Showing posts sorted by relevance for query pimpinan-kpk-perintahkan-penyidik-dalam. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query pimpinan-kpk-perintahkan-penyidik-dalam. Sort by date Show all posts

Ilmu Pengetahuan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Perintahkan Penyidik Dalam Puan Maharani Di E-Ktp

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyerahkan ke tim penyidik guna mendalami tugas mantan Ketua Fraksi PDIP Puan Maharani dalam pembahasan anggaran proyek e-KTP.

Saut juga menyerahkan ke penyidik apakah akan menyidik Ketua Fraksi PDIP periode 2009-2014 itu.

“Penyidik yang akan membuatkan sejauh apa mereka melihat potongan-potongan keterangan menuju fakta-fakta yang sanggup dikembangkan,” ujar Saut, melaui pesan singkatnya kepada wartawan, Jakarta, Selasa (27/2).

 Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi  Ilmu Pengetahuan Pimpinan KPK Perintahkan Penyidik Dalam Puan Maharani di e-KTP
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang ketika mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Jakarta, Selasa (12/9). Komisi III mempertanyakan soal tahapan proses penanganan masalah mulai dari laporan masyarakat sampai ke pengadilan. Selain itu juga mempertanyakan soal ribuan pengaduan masyarakat ke KPK namun tidak semuanya diproses. AKTUAL/Tino Oktaviano
Pernyataan Saut tersebut mengingat sejumlah fakta persidangan mantan Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto mengungkap adanya tugas Puan. Salah satunya dari kesaksian mantan Wakil Ketua Komisi II dewan perwakilan rakyat dari Fraksi PDIP Ganjar Pranowo yang mengakui kerap melaporkan perkembangan pembahasan proyek e-KTP kepada Puan yang ketika itu selaku Ketua Fraksi PDIP.

Saut menegaskan, penyidik KPK akan mengusut sejumlah pihak yang diduga kecipratan dalam masalah dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun itu.

“Hukum pembuktian itu melihat sejauh apa sanggup menandakan tugas atau keterkaitan orang perorang,” tegasnya ketika dikutip dari Aktual.

Selain Ganjat, mantan Bendahara Umum (Bendum) partai Demorkat, M Nazaruddin yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus Novanto mengakui semua Ketua Fraksi ikut kecipratan uang haram dari megakorupsi senilai Rp2,3 triliun tersebut. Dia menyebut besaran fee untuk ketua fraksi tidak sama atau bervariasi.

Sementara, anggota Fraksi PDIP Ganjar menyebut perkembangan pembahasan proyek pengadaan e-KTP dilaporkan bersamaan dengan pembahasan kegiatan lainnya yang ada di dewan perwakilan rakyat kepada Ketua Fraksi PDIP ketika itu, Puan Maharani.

“Semua biasanya ada laporan (kepada Ketua Fraksi),” kata Ganjar menjawab pertanyaan JPU KPK, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (8/2).

Tak hanya itu, dalam persidangan itu juga terkuak bahwa proyek e-KTP ini dikuasai oleh tiga partai besar dengan arahan warna merah, biru dan kuning. Merah sebagai PDI Perjuangan, biru sebagai Partai Demokrat dan kuning sebagai Partai Golkar.

Baca :


Pada surat dakwaan jaksa KPK disebutkan bahwa Golkar ketika itu turut diperkaya dari e-KTP sebesar Rp150 miliar, Partai Demokrat Rp150 miliar dan PDIP senilai Rp80 miliar. Adapun Ketua Fraksi Golkar ketika itu dijabat oleh Setya Novanto, sementara PDIP ialah Puan Maharani dan Demokrat dijabat Anas Urbaningrum kemudian digantikan oleh Jafar Hapsah.

Sejauh ini dari ketiga nama tersebut gres Novanto yang dijerat. Namun, semenjak awal penyidikan ini bergulir KPK belum pernah menyidik Puan Maharani selaku Ketua Fraksi PDIP. Padahal, Ketua Fraksi lainnya menyerupai Anas Urbaningrum berulang kali diperiksa dan Jafar Hafsah sendiri telah mengembalikan uang sebesar Rp1 miliar ke KPK. (***)

Ilmu Pengetahuan Ajaran Dana Ke Mca Harus Dibuktikan Polisi Semoga Tak Jadi Hoaks

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Polisi telah mengungkap dua kelompok yang diduga berbagi hoaks dan ujaran kebencian: Saracen Cyber Team dan yang terbaru Muslim Cyber Army (MCA) dalam setahun terakhir.

Pada masalah motif Saracen menyebar hoaks yaitu ekonomi. Sedangkan pada masalah MCA diduga punya motifkepentingan politik dan laba ekonomi. Menurut pihak kepolisian motif laba ekonomi jadi benang merah terhadap kedua masalah tersebut.

 Polisi telah mengungkap dua kelompok yang diduga berbagi hoaks dan ujaran kebencian Ilmu Pengetahuan Aliran Dana ke MCA Harus Dibuktikan Polisi Agar Tak Kaprikornus Hoaks
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polisi Republik Indonesia Brigjen Pol Fadil Imran menawarkan lima foto tersangka terkait pengungkapan masalah penyebar ujaran kebencian dan provokasi melalui media umum yang dikenal dengan The Family Muslim Cyber Army (MCA), Jakarta, Rabu (28/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico

Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polisi Republik Indonesia Komisaris Besar Irwan Anwar menyampaikan sosok penting dalam kelompok Muslim Cyber Army, Muhammad Luth, mendapatkan dana dari pihak tertentu. Irwan meyakini ada pihak yang memberi proteksi modal kepada Luth dan kawan-kawannya. Namun, polisi masih tutup lisan siapa di balik penggalang dananya.

Pihak kepolisian juga tahun kemudian menyatakan hal yang sama dikala meringkus jaringan Saracen. Namun, dalam dakwaan terhadap Jasriadi selaku pimpinan Saracen di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Riau,dugaan itu tidak terbukti. Jaksa hanya mendakwanya melaksanakan illegal access dan pemalsuan KTP.

Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Setyo Wasisto, menyampaikan bahwa penyidikan terhadap pemodal Saracen sudah diputus alasannya yaitu tidak adanya alat bukti.

"Memang tidak ada bukti-bukti lain yang untuk mengkait apakah ada pemain film intelektualnya segala macam. Kami tidak bisa naik ke atasnya. Kaprikornus berhenti sama si Jasriadi," kata Setyo.

Salah satu kuasa aturan Jasriadi, Djudju Purwantoro, menyampaikan bahwa apa yang dituduh polisi soal anutan dana ke Saracen dan ternyata tidak muncul dalam pengadilan yaitu bukti bahwa penyidik terlalu dini mengambil kesimpulan. Djudju menilai, polisi seharusnya memakai asas praduga tak bersalah. Ia merasa nama baik Jasriadi menjadi tercemar.

Pakar aturan pidana Universitas Sumatera Utara, Mahmud Mulyadi, menyampaikan sah-sah saja bagi polisi untuk bicara apapun, sepanjang bisa diverifikasi dengan alat bukti yang cukup. Namun, pakem yang tetap tidak boleh dilanggar yaitu "tidak mem-blow up habis-habisan."

"Menduga bahwa ada anutan dana boleh, tapi memverifikasi juga. Kalau memang benar ya harus ditindaklanjuti. Kan begitu," kata Mahmud kepada Tirto, Jumat (2/3/2018).

Saat kepolisian menduga ada anutan dana dari pihak tertentu ke Muslim Cyber Army, maka kiprah selanjutnya yaitu membuktikannya. Namun, jikalau tak bisa membuktikannya akan jadi preseden jelek bagi kepolisian.

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Andrea Poeloengan, yakin polisi akan menyidik tuntas hingga tertangkap berair siapa yang mendanai MCA.

"Dalam hal masalah MCA, saya berharap semoga penanganan masalah sanggup dibuktikan hingga akar-akarnya," kata Andrea kepada Tirto.

Menurutnya masalah Saracen tidak bisa jadi tolak ukur penyelesaian masalah serupa. "Untuk masalah MCA, tidak bijak untuk dinilai ibarat itu kini [bahwa tuduhan ada anutan dana tak bisa dibuktikan ibarat masalah Saracen] alasannya yaitu masih berproses," kata Andrea.

Andrea tidak mempermasalahkan jikalau dugaan polisi terhadap anutan dana ke MCA tidak terbukti. Dalam proses aturan Polisi Republik Indonesia boleh memberikan dugaan apapun. Menurut Andrea, hal itu tidak dihentikan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

 Polisi telah mengungkap dua kelompok yang diduga berbagi hoaks dan ujaran kebencian Ilmu Pengetahuan Aliran Dana ke MCA Harus Dibuktikan Polisi Agar Tak Kaprikornus Hoaks

Wakil Ketua Advokat Cinta Tanah Air, Novel Bamukmin, menyampaikan hal serupa, bahwa polisi harus menangkap pemodal Muslim Cyber Army. "Jangan hingga insiden ibarat Saracen terulang dan Polisi Republik Indonesia terkesan menutupi kritik yang ada di masyarakat," katanya.

Siapa Muslim Cyber Army?

Nama Muslim Cyber Army mencuat pada Pilkada DKI Jakarta tahun lalu. Ketika itu MCA mengklaim sebagai kelompok yang memperjuangkan kepentingan umat Islam dan berupaya menjegal pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.

Andi—bukan nama sebenarnya—meminta namanya disamarkan serta melarang kami menautkan akun grup Facebook yang dikendalikan olehnya. Ia menyampaikan bahwa gerakan Muslim Cyber Army "menguat di media sosial" seiring serangkaian demonstrasi anti-Ahok.

Andi yaitu salah satu pembuat grup sekaligus admin akun MCA yang tinggal di Dumai, Riau. Ia berkata bahwa MCA dibentuk untuk mengadang "isu negatif oleh pihak lawan" di dunia maya.

MCA tidak mati meski Pilkada telah usai. Mereka terus bergerak dengan menggeser itu. Mereka kemudian menyerang Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Propaganda lain yang mereka buat yaitu informasi penganiayaan pemuka agama dan kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Ia bilang bahwa yang disebut "musuh" oleh kawan-kawannya yaitu para "cebongers," sebutan bagi pendukung Ahok dan Joko Widodo yang mendukung pemerintah melalui opini di dunia maya.

Baca :


"Ini murni membela Islam," klaim Andi.

Menurut Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Muhammad Fadil Imran, ada kesamaan motif yang dilakukan oleh kelompok "ujaran kebencian" dikala Pilkada dan Pascapilkada. "Motifnya politik," kata Fadil dikala dilansir dari Tirto.

Menurut Fadil, ada bab dari MCA yang bertugas untuk menciptakan konten tertentu, yang anggotanya diseleksi dengan ketat. Seleksi dilakukan lewat grup-grup yang mereka buat ibarat The United Muslim Cyber Army, Cyber Moeslim Defeat Hoax (CMDH), Sniper Team, dan The Family Muslim Cyber Army. Tiga grup pertama merupakan grup Facebook, sementara The Family MCA yaitu grup WhatsApp. (***)

Ilmu Pengetahuan Ini Kebijakan Ma Terbaru Terkait Administrasi Perkara

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Ada lima kebijakan MA yang mengatur pembaruan manajemen penanganan masalah di pengadilan.

Ketua Mahkamah Agung (MA) M. Hatta Ali telah memberikan Laporan Tahun (Laptah) MA Tahun 2017 atas capaian-capaian yang telah diraih. Mulai percepatan penyelesaian perkara, pengawasan aparatur peradilan, manajemen perkara, laporan keuangan, kebijakan MA, bantuan keuangan negara. Salah satu capaian yang disampaikan pembaharuan kebijakan teknis penanganan manajemen masalah dengan mengeluarkan kebijakan dalam bentuk peraturan MA (PERMA), surat keputusan (SK KMA), surat Panitera MA.

“MA terus melaksanakan pembaharuan kebijakan manajemen masalah terutama penerapan sistem aplikasi berbasis teknologi demi kenyamanan, keramahan dalam upaya peningkatan pelayanan publik pencari keadilan,” ujar Ketua MA Hatta Ali ketika memberikan Laporan Tahunan MA Tahun 2017 di Gedung Jakarta Convention Center, Kamis (1/3/2018) kemarin. 

Ada lima kebijakan MA yang mengatur pembaruan manajemen penanganan masalah di pengadilan Ilmu Pengetahuan Ini Kebijakan MA Terbaru Terkait Manajemen Perkara
Ketua MA M. Hatta Ali ketika memberikan Laporan Tahunan MA Tahun 2017 di Gedung Jakarta Convention Center, Kamis (1/3). Foto: RES
Pertama, penerapan sistem quality control atas putusan MA melalui No. 1405/PAN/HK.00/V/2017 tanggal 6 Mei 2017. Hatta menunjukan sistem ini dikembangkan untuk menghindari kesalahan ketik, redaksional pada naskah putusan MA sebelum dipublikasikan dan dikirim ke pengadilan pengaju. Seperti, kesesuaian nomor masalah pada footnote dengan kepala putusan, nama para pihak, hari dan tanggal musyawarah dan putusan, nomor dan tanggal putusan pengadilan.

“Sistem ini diatur melalui Kepaniteraan MA sebagai kebijakan penerapan instrument quality control dalam penerbitan orisinil dan salinan putusan sesuai memorandum Surat Panitera MA itu,” ujar Hatta ketika dikutip dari Hukumonline.

Salah satu instrumen pendukungnya adalah database putusan yang distandardisasi demi konsistensi putusan dan kesatuan penerapan aturan sebagai tujuan sistem kamar. Artinya, masalah yang mengandung gosip aturan sama dikelompokkan dengan putusan yang relatif sama.

“Direkorat putusan telah mempublikasikan sekitar 96.670 putusan MA dan 2,5 juta putusan pengadilan tingkat pertama dan banding. Mendukung aktivitas ini disusun penjabaran masalah dengan membentuk kelompok kerja (Pokja) melalui SK KMA No. 01/TUAKA-PDT/SK/II.2017.”

Kedua, MA membuatkan modernisasi sistem penyetoran biaya masalah melalui pemanfaatan rekening virtual (virtual account) melalui Surat Panitera MA No. 2167/PAN/KU.00/8/2017 tanggal 23 Agustus 2017. Dengan sistem ini, MA sanggup mengetahui secara akurat informasi terkait nama pemohon, upaya hukum, nomor perkara, dan asal pengadilan. Pihak penyetor juga akan sanggup notifikasi ketika melaksanakan penyetoran. “Penggunaan aplikasi ini telah mendapat sumbangan BPK guna membuat transparansi dan akuntanbilitas keuangan masalah di MA,” tuturnya.

Ketiga, melalui Surat Keputusan Ketua MA (SK KMA) No. 106/KMA/SK/V/2017, MA telah menyusun buku pedoman teknis manajemen penyelesaian masalah kepailitan dan PKPU. Penyusunan buku pedoman ini untuk meningkatkan kompetensi hakim pengawas dalam menuntaskan masalah kepailitan dan PKPU.

“Keberadaan buku pedoman ini mendorong terwujudnya contoh pikir dan contoh tindak penanganan masalah serta telah mengikuti standar baku yang berlaku universal yang diperlukan berdampak terhadap pertumbuhan iklim berusaha,” lanjutnya.

Keempat, melalui Perma No. 3 Tahun 2017 perihal Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. “Perma ini berfungsi melindungi warga negara dari diskriminasi hak konstitusional yang dijamin Undang-Undang Dasar sebagai negara yang terlibat dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan untuk memastikan wanita mempunyai jalan masuk terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi sistem peradilan.” 

Ia menjelaskan Perma ini memberi pedoman bagi hakim dalam mengadili masalah wanita yang berkonflik dengan hukum, wanita sebagai korban, wanita sebagai saksi atau wanita sebagai pihak dalam perkara. “Perma ini diperlukan sanggup mengkondisikan hakim memahami prinsip-prinsip menadili wanita demi menjamin hak wanita untuk mendapat jalan masuk setara memperoleh keadilan,” katanya.

Kelima, MA juga telah mengeluarkan kebijakan penerbitan peraturan perihal simplifikasi format putusan MA melalui penerbitan Perma No. 9 Tahun 2017 perihal Format (Template) dan Pedoman Penulisan Putusan atau Penetapan pada MA. Perma ini merupakan petunjuk teknis penulisan atau manual pengisian putusan atau penetapan MA. 

Baca :

Perma ini mengatur mengenai bentuk baku putusan atau penetapan MA mencakup format putusan kasasi, format putusan peninjauan kembali, format putusan sengketa pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, format putusan sengketa kewenangan mengadili, format penetapan dan format putusan lain atas dasar kewenangan yang diberikan UU.

“Saat ini, melalui SK KMA No. 176 Tahun 2017 telah dibuat Pokja untuk merancang sistem layanan manajemen masalah berbasis online (e-court), peralihan sistem konvensional ke elektronik. Mulai pendaftaran masalah elektronik (e-registry), pembayaran biaya masalah elektronik (e-payment), pemanggilan elektronik (e-summon), pendaftaran penyerahan dokumen surat somasi (e-filling), dan penaksiran panjar biaya berkara (e-SKUM).” (***)

Ilmu Pengetahuan Hakim Perintahkan Jpu Lanjutkan Investigasi Fredrich Yunadi

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Majelis hakim meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melanjutkan investigasi terhadap terdakwa Fredrich Yunadi dalam masalah menghalangi penyelidikan Setya Novanto. Langkah ini diambil sehabis eksepsi Fredrich ditolak oleh hakim.

"Mengadili, menyatakan keberatan eksepsi penasihat aturan dan terdakwa Fredrich Yunadi tidak sanggup diterima. Memerintahkan penuntut umum pada KPK untuk melanjutkan investigasi kasus atas nama Fredrich Yunadi, menangguhkan biaya kasus hingga putusan akhir," kata ketua majelis hakim Saifudin Zuhri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (5/3/2018).

 Majelis hakim meminta Jaksa Penuntut Umum  Ilmu Pengetahuan Hakim Perintahkan JPU Lanjutkan Pemeriksaan Fredrich Yunadi
Mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (15/2/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Pertimbangan hakim yaitu pertama bahwa pengadilan Tipikor tidak berwenang mengadili kasus itu alasannya yaitu perbuatan dalam kasus itu yaitu tindak pidana umum.

"Pasal 21 (UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 ) yang tercantum dan tidak terpisahkan dari UU Pemberantasan Tipikor memang awalnya delik umum tapi sudah ditarik jadi delik khusus UU Pemberantasan Tipikor tapi memang tidak secara tegas disampaikan ditarik dari pasal berapa kitab undang-undang aturan pidana alasannya yaitu hanya tersirat saja, sehingga kewenangannya menjadi kewenangan pengadilan Tipikor," kata anggota majelis hakim Sigit Hendra Binaji.

Keberatan kedua yaitu bahwa kewenangan Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) untuk memilih itikad baik seseorang. "Untuk tahu apakah terdakwa beritikad baik atau tidak di dalam pengadilan haruslah diperiksa saksi-saksi dan bukti," tambah Sigit.

Mengenai keberatan ada modus operandi dalam dakwaan yang disebut rekayasa, hakim menilai sudah masuk pembuktian materiil sehingga harus diperiksa saksi dan bukti dalam pokok perkara. Surat dakwaan juga dinilai sudah menguraikan identitas dan tindak pidana yang dilakukan Fredrich.

"Sedangkan untuk poin keberatan terdakwa nomor 27 dan 28 hingga mengenai terdakwa melaporkan ke pihak yang berwajib yaitu unsur pimpinan Saut Situmorang dan Agus Rahardjo, dan dua penyidik Aris Budiman dan A. Damanik, majelis mempertimbangkan berdasarkan irit majelis bukan ruang lingkup bahan eksepsi menyerupai pasal 156 KUHP," kata hakim anggota Titi Sansiwi.

Baca :


Fredrich pun pribadi menyatakan banding. "Siap kami mengerti dan kami pribadi menyatakan banding atas putusan itu," kata Fredrich ketika dilansir dari Tirto.

"Tidak diatur mengengai upaya aturan terhatap putusan sela tapi pada dasarnya perlawanan sanggup diajukan bahu-membahu ketika investigasi pokok perkara," kata hakim Saifudin.

"Siap pak kami tetap akan melaksanakan perlawanan," tegas Fredrich.

Sidang akan dilanjutkan pada Kamis 15 Maret 2018 dengan kegiatan investigasi saksi. (***)