh pembeli yang masih dalam proses cicilan untuk menunda pembayaran angsuran hingga ada jaminan mengenai keberadaan sertifikat.

Ketua BPKN, Ardiansyah Parman, berharap pemangku kepentingan menjalankan peraturan perundang-undangan terkait perumahan dan perbankan dengan baik sehingga tidak merugikan konsumen. Pemerintah dilarang lepas tangan sesudah menerbitkan izin bagi pengembang, tapi melaksanakan pengawasan. Pihak pengembang wajib mematuhi aturan dan mekanisme dalam menjalankan bisnis perumahan.

Dalam rangka proteksi konsumen, Ardiansyah mengingatkan pemerintah untuk mengawasi pengembang dalam melaksanakan isi kesepakatan dalam perjanjian perikatan jual beli. Merujuk Pasal 42 ayat (2) UU No. 1 Tahun 2011 wacana Perumahan dan Kawasan Permukiman, perjanjian itu harus memenuhi persyaratan kepastian atas beberapa hal ibarat pemilikan tanah, izin mendirikan bangunan induk dan keterbangunan perumahan paling sedikit 20 persen. Begitu pula mengacu klarifikasi Pasal 43 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2011 wacana Rumah Susun.

Unsur Kepastian

Ardiansyah menegaskan proses pemasaran rumah harus menerapkan unsur kepastian. Pasal 8 ayat (1) abjad f UU Perlindungan Konsumen melarang pelaku perjuangan memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi. Ketentuan senada juga diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU Perlindungan konsumen, melarang pelaku perjuangan menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seperti menunjukkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

Lebih tegas lagi Ardianysah menyebut pasal 10 UU Perlindungan Konsumen, melarang pelaku perjuangan menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau menciptakan pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa. “Pelaku perjuangan yang melanggar ketentuan itu terancam pidana,” tukasnya.

Tak ketinggalan Ardiansyah mengingatkan kepada masyarakat selaku konsumen untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terkait transaksi pembelian rumah. Sedikitnya ada 4 hal yang perlu diperhatikan. Pertama, adanya kepastian lokasi rumah atau sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota (RTRW) dengan izin lokasi yang dimiliki. Kedua, ada kepastian kepemilikan tanah oleh pengembang dengan membuktikan akta hak atas tanah. Ketiga, mengantongi IMB. Keempat, ada jaminan dari forum pembiayaan akan terlaksananya pembangunan rumah.

Tabel: Jumlah Pengaduan ke BPKN (2013-2017) untuk 5 komoditas.

No   Komoditi                               2013        2014       2015       2016       2017

1.     Perbankan                              151          177         200          94           60

2.     Pembiayaan Konsumen         115          107          90           46           53

3.     Perumahan Properti                8               9            4             24           16

4.     Transportasi                            6               4            2              5             4

5.     Asuransi                                  6               4           2               2             1


Sumber data BPKN.

Perkara perumahan/properti masuk dalam 5 besar pengaduan terbanyak yang diterima BPKN setiap tahun (tabel). Ardiansyah menyebut BPKN akan mengkaji lebih lanjut dilema yang menimpa konsumen di sektor perumahan/properti. Dia yakin masalah yang terjadi di lapangan jumlahnya lebih besar daripada yang diterima BPKN. (Sumber : Hukumonline)

Baca :

Dasar Hukum :
  1. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
  2. Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
  3. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
  4. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 Tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional

Ilmu Pengetahuan Tantangan Menghadirkan Barang Bukti Digital Di Pengadilan Pada Kurun Ekonomi Digital

Hukum Dan Undang Undang Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana(”KUHAP”) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam sistem pembuktian aturan program pidana yang menganut stelsel negatief wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah berdasarkan undang-undang yang sanggup dipergunakan untuk pembuktian (Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, hal. 19). Hal ini berarti bahwa di luar dari ketentuan tersebut tidak sanggup dipergunakan sebagai alat bukti yang sah.

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana memang tidak menyebutkan secara terang wacana apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang sanggup disita, yaitu:
  • benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
  • benda yang telah dipergunakan secara eksklusif untuk melaksanakan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
  • benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
  • benda yang khusus dibentuk atau diperuntukkan melaksanakan tindak pidana;
  • benda lain yang mempunyai korelasi eksklusif dengan tindak pidana yang dilakukan,

 disebutkan bahwa alat bukti yang sah ialah Ilmu Pengetahuan Tantangan Menghadirkan Barang Bukti Digital di Pengadilan Pada Era Ekonomi Digital
Ilustrasi Barang Bukti Digital Era Ekonomi Digital/ilmuforensikadigital.blogspot.co.id

Atau dengan kata lain benda-benda yang sanggup disita menyerupai yang disebutkan dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP sanggup disebut sebagai barang bukti (Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti Dalam Proses Pidana, hal. 14).

Selain itu di dalam Hetterziene in Landcsh Regerment (”HIR”) juga terdapat perihal barang bukti. Dalam Pasal 42 HIR disebutkan bahwa para pegawai, pejabat atau pun orang-orang berwenang diharuskan mencari kejahatan dan pelanggaran kemudian selanjutnya mencari dan merampas barang-barang yang digunakan untuk melaksanakan suatu kejahatan serta barang-barang yang didapatkan dari sebuah kejahatan. Penjelasan Pasal 42 HIR menyebutkan barang-barang yang perlu di-beslag di antaranya:
  • Barang-barang yang menjadi target tindak pidana (corpora delicti)
  • Barang-barang yang terjadi sebagai hasil dari tindak pidana (corpora delicti)
  • Barang-barang yang dipergunakan untuk melaksanakan tindak pidana (instrumenta delicti)
  • Barang-barang yang pada umumnya sanggup dipergunakan untuk memberatkan atau meringankan kesalahan terdakwa (corpora delicti)
Selain dari pengertian-pengertian yang disebutkan oleh kitab undang-undang di atas, pengertian mengenai barang bukti juga dikemukakan dengan iktikad oleh beberapa Sarjana Hukum. Prof. Andi Hamzah mengatakan, barang bukti dalam kasus pidana ialah barang bukti mengenai mana delik tersebut dilakukan (objek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan (alat yang digunakan untuk melaksanakan delik), termasuk juga barang yang merupakan hasil dari suatu delik (Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, hal. 254). Ciri-ciri benda yang sanggup menjadi barang bukti :
  • Merupakan objek materiil
  • Berbicara untuk diri sendiri
  • Sarana pembuktian yang paling bernilai dibandingkan sarana pembuktian lainnya
  • Harus diidentifikasi dengan keterangan saksi dan keterangan terdakwa
Menurut Martiman Prodjohamidjojo, barang bukti atau corpus delicti ialah barang bukti kejahatan. Dalam Pasal 181 KUHAP majelis hakim wajib memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenali barang bukti terebut. Jika dianggap perlu, hakim sidang memperlihatkan barang bukti tersebut. Ansori Hasibuanberpendapat barang bukti ialah barang yang digunakan oleh terdakwa untuk melaksanakan suatu delik atau sebagai hasil suatu delik, disita oleh penyidik untuk digunakan sebagai barang bukti pengadilan.

Jadi, dari pendapat beberapa Sarjana Hukum di atas sanggup disimpulkan bahwa yang disebut dengan barang bukti ialah :
  • Barang yang dipergunakan untuk melaksanakan tindak pidana.
  • Barang yang dipergunakan untuk membantu melaksanakan suatu tindak pidana.
  • Benda yang menjadi tujuan dari dilakukannya suatu tindak pidana.
  • Benda yang dihasilkan dari suatu tindak pidana.
  • Benda tersebut sanggup memperlihatkan suatu keterangan bagi penyelidikan tindak pidana tersebut, baik berupa gambar ataupun berupa rekaman suara.
  • Barang bukti yang merupakan penunjang alat bukti mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam suatu kasus pidana. Tetapi kehadiran suatu barang bukti tidak mutlak dalam suatu kasus pidana, sebab ada beberapa tindak pidana yang dalam proses pembuktiannya tidak memerlukan barang bukti, menyerupai tindak pidana penghinaan secara verbal (Pasal 310 ayat [1] KUHP) (Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti, hal.19).
Bila kita bandingkan dengan sistem Common Law menyerupai di Amerika Serikat, alat-alat bukti tersebut sangat berbeda. Dalam Criminal Procedure Law Amerika Serikat, yang disebut forms of evidence atau alat bukti adalah: real evidence, documentary evidence, testimonial evidence dan judicial notice (Andi Hamzah). Dalam sistem Common Law ini, real evidence (barang bukti) merupakan alat bukti yang paling bernilai. Padahal real evidence atau barang bukti ini tidak termasuk alat bukti berdasarkan aturan program pidana kita.

Bila memperhatikan keterangan di atas, tidak terlihat adanya korelasi antara barang bukti dengan alat bukti. Pasal 183 KUHAP mengatur bahwa untuk menentukan pidana kepada terdakwa, kesalahannya harus terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah; dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah tersebut, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Jadi, sanggup kita simpulkan bahwa fungsi barang bukti dalam sidang pengadilan ialah sebagai berikut:
  1. Menguatkan kedudukan alat bukti yang sah (Pasal 184 ayat [1] KUHAP);
  2. Mencari dan menemukan kebenaran materiil atas kasus sidang yang ditangani;
  3. Setelah barang bukti menjadi penunjang alat bukti yang sah maka barang bukti tersebut sanggup menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan yang didakwakan JPU.
Barang bukti digital sangat ‘ringkih’ dibandingkan bukti fisik. Perlu standar penanganan bukti digital semoga nilai pembuktiannya sempurna.

Defenisi Bukti Digital Dari Berbagai Sumber :

1) Bukti Digital ialah data yang disimpan atau dikirimkan memakai komputer yang sanggup mendukung atau menyangkal sebuah pelanggaran tertentu, atau bisa juga juga disebut sebagai petunjuk yang mengarahkan kepada elemen-elemen penting yang berkaitan dengan sebuah pelanggaran (Chisum, 1999). Sumber : “Digital Evidence and Computer Crime Forensic Science, Computers and the Internet 3rd Edition”.

Analisa: Bukti digital yang di dalamnya terdapat elemen – elemen penting (temuan bukti digital) sanggup dijadikan sebagai bukti yang sanggup mendukung atau menjerumuskan terdakwa di dalam persidangan. Maksudnya bila bukti digital mendukung berarti bukti digital tersebut sanggup menolong terdakwa dari hukuman, namun bila bukti digital tersebut menjerumuskan berarti bukti digital tersebut sanggup menciptakan terdakwa dijatuhi eksekusi sesuai pelanggaran yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang Dasar KUHP.

2) Bukti Digital merupakan abstraksi dari beberapa objek digital atau kejadian. Ketika seseorang mengoperasikan komputer untuk melaksanakan banyak sekali hal menyerupai mengirim e-mail, atau kegiatan lainnya maka kegiatan itu akan menghasilkan jejak-jejak data yang sanggup memperlihatkan sebagian citra dari kejadian yang sudah terjadi sebelumnya. (Venema & Farmer, 2000). Sumber : “Digital Evidence and Computer Crime Forensic Science, Computers and the Internet 3rd Edition”.

Analisa: Dalam setiap masalah kejahatan teknologi informasi (cyber crime), maka akan ditemukan banyak sekali barang bukti yang terdapat dilokasi kejadian kasus (TKP). Barang bukti tersebut kemudian akan dijadikan bukti digital yang di dalamnya terdapat rekam (jejak) pelaku selama cyber crime yang dilakukan. Rekam jejak tersebut menyerupai e-mail, browser, direcroty file, internet actifity, dan lain sebagainya

3) Muhammad Nuh Al-Azhar dalam buku “Digital Forensic Panduan Mudah Investigasi Komputer” menjelaskan bahwa bukti digital ialah barang bukti yang bersifat digital yang diekstrak atau di recover dari barang bukti elektronik. Sumber: Al-Azhar,M.N. “Digital Forensic Panduan Mudah Investigasi Komputer”. Jakarta: Salemba Infotek. 2012

Analisa: Dalam setiap masalah cyber crime, maka akan ditemukan bukti elektronik menyerupai komputer / laptop, kemudian bukti elektronik tersebut akan di ekstrak (didetail / diperinci) yang menghasilkan bukti digital. Bukti digital tersebut menyerupai Live data, Deleted data, SWAP (data yang terekam di RAM), dan Sleek space (data yang tertimpa di hardisk)

4) Dalam pasal 1 butir 1 UU ITE disebutkan bahwa “informasi elektronik ialah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang mempunyai arti atau sanggup dipahami oleh orang yang bisa memahaminya.”

Analisa: Informasi Elektronik merupakan serpihan dari bukti elektronik yang di dalamnya terdapat sekumpulan data (EDI), elektronik mail, aba-aba akses, dan lain sebagainya, yang hanya sanggup dipahami oleh beberapa orang saja. Orang tersebut biasa disebut dengan saksi ahli. Saksi hebat merupakan orang yang paham akan secara detail ilmu dibidang teknologi informasi yang ke-ilmuannya harus selalu dikembangkan, semoga menjadi saksi hebat yang mempunyai tabiat dan professionaisme yang memadai sebagai saksi ahli

5) Dalam pasal 1 butir 4 UU ITE menjelaskan bahwa “dokumen elektronik ialah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang sanggup dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang mempunyai makna atau arti atau sanggup dipahami oleh orang yang bisa memahaminya.”

Analisa: Di dalam dokumen elekronik terdapat informasi elektronik, di dalam informasi elektronik terdapat bentuk digital yang sanggup di dengar melalui komputer/sistem elektronik. Bentuk digital tersebut menyerupai tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang orang tertentu saja yang sanggup mengartikannya. Orang tersebut biasa dikenal dengan saksi ahli. Saksi hebat merupakan orang yang paham akan secara detail ilmu dibidang teknologi informasi yang ke-ilmuannya harus selalu dikembangkan, semoga menjadi saksi hebat yang mempunyai tabiat dan professionaisme yang memadai sebagai saksi ahli.

Jadi, bukti digital ialah bukti yang sah dan sanggup dipertanggungjawabkan di hadapan hukum. Sehingga bukti digital mempunyai sifat mendukung maupun menjerumuskan terdakwa di dalam persidangan. Di dalam persidangan (kasus cyber crime) memerlukan bukti elektronik yang diperoleh dari kawasan kejadian kasus (TKP), bukti elektronik tersebut kemudian akan di ekstrak menjadi bukti digital. Bukti digital tersebut mencakup tulisan, suara, foto, gambar, aba-aba akses, simbol, dan sebagainya. Ekstrakan tersebut hanya sanggup dimengerti oleh saksi hebat yang mempunyai tabiat dan profesionalisme kerja yang tersertifikasi.
Penanganan bukti digital menjadi gosip penting dalam kala ekonomi digital. Selain menjadi tantangan bagi penegakan hukum, upaya merekam bukti digital oleh setiap penyelenggara sistem elektronik menjadi tantangan di depan mata yang harus dihadapi, terlebih di sektor jasa keuangan.

Pakar IT Universitas Gunadarma, I Made Wiryana, menyampaikan bahwa bukti digital jauh lebih ringkihketimbang bukti fisik atau otentik lainnya sebab memerlukan standar khusus dikala menanganinya. Selama ini, penanganan bukti digital oleh penegak aturan atau perusahaan penyedia jasa masih belum seragam sehingga dikhawatirkan mengurangi nilai pembuktian itu sendiri. Padahal, pemerintah telah menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk penanganan bukti digital (ISO 27037) yang semestinya dijadikan petunjuk teknis bagi pihak terkait.

“Pemerintah sudah mulai maju menangani digital forensik. Di Indonesia sudah ada standar nasional Indonesia (SNI) untuk penangangan bukti digital. [Nanti] akan ada lagi standar penyidikan digital yang sedang diolah dan sedang disepakati para Penegak Hukum untuk menjadi juknis,” kata Made kepada Hukumonline di Jakarta, Selasa (19/12).

Hanya saja, tidak semua penyelenggara sistem khususnya di sektor jasa keuangan punya sistem yang ‘ramah’ ketka dilakukan forensik digital atau tidak siap diaudit sehingga sistem tersebut tidak bisa memperlihatkan rekam (logs) yang sanggup digunakan penegak aturan sebagai salah satu alat bukti ke persidangan. Sistem yang tidak ‘forensic sound’, istilah bagi sistem yang tidak dibangun untuk forensik, kata Made, akan sangat sulit untuk mengambil bukti-bukti untuk kemudian disimpan selama proses berjalan.

Kelemahan lain dari sistem yang ‘tidak ramah forensik’, lanjut Made, sistem tersebut harus terlebih dulu dimatikan sebelum dilakukan audit sehingga bagi industri jasa keuangan hal tersebut sangat merugikan penyelenggara dan nasabah. Seharusnya, sistem yang wajib dimiliki bagi penyelenggara jasa keuangan termasuk penyelenggara financial technology atau fintech ialah sistem yang tergolong dependability.

“Menurut saya, kalau beliau berikan layanan ke publik, ada yang namanya fungtionality, itu hanya berfungsi. Kedua, secure terdiri dari tiga, confidence, integrity, dan avaibility. Dan keempat sovereignity(kedaulatan) atau beberapa bergantung pada pihak lain. Dan yang terpenting dependability, yakni seberapa cepat untuk maintain, safety yang baik. Perbankan [atau jasa keuangan lain] harusnya di level dependability,” kata Made.

Selain itu, Made juga menyoroti penggunaan teknologi cloud oleh penyelenggara fintech dikhawatirkan akan berdampak terhadap aspek keamanan data. Meskipun penyedia cloud telah bersertifikat, namun Made menilai akta ISO yang dikantongi terbatas semisal ISO 27000 series. Menurut Made, penyelenggara fintech semestinya membangun sistem dan database sendiri sebab susukan terhadap rekaman atau log sanggup lebih gampang dibanding dikala memakai cloud.

“Apakah sistem yang dibangun teman-teman fintech sudah forensic sound? Kalau ada apa-apa bagaimana menelusurinya. Kalau tidak forensic sound, log tidak ada, tidak disimpan di dua tempat, log tidak di digital signature, gres timbul masalah. Tapi kalau dari awal sistem sudah forensic aware, log tidak pernah bisa diubah, log yang berubah bisa terjejaki, itu dalam sistemnya,” kata Made.

Direktur Kebijakan Publik Asosiasi Fintech Indonesia, M Ajisatria Suleiman, menyampaikan soal standarisasi menjadi gosip terkini di kalangan penyelenggara fintech terutama pasca OJK menerbitkan POJK No.77/POJK.01/2016 wacana Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Asosasi Fintech Indonesia sendiri berada di posisi mendukung penuh kebijakan pemerintah karena anggota asosiasi secara umum sadar pentingnya keamanan data bagi perusahaan digital.

“Posisi kita bukan untuk menurunkan standarisasi,” kata Aji kepada Hukumonline.

Hanya saja, kata Aji, Asosiasi Fintech Indonesia dalam beberapa diskusi punya pandangan kenapa standarisasi keamanan data oleh penyelenggara fintech diperbolehkan menerapkan sharinginfrastructure, salah satunya dengan cloud. Penggunaan cloud sama sekali tidak akan mengurangi aspek keamanan data karena fintech sanggup menentukan penyedia cloud yang sudah bersertifikat. Sehingga, penyelenggara fintech cukup melampirkan bukti akta tersebut kepada regulator sebagai bentuk kepatuhan pada regulasi.

“Cara yang paling baik untuk bisa jaga keamanan data tanpa menambah beban ialah memperbolehkan infrastruktur cloud. Kominfo minta ISO 27001 diterapkan di fintech, itu sama saja minta perusahaan fintech beli ‘Mercy’, ini kan boros. Daripada itu, lebih baik perbolehkan mereka (fintech) menyewa. Itukan konsep cloud, kita tidak buat infrastruktur tapi sewa infrastruktur,” kata Aji.

Patut dicatat, informasi atau dokumen elektronik sebagaimana Pasal 5 UU Nomor 11 Tahun 2008 ke dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 wacana Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 wacana Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) biasanya tidak berdiri sendiri. Lazimnya, informasi atau dokumen elektronik hanya akan mendokumentasikan sebagian kejadian aturan tertentu dalam sebuah perikatan antara para pihak. Namun, hal itu sangat bergantung juga dari jenis sengketanya.

Dalam beberapa kasus, bukti elektronik tidak menjadi satu-satunya alat bukti dalam kasus yang berkaitan dengan transaksi keuangan. Tentunya, akan ada bukti transaksi lainnya yang bisa digunakan menyerupai contohnya transaksi yang melibatkan pihak lain atau setidaknya pihak lainnya itu mengetahui secara eksklusif bahwa ada perpindahan barang yang menjadi objek transaksi.

Dari transaksi yang melibatkan pihak lainnya itu, maka alat bukti lainnya bisa didapatkan. Ambil rujukan misalnya, perbuatan aturan yang terdokumentasi itu biasanya disertai dengan alat bukti fisik dan melibatkan orang-orang yang melihat secara eksklusif atau bisa sebagai keterangan saksi.

Dalam praktiknya, juga masih sering terjadi kekeliruan sewaktu menghadirkan suatu bukti elektronik. Dalam persidangan, biasanya para pihak hanya membawa bukti elektronik berupa hasil capture (gambar) contohnya dari sebuah laman menyerupai Facebook atau E-mail yang berisikan informasi yang diduga melanggar tindak pidana. Sementara, Facebook atau E-mail yang dimaksud biasanya sudah tidak bisa diakses karena telah tidak aktif kembali (deactive).

Padahal, kunci utama dari sebuah bukti elektronik terdapat pada frasa ‘hasil cetakannya’. Pasal 6 UU Nomor 11 Tahun 2008 tegas menyebutkan bahwa setiap informasi/dokumen elektronik gres dianggap sah sebagai alat bukti sepanjang sanggup diakes, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan sanggup dipertanggungjawabkan sehingga mengambarkan suatu keadaan.

Kekeliruan kedua, baik pengacara maupun penuntut umum biasanya menghadirkan bukti elektronik dengan membuka informasi atau dokumen elektronik yang orisinil secara eksklusif dengan membawa perangkat elektronik ke muka pengadilan. Padahal, kaidah ilmu forensik digital tegas melarang bukti orisinil elektronik dibuka dalam suatu persidangan.

Menurut SOP ilmu forensik, bukti elektronik gres bisa ditampilkan di muka pengadilan sehabis data orisinil tersebut dilakukan kloning. Hasil kloning data yang telah dianalisa itulah yang disampaikan oleh hebat digital forensik di muka pengadilan. Data orisinil tidak sanggup ditampilkan karena dikala perangkat elektronik itu dinyalakan, maka Log (catatan susukan ke perangkat) akan berubah dimana hal itu besar lengan berkuasa terhadap nilai pembutian yang menjadi rendah. Namun, tidak ada kewajiban menghadirkan hebat digital forensik dalam setiap masalah yang berkaitan dengan informasi atau dokumen elektronik.

Untuk bisa memastikan bahwa suatu informasi atau dokumen elektronik sanggup diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan sanggup dipertanggungjawabkan sehingga mengambarkan suatu keadaan sebagaimana Pasal 6 UU Nomor 11 Tahun 2008, sanggup dilakukan dengan menguji secara ilmiah bukti elektronik tersebut. Keberadaan hebat digital forensik dalam pembuktian suatu masalah yang berkaitan dengan bukti elektronik, mestinya dinilai sebagai sesuatu yang meningkatkan nilai pembuktian dari suatu alat bukti mengingat kompetensi dan kewenangan serta pertolongan perangkat yang memadai dari hebat digital forensik.

Baca : 

Rawan Makara Sarana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme

Era ekonomi digital pun menjadi perhatian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebab berpotensi menjadi sarana penyalahgunaan untuk Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) maupun pendanaan pidana terorisme.Wakil Kepala PPATK, Dian Ediana Rae menyampaikan bahwa semenjak tahun 2017 pihaknya telah membentuk divisi (desk) fintech dan cybercrime yang fungsinya melaksanakan pendalaman dan pengayaan pengetahuan sekaligus berkoordinasi dengan pegawanegeri penegak aturan lainnya.

“Pertumbuhan fintech yang begitu cepat perlu diantisipasi dengan tujuan untuk melindungi kepentingan konsumen terkait keamanan dana dan data serta kepentingan nasional terkait pencegahan pembersihan uang, pendanaan terorisme, dan stabilitas sistem keuangan,” kata Dian.

Dian melanjutkan, pihaknya intens berkoordinasi dengan kementerian/lembaga teknis menyerupai Bank Indonesia dan OJK untuk memitigasi risiko-risiko yang mungkin muncul. Dari pertemuan yang dijalin, PPATK mengapresiasi karena OJK misalnya, telah memperbaharui beleid terkait APU-PPT melalui POJK Nomor 12/POJK.01/2017 wacana Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan.

PPATK berharap potensi besar perdagangan elektronik (e-commerce), peer to peer lending, dan model bisnis lain tidak dimanfaatkan pelaku pembersihan uang karena ada celah aturan yang terbuka. Ekonomi digital begitu dinamis terlebih dengan tumbuhnya komoditas gres berjulukan Bitcoin, yang merupakan salah satu mata uang digital (cryptocurrency). Dian mengatakan, PPATK semenjak awal 2017 telah mengamati perkembangan Bitcoin untuk melihat titik-titik rawan yang mungkin disalahgunakan.

Sepanjang pengamatan yang dilakukan PPATK, Dian menyebutkan memang ada sejumlah titik rawan yang sanggup digunakan pelaku untuk melaksanakan pembersihan uang bahkan pendanaan terorisme. Baik Bitcoin maupun fintech peer to peer lending, keduanya berpotensi dijadikan sarana TPPU dan pendanaan terorisme. Diang mengungkapkan, dari hasil identifikasi mengharuskan adanya pengaturan lebih lanjut untuk menjaga dua model bisnis tersebut digunakan untuk TPPU dan pendanaan terorisme. Sayangnya, Dian belum bisa menjelaskan lebih detil pengaturan menyerupai apa yang akan dilakukan.

“Kita sedang merumuskan, kami belum bisa publish. Titik-titik rawan sudah kita identifikasi, nanti tinggal regulasi di serpihan ini. Kita kalau seandainya perlu, kita akan keluarkan Peraturan Kepala PPATK. Tapi seandainya cukup, oleh forum yang membawahi. Kalau dalam konteks integritas sistem keuangan, kita tidak bisa menunggu. Terkait integritas sektor keuangan, kita itu leading sektor, kita bisa lebih dulu. Kita mustahil menunggu hingga sistem itu dimanfaatkan, kita harus preventif justru,” kata Dian. (Sumber: Hukumonline)


Dasar hukum:
  1. Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR) / Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (RIB), (S. 1848 No. 16, S.1941 No. 44)
  2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 wacana Hukum Acara Pidana