Ilmu Pengetahuan Ajaran Dana Ke Mca Harus Dibuktikan Polisi Semoga Tak Jadi Hoaks

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Polisi telah mengungkap dua kelompok yang diduga berbagi hoaks dan ujaran kebencian: Saracen Cyber Team dan yang terbaru Muslim Cyber Army (MCA) dalam setahun terakhir.

Pada masalah motif Saracen menyebar hoaks yaitu ekonomi. Sedangkan pada masalah MCA diduga punya motifkepentingan politik dan laba ekonomi. Menurut pihak kepolisian motif laba ekonomi jadi benang merah terhadap kedua masalah tersebut.

 Polisi telah mengungkap dua kelompok yang diduga berbagi hoaks dan ujaran kebencian Ilmu Pengetahuan Aliran Dana ke MCA Harus Dibuktikan Polisi Agar Tak Kaprikornus Hoaks
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polisi Republik Indonesia Brigjen Pol Fadil Imran menawarkan lima foto tersangka terkait pengungkapan masalah penyebar ujaran kebencian dan provokasi melalui media umum yang dikenal dengan The Family Muslim Cyber Army (MCA), Jakarta, Rabu (28/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico

Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polisi Republik Indonesia Komisaris Besar Irwan Anwar menyampaikan sosok penting dalam kelompok Muslim Cyber Army, Muhammad Luth, mendapatkan dana dari pihak tertentu. Irwan meyakini ada pihak yang memberi proteksi modal kepada Luth dan kawan-kawannya. Namun, polisi masih tutup lisan siapa di balik penggalang dananya.

Pihak kepolisian juga tahun kemudian menyatakan hal yang sama dikala meringkus jaringan Saracen. Namun, dalam dakwaan terhadap Jasriadi selaku pimpinan Saracen di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Riau,dugaan itu tidak terbukti. Jaksa hanya mendakwanya melaksanakan illegal access dan pemalsuan KTP.

Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Setyo Wasisto, menyampaikan bahwa penyidikan terhadap pemodal Saracen sudah diputus alasannya yaitu tidak adanya alat bukti.

"Memang tidak ada bukti-bukti lain yang untuk mengkait apakah ada pemain film intelektualnya segala macam. Kami tidak bisa naik ke atasnya. Kaprikornus berhenti sama si Jasriadi," kata Setyo.

Salah satu kuasa aturan Jasriadi, Djudju Purwantoro, menyampaikan bahwa apa yang dituduh polisi soal anutan dana ke Saracen dan ternyata tidak muncul dalam pengadilan yaitu bukti bahwa penyidik terlalu dini mengambil kesimpulan. Djudju menilai, polisi seharusnya memakai asas praduga tak bersalah. Ia merasa nama baik Jasriadi menjadi tercemar.

Pakar aturan pidana Universitas Sumatera Utara, Mahmud Mulyadi, menyampaikan sah-sah saja bagi polisi untuk bicara apapun, sepanjang bisa diverifikasi dengan alat bukti yang cukup. Namun, pakem yang tetap tidak boleh dilanggar yaitu "tidak mem-blow up habis-habisan."

"Menduga bahwa ada anutan dana boleh, tapi memverifikasi juga. Kalau memang benar ya harus ditindaklanjuti. Kan begitu," kata Mahmud kepada Tirto, Jumat (2/3/2018).

Saat kepolisian menduga ada anutan dana dari pihak tertentu ke Muslim Cyber Army, maka kiprah selanjutnya yaitu membuktikannya. Namun, jikalau tak bisa membuktikannya akan jadi preseden jelek bagi kepolisian.

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Andrea Poeloengan, yakin polisi akan menyidik tuntas hingga tertangkap berair siapa yang mendanai MCA.

"Dalam hal masalah MCA, saya berharap semoga penanganan masalah sanggup dibuktikan hingga akar-akarnya," kata Andrea kepada Tirto.

Menurutnya masalah Saracen tidak bisa jadi tolak ukur penyelesaian masalah serupa. "Untuk masalah MCA, tidak bijak untuk dinilai ibarat itu kini [bahwa tuduhan ada anutan dana tak bisa dibuktikan ibarat masalah Saracen] alasannya yaitu masih berproses," kata Andrea.

Andrea tidak mempermasalahkan jikalau dugaan polisi terhadap anutan dana ke MCA tidak terbukti. Dalam proses aturan Polisi Republik Indonesia boleh memberikan dugaan apapun. Menurut Andrea, hal itu tidak dihentikan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

 Polisi telah mengungkap dua kelompok yang diduga berbagi hoaks dan ujaran kebencian Ilmu Pengetahuan Aliran Dana ke MCA Harus Dibuktikan Polisi Agar Tak Kaprikornus Hoaks

Wakil Ketua Advokat Cinta Tanah Air, Novel Bamukmin, menyampaikan hal serupa, bahwa polisi harus menangkap pemodal Muslim Cyber Army. "Jangan hingga insiden ibarat Saracen terulang dan Polisi Republik Indonesia terkesan menutupi kritik yang ada di masyarakat," katanya.

Siapa Muslim Cyber Army?

Nama Muslim Cyber Army mencuat pada Pilkada DKI Jakarta tahun lalu. Ketika itu MCA mengklaim sebagai kelompok yang memperjuangkan kepentingan umat Islam dan berupaya menjegal pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.

Andi—bukan nama sebenarnya—meminta namanya disamarkan serta melarang kami menautkan akun grup Facebook yang dikendalikan olehnya. Ia menyampaikan bahwa gerakan Muslim Cyber Army "menguat di media sosial" seiring serangkaian demonstrasi anti-Ahok.

Andi yaitu salah satu pembuat grup sekaligus admin akun MCA yang tinggal di Dumai, Riau. Ia berkata bahwa MCA dibentuk untuk mengadang "isu negatif oleh pihak lawan" di dunia maya.

MCA tidak mati meski Pilkada telah usai. Mereka terus bergerak dengan menggeser itu. Mereka kemudian menyerang Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Propaganda lain yang mereka buat yaitu informasi penganiayaan pemuka agama dan kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Ia bilang bahwa yang disebut "musuh" oleh kawan-kawannya yaitu para "cebongers," sebutan bagi pendukung Ahok dan Joko Widodo yang mendukung pemerintah melalui opini di dunia maya.

Baca :


"Ini murni membela Islam," klaim Andi.

Menurut Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Muhammad Fadil Imran, ada kesamaan motif yang dilakukan oleh kelompok "ujaran kebencian" dikala Pilkada dan Pascapilkada. "Motifnya politik," kata Fadil dikala dilansir dari Tirto.

Menurut Fadil, ada bab dari MCA yang bertugas untuk menciptakan konten tertentu, yang anggotanya diseleksi dengan ketat. Seleksi dilakukan lewat grup-grup yang mereka buat ibarat The United Muslim Cyber Army, Cyber Moeslim Defeat Hoax (CMDH), Sniper Team, dan The Family Muslim Cyber Army. Tiga grup pertama merupakan grup Facebook, sementara The Family MCA yaitu grup WhatsApp. (***)

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment