Showing posts with label Hukum Dagang. Show all posts
Showing posts with label Hukum Dagang. Show all posts

Ilmu Pengetahuan Pengertian, Sejarah, Sumber Dan Subjek Aturan Dagang

Hukum Dan Undang Undang Hukum dagang ialah aturan yang mengatur kekerabatan antara suatu pihak dengan pihak lain yang berkaitan dengan urusan-urusan dagang. Definisi lain menyatakan bahwa aturan dagang merupakan serangkaian norma yang timbul khusus dalam dunia perjuangan atau acara perusahaan.

Hukum dagang masuk dalam kategori aturan perdata, tepatnya aturan perikatan. Alasannya lantaran aturan dagang berkaitan dengan tindakan insan dalam urusan dagang. Oleh lantaran itu aturan dagang tidak masuk dalam aturan kebendaan. Kemudian aturan dagang juga berkaitan dengan hak dan kewajiban antarpihak yang bersangkutan dalam urusan dagang. Hukum perikatan mengatur hal ini. Itulah sebabnya aturan dagang dikategorikan ke dalam aturan perikatan. Hukum perikatan ialah aturan yang secara spesifik mengatur perikatan-perikatan dalam urusan dagang.

 Hukum dagang ialah aturan yang mengatur kekerabatan antara suatu pihak dengan pihak lain yan Ilmu Pengetahuan Pengertian, Sejarah, Sumber Dan Subjek Hukum Dagang
Pengertian, Sejarah, Sumber Dan Subjek Hukum Dagang

Hukum dagang ialah aturan yang mengatur tingkah laris insan yang turut melaksanakan perdagangan untuk memperoleh laba . atau aturan yang mengatur kekerabatan aturan antara insan dan badan-badan aturan satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan . Sistem aturan dagang berdasarkan arti luas dibagi 2 :

  • Tertulis dan
  • Tidak tertulis wacana aturan perdagangan.

Hukum dagang ialah aturan-aturan aturan yang mengatur kekerabatan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan. Hukum dagang ialah aturan perdata khusus. Pada mulanya kaidah aturan yang kita kenal sebagi aturan dagang dikala ini mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar kurun ke-17. Kaidah-kaidah aturan tersebut bekerjsama merupakan kebiasaan diantara mereka yang muncul dalam pergaulan di bidang perdagangan. Ada beberapa hal yang diatur dalam KUH Perdata diatur juga dalam KUHD. Jika demikian adanya, ketenutan-ketentuan dalam KUHD itulah yang akan berlaku. KUH Perdata merupakan lex generalis(hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogat lex generalis (hukum khusus menghapus aturan umum).


Sejarah Hukum Dagang

Perkembangan aturan dagang di dunia telah berlangsung pada tahun 1000 sampai 1500 pada kurun pertengahan di Eropa. Kala itu telah lahir kota-kota yang berfungsi sebagai sentra perdagangan, menyerupai Genoa, Venesia, Marseille, Florence sampai Barcelona. Meski telah diberlakukan Hukum Romawi (Corpus Iulis Civilis), namun banyak sekali problem terkait perdagangan belum sanggup diselesaikan. Maka dari itu dibentuklah Hukum Pedagang (Koopmansrecht). Saat itu aturan dagang masih bersifat kedaerahan.

Kodifikasi aturan dagang pertama dibuat di Prancis dengan nama Ordonance de Commerce pada masa pemerintahan Raja Louis XIV pada 1673. Dalam aturan itu terdapat segala hal berkaitan dengan dunia perdagangan, mulai dari pedagang, bank, tubuh usaha, surat berharga sampai pernyataan pailit.

Pada 1681 lahirlah kodifikasi aturan dagang kedua dengan nama Ordonance de la Marine. Dalam kodifikasi ini termuat segala hal berkaitan dengan dagang dan kelautan, contohnya wacana perdagangan di laut.

Kedua aturan itu lalu menjadi pola dari lahirnya Code de Commerce, aturan dagang gres yang mulai berlaku pada 1807 di Prancis. Code de Commerce membahas wacana banyak sekali peraturan aturan yang timbul dalam bidang perdagangan semenjak kurun pertengahan.

Code de Commerce lalu menjadi cikal bakal aturan dagang di Belanda dan Indonesia. Sebagai negara bekas jajahan Prancis, Belanda memberlakukan Wetboek van Koophandel yang disesuaikan dari Code de Commerce. Meski telah dipublikasikan semenjak 1847, penerapan Wetboek van Koophandel gres berlangsung semenjak 1 Mei 1848. Lalu Belanda menjajah Indonesia dan turut menghipnotis perkembangan aturan dagang di Indonesia. Akhirnya lahirlah Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang disesuaikan dari Wetboek van Kopphandel yang lalu menjadi salah satu sumber dari aturan dagang Indonesia.


Sumber Hukum Dagang

Hukum dagang di Indonesia tidak tercipta begitu saja, melainkan berdasarkan pada sumber. Terdapat tiga jenis sumber yang menjadi rujukan dari aturan dagang, yakni aturan tertulis yang sudah dikodifikasikan, aturan tertulis yang belum dikodifikasikan dan aturan kebiasaan.

Pada aturan tertulis yang sudah dikodifikasikan, hal yang menjadi pola ialah KUHD yang mempunyai 2 kitab dan 23 bab. Dalam KUHD dibahas wacana dagang umumnya sebanyak 10 cuilan serta hak-hak dan kewajiban sebanyak 13 bab. Selain KUHD, sumber lainnya ialah Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) atau juga dikenal dengan istilah Burgerlijk Wetboek (BW). Salah satu cuilan pada BW membahas wacana perikatan.

Pada aturan tertulis yang belum dikodifikasikan, ada 4 Undang-undang yang menjadi acuan. Keempat UU itu ialah Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 wacana Perseroan Terbatas, Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 wacana Pasar Modal, Undang-undang Nomor 32 tahun 1997 wacana Perdagangan Berjangka Komoditi dan Undang-undang Nompr 8 tahun 1997 wacana dokumen perusahaan.

Adapun pada aturan kebiasaan, hal yang menjadi sumber ialah Pasal 1339 KUH Perdata dan Pasal 1347 KUH Perdata.


Subjek Hukum Dagang

Pendukung hak dan kewajiban aturan yang dimiliki oleh insan semenjak lahir sampai meninggal dunia dan juga dimiliki oleh pribadi aturan yang secara sengaja diciptakan oleh aturan sebagai subjek hukum. Definisi lain menjelaskan bahwa subjek aturan ialah setiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban sehingga mempunyai wewenang hukum (rechtbevoegheid).

Dalam aturan dagang, hal yang menjadi subjek aturan ialah tubuh usaha. Istilah lain dari tubuh perjuangan ialah perusahaan, baik perseorangan ataupun telah mempunyai tubuh hukum. Ada 8 jenis tubuh usaha, yakni:

  1. Perusahaan Dagang/Usaha Dagang (PD/UD)
  2. Firma (fa)
  3. Commanditaire Vennotschap (CV)
  4. Perseroan Terbatas (PT)
  5. Koperasi
  6. Perseroan
  7. Perum
  8. Holding Company/Grup/Concern


Referensi :

  1. HMN. Purwosutjipto,1992, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1-8, Djambatan, Jakarta.
  2. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=hukum-perdata
  3. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=hukum-perdata
  4. Permata, Cahaya (2016). Buku Ajar Hukum Datang. Medan: UIN Sumatera Utara. hlmn. 10–12.
  5. Algra (1983). Kamus Istilah Hukum. Bandung: Bina Cipta. hlm. 453.
  6. Halim, A. Ridwan (1985). Hukum Dagang dalam Tanya Jawab. Jakarta: Ghalia Indonesia.

  7. Suwardi (2015). Hukum Dagang Suatu Pengantar. Yogyakarta: Deepublish. ISBN 9786024011017.
  8. Kansil (1989). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 302.

Ilmu Pengetahuan Pengertian, Sejarah, Sumber Dan Subjek Aturan Dagang

Hukum Dan Undang Undang Hukum dagang ialah aturan yang mengatur kekerabatan antara suatu pihak dengan pihak lain yang berkaitan dengan urusan-urusan dagang. Definisi lain menyatakan bahwa aturan dagang merupakan serangkaian norma yang timbul khusus dalam dunia perjuangan atau acara perusahaan.

Hukum dagang masuk dalam kategori aturan perdata, tepatnya aturan perikatan. Alasannya lantaran aturan dagang berkaitan dengan tindakan insan dalam urusan dagang. Oleh lantaran itu aturan dagang tidak masuk dalam aturan kebendaan. Kemudian aturan dagang juga berkaitan dengan hak dan kewajiban antarpihak yang bersangkutan dalam urusan dagang. Hukum perikatan mengatur hal ini. Itulah sebabnya aturan dagang dikategorikan ke dalam aturan perikatan. Hukum perikatan ialah aturan yang secara spesifik mengatur perikatan-perikatan dalam urusan dagang.

 Hukum dagang ialah aturan yang mengatur kekerabatan antara suatu pihak dengan pihak lain yan Ilmu Pengetahuan Pengertian, Sejarah, Sumber Dan Subjek Hukum Dagang
Pengertian, Sejarah, Sumber Dan Subjek Hukum Dagang

Hukum dagang ialah aturan yang mengatur tingkah laris insan yang turut melaksanakan perdagangan untuk memperoleh laba . atau aturan yang mengatur kekerabatan aturan antara insan dan badan-badan aturan satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan . Sistem aturan dagang berdasarkan arti luas dibagi 2 :

  • Tertulis dan
  • Tidak tertulis wacana aturan perdagangan.

Hukum dagang ialah aturan-aturan aturan yang mengatur kekerabatan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan. Hukum dagang ialah aturan perdata khusus. Pada mulanya kaidah aturan yang kita kenal sebagi aturan dagang dikala ini mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar kurun ke-17. Kaidah-kaidah aturan tersebut bekerjsama merupakan kebiasaan diantara mereka yang muncul dalam pergaulan di bidang perdagangan. Ada beberapa hal yang diatur dalam KUH Perdata diatur juga dalam KUHD. Jika demikian adanya, ketenutan-ketentuan dalam KUHD itulah yang akan berlaku. KUH Perdata merupakan lex generalis(hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogat lex generalis (hukum khusus menghapus aturan umum).


Sejarah Hukum Dagang

Perkembangan aturan dagang di dunia telah berlangsung pada tahun 1000 sampai 1500 pada kurun pertengahan di Eropa. Kala itu telah lahir kota-kota yang berfungsi sebagai sentra perdagangan, menyerupai Genoa, Venesia, Marseille, Florence sampai Barcelona. Meski telah diberlakukan Hukum Romawi (Corpus Iulis Civilis), namun banyak sekali problem terkait perdagangan belum sanggup diselesaikan. Maka dari itu dibentuklah Hukum Pedagang (Koopmansrecht). Saat itu aturan dagang masih bersifat kedaerahan.

Kodifikasi aturan dagang pertama dibuat di Prancis dengan nama Ordonance de Commerce pada masa pemerintahan Raja Louis XIV pada 1673. Dalam aturan itu terdapat segala hal berkaitan dengan dunia perdagangan, mulai dari pedagang, bank, tubuh usaha, surat berharga sampai pernyataan pailit.

Pada 1681 lahirlah kodifikasi aturan dagang kedua dengan nama Ordonance de la Marine. Dalam kodifikasi ini termuat segala hal berkaitan dengan dagang dan kelautan, contohnya wacana perdagangan di laut.

Kedua aturan itu lalu menjadi pola dari lahirnya Code de Commerce, aturan dagang gres yang mulai berlaku pada 1807 di Prancis. Code de Commerce membahas wacana banyak sekali peraturan aturan yang timbul dalam bidang perdagangan semenjak kurun pertengahan.

Code de Commerce lalu menjadi cikal bakal aturan dagang di Belanda dan Indonesia. Sebagai negara bekas jajahan Prancis, Belanda memberlakukan Wetboek van Koophandel yang disesuaikan dari Code de Commerce. Meski telah dipublikasikan semenjak 1847, penerapan Wetboek van Koophandel gres berlangsung semenjak 1 Mei 1848. Lalu Belanda menjajah Indonesia dan turut menghipnotis perkembangan aturan dagang di Indonesia. Akhirnya lahirlah Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang disesuaikan dari Wetboek van Kopphandel yang lalu menjadi salah satu sumber dari aturan dagang Indonesia.


Sumber Hukum Dagang

Hukum dagang di Indonesia tidak tercipta begitu saja, melainkan berdasarkan pada sumber. Terdapat tiga jenis sumber yang menjadi rujukan dari aturan dagang, yakni aturan tertulis yang sudah dikodifikasikan, aturan tertulis yang belum dikodifikasikan dan aturan kebiasaan.

Pada aturan tertulis yang sudah dikodifikasikan, hal yang menjadi pola ialah KUHD yang mempunyai 2 kitab dan 23 bab. Dalam KUHD dibahas wacana dagang umumnya sebanyak 10 cuilan serta hak-hak dan kewajiban sebanyak 13 bab. Selain KUHD, sumber lainnya ialah Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) atau juga dikenal dengan istilah Burgerlijk Wetboek (BW). Salah satu cuilan pada BW membahas wacana perikatan.

Pada aturan tertulis yang belum dikodifikasikan, ada 4 Undang-undang yang menjadi acuan. Keempat UU itu ialah Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 wacana Perseroan Terbatas, Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 wacana Pasar Modal, Undang-undang Nomor 32 tahun 1997 wacana Perdagangan Berjangka Komoditi dan Undang-undang Nompr 8 tahun 1997 wacana dokumen perusahaan.

Adapun pada aturan kebiasaan, hal yang menjadi sumber ialah Pasal 1339 KUH Perdata dan Pasal 1347 KUH Perdata.


Subjek Hukum Dagang

Pendukung hak dan kewajiban aturan yang dimiliki oleh insan semenjak lahir sampai meninggal dunia dan juga dimiliki oleh pribadi aturan yang secara sengaja diciptakan oleh aturan sebagai subjek hukum. Definisi lain menjelaskan bahwa subjek aturan ialah setiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban sehingga mempunyai wewenang hukum (rechtbevoegheid).

Dalam aturan dagang, hal yang menjadi subjek aturan ialah tubuh usaha. Istilah lain dari tubuh perjuangan ialah perusahaan, baik perseorangan ataupun telah mempunyai tubuh hukum. Ada 8 jenis tubuh usaha, yakni:

  1. Perusahaan Dagang/Usaha Dagang (PD/UD)
  2. Firma (fa)
  3. Commanditaire Vennotschap (CV)
  4. Perseroan Terbatas (PT)
  5. Koperasi
  6. Perseroan
  7. Perum
  8. Holding Company/Grup/Concern


Referensi :

  1. HMN. Purwosutjipto,1992, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1-8, Djambatan, Jakarta.
  2. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=hukum-perdata
  3. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=hukum-perdata
  4. Permata, Cahaya (2016). Buku Ajar Hukum Datang. Medan: UIN Sumatera Utara. hlmn. 10–12.
  5. Algra (1983). Kamus Istilah Hukum. Bandung: Bina Cipta. hlm. 453.
  6. Halim, A. Ridwan (1985). Hukum Dagang dalam Tanya Jawab. Jakarta: Ghalia Indonesia.

  7. Suwardi (2015). Hukum Dagang Suatu Pengantar. Yogyakarta: Deepublish. ISBN 9786024011017.
  8. Kansil (1989). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 302.

Ilmu Pengetahuan Aturan Jikalau Terdapat Kemiripan Merek (Brand) Produk Makanan

Hukum Dan Undang Undang Merek, jenama atau merek dagang (simbol: ™ atau ®) ialah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk/jasa dan menjadikan arti psikologis/asosiasi.

Ada tiga jenis merek, yaitu :
  • Merek Dagang
Merek dagang ialah merek yang dipakai pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara tolong-menolong atau tubuh aturan untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
  • Merek Jasa
Merek jasa ialah merek yang dipakai pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara tolong-menolong atau tubuh aturan untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
  • Merek Kolektif
Merek kolektif ialah merek yang dipakai pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau tubuh aturan secara tolong-menolong untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

Berbeda dengan produk sebagai sesuatu yang dibentuk di pabrik, merek dipercaya menjadi motif pendorong konsumen menentukan suatu produk, lantaran merek bukan hanya apa yang tercetak di dalam produk (kemasannya), melainkan juga merek termasuk yang ada di dalam hati konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya.
 ialah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk Ilmu Pengetahuan Hukum Jika Terdapat Kemiripan Merek (Brand) Produk Makanan
Ilustrasi Kemiripan Merek (Brand) Produk Makanan

Menurut David A. Aaker, merek ialah nama atau simbol yang bersifat membedakan (baik berupa logo,cap/kemasan) untuk mengidentifikasikan barang/jasa dari seorang penjual/kelompok penjual tertentu. Tanda pembeda yang dipakai suatu tubuh usaha sebagai penanda identitasnya dan produk barang atau jasa yang dihasilkannya kepada konsumen, dan untuk membedakan perjuangan tersebut maupun barang atau jasa yang dihasilkannya dari tubuh perjuangan lain.

Merek merupakan kekayaan industri yang termasuk kekayaan intelektual. Secara konvensional, merek sanggup berupa nama, kata, frasa, logo, lambang, desain, gambar, atau kombinasi dua atau lebih unsur tersebut.

Di Indonesia, hak merek dilindungi melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Jangka waktu pinjaman untuk merek ialah sepuluh tahun dan berlaku surut semenjak tanggal penerimaan permohonan merek bersangkutan dan sanggup diperpanjang, selama merek tetap dipakai dalam perdagangan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 perihal Merek dan Indikasi Geografis telah menawarkan isyarat yang terang bagi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM biar menolak permohonan registrasi merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:
  • Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
  • Merek populer milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
  • Merek populer milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau
  • Indikasi Geografis terdaftar.

Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya ialah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur yang lebih banyak didominasi antara Merek yang satu dengan Merek yang lain sehingga menjadikan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur, maupun persamaan bunyi ucapan, yang terdapat dalam Merek tersebut.

Kami tidak sanggup memastikan apakah Kebab Turki Baba Rafi mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Kebab Turki Abahanif. Untuk memastikan itu, silakan Anda konsultasikan ke konsultan Hak Kekayaan Intelektual. Yang sanggup memastikan ialah pengadilan kalau terjadi sengketa.

Penjelasan lebih lanjut sanggup Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

Sebelumnya, perlu kami jelaskan terlebih dahulu perihal Paten dan Merek, dimana keduanya masuk dalam kategori hak kekayaan intelektual yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berbeda.

Perbedaan Paten dan Merek

Paten diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 perihal Paten (“UU Paten”). Paten ialah hak ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invesinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melakukan sendiri invensi tersebut atau menawarkan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Sementara, Merek diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 perihal Merek dan Indikasi Geografis (“UU MIG”). Merek ialah tanda yang sanggup ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau tubuh aturan dalam aktivitas perdagangan barang dan/atau jasa.

Berdasarkan definisi di atas sanggup kita ketahui bahwa terdapat perbedaan antara Paten dan Merek, dimana Paten terkait dengan invensi di bidang teknologi sedangkan merek ialah sebagaimana didefinisikan dalam ketentuan UU MIG.

Oleh lantaran itu, kami luruskan bahwa nama pada suatu produk kuliner tersebut bukanlah berkaitan dengan paten, melainkan berkaitan dengan merek suatu produk makanan.

Arti Persamaan Pada Pokoknya

UU MIG telah menawarkan isyarat yang terang bagi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM biar menolak permohonan registrasi merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:

  • Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
  • Merek populer milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
  • Merek populer milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau
  • Indikasi Geografis terdaftar.

Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya ialah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur yang lebih banyak didominasi antara Merek yang satu dengan Merek yang lain sehingga menjadikan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur, maupun persamaan bunyi ucapan, yang terdapat dalam Merek tersebut.

Pemilik Merek terdaftar dan/atau peserta Lisensi Merek terdaftar sanggup mengajukan somasi terhadap pihak lain yang secara tanpa hak memakai Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa:

Sanksi bagi setiap orang yang memakai merek orang lain yang mempunyai persamaan pada pokoknya diatur dalam Pasal 100 ayat (2) UU MIG yang berbunyi:

Setiap Orang yang dengan tanpa hak memakai Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling usang 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Kami tidak sanggup memastikan apakah Kebab Turki Baba Rafi mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Kebab Turki Abahanif. Untuk memastikan itu, konsultasikan ke konsultan Hak Kekayaan Intelektual. Yang sanggup memastikan ialah pengadilan kalau terjadi sengketa.

Namun demikian kami ingin menawarkan dua teladan sebagai perbandingan kepada Anda. Pertama, masalah merek AQUA dan AQUALIVA. Mahkamah Agung dalam putusannya (perkara No. 014 K/N/HaKI/2003) menyatakan bahwa pembuat merek Aqualiva mempunyai itikad tidak baik dengan mendompleng ketenaran nama Aqua.

Kedua, terkait dengan pertanyaan Bapak perihal kalimat dan kata yang didaftarkan. Salah satu masalah yang pernah diputus MA ialah merek CORNETTO dan CAMPINA CORNETTO (perkara No. 022 K/N/HaKI/2002). Dalam masalah ini, MA menyatakan penggugat sebagai pemilik merek Cornetto. Dalam pertimbangannya, MA memakai parameter berupa:
a.    Persamaan visual;
b.    Persamaan jenis barang; dan
c.    Persamaan konsep.

Jika pendaftar pertama merasa dirugikan oleh merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya, tentu ia sanggup menggugat peniadaan merek dimaksud. Demikian dilansir dari Hukumonline.

Dasar hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 perihal Paten;
  2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 perihal Merek dan Indikasi Geografis.


  • Pasal 1 angka 1 UU Paten
  • Pasal 1 angka 1 UU MIG
  • Pasal 21 ayat (1) UU MIG
  • Penjelasan Pasal 21 ayat (1) UU MIG
  • Pasal 83 ayat (1) UU MIG

Ilmu Pengetahuan Perbandingan Tubuh Perjuangan Berbentuk Perjuangan Dagang (Ud) Dengan Perseroan Terbatas (Pt)

Hukum Dan Undang Undang Badan perjuangan yakni kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan hemat yang bertujuan mencari keuntungan atau keuntungan. Badan Usaha seringkali disamakan dengan perusahaan, walaupun pada kenyataannya berbeda. Perbedaan utamanya, Badan Usaha yakni forum sementara perusahaan yakni kawasan dimana Badan Usaha itu mengelola faktor-faktor produksi.

Perseroan Terbatas (PT) dalam bahasa Belanda disebut dengan Naamloze Vennootschap yakni suatu badan hukum untuk menjalankan perjuangan yang mempunyai modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya mempunyai bab sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang sanggup diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan sanggup dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.
Perseroan Terbatas atau dulu yang lebih sering dikenal dengan sebutan N.V (naamlooze vennootschap) ialah suatu bentuk perjuangan yang di tahun-tahun final banyak digunakan pedagang-pedagang, pengusaha-pengusaha dan sebagainya, untuk mencapai maksud dan tujuannya dalam lapangan industry, perdagangan dan sebagainya dan berstatus tubuh aturan (Soemitro, Rochmat, 1993 : 2).

 dan hemat yang bertujuan mencari keuntungan atau keuntungan Ilmu Pengetahuan Perbandingan Badan Usaha Berbentuk Usaha Dagang (UD) Dengan Perseroan Terbatas (PT)
Perbandingan Badan Usaha Berbentuk Usaha Dagang (UD) Dengan Perseroan Terbatas (PT).

Sedangkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel voor Indonesie S.1847-23) sendiri tidak menawarkan definisi wacana Perseroan Terbatas dan hanyalah mengatur perseroan ini secara terbatas dan sederhana. Hanya ada 20 Pasal dalam KUHD yang khusus mengatur Perseroan Terbatas, yaitu Pasal 36-56.

Perseroan Terbatas yakni suatu komplotan untuk menjalankan usaha bersama yang mempunyai modal terdiri dari saham -saham, dan pemiliknya mempunyai bab sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham–saham yang sanggup diperjual belikan, maka perubahan ke Pemilikan perusahaan sanggup dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.

Perseroan Terbatas (PT) memang mempunyai kelebihan dimana harta kekayaan eksklusif pemegang saham dipisahkan dari harta perusahaan, sehingga dalam hal terjadi kerugian atau kebangkrutan hanya akan melibatkan harta sebatas yang disetorkan dalam bentuk kepemilikan saham. Namun, di sisi lain, tidak sanggup dipungkiri bahwa memang untuk pendirian Usaha Dagang (UD) jauh lebih gampang ketimbang pendirian PT yang mempunyai sejumlah persyaratan.

Pada prinsipnya, untuk setiap pendirian tubuh perjuangan ada syarat-syarat yang harus dipenuhi yang juga diubahsuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan pendiri. Perusahaan perseorangan yang Anda maksudkan di sini kami asumsikan yakni bentuk perjuangan yang umumnya disebut sebagai Usaha Dagang (“UD”). UD yakni salah satu bentuk tubuh perjuangan yang dimiliki oleh satu orang saja, berbeda dengan Perseroan Terbatas (“PT”) yang mensyaratkan adanya minimal dua orang pemegang saham.

Menurut Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn., dalam bukunya Kiat-Kiat Cerdas, Praktis dan Bijak Mendirikan Badan Usaha (hal. 5), di mata hukum, UD sama dengan pemiliknya, yang artinya, tidak ada pemisahan kekayaan ataupun pemisahan tanggung jawab antara UD dan pemiliknya.

Berikut di bawah ini beberapa perbedaan antara UD dan PT:

Perbedaan Usaha Dagang dan Perseroan Terbatas

Perbedaan
Usaha Dagang (UD)
Perseroan Terbatas (PT)
Kepemilikan
Perseorangan
Minimal 2 orang pendiri/pemegang saham
Status Badan Hukum
Bukan Badan Hukum
Badan Hukum
Tanggung Jawab
Tidak terbatas, sampai ke harta pribadi
Terbatas, sebatas modal yang disetor/sebatas saham yang dimiliki
Fungsi pemilik dan pengurus
Pemilik, umumnya sekaligus sebagai pihak yang mengurus jalannya usaha
Ada pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus/direksi
Modal minimum
Tidak ditentukan
Tidak ditentukan

Modal dasar PT awalnya ditetapkan sebesar Rp 50 juta ini kemudian diubah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2016 wacana Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas (“PP 29/2016”).

PP 29/2016 mengatur bahwa modal dasar PT harus dituangkan dalam anggaran dasar yang dimuat dalam sertifikat pendirian PT. Besaran modal dasar PT ini ditentukan menurut janji para pendiri Perseroan Terbatas. Ini berarti, tidak ditetapkan lagi modal dasar minimum sebuah PT.

Penjelasan lebih lanjut wacana modal dasar PT sanggup Anda simak Besaran Modal Dasar Pendirian PT dan Rincian Biaya Notarisnya.

Menurut Irma Devita, untuk mendirikan UD, tidak disyaratkan secara mutlak harus dibentuk di hadapan notaris. Namun demikian, kalau bekerjasama (dalam arti bekerja sama) dengan suatu perusahaan besar atau instansi pemerintah, sertifikat pendirian ini biasanya akan dijadikan satu prasyarat. Umumnya, untuk UD hanya perlu mengajukan perizinan berupa:

1.    Izin Domisili Usaha dari Kantor Kelurahan dan Kecamatan kawasan usahanya;
2.    Mengajukan penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak (“NPWP”) atas nama diri sendiri;
3.  Mengajukan permohonan Surat Izin Usaha Perdagangan (“SIUP”) perseorangan kepada Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan Perdagangan setempat. Namun, SIUP ini tidak diwajibkan bagi perjuangan perseorangan sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf c angka 1 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 Tahun 2009 wacana Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 wacana Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan, jadi boleh dibuat, boleh juga tidak.
4.  Jika suatu UD mempunyai SIUP, wajib dilanjutkan dengan registrasi Tanda Daftar Perusahaan (“TDP”) sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 wacana Wajib Daftar Perusahaan.

Sedangkan, untuk mendirikan PT ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 wacana Perseroan Terbatas(“UUPT”) yakni mengenai pendirian PT:

1.    memiliki minimal dua pemegang saham;
2. memiliki modal dasar yang ditentukan menurut janji para pendirinya, yang paling sedikit 25% dari modal dasar tersebut telah ditempatkan dan disetor penuh pada ketika pendirian;
3.    setiap pendiri wajib mengambil bab saham;
4.    didirikan dengan sertifikat notaris dalam bahasa Indonesia.
Selain itu, dibutuhkan pengurusan izin-izin yang dibutuhkan bagi beroperasinya suatu PT:

1.    Pengesahan tubuh aturan PT dari Menteri Hukum dan HAM
2.    Surat Keterangan Domisili Perusahaan;
3.    NPWP;
4.    SIUP;
5.    TDP;
6.    Izin-izin teknis lainnya dari departemen teknis terkait.  

Jadi, dari perbedaan-perbedaan tersebut di atas nampak bahwa PT memang mempunyai kelebihan dimana harta kekayaan eksklusif pemegang saham dipisahkan dari harta perusahaan, sehingga dalam hal terjadi kerugian atau kebangkrutan hanya akan melibatkan harta sebatas yang disetorkan dalam bentuk kepemilikan saham. Namun, di sisi lain, tidak sanggup dipungkiri bahwa memang untuk pendirian UD jauh lebih gampang ketimbang pendirian PT yang mempunyai syarat-syarat sebagaimana tersebut di atas. Demikian dilansir dari Hukumonline.

Selain UD dan PT, ada bentuk-bentuk perjuangan lain menyerupai Commanditaire Vennootschap(CV) dan firma, yang dijelaskan dalam artikel-artikel berikut:
Jika Anda ingin mendirikan jasa konsultan hukum, konsultan pajak maupun teknik dalam satu atap yang kami asumsikan maksud Anda yakni dalam satu tubuh usaha, bukan hanya dalam satu gedung, alasannya yakni dalam satu gedung dimungkinkan adanya lebih dari satu tubuh perjuangan (misal: di gedung A, ada PT B dan CV C). Pada dasarnya, sah-sah saja kalau Anda ingin mempunyai perjuangan jasa konsultan dalam banyak sekali bidang tersebut, di mana pada umumnya kantor konsultan aturan maupun pajak yakni berbentuk perseorangan, firma atau komplotan perdata, bisa juga berbentuk PT. Sehingga tidak dibatasi bidang apa yang akan dijalankan, kecuali dalam hal bidang perjuangan tersebut melanggar hukum. 

Referensi:
  1. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-perseroan-terbatas-pt
  2. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-perseroan-terbatas-pt
  3. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-perseroan-terbatas-pt
  4. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-perseroan-terbatas-pt
  5. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-perseroan-terbatas-pt
  6. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-perseroan-terbatas-pt
  7. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-perseroan-terbatas-pt
  8. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-perseroan-terbatas-pt

Dasar hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 wacana Wajib Daftar Perusahaan;
  2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 wacana Perseroan Terbatas;
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2016 wacana Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas;
  4. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 Tahun 2007 wacana Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 Tahun 2009 wacana Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 wacana Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan, kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/M-DAG/PER/12/2011 Tahun 2011 wacana Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 wacana Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan dan terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07/M-DAG/PER/2/2017 Tahun 2017 wacana Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 wacana Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan;
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25/PMK.01/2014 wacana Akuntan Beregister Negara.

  • Pasal 1 ayat (2) PP 29/2016
  • Pasal 1 ayat (3) PP 29/2016
  • Pasal 7 ayat (1) UUPT
  • Pasal 1 dan Pasal 2 PP 29/2016
  • Pasal 7 ayat (2) UUPT
  • Pasal 7 ayat (1) UUPT
  • Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25/PMK.01/2014 wacana Akuntan Beregister Negara.

Ilmu Pengetahuan Beneficial-Ownership Regulation Established To Chase Down Taxpayers In Tax-Haven Countries

Hukum Dan Undang Undang The OECD’s Global Forum on Transparency and the Exchange of Information (Global Forum) has mandated that Indonesia should establish a regulation which addresses the corporate obligation to provide information relating to corporations’ beneficial owners. This obligation relates to the Exchange of Information on demand which Indonesia is currently implementing within the financial sector.

According to Minister of Finance, Sri Mulyani, the disclosure of beneficial ownership information is an integral part of the principle Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) framework. The BEPS pushes for information disclosure all over the world, especially within developed countries, in a bid to chase down taxpayers who transfer their tax liabilities to tax-haven countries.

s Global Forum on Transparency and the Exchange of Information  Ilmu Pengetahuan Beneficial-Ownership Regulation Established to Chase down Taxpayers in Tax-Haven Countries
Sri Mulyani, Minister of Finance of the Republic of Indonesia. Photo by: HOL/SGP

“The current global ekspresi dominan is to encourage transparent business practices and good governance across all jurisdictions,” explained Mrs. Mulyani on Monday, 24 July from the House of Representatives building.

In addition, Indonesia, alongside other countries which have committed to the Automatic Exchange of Information (AEoI) mechanism in a bid to combat tax avoidance and evasion and the use of tax havens, will continue to support and participate in the Global Forum movement on taxation interests.

According to Poltak Maruli John Liberty Hutagaol, Director of International Taxation at the Ministry of Finance, the first phase assessment which was completed in 2014 did not include any beneficial-owner related initiative. During that initial phase, the Global Forum was still primarily focused upon formulating requirements relating to access to financial information by tax authorities.

However, standards are now changing and the Global Forum has revised the relevant terms of reference, adding beneficial-ownership regulations that participating countries, including Indonesia, must fully comply with during the second phase of the assessment. According to Mr. Hutagaol, the Global Forum will assess all of the regulations that apply to beneficial ownership, and these consist not only of regulations which address taxation, but also other areas which are relevant to the issue of beneficial ownership. Hence, fulfilment of the relevant regulations will not only concern the Directorate General of Taxation (Direktorat Jendral Pajak – DJP) and the Ministry of Finance, but ultimately all ministries and their related institutions.

“So, in order to successfully tackle this second round of assessment, the government has to be united. We have to help each other to show assessors that Indonesia is committed to taxation transparency as a country and is not a tax haven,” explained Mr. Hutagaol.

Yunus Husein, Chairman of the Draft Presidential Regulation Drafting Team also spoke to Hukumonline about this issue and explained that the drafting process for this new regulatory framework was completed last May.

Mr. Husein added that several ministries and related institutions had also been invited to express their views about the harmonization process with other regulations. This process resulted in the Draft Presidential Regulation on The Application of the Know-Your-Beneficial-Owner Principle by Corporations for the Prevention and Eradication of the Criminal Acts of Money Laundering and Terrorism Financing, which now only requires approval to be granted by the President.

"I do not know whether it has already been signed or not, however the discussion and harmonization processes have now been completed. Representatives from the DJP have also been involved due to their connection with the issue of taxation,” Mr. Yunus told Hukumonline on Friday, 14 July.

According to Mr. Hutagaol, the discourse on beneficial ownership emerged thanks to cooperation between the Global Forum and the Financial Action Task Force (FATF). The Global Forum has set itself the goal of encouraging information disclosure for taxation purposes in order to ensure that taxpayers around the world abide by the applicable tax rules which relate to the identities of registered taxpayers. Meanwhile, the FATF is aiming to encourage countries to fight money laundering and terrorism financing. These two institutions ultimately decided to collaborate to encourage disclosures of information relating to beneficial ownership, as well as to break down barriers between themselves.

Mr. Hutagaol is hopeful that the government will soon be able to finalize the new legal instruments which relate to beneficial ownership, as in October of this year (2017), the Global Forum will undertake its assessment. If the results of this assessment are bad, then Indonesia may well find itself ostracized by the international community due to its inability to force transparency from tax evaders or undertake aggressive tax planning.

Read :
"If things do not improve, then we will be ranked as a non-cooperative jurisdiction by international institutions such as the Global Forum, FATF and the European Union. The highest rating is compliant and as a country we should be aiming to at least achieve a ranking of one level under compliant, namely largely compliant. Hopefully we will be classified as having a compliant rating,” Mr. Hutagaol predicted.

In addition to being ostracized by the international community, Indonesia will also miss out on the opportunity to request reciprocal Exchanges of Information based on demands made by other countries or partner jurisdictions if its ranking is poor. Source: Hukumonline (***)