Ilmu Pengetahuan Marak Eksploitasi Seksual Anak, Polisi Dinilai Bersikap Pasif

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Video pornografi yang diperankan anak berusia belasan tahun dengan seorang perempuan remaja di Bandung, Jawa Barat menambah daftar masalah eksploitasi seksual anak di Tanah Air. Hal ini terjadi alasannya yaitu pegawapemerintah kepolisian dinilai bertindak pasif dalam menangani kasus ini.

Ahmad Sofian, Koordinator ECPAT Indonesia (End Child Prostitution, Child Pornography, & Trafficking of Children for Sexual Purpose) mengatakan, pemanfaatan anak di anak-anak sebagai objek seksual bukanlah hal yang baru. Sejak 2011, Asia Tenggara memang sering menjadi target bagi negara Eropa untuk memuaskan nafsu birahinya.

 Video pornografi yang diperankan anak berusia belasan tahun dengan seorang perempuan remaja  Ilmu Pengetahuan Marak Eksploitasi Seksual Anak, Polisi Dinilai Bersikap Pasif
Kapolda Jabar Irjen Pol Agung Budi Maryoto bersama Wakapolda Jabar Brigjen Pol Supratman, Ketua MUI Jabar Rachmat Syafe'i dan Ketua P2TP2A Jabar Netty Heryawan memperlihatkan keterangan kepada awak media ketika rilis masalah pornografi dan eksploitasi anak di Polda Jabar, Bandung, Jawa Barat, Senin (8/1/2018). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Pernyataan Sofian tersebut sebagai respons terhadap masalah pembuatan video porno dengan memanfaatkan anak di anak-anak yang sedang ditangani oleh Polda Jawa Barat. Berdasarkan pemeriksaan awal kepolisian, masalah ini dimulai dari pertemanan FA (salah satu tersangka) dengan komunitas Rusia di platform media umum Facebook.

Kasus eksploitasi seksual anak tersebut, kata Sofian, bukan fenomena baru. ECPAT, misalnya, sudah menemukan adanya situs penjualan anak di anak-anak yang menggunakan domain luar negeri. “Tapi yang ditampilkan di sana, anak-anak Indonesia,” kata Sofian kepada Tirto, Selasa (9/1/2018).

Pada 2013, kata Sofian, ECPAT sudah menemukan adanya video porno yang melibatkan anak-anak. Menurut dia, video porno ini dianggap legal di luar negeri dan dijadikan ladang bisnis. Asia Tenggara pun menjadi target empuk. “Karena penyidiknya dianggap tidak punya kemampuan untuk mengungkap masalah semacam ini,” kata Sofian.

Sofian kemudian mengutip data dari National Crime Agency di Inggris Raya yang sempat merilis bahwa ada sekitar 750 ribu penikmat seks anak pada 2015. Di Amerika Serikat, jumlahnya mencapai 400 ribu orang. Di Jerman, angka itu lebih sedikit, yakni 100 ribu orang.

Menurut Sofian, Asia Tenggara khususnya Indonesia menjadi target eksploitasi seksual anak alasannya yaitu Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di kepolisian dalam menjalankan tugasnya seakan-akan dengan pemadam kebakaran, yaitu lebih banyak menunggu bencana daripada melaksanakan upaya pencegahan.

“Penyidik wacana kejahatan seksual anak dianggap nol kemampuannya. Lebih banyak nunggu,” kata Sofian.

Padahal, kata Sofian, kejahatan yang sifatnya melibatkan laba finansial atau bisnis seharusnya ditelaah dengan sistem investigasi, dan bukan hanya duduk diam. Sofian menilai, ketika ini polisi gres bekerja ketika video pornografi anak atau masalah kejahatan seksual anak sudah terlanjur terjadi.

Sofian menyampaikan pemanfaatan anak-anak sebagai objek seks selalu dilakukan secara sistematis dan tersembunyi. Dalam masalah tersebarnya video porno yang diperankan anak-anak dan perempuan remaja di Bandung, Sofian menilai kemungkinan para pelaku lalai, sehingga video yang awalnya diproduksi alasannya yaitu seruan pihak tertentu menjadi konsumsi publik.

Namun, evaluasi tersebut disanggah oleh Kanit Unit PPA Polda Metro Jaya, AKP Endang Sri Lestari. Ia menolak anggapan bahwa polisi tidak bekerja dan hanya menunggu masalah eksploitasi seksual anak terjadi. Menurut Endang, polisi seringkali mengadakan penyuluhan kepada masyarakat sebagai langkah preventif.

Akan tetapi, kata Endang, penindakan gres akan dilakukan apabila memang ada laporan atau aduan dari masyarakat terkait masalah tersebut. Endang mengklaim pegawapemerintah kepolisian sering melaksanakan pengungkapan jikalau memang ditemukan adanya masalah eksploitasi seksual pada anak tersebut.

“Kalau tidak ketahuan, kan, tidak bisa didiskusikan ya. Kalau kita enggak ngerti, ya enggak bisa, tapi kalau tahu, ya diproses,” kata Endang.

Hal senada juga diungkapkan Kabid Humas Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Pol Yusri Yunus. Menurut dia, pihaknya sudah berusaha maksimal dalam upaya mencegah terjadinya eksploitasi seksual pada anak ini.

Yusri mengatakan, pihaknya sudah sering melalukan razia ke hotel-hotel yang dicurigai sebagai kawasan prostitusi. Yusri mengaku, selama ini pihaknya sering menemukan pasangan berbuat mesum, tetapi untuk yang melibatkan anak kecil memang jarang ditemui.

Meski begitu, Yusri tetap yakin bahwa Polda Jawa Barat sudah serius dalam menangani eksploitasi seksual anak. “Jangan main data. Kalau main data, saya harus bongkar-bongkar dulu,” kata Yusri ketika ditanyakan terkait angka tindakan Unit PPA Polda Jawa Barat.

 Video pornografi yang diperankan anak berusia belasan tahun dengan seorang perempuan remaja  Ilmu Pengetahuan Marak Eksploitasi Seksual Anak, Polisi Dinilai Bersikap Pasif


Tersangka Dikenakan Pasal Berlapis

Dalam masalah ini, Polda Jawa Barat telah menangkap enam orang yang diduga terlibat dalam masalah pembuatan video porno yang diperankan anak-anak dan perempuan remaja itu. Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol Agung Budi Maryoto mengatakan, enam pelaku, yaitu FA, CC, IN, IM, HN, dan SU ditangkap di sekitar Bandung pada Minggu kemarin.

Baca :

“Sore ini [Senin, 8 Januari] ditetapkan sebagai tersangka semua,” kata Agung ketika dikonfirmasi Tirto, pada Senin malam.

Menurut Agung, keenam pelaku ini mempunyai kiprah berbeda. FA sebagai sutradara dan pengambil video, CC perekrut perempuan, IN perekrut anak juga sebagai bintang film perempuan, IM perekrut anak juga sebagai bintang film perempuan, HN perekrut anak juga sebagai bintang film perempuan, dan SU merupakan salah satu orang renta anak.

Para tersangka dikenakan pasal berlapis, yaitu Undang-Undang Perlindungan Anak, UU Pornografi, serta UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Sumber: Tirto. (***)

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment