Ilmu Pengetahuan Akhirnya, Ojk Terbitkan 3 Peraturan Perihal Penerbitan Obligasi Dan Sukuk Daerah

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Tiga Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 61, 62, dan 63 Tahun 2017 mengatur proses penerbitan obligasi kawasan dan/atau sukuk kawasan wajib memberikan Pernyataan Pendaftaran kepada OJK, persetujuan Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) risikonya mengeluarkan payung aturan bagi Pemerintah Daerah (Pemda) yang berminat menerbitkan surat utang (obligasi) daerah. Dengan peraturan tersebut, tata cara penerbitan obligasi kawasan menjadi lebih jelas. Tata cara penerbitan obligasi kawasan tersebut dijabarkan melalui tiga peraturan OJK (POJK).

 mengatur proses penerbitan obligasi kawasan dan Ilmu Pengetahuan Akhirnya, OJK Terbitkan 3 Peraturan Tentang Penerbitan Obligasi dan Sukuk Daerah
Launching POJK Obligasi dan Sukuk Daerah di Jakarta. Foto: NNP

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, penerbitan tiga POJK obligasi kawasan merupakan upaya OJK mendukung dan mendorong Pemerintah Daerah khususnya mengatasi permasalahan pendanaan infrastruktur di daerah. POJK tersebut juga menjadi langkah serius OJK mendukung jadwal prioritas pemerintah, yakni meningkatkan pembangunan infrastruktur untuk peningkatan daya saing nasional serta alat pemerataan pertumbuhan ekonomi ke seluruh ndonesia.

“Pembangunan infrastruktur tersebut tentunya perlu didukung dengan sumber pendanaan yang memadai,” kata Wimboh dikala Launching POJK Obligasi Daerah, Green Bond, dan e-Registration di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jumat (29/12).

Wimboh melanjutkan, tiga POJK yang dimaksud, yakni POJK Nomor 61/POJK.04/2017 perihal Dokumen Penyertaan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan /atau Sukuk Daerah, POJK Nomor 62/POJK.04/2017 perihal Bentuk dan Isi Prospektus dan Prospektus Ringkas Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah, dan POJK Nomor 63/POJK.04/2017 perihal Laporan dan Pengumuman Emiten Penerbit Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.

Kata Wimboh, tiga POJK perihal Obligasi/Sukuk Daerah diperlukan sanggup meningkatkan sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur, yakni selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melainkan juga berasal dari pasar modal dengan penerbitan obligasi kawasan atau sukuk daerah. Melalui perluasan pembiayaan APBD, Wimboh meyakini pembangunan infrastruktur sanggup lebih dipercepat sehingga dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat sanggup segera dirasakan.

“Dengan peraturan ini banyak hal yang harus dilakukan. Harus ada sosialisasi kepada kepala daerah, masyarakat, dan investor, perlu diagendakan juga dengan perbankan. Ini langkah yang harus dilakukan selanjutnya dan Kementerian Dalam Negeri akan terlibat dan Kementerian Keuangan juga terlibat,” tutur Wimboh dikala dilansir dari Hukumonline.

Merujuk POJK tersebut, proses penerbitan obligasi kawasan dan/atau sukuk kawasan ini selain diwajibkan memberikan Pernyataan Pendaftaran kepada OJK, Pemerintah Daerah juga memerlukan persetujuan Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Wimboh menekankan, aspek tata kelola APBD oleh Pemerintah Daerah perlu menjadi perhatian sebab kepercayaan investor sangat tergantung bagaimana Pemerintah Daerah mengelola APBD dan memanfaatkan dana hasil penerbitan obligasi kawasan dan/atau sukuk daerah. Tugas Pemerintah Daerah tidak berhenti dikala diterimanya dana hasil penerbitan obligasi kawasan dan/atau sukuk kawasan melainkan berkelanjutan (debt servicing dan investor relation).

“Kami berharap Pemerintah Daerah sanggup meningkatkan kemampuan sumber daya insan dan tentu didukung infrastruktur organisasi yang memadai, sehingga sanggup mengelola Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah,” kata Wimboh.

Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah pada Kementerian Dalam Negeri, Syarifuddin mengapresiasi langkah OJK mendorong salah satu tujuan otonomi daerah, yakni mendorong kemandirian daerah. Menurut Pasal 300 UU Nomor 23 Tahun 2014 perihal Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah diberikan wewenang untuk menerbitkan obligasi kawasan sebagai upaya menutupi defisit keuangan kawasan serta menciptakan kawasan tidak hanya bergantung dari APBD dan pendapatan sah kawasan lainnya termasuk proteksi kawasan lain maupun forum keuangan bank dan non-bank.

“Dengan obligasi daereh, kawasan sanggup mempunyai alternatif pendanaan untuk berdiri sarana dan prasarana dalam mendukung pelayanan publik ibarat air minum, rumah sakit, pasar tradisional, dll. Obligasi juga sanggup mempercepat laju daerah,” kata Syarifuddin di tempat yang sama.

Pisau Bermata Dua

Senada dengan Wimboh, Kementerian Dalam Negeri juga mewanti-wanti biar Pemerintah Daerah lebih transparan dalam mengelola APBD terutama ketika menerbitkan obigasi kawasan atau sukuk daerah. Sebab, kata Syarifuddin, obligasi kawasan menjadi proteksi jangka panjang kawasan di mana kawasan setiap tahunnya hingga jangka waktu yang disepakati harus membayar utang pokok sekaligus bunganya. Sehingga, penerbitan obligasi kawasan atau sukuk kawasan tersebut harus dipertimbangkan dan diperhatikan dengan cermat sehingga tetap sesuai dengan tujuan awalnya yakni sebagia alternatif pembiayaan untuk daerah.

“Ini bisa jadi pisau bermata dua. Di satu sisi, tingkatkan kemampuan kawasan tapi jikalau tidak bisa sanggup membahayakan kelangsungan investasi di daerah. Untuk meminimalisi dalam pelaksanaan, secara kesinambungan perlu menerima pertimbangan dari Mendagri dan persetujuan Menkeu serta OJK,” kata Syarifuddin.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyampaikan regulasi obligasi kawasan dan/atau sukuk kawasan merupakan upaya panjang yang dilakukan regulator sejak tahun 2004 silam. Bahkan dikala itu Kementerian Keuangan sebelum berdirinya OJK hingga mengerahkan lima unit eselon untuk merancang dan menyusun aturan penerbitan obigasi kawasan dan sukuk kawasan tersebut. Meski begitu, Mardiasmo mengatakan, perlu diperhatikan lebih dalam terkait teknis penerbitan obligasi contohnya terkait kupon dan pengelolaan portofolio obligasi itu sendiri.

Baca :

“Kadang-kadang sebagian angkuh kawasan lebih ke administratif, yakni melakukan dana dari sentra dan yang didapat dari daerah. Kadang-kadang itu masih banyak Silpa-nya. Tetapi ini kita mulai kick off coba instrumen gres bagi kepala kawasan yang masih menginginkan penemuan dan terobosan kembangkan kawasan dengan cara tidak konvensional,” kata Mardiasmo.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam kapasitasnya mewakili Gubernur atau Kepala Daerah se-Indonesia mengatakan, peraturan yang diterbitkan OJK menjadi titik awal bagi kepala kawasan untuk mulai mencari sumber pendanaan alternatif baru. Beberapa tahun sebelum aturan terbit, Ganjar mengakui masih ada kepala kawasan termasuk para anggota DPRD yang belum merespon positif wacana penerbitan obligasi kawasan sebagai alternatif pembiayaan.

Ke depan, berdasarkan Ganjar, perlunya sosialisasi kepada kepala kawasan dan juga jajaran DPRD biar langkah ini menerima respon yang positif. “Ini awal lakukan terobosan pembiayaan daerah,” kata Ganjar. (***)

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment