Showing posts sorted by date for query langkah-awal-robert-pakpahan-nakhodai. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query langkah-awal-robert-pakpahan-nakhodai. Sort by relevance Show all posts

Ilmu Pengetahuan Langkah Awal Robert Pakpahan Nakhodai Direktorat Jenderal Pajak

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati gres saja melantik Robert Pakpahan sebagai Direktur Jenderal Pajak pada Kamis malam (30/11/2017), menggantikan Ken Dwijugiasteadi yang masuk masa pensiun.

Terkait dengan jabatan gres itu, dalam jangka pendek ini Robert mengaku akan mengamankan penerimaan perpajakan di sisa final tahun 2017 ini, supaya sanggup menopang keamanan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dan tidak meningkatnya defisit dipenghujung tahun.
 Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati gres saja melantik Robert Pakpahan sebagai Direktu Ilmu Pengetahuan Langkah Awal Robert Pakpahan Nakhodai Direktorat Jenderal Pajak
Robert Pakpahan. FOTO/djppr.kemenkeu.go.id
Sri Mulyani sudah menargetkan, sampai tutup tahun 2017 defisit harus sesuai dengan yang tercantum dalam UU APBN-P yakni sekitar 2,7 persen atau maksimal 2,9 persen.

“Defisit uang diperkirakan sanggup dipertahankan, jadi dalam jangka pendek saya akan koordinasikan dengan Direktorat Jenderal Pajak untuk penerimaan 2017,” ucap Robert di kantor Kementerian Keuangan Jakarta, Kamis (30/11).

Sementara untuk jangka panjang, Robert akan membangun sistem perpajakan yang lebih kredibel dan transparan, supaya tercipta kepatuhan terhadap kewajiban pajak dan tidak sulit dalam pengawasan. Ia akan meneruskan visi mereformasi wajah perpajakan Indonesia supaya lebih efektif dan efisien, termasuk untuk dunia bisnis.

“Kita akan coba lihat kegiatan reformasi yang ada, mana yang menyangkut proses bisnis yang sanggup kita perbaiki sehingga bagaimana kantor pajak itu bekerja,” ungkap Robert.

Salah satu yang menjadi fokus untuk di reformasi yaitu sistem isu perpajakan, yang merupakan kasus sentral untuk mendukung keberhasilan pemungutan pajak dengan jumlah wajib pajak (WP) sebanyak 30 juta.

“Jumlah isu yang semakin banyak, kita tidak sanggup mengarapkan secara manual sanggup dikerjakan jadi seyogyanya dibutuhkan sistem isu yang secara otomatis sanggup mendeteksi ini kelompok patuh dan tidak patuh,” kata Robert.

Adanya reformasi sistem isu perpajakan diperlukan akan memudahkan bagi internal Ditjen Pajak sehingga sanggup memperlihatkan perhatian lebih kepada para WP. Sistem itu juga ditargetkan sanggup tercapai pada 2018 mendatang. “Jadi itu akan kita coba berdiri sudah ada programnya dan rencananya itu akan kita upayakan secepat mungkin supaya lebih adil peresapan pajak,” jelasnya dikala dilansir dari Tirto.

Ditargetkan sistem isu perpajakan tersebut sanggup sejalan dengan penerapan hukum Automatic Exchange of Information (AeoI) yang telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1/2017 wacana Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan.

“Ditjen Pajak harusnya punya kesiapan dalam mendapatkan informasi, mengolah, dan meneruskannya, sehingga isu tersebut divalidasi sanggup diketahui dengan tepat,” ucapnya.

Sebagai langkah ke depan pemanfaatan optimal AeoI, Robert akan mempersiapkan internal Ditjen Pajak supaya siap menindaklanjuti isu yang lebih longgar terkait keuangan perbankan WP.

Baca :
Sesuai amanat Menkeu Sri Mulyani, Robert harus sanggup mereformasi bidang perpajakan secara internal institusi organisasi dengan dedikasi, loyalitas, dan integritas. Salah satu reformasi yang diemban yaitu dalam bidang IT dan databasenya.

Selain itu, membangun disiplin staf supaya sanggup menjalankan kiprah sebagai mestinya dalam mengumpulkan pajak seoptimal mungkin dan lebih tinggi dari tahun ke tahun tanpa mengganggu momentum pemulihan ekonomi dan bahkan memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi.

Dengan kompetensi tinggi dan integritas dalam menjalankan amanat negara, diperlukan institusi pajak sanggup lebih dihormati dan disegani. Sehingga, sanggup tercipta kepercayaan wajib pajak (WP) baik itu di kalangan masyarakat umum dan dunia usaha. (***)

Ilmu Pengetahuan Reglemen Aturan Acara: Riwayatmu Dulu, Nasibmu Kini

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa, sudah hampir 170 tahun Reglemen Hukum Acara dalam investigasi di muka pengadilan negeri itu berlaku. Khusus untuk investigasi program pidana memang sudah ada UU No. 8 Tahun 1981 perihal Hukum Acara Pidana. Tetapi untuk aturan program perdata, masih jauh panggang dari api.

Orang mungkin tak ingat lagi nama J.M Kiveron, laki-laki Belanda yang membubuhkan tanda legalitas pada undang-undang itu. Sama halnya lupa terhadap nama Mr. HL Wichers dan JJ Rochussen. Mungkin tak banyak pula yang memperhatikan Menteri Kehakiman Wongsonegoro yang tetapkan Undang-Undang Darurat No. 1 Tahun 1951 perihal Tindakan-Tindakan untuk Menyelenggarakan Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan-Pengadilan Sipil. Padahal nama-nama itu yaitu orang-orang yang terkait dengan HIR, aturan program perdata yang hingga kini masih berlaku di Indonesia.
 tahun Reglemen Hukum Acara dalam investigasi di muka pengadilan negeri itu berlaku Ilmu Pengetahuan Reglemen Hukum Acara: Riwayatmu Dulu, Nasibmu Kini
Gedung Mahkamah Agung Republik Indonesia. Foto: RES
Pasal 6 UU Darurat No. 1 Tahun 1951 yang diteken Wongsonegoro tadi tegas menyebutkan ‘Reglemen Indonesia yang dibaharui seberapa mungkin harus diambil sebagai pedoman’. Lebih dari 66 tahun setelah Wet itu terbit, ternyata apa yang disebut Reglemen Indonesia yang dibaharui itu masih berlaku. Orang lebih mengenalnya sebagai HIR. Mr. R. Tresna, salah satu tokoh aturan Indonesia yang menerjemahkan dan memberi komentar atas Reglemen itu lebih bahagia menggunakan kata HIR. “Istilah HIR itu telah lebih dikenal dan sudah biasa dipakai orang’, tulisnya pada tarikh Oktober 1955.

Karya Mr Tresna, ‘Komentar HIR’ salah satu karya klasik yang secara komprehensif mengungkap kembali kepada generasi kini bagaimana aturan program pengadilan negeri di Hindia Belanda disusun. Cerita lain sanggup disimak dari karya Prof. Soepomo ‘Hukum Acara Pengadilan Negeri’ atau karyaHukum Acara Perdata karya Prof. R. Subekti. Para jago aturan itu mengungkapkan tanggal 1 Mei 1848 sebagai momentum penting dalam perjalanan sejarah aturan program perdata di Indonesia. Pada tanggal itulah mulai berlaku Reglemen Bumiputera (Inlands Reglement), Staatblad Tahun 1848 No. 16.

Belanda bahwasanya membeda-bedakan aturan yang berlaku kepada golongan penduduk kala itu: Eropa dan yang dipermasakan, Timur Asing dan yang dipersamakan, serta orang bumiputera. Oleh alasannya yaitu aturan yang berlaku berbeda kepada golongan penduduk Hindia Belanda, maka pengadilan dan tata cara peradilannya juga berbeda. Bahkan dibedakan pula wilayahnya. Untuk Jawa dan Madura diberlakukan HIR, sedangkan di luar pulau itu berlaku Rechtsreglement Buitengewesten (RBg).

HIR yaitu akronim dari Herziene Indonesisch Reglement. Mr. H.L Wichers yaitu orang penting di balik penyusunan Reglemen untuk aturan program di muka pengadilan negeri ini. Sebagai Presiden Hooggerechtsshof, Wichers diminta bersama tim menyusun sebuah aliran atau aturan program yang berlaku di pengadilan Bumputera. Wichers dan tim menuntaskan reglemen berisi 432 pasal mengenai ‘administrasi, polisi, dan proses perdata serta proses pidana’ bagi golongan Bumiputera.

Pasal yang memantik perdebatan dikala itu yaitu Pasal 432, yang kini dikenal sebagai Pasal 393 HIR. Ayat (1) pasal ini menyebutkan ‘dalam hal mengadili masalah di hadapan Mahkamah Bumiputera dilarang diperhatikan peraturan lain atau yang melebihi daripada yang ditentukan dalam reglemen ini’. Ayat (2) memungkinkan pengecualian, yakni menggunakan peraturan yang berlaku bagi golongan Eropa dalam hal-hal tertentu. Gubernur Jenderal Rochussen menolak rumusan ayat (2) tersebut alasannya yaitu seharusnya aturan program yang disusun harus lengkap. Pengecualian itu ia anggap menyimpang dari asas yang disebut pada ayat (1). Protes Gubernur Jenderal Rochussen diterima, sehingga rumusan yang terbaca dalam HIR kini sudah lain, dan tampak ada campur tangan Gubernur Jenderal.

Isi HIR

Sebenarnya, semenjak pertama kali diberlakukan pada tahun 1848, Inlands Reglement sudah beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan penting terjadi pada tahun 1926 dan 1941. Salah satunya mengenai revisi peraturan penuntutan terhadap orang-orang yang bukan bangsa Eropa; investigasi persiapan dalam masalah pidana yang dilakukan Bumiputera dan Timur Asing. Staatsblad Tahun 1941 No. 32 menyebutkan keberlakuan Reglemen pada ayat (2), yaitu: “Reglemen Bumiputera, sebagaimana bunyinya sehabis diadakan perubahan-perubahan di dalam Ordonansi ini, akan berlaku di dalam wilayah aturan Landraad-Landraad yang dimaksud di atas, sanggup disebut Herziene Inlandsh Reglement”. Salah satu yang membedakan IR dengan HIR yaitu pembentukan forum Kejaksaan sebagai penuntut umum (Openbaar ministerie).

HIR yang dikenal kini dan dianalisi Mr. Tresna, berisi 394 pasal, yaitu versi yang dimuat dalam Besluit Gubernur Jenderal No. 2, tertanggal 21 Februari 1941, dan dimuat dalam Staatblad Tahun 1941 No. 44. Terdiri dari 15 titel. Titel I mengenai hal melaksanakan pekerjaan polisi; disusul Titel II perihal menyidik kejahatan dan pelanggaran. Titel III hingga Titel VI bicara tentangkepala distrik, kepala jaksa dan jaksa; bupati dan patih; serta residen dan tangan kanan residen.

Titel VII mengenai pengadilan distrik; Titel VIII perihal pengadilan kabupaten; disusul Titel IX mengenai perihal mengadili masalah sipil di pengadilan negeri; dan mengadili kejahatan di muka pengadilan negeri dalam Titel X. Selanjutnya, Titel XI mengenai masalah sumir; Titel XII mengenai mengadili masalah pelanggaran. Tahanan sementara dan kurungan sementara diatur dalam Titel XIII; sedangkan perihal hal tiada berlaku lagi, berhenti atau terhapus penuntutan dan sanksi diatur pada Titel XIV. Terakhir, Titel XV mengatur peraturan rupa-rupa.

Nasibmu Kini

Tentu saja, sudah banyak rumusan HIR yang tak sesuai dengan kondisi kekinian. Indonesia sudah mempunyai UU No. 8 Tahun 1981, sebuah aliran penyelesaian masalah mulai dari penyelidikan dan proses di pengadilan hingga upaya aturan luar biasa dan sanksi putusan pidana. Sayang, tidak demikian halnya dengan aturan program dalam lapangan aturan perdata.

Padahal, semenjak Indonesia para pembentuk Undang-Undang dan para juristssebenarnya menginginkan adanya suatu aturan program perdata nasional. Semangat itu pula yang sanggup dibaca dari rumusan Pasal 68 UU No. 2 Tahun 1986 perihal Peradilan Umum. Pasal ini menyebutkan ‘Ketentuan-ketentuan mengenai aturan program yang berlaku bagi peradilan diatur dengan Undang-Undang tersendiri. Toh, hingga kini Undang-Undang tersendiri yang dimaksud belum ada.

Baca :
Apatah lagi kini, Mahkamah Agung sudah usang menganut pandangan bahwa suatu masalah perdata sanggup diselesaikan di luar pengadilan. Pasal 58 UU No. 48 Tahun 2009 perihal Kekuasaan Kehakiman tegas mengatur ‘upaya penyelesaian sengketa perdata sanggup dilakukan di luar pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa’. Bahkan ketika masalah sudah diregistrasi dan mulai disidangkan, hakim wajib meminta para pihak bersengketa untuk melaksanakan mediasi. Mahkamah Agung mengatur tata cara mediasi itu melalui Perma No. 1 Tahun 2016 perihal Mediasi di Pengadilan.

Dengan kata lain, aturan program perdata telah berkembang dalam praktek. Dan rumusan-rumusan dalam HIR sudah banyak yang tak sesuai dengan perundang-undangan di bidang peradilan, setidaknya telah tersebar dalam perundang-undangan lain.Apalagi lapangan aturan yang menggunakan aturan program perdata semakin berkembang. Tengok saja di peradilan agama, Pengadilan Hubungan Industrian, bahkan sengketa informasi. Demikian dilansir dari Hukumonline (***)

Ilmu Pengetahuan Apa Kabar Perubahan Aturan Program Perdata Nasional?

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Gagasan merevisi aturan program perdata sudah usang diusung. Perlu mengakomodasi perkembangan teknologi dan kompleksitas transaksi, khususnya dalam pembuktian dan sanksi putusan.

Pertemuan di salah satu ruangan Badan Pembinaan Hukum Nasional di daerah Cililitan Jakarta tak terpublikasi di media massa meskipun aktivitas yang dibahas teramat penting untuk dilewatkan. Para pemangku kepentingan diundang dalam dua sesi diskusi untuk melaksanakan analisis dan penilaian aturan program perdata nasional. Wakil-wakil dari lembaga yang berkaitan datang, dan sebagian memberikan pandangan mereka. Mantan hakim yang kini jadi akademisi Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Asep Iwan Iriawan, dan dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Teddy Anggoro, termasuk yang didaulat untuk bicara di lembaga akademis itu.
 Gagasan merevisi aturan program perdata sudah usang diusung Ilmu Pengetahuan Apa Kabar Perubahan Hukum Acara Perdata Nasional?
Gagasan revisi aturan program perdata sudah usang diusung. Foto ilustrasi buku acata perdata: HOL
Asep enggan diwawancarai terkait perkembangan materi aturan acara. Teddy Anggoro secara terbuka menyatakan pandangannya bahwa aturan program perdata nasional sudah waktunya direvisi. Gagasan ini pula yang terus didengungkan tak hanya di Badan Pembinaan Hukum Nasional, tetapi juga dalam perhelatan asosiasi pengajar aturan program perdata, dan di forum-forum akademik lainnya. Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum BPHN, Pocut Eliza, bahkan mengulang kembali pentingnya mengevaluasi dan merevisi aturan peninggalan kolonial, termasuk aturan program perdata, dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional kerjasama BPHN dengan Unit Kerja Presiden untuk Pembinaan Ideologi Pancasila, pekan terakhir Oktober lalu.

Meskipun Indonesia sudah lebih dari 70 tahun merdeka, masih banyak peninggalan aturan nasional yang dipakai, contohnya KUH Pidana, Burgerlijk Wetboek (BW) yang lebih dikenal orang sebagai KUH Perdata, dan aturan program perdata yang tersebar pada HIR (Herziene Inlandsch Reglement), RBg (Rechtreglement voor de Buitengewesten)dan RV (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering). Upaya mengubah peraturan aturan peninggalan Belanda memang terus dilakukan semenjak merdeka tetapi belum semua berhasil.

Perubahan dalam lingkup aturan pidana sanggup disebut lebih maju dibandingkan lapangan aturan perdata, termasuk aturan formilnya. Komisi III dewan perwakilan rakyat dan Pemerintah sudah berhasil menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana. Dalam bidang aturan formil Indonesia sudah menghasilkan ‘karya agung’ berjulukan KUHAP, yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 ihwal Hukum Acara Pidana. Sebaliknya, BW dan aturan program perdata nyaris tak tersentuh meskipun gagasan-gagasan perubahan sudah muncul semenjak puluhan tahun silam.

BPHN dan Direktorat Jenderal Perundang-Undangan dua satuan kerja yang banyak bergelut dalam inspirasi perubahan aturan program perdata. Pada tahun 2001, misalnya, Direktorat Jenderal Perundang-undangan melansir informasi bahwa pembahasan RUU Hukum Acara Perdata sudah selesai, tinggal dibawa ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Tiga tahun kemudian, RUU Hukum Acara Perdata memang termasuk satu dari 75 daftar RUU prioritas yang akan dibahas. Tetapi kemudian, tahun demi tahun terlewat, alih-alih dibahas RUU Hukum Acara Perdata itu lenyap dari daftar.

Belum ada gejala untuk membawa kembali RUU itu ke dalam list RUU prioritas. Dirjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Widodo Ekatjahjana menjelaskan aturan program perdata nasional masih tersebar dalam banyak sekali undang-undang tanggapan belum adanya cita-cita yang berpengaruh dari pemegang kewenangan legislasi untuk menyatukannya. “Karena memang belum ada upaya menciptakan kodifikasi, mestinya harus ada kodifikasi di tingkat nasional,” jawabnya singkat dikala diwawancarai hukumonline di sela Konferensi Hukum Tata Negara Nasional di Jember, Jawa Timur, Sabtu (11/11).

Gagasan merevisi aturan program perdata nasional kian sulit lantaran ada pandangan yang menyebut aturan materilnya (yakni BW) harus diubah lebih dahulu, gres ke aturan formil. Dirjen Widodo juga punya pandangan yang sama. “Terutama KUH Perdata. Hukum materilnya dulu, nanti gres aturan formil,” ujarnya.

Teddy Anggoro, dosen aturan perdata bidang ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) justru menganggap aturan program perdata sangat mendesak untuk direvisi. Pasalnya, aturan formil dalam sengketa perorangan antar warga masyarakat berkaitan dekat dengan pemenuhan hak asasi mendapat keadilan. “Hukum program itu dihentikan kaku banget. Ini kan cara orang mendapat keadilan,” katanya dikala diwawancarai hukumonline.

Perubahan tak hanya dalam aturan program pada aturan perdata umum (HIR), tetapi juga aturan perdata khusus. Sebagai akademisi aturan ekonomi yang juga berpraktek advokat Teddy menilai ada dua isu penting dalam aktivitas revisi aturan program perdata nasional. Pertama, mengenai aspek pembuktian yang harus menyesuaikan dengan kemajuan teknologi serta ragam model transaksi keperdataan. Kedua, mengenai sanksi hasil putusan pengadilan yang selama ini banyak gagal dihukum dengan tidak adanya keterlibatan pegawanegeri penegak hukum. Alasannya lantaran pegawanegeri penegak aturan merupakan alat negara dalam bidang aturan publik dan bukan aturan privat.

Teddy menilai ada banyak perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang seharusnya dipertimbangkan sebagai metode bahkan alat bukti dalam mekanisme peradilan perdata. “Kalau ditanya apa yang perlu kita ubah: pembuktian, sudah berubah banget (kebutuhannya),” ujar Teddy melalui sambungan telepon.

Teddy memperlihatkan teladan mengenai kekuatan pembuktian sertifikat otentik yang dibentuk notaris dalam pembuktian di pengadilan perdata. “Contohnya, mana yang lebih kuat, sertifikat notaris atau rekaman video atau CCTV yang memperlihatkan orang bersepakat?” kata Teddy mengajukan pertanyaan.

Berdasarkan doktrin aturan perdata nasional peninggalan kolonial Belanda, kekuatan sertifikat otentik merupakan alat bukti kuat. Dengan keterlibatan notaris sebagai pejabat umum yang diangkat negara untuk mengesahkan banyak sekali akta, setiap pihak yang mempunyai sertifikat otentik dari notaris akan dipertimbangkan hakim sebagai pihak yang meyakinkan.

Hal ini tidak terlepas dari doktrin aturan lainnya bahwa pembuktian pada peradilan perdata bersifat kebenaran formil sementara pada peradilan pidana bersifat materiil. Bahkan kiprah Hakim pun berbeda dimana Hakim akan bersifat aktif ikut meminta dihadirkannya bukti-bukti di persidangan masalah pidana. Jika Hakim merasa belum cukup bukti, mereka diharuskan ikut meminta dihadirkannya bukti-bukti lain untuk memperlihatkan keyakinan atas suatu perkara.

Dalam persidangan masalah perdata kiprah hakim pasif hanya menunggu para pihak menghadirkan bukti-bukti untuk dipertimbangkan. Hakim hanya akan memutus masalah sebatas pada alat bukti yang dihadirkan padanya. Sebagian besar alat bukti yang diterima pada pengadilan perdata ialah alat bukti surat. Bagi Teddy, konsep tersebut bahwasanya mempunyai ruh kolonialisme yang disisipkan dalam mekanisme mencari keadilan. “Perdata harus (kebenaran) formil, pidana (kebenaran) materil, itu dulu digunakan Belanda untuk merebut tanah kita, kekayaan kita, dipaksakan pembuktian formil sehingga niscaya orang kita kalah,” tandasnya.

Teddy merujuk kenyataan bahwa di masa penjajahan, yang sanggup mengakses pembentukan akta-akta hanyalah kalangan yang bersekutu dengan kolonial Belanda. Banyak rakyat kecil yang harus rela kehilangan haknya atas tanah perkebunan sampai tempat tinggal lantaran tidak memegang surat bukti kepemilikan. Padahal manajemen yang ada sepenuhnya dalam kendali pemerintahan kolonial Belanda kala itu.

Kembali pada soal sertifikat notaris, di masa kini Teddy menilai bahwa transfomasi teknologi juga harus menjadi media pembuktian yang berpengaruh dalam pengadilan perdata. “Apa coba arti sertifikat notaris dibanding dengan faktual orang merekam saya dengan kau berjanji, ini saya bayar gitu kan,” lanjutnya. Karena itu, Teddy berharap transformasi penting menyerupai yang ia contohkan harusnya diakomodasi dalam Hukum Acara Perdata.

Mengenai eksekusi, Teddy beropini seharusnya pegawanegeri penegak aturan sanggup dilibatkan dalam pelaksanaan putusan pengadilan untuk masalah perdata. “Harusnya penegak aturan menyerupai jaksa dan polisi sanggup digunakan untuk eksekusi, mereka kan (tugasnya) menjaga ketertiban,” ujarnya.

“Kita dikala ini kalaupun sudah menang, eksekusinya susah,” tambah akademisi yang juga berpraktek sebagai kurator ini.

Lebih lanjut Teddy mendorong pembuat undang-undang untuk tidak ragu berinovasi dengan mengambil banyak sekali konsep yang ada dalam sistem aturan dunia. “Kita nggak usah juga kayak kini ter-stigma common law-civil law. ‘Ah itu kan pola common law’. Kita ini sudah usang mendikotomikan keduanya tapi jadinya nggak ada,” ungkapnya.

Baca :
Dengan kenyataan globalisasi hukum, berdasarkan Teddy sudah tidak relevan bersikap kaku soal pengadopsian konsep aturan dari banyak sekali sistem aturan yang ada. “Sudah nggak relevan bicara common law-civil law. Hukum program itu harus dinamis,” imbuhnya dikala dikutip dari Hukumonline.

Ketika ditanya apa sebabnya sampai dikala ini aturan program perdata nasional belum juga mendapat perhatian serius untuk direvisi—mengingat aturan program pidana telah diganti dengan KUHAP semenjak 1981—Teddy mengaku tidak sanggup memastikan. Padahal dalam sengketa perdata yang terlibat berkepentingan ialah antar anggota masyarakat secara langsung. “Kalau pidana memang orang mengadu kepada negara, jikalau perdata kan orang per orang yang memperjuangkan dirinya, harusnya lebih prioritas,” kata Teddy.

Ia menduga sanggup jadi lantaran dalam sengketa perdata tidak berkaitan pribadi dengan kerja instansi pemerintah, maka kurang mendapat perhatian. “Kita ini mentang-mentang nggak ada institusi (pemerintah) yang berkepentingan jadi santai-santai,” tutupnya. (***)

Ilmu Pengetahuan Korupsi Ditjen Hubla: Komisi Pemberantasan Korupsi Cermati Legalisasi Tonny Budiono Soal Dana Ke Paspampres

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mencermati fakta persidangan dari pemeriksaan Tonny Budiono dalam masalah korupsi di Direktorat Jendral Perhubungan Laut (Hubla). Dalam pengakuannya, mantan Dirjen Hubla itu menyebut menunjukkan uang senilai Rp100-Rp150 juta untuk dana operasional Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah memberikan dalam masalah ini, KPK akan berfokus pada dua hal yakni, asal undangan uang dan pedoman dana ke pihak lain.

 terus mencermati fakta persidangan dari pemeriksaan Tonny Budiono dalam masalah korupsi di  Ilmu Pengetahuan Korupsi Ditjen Hubla: KPK Cermati Pengakuan Tonny Budiono Soal Dana ke Paspampres
Dirjen Perhubungan Laut (nonaktif) Kemenhub yang juga tersangka akseptor suap, Antonius Tonny Budiono menunjukkan kesaksian pada sidang lanjutan masalah suap dengan terdakwa Adi Putra Kurniawan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (18/12/2017). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
"Secara sedikit demi sedikit kita akan lihat juga isu apa yang dapat kita dalami lebih lanjut. Namun fakta persidangan saya kira perlu kita simak satu persatu," kata Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK Kuningan, Jakarta, Senin (18/12/2017).

Pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin ini, eks Dirjen Hubla itu mengakui uang tersebut diberikan ke Paspampres melalui Direktur Kepelabuhan dan Pengerukan Ditjen Hubla, Mauritz H M Sibarani.

Namun KPK belum mau menanggapi kemungkinan Mauritz terlibat dalam masalah korupsi sebagai pihak perantara. Menurut Febri, jaksa harus memahami detil fakta persidangan. Kendati demikian, tidak tertutup kemungkinan KPK akan mendalami poin tersebut.

"Kalau pun nanti perlu dilakukan pendalaman maka akan diusulkan, namun tentu fokus dikala ini ada dua, pertama menerangkan kesalahan dari terdakwa, dikala ini sedang proses, yang kedua menuntaskan proses penyidikan," kata Febri.

Merespons pengukuhan Tonny, Mabes Tentara Nasional Indonesia mengaku akan melaksanakan investigasi.

"Untuk menindaklanjuti pengukuhan ini, atas perintah Panglima TNI: Puspom Tentara Nasional Indonesia dan Irjen Tentara Nasional Indonesia akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memperoleh keterangan lebih jauh dan menindaklanjuti untuk menemukan oknum-oknum yang terkait dengan duduk kasus ini," kata Kapuspen Tentara Nasional Indonesia Mayjen Sabrar Fadhillah kepada Tirto, Senin.

Fadhilla memastikan, Paspampres tidak pernah meminta anggaran operasional kepada instansi tertentu dan bertindak menurut anggaran negara.

Baca :
"Pada dasarnya tidak ada biaya operasional yang dibebankan kepada institusi atau kelompok atau apapun pada acara-acara yang melibatkan Paspampres. Semua kegiatan sudah di tanggung oleh Negara," tegas Fadhilla dikala dilansir dari Tirto.

Menurut Fadhilla, jika ditemukan kesalahan yang dilakukan oleh oknum prajurit maka akan ditindaklanjuti sesuai proses aturan yang berlaku.

"Dengan adanya insiden ini, sekaligus kami menghimbau kepada semua pihak dan masyarakat, apabila ada oknum Tentara Nasional Indonesia atau pihak manapun yang mengatasnamakan Paspampres yang meminta biaya pada program yang melibatkan Paspampres untuk melaksanakan pengamanan, mohon untuk melaporkan pada kami atau institusi Paspampres, guna pencegahan terjadinya penyimpangan," tegas Fadhillah. (***)

Ilmu Pengetahuan Komisi I Dpr Jelaskan Soal Anggaran Paspampres Di Program Daerah

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Anggota Komisi I dewan perwakilan rakyat dari fraksi PDIP Effendi Simbolon menjelaskan, selama ini ada biaya pengamanan yang dianggarkan lebih dari biasanya untuk Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) ketika Presiden Joko Widodo ataupun Wapres Jusuf Kalla berkunjung ke wilayah-wilayah di luar Jakarta. Menurutnya, anggaran tersebut biasanya dibahas dalam rapat panitia.

Kasus soal anggaran Paspampres ini mencuat dikala eks Dirjen Hubla Antonius Tonny Budiono bersaksi dalam persidangan Senin kemarin (18/12/2017). Di sidang itu, Tonny mengaku menggunakan sebagian duit suap untuk membiayai operasional Paspampres di dikala ada kunjungan Presiden Joko Widodo dalam pelantikan proyek yang ditangani oleh Ditjen Hubla.
 Anggota Komisi I dewan perwakilan rakyat dari fraksi PDIP Effendi Simbolon menjelaskan Ilmu Pengetahuan Komisi I dewan perwakilan rakyat Jelaskan Soal Anggaran Paspampres di Acara Daerah
Personil Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) melaksanakan investigasi pengamanan kepada setiap kendaraan yang akan memasuki daerah KTT Indian Ocean Rim Association (IORA) ke-20 Tahun 2017 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Senin (6/3). ANTARA FOTO/IORA SUMMIT 2017/Widodo S. Jusuf.
Effendi mengaku sering mendengar adanya hal-hal ibarat itu. Namun, ia menyatakan tindakan tersebut tidak sanggup diketahui kebenarannya sebab belum ada bukti yang cukup. Jika berkaca pada integritas Paspampres selama ini, maka Effendi yakin mereka tidak meminta biaya operasional.

"Kalau [Paspampres] meminta, saya kira enggak ya, tapi jikalau dalam rapat-rapat niscaya kan muncul anggaran-anggaran untuk pengamanan, apalagi dana presiden ke daerah tinggi kan anggarannya," tegas Effendi kepada Tirto, Selasa (19/12/2017).

Menurut dia, anggaran Paspampres kerapkali tidak mencukupi. Itulah yang terkadang menciptakan daerah atau empunya hajat mau menaikan biaya keamanan untuk diberikan kepada Paspampres.

"Seringkali juga menggunakan anggaran-anggaran pajak dari daerah itu. Memang itu harus ditertibkan sebab ya kepentingan kita kan mereka tetap juga sesuai kiprah pokoknya, tapi jangan keterbatasan anggaran, lantas mereka mencari sana-sini dengan membuka peluang gratifikasi dari pihak-pihak yang punya hajat," katanya lagi.

Menurut dia, hingga dikala ini belum ada laporan masuk dari masyarakat atau pemerintah daerah setempat terkait hal itu. Effendi beropini bahwa besar kemungkinan mereka tidak mengadu sebab santunan uang atau biaya pengamanan yang besar tersebut terbilang wajar.

"Namanya yang punya hajat kan enggak ada masalah. Namanya punya hajat ya membisu aja. Apalagi uang nenek moyangnya (instansi terkait)," katanya lagi.

Baca :
Untuk penanganan berikutnya, Effendi mengaku akan mendorong pemanggilan Komandan Paspampres Mayor Jenderal Marsekal Tentara Nasional Indonesia Suhartono di rapat Komisi I berikutnya. Pemanggilan tersebut dirasa butuh untuk meluruskan kesalahan yang terjadi selama ini perihal santunan biaya operasional dari instansi terkait pada Paspampres.

"Kami akan panggil Danpampresnya. Akan kami lakukan evaluasi," tandasnya lagi ibarat dikutip dari Tirto.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto menyatakan selama mengundang Presiden Jokowi, pihak PDIP selaku penyelenggara program tak pernah memberi biaya operasional berupa uang kepada Paspampres.

Meski pihak Paspampres mendapat perlakuan khusus berupa bangku, makan, dan minum, tapi tidak pernah mendapat uang tunai. "Enggak pernah mas," katanya. "Semuanya disediakan oleh panitia, standar sesuai tamu." (***)

Ilmu Pengetahuan Pengelolaan Dana Desa: Kemenkeu Sebut 200 Desa Terkena Ott

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sumiyati mengatakan, dari hampir 75 ribu desa di Indonesia yang mengelola Dana Desa (DD), sekitar 200 diantaranya terkena operasi tangkap tangan (OTT).

“Nantinya untuk DD memang arahnya Rp1 miliar per desa, tapi ketika ini total anggaran yang disalurkan mencapai Rp60 triliun dari APBN, masih ditambah lagi ADD yang bersumber dari APBD sehingga totalnya cukup besar,” kata Sumiyati di Ambon, Selasa (19/12/2017).

 Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan  Ilmu Pengetahuan Pengelolaan Dana Desa: Kemenkeu Sebut 200 Desa Terkena OTT
Ilustrasi. Seorang warga melintasi jalan yang dibangun dengan memakai dana desa di Desa Kabobona, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Senin (21/3). ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah.
Penjelasan Irjen Kemenkeu ini disampaikan dalam kegiatan talk show Hari Anti Korupsi 2017 dengan mengusung tema 'Integritas Budayaku Untuk Membangun Negeri'. Menurut dia, dalam rangka pengelolaan keuangan dana desa ini, maka pemerintah terus melaksanakan perbaikan-perbaikan.

“Kalau tadi kan ada 200-an desa yang kena OTT, sementara total desa mendekati 75 ribu-an dan banyak sekali, lalu dari jumlah itu sudah ada desa yang memang sangat maju sekali dan penduduknya banyak hingga yang penduduknya sedikit dan terpencil,” kata dia.

Menurut Sumiyati, Indonesia memang sangat heterogen. Karena itu, pemerintah sentra ketika ini punya banyak sekali jadwal antara lain membangun sistem pengelolaan dana desa yang semakin mudah atau sederhana.

Kemudian juga akan ada suatu standar pelaporan keuangan untuk desa, itu juga yang agak ruwet dan kini sedang disederhanakan sehingga akan ada standar akuntansi untuk dapat dilakukan dimana ketika ini masih berproses dan hampir selesai.

Selanjutnya ada tenaga-tenaga pendamping yang disiapkan guna melaksanakan pendampingan dana desa. Berbagai macam penguatan ini nanti dilaksanakan, dan ketika ini untuk problem pengelolaan keuangan ada sekitar 200 desa dari total hampir 75 ribu desa yang masih bermasalah.

"Sebenarnya data yang ada di Kementerian Desa, 56 ribu diantaranya sudah menerapkan suatu sistem pengelolaan keuangan dana desa yang dibangun tolong-menolong pemerintah sentra dan sebagian besar yang turun ke lapangan yakni BPKP,” kata Sumiyati.

Baca :
Tahun 2018 ada sekitar 10 ribuan desa yang belum menerapkan sistem yang sudah dibangun, dan mereka telah melaksanakan persiapan untuk diimplementasikan nanti. “Kebetulan saya ketua komite standar akuntansi pemerintah juga telah mempersiapkan ilustrasi," katanya ibarat diberitakan Tirto.

Menurut Sumiyati, jikalau memang sistem komputerisasi belum dapat dioperasikan, maka Kemenkeu juga menyiapkan gambaran dengan sistem yang dapat dikerjakan dengan sederhana. Bila cara itu pun tidak bisa, maka pemerintah menyiapkan daftar tabelaris yang dikerjakan secara manual sehingga sistemnya menjadi sederhana.

Pemerintah ketika ini juga sudah menggandeng perusahaan swasta nasional untuk ikut membantu pengelolaan dana desa biar benar-benar memperlihatkan manfaat kepada masyarakat dengan mengelola secara kewilayahan. Harapannya, pihak perusahaan dapat mengaitkannya dengan bisnis mereka sehingga apa yang dihasilkan masyarakat dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. (***)

Ilmu Pengetahuan E-Ktp: Komisi Pemberantasan Korupsi Siap Hadapi Sidang Pembacaan Pembelaan Novanto

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Jakarta Pusat akan menggelar sidang lanjutan masalah e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto, pada Rabu (20/12/2017). Dalam sidang ini, Setya Novanto diagendakan akan membacakan eksepsi atau nota keberatan.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menyatakan, pihaknya siap menghadapi sidang lanjutan korupsi e-KTP dengan kegiatan pembacaan eksepsi.

 pada Pengadilan Jakarta Pusat akan menggelar sidang lanjutan masalah e Ilmu Pengetahuan e-KTP: KPK Siap Hadapi Sidang Pembacaan Pembelaan Novanto
Terdakwa masalah dugaan korupsi KTP elektronik Setya Novanto mengikuti sidang perdana di gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12/2017).ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
“Besok akan dilakukan sidang untuk Novanto dengan kegiatan eksepsi dari pihak Novanto. Pihak KPK akan menghadapi saja sebab hal tersebut yaitu suatu proses yang masuk akal yang biasa dijalani oleh KPK di mana terdakwa sanggup mengajukan eksepsi atau keberatan,” kata Febri, di Jakarta, Selasa (19/12/2017).

Namun, Febri mengingatkan bahwa eksepsi itu tidak sanggup masuk ke dalam pokok perkara. “Sebab jika berbicara perihal pokok perkara, maka kami berbicara perihal rangkaian pembuktian nanti di rangkaian persidangan berikutnya,” kata Febri.

Sementara itu, KPK pada Selasa (19/12/2017) juga telah menyidik Novanto sebagai saksi untuk tersangka Anang Sugiana Sudihardjo yang merupakan Direktur Utama PT Quadra Solution dalam penyidikan masalah korupsi e-KTP.

“Kami menerima informasi yang bersangkutan sanggup menjawab pertanyaan dengan baik dan responsnya baik serta sudah sanggup menuliskan beberapa hal menyerupai proses yang normal. Jadi, jika dilihat dari kondisi tadi yang bersangkutan dalam keadaan sehat,” kata Febri.

Sesuai diperiksa, Novanto enggan berkomentar terkait pemeriksaannya kali ini. Politikus Partai Golkar itu hanya menyampaikan soal kondisi kesehatannya.

"Sehat," kata Novanto yang diperiksa sekitar delapan jam tersebut di Gedung KPK Jakarta.

Baca :
Sebelumnya, Novanto sempat mengeluh batuk. “Terakhir kemarin yang bersangkutan mengeluh sebab ada keluhan sakit batuk saja,” kata Febri ketika diberitakan Tirto.

Saat ini, Novanto ditahan di Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur Cabang Rutan KPK yang berlokasi di Gedung Penunjang Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Novanto didakwa menerima laba 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135.000 dolar AS dari proyek e-KTP.

Dalam kasus ini, Novanto didakwakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 perihal Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur perihal orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga sanggup merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan bahaya pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. (***)

Ilmu Pengetahuan Government Still Assessing Potential Tax Rules For Online Transportation Application Companies

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) The government is still reviewing the various types of tax levies which will be applied to providers of online transportation applications. At the present time, the Directorate General of Taxes at the Ministry of Finance (Direktorat Jenderal Pajak – DGT) is still formulating technical rules for the collection of taxes from online transportation-application companies.

The Director of Counselling, Services and Public Relations at the DGT, Hestu Yoga Saksama, recently stated that his department was reviewing the various types of taxes which will be collected from the incomes of online transportation companies. This is a relatively new industry for Indonesia, being approximately only two years old, and the DGT is responsible for formulating the appropriate tax-collection measures which apply across this new sector of the economy.

 The government is still reviewing the various types of tax levies which will be applied t Ilmu Pengetahuan Government Still Assessing Potential Tax Rules for Online Transportation Application Companies
Mr. Hestu Yoga Saksama, a Director of Counselling, Services and Public Relations at the Directorate General of Taxes at the Ministry of Finance. Hukumonline/Photo by: NNP
“We are currently formulating the relevant law. Everyone who has an income is required to pay taxes, however seeing as this is a new area of the economy, then we should really formulate a new type of tax. Indeed, this sector differs considerably from industry,” Mr. Hestu explained in Jakarta on Wednesday, 19 July.

However, according to Hestu, the type of tax that will ultimately be imposed will not represent a completely new formulation but will instead resemble a more common form of tax, such as income tax (pajak penghasilan – PPh) or value-added tax (pajak pertambahan nilai– PPN). As this new tax regime has not yet been implemented, providers of online transportation applications are still calculating their PPh and PPN at the general rate of tax. However, after the relevant studies have been completed and the new rules have been published, then all subsequent calculations will utilize a new special rate formulated for providers of online transportation applications.

In addition, Mr. Hestu explained that this rule would also become binding on other application providers operating outside the field of online transportation. Therefore, it is vital that any mechanism that is ultimately implemented is first well prepared and formulated, so that any tax-collection procedures can be easily implemented by the DGT.

“If you are talking about PPh, then it can be charged by way of a self-reporting, self-appraisal mechanism. However other PPh mechanisms can also be employed, such as collections through other parties. This also applies to other businesses,” Mr. Hestu explained.

Based on the results of a Hukumonline investigation, providers of online transportation can be classified as domestic legal entities insofar as they are established or domiciled within Indonesia. Being a tax subject of a domestic legal entity obviously has implications for the company concerned, including obligations regarding the payment, withholding and reporting of taxes such as PPh21, 23 and 26.

Meanwhile, from the perspective of PPN, providers of online transportation companies are to be categorized as Taxable Entrepreneurs (Pengusaha Kena Pajak - PKP) if such companies undertake deliveries of taxable goods and/or taxable services which are subject to tax under the Law on Value-Added Tax for Goods and Services and Sales Tax for Luxury Goods (Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasadan Pajak Penjualanatas Barang Mewah – UU PPN) and not categorized as small-scale entrepreneurs, as stipulated under Ministry of Finance Regulation No. 197/PMK.03/2013.

In the case of goods-delivery services, such services may become subject to PPN in accordance with Ministry of Finance Regulation No. 38/PMK.011/2013 (Regulation 38/2013). Meanwhile, from a driver’s perspective, if their income exceeds the Non-Taxable Income (Penghasilan Tidak Kena Pajak – PTKP) threshold of IDR 36 million per year for Individual Taxpayers (Wajib Pajak Orang Pribadi­ – WPOP), IDR 39 million per year for Married Taxpayers (Wajib Pajak Kawin – WPK), with an additional IDR 3 million threshold for additional dependents, then they will also be affected by PPh Law Article 21 and will be required to be in possession of a Taxpayer Registration Number (Nomor Pokok Wajib Pajak – NPWP).

Read :
Previously, Pudji Hartanto Iskandar, the Director General of Land Transportation at the Ministry of Transportation, stated that the providers of online transportation companies, based on Ministry of Transportation Regulation No. 32 of 2016 on the Organization of Non-Fixed-Route Public-Transportation Services, had to be Indonesian legal entities which met certain minimum criteria, such as possession of a bank account in which they could store income from the sale or delivery of services.

“Currently, we are also assessing additional input from the DGT regarding criteria for providers of information technology-based applications which engage in business activities within Indonesia,” Mr. Pudji explained, as quoted by the Indonesian news agency ANTARA in early March of this year.

In addition to the above-mentioned obligations, application providers are also required to own or control servers or data centers which are domiciled within Indonesia; to undertake marketing, promotional and other related activities; and to operate consumer-complaint management services. So quoted from Hukumonline. (***)

Ilmu Pengetahuan Aturan Jikalau Terdapat Kemiripan Merek (Brand) Produk Makanan

Hukum Dan Undang Undang Merek, jenama atau merek dagang (simbol: ™ atau ®) ialah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk/jasa dan menjadikan arti psikologis/asosiasi.

Ada tiga jenis merek, yaitu :
  • Merek Dagang
Merek dagang ialah merek yang dipakai pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara tolong-menolong atau tubuh aturan untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
  • Merek Jasa
Merek jasa ialah merek yang dipakai pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara tolong-menolong atau tubuh aturan untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
  • Merek Kolektif
Merek kolektif ialah merek yang dipakai pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau tubuh aturan secara tolong-menolong untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

Berbeda dengan produk sebagai sesuatu yang dibentuk di pabrik, merek dipercaya menjadi motif pendorong konsumen menentukan suatu produk, lantaran merek bukan hanya apa yang tercetak di dalam produk (kemasannya), melainkan juga merek termasuk yang ada di dalam hati konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya.
 ialah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk Ilmu Pengetahuan Hukum Jika Terdapat Kemiripan Merek (Brand) Produk Makanan
Ilustrasi Kemiripan Merek (Brand) Produk Makanan

Menurut David A. Aaker, merek ialah nama atau simbol yang bersifat membedakan (baik berupa logo,cap/kemasan) untuk mengidentifikasikan barang/jasa dari seorang penjual/kelompok penjual tertentu. Tanda pembeda yang dipakai suatu tubuh usaha sebagai penanda identitasnya dan produk barang atau jasa yang dihasilkannya kepada konsumen, dan untuk membedakan perjuangan tersebut maupun barang atau jasa yang dihasilkannya dari tubuh perjuangan lain.

Merek merupakan kekayaan industri yang termasuk kekayaan intelektual. Secara konvensional, merek sanggup berupa nama, kata, frasa, logo, lambang, desain, gambar, atau kombinasi dua atau lebih unsur tersebut.

Di Indonesia, hak merek dilindungi melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Jangka waktu pinjaman untuk merek ialah sepuluh tahun dan berlaku surut semenjak tanggal penerimaan permohonan merek bersangkutan dan sanggup diperpanjang, selama merek tetap dipakai dalam perdagangan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 perihal Merek dan Indikasi Geografis telah menawarkan isyarat yang terang bagi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM biar menolak permohonan registrasi merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:
  • Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
  • Merek populer milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
  • Merek populer milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau
  • Indikasi Geografis terdaftar.

Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya ialah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur yang lebih banyak didominasi antara Merek yang satu dengan Merek yang lain sehingga menjadikan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur, maupun persamaan bunyi ucapan, yang terdapat dalam Merek tersebut.

Kami tidak sanggup memastikan apakah Kebab Turki Baba Rafi mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Kebab Turki Abahanif. Untuk memastikan itu, silakan Anda konsultasikan ke konsultan Hak Kekayaan Intelektual. Yang sanggup memastikan ialah pengadilan kalau terjadi sengketa.

Penjelasan lebih lanjut sanggup Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

Sebelumnya, perlu kami jelaskan terlebih dahulu perihal Paten dan Merek, dimana keduanya masuk dalam kategori hak kekayaan intelektual yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berbeda.

Perbedaan Paten dan Merek

Paten diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 perihal Paten (“UU Paten”). Paten ialah hak ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invesinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melakukan sendiri invensi tersebut atau menawarkan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Sementara, Merek diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 perihal Merek dan Indikasi Geografis (“UU MIG”). Merek ialah tanda yang sanggup ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau tubuh aturan dalam aktivitas perdagangan barang dan/atau jasa.

Berdasarkan definisi di atas sanggup kita ketahui bahwa terdapat perbedaan antara Paten dan Merek, dimana Paten terkait dengan invensi di bidang teknologi sedangkan merek ialah sebagaimana didefinisikan dalam ketentuan UU MIG.

Oleh lantaran itu, kami luruskan bahwa nama pada suatu produk kuliner tersebut bukanlah berkaitan dengan paten, melainkan berkaitan dengan merek suatu produk makanan.

Arti Persamaan Pada Pokoknya

UU MIG telah menawarkan isyarat yang terang bagi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM biar menolak permohonan registrasi merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:

  • Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
  • Merek populer milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
  • Merek populer milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau
  • Indikasi Geografis terdaftar.

Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya ialah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur yang lebih banyak didominasi antara Merek yang satu dengan Merek yang lain sehingga menjadikan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur, maupun persamaan bunyi ucapan, yang terdapat dalam Merek tersebut.

Pemilik Merek terdaftar dan/atau peserta Lisensi Merek terdaftar sanggup mengajukan somasi terhadap pihak lain yang secara tanpa hak memakai Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa:

Sanksi bagi setiap orang yang memakai merek orang lain yang mempunyai persamaan pada pokoknya diatur dalam Pasal 100 ayat (2) UU MIG yang berbunyi:

Setiap Orang yang dengan tanpa hak memakai Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling usang 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Kami tidak sanggup memastikan apakah Kebab Turki Baba Rafi mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Kebab Turki Abahanif. Untuk memastikan itu, konsultasikan ke konsultan Hak Kekayaan Intelektual. Yang sanggup memastikan ialah pengadilan kalau terjadi sengketa.

Namun demikian kami ingin menawarkan dua teladan sebagai perbandingan kepada Anda. Pertama, masalah merek AQUA dan AQUALIVA. Mahkamah Agung dalam putusannya (perkara No. 014 K/N/HaKI/2003) menyatakan bahwa pembuat merek Aqualiva mempunyai itikad tidak baik dengan mendompleng ketenaran nama Aqua.

Kedua, terkait dengan pertanyaan Bapak perihal kalimat dan kata yang didaftarkan. Salah satu masalah yang pernah diputus MA ialah merek CORNETTO dan CAMPINA CORNETTO (perkara No. 022 K/N/HaKI/2002). Dalam masalah ini, MA menyatakan penggugat sebagai pemilik merek Cornetto. Dalam pertimbangannya, MA memakai parameter berupa:
a.    Persamaan visual;
b.    Persamaan jenis barang; dan
c.    Persamaan konsep.

Jika pendaftar pertama merasa dirugikan oleh merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya, tentu ia sanggup menggugat peniadaan merek dimaksud. Demikian dilansir dari Hukumonline.

Dasar hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 perihal Paten;
  2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 perihal Merek dan Indikasi Geografis.


  • Pasal 1 angka 1 UU Paten
  • Pasal 1 angka 1 UU MIG
  • Pasal 21 ayat (1) UU MIG
  • Penjelasan Pasal 21 ayat (1) UU MIG
  • Pasal 83 ayat (1) UU MIG