Showing posts with label Berita Korupsi. Show all posts
Showing posts with label Berita Korupsi. Show all posts

Ilmu Pengetahuan Berpotensi Korupsi, Icw Ungkap Anggaran Belanja Barang Dan Jasa

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap bahwa anggaran belanja barang dan jasa yang tidak diumumkan ke publik, berpotensi dikorupsi alasannya tidak transparan.

Melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (26/2), ICW menyebutkan bahwa salah satu kerawanan dalam pengadaan barang dan jasa yaitu pengungkapan acara lelang pada publik.

 mengungkap bahwa anggaran belanja barang dan jasa yang tidak diumumkan ke publik Ilmu Pengetahuan Berpotensi Korupsi, ICW Ungkap Anggaran Belanja Barang Dan Jasa
Penyidik KPK mengatakan barang bukti kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa - Antara/Rivan Awal Lingga
Hal itu sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 wacana Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mengatur seluruh belanja barang dan jasa harus diumumkan dalam planning umum pengadaan (RUP) yang kemudian diungkap dalam laman “monev.lkpp.go.id”.

Berdasarkan laman “monev.lkpp.go.id” tersebut, ICW mencatat bahwa jumlah belanja barang dan jasa pemerintah 2017 yaitu sebesar Rp994 triliun.

Namun, belanja yang diumumkan di RUP hanya Rp908,7 triliun, sehingga ada sekitar Rp86 triliun lebih anggaran belanja barang dan jasa tidak diumumkan kepada publik.

Menurut ICW, beberapa kementerian dan forum yang tidak mengumumkan sebagian lelang pada publik yaitu Kementerian Keuangan (Rp18 triliun), Kementerian Kesehatan (Rp6 triliun), dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Rp5 triliun).

ICW juga mencatat total anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak dibuka, sehingga tidak dapat dihitung berapa anggaran belanja barang dan jasa yang tidak diumumkan ke publik.

Baca :

Terkait hal tersebut, ICW merekomendasikan pemerintah dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) untuk mengoptimalkan belanja secara elektronik (e-purchasing) melalui katalog dalam jaringan (e-catalogue). Optimalisasi “e-purchasing” dilakukan untuk meminimalisir potensi korupsi mulai dari tahap perencanaan. Sumber: Aktual. (***)

Ilmu Pengetahuan E-Ktp, Setya Novanto Jelaskan Soal Uang Rp20 M Untuk Berurusan Dengan Kpk

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Setya Novanto angkat bicara mengenai rekaman perbincangannya bersama Andi Narogong dan Johannes Marliem yang diputar jaksa KPK pada persidangan pekan lalu.

Dalam rekaman itu, Setya Novanto khawatir masalah korupsi dalam proyek e-KTP dibongkar KPK. Sehingga, Novanto ingin menyiapkan uang senilai Rp20 miliar untuk menghadapi masalah aturan di KPK.

 Setya Novanto angkat bicara mengenai rekaman perbincangannya bersama Andi Narogong dan Jo Ilmu Pengetahuan e-KTP, Setya Novanto Jelaskan Soal Uang Rp20 M untuk Berurusan Dengan KPK
Setya Novanto memastikan uang Rp20 miliar itu tidak digunakan untuk menyuap KPK.
Menanggapi hal itu, Novanto memastikan uang Rp20 miliar itu tidak digunakan untuk menyuap KPK. Mantan Ketua dewan perwakilan rakyat RI itu mengklaim, uang itu dipersiapkan untuk membayar pengacara dan manajemen bila dirinya tersangkut dilema hukum.

"Enggak, [uang Rp20 miliar] itu bukan buat KPK. Itu kan masalahnya kalau udah berkaitan dengan hal-hal aturan ‎kan niscaya perlu bayar yang resmi. Ya macam-macam kata pengacara," kata Setya Novanto sebelum menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2018).

Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu kembali menegaskan, uang itu dipersiapkan untuk membayar pengacara, dan manajemen apabila dirinya menjalani proses aturan di KPK.

"Enggak ada (kaitan dengan e-KTP). Cuma kalau kena kasus, masalahnya bayar lawyer, manajemen yang berkaitan, yang resmi-resmi dihitung gede banget," terperinci Novanto.
Isi Rekaman Perbincangan Setya Novanto, Andi Narogong dan Johannes Marliem

Dalam persidangan pekan lalu, jaksa sempat memutar rekaman perbincangan antara Setya Novanto, Andi Agustinus alias Andi Narogong dan pengusaha dari perusahaan Biomorf Johannes Marliem.

Perbincangan yang terjadi di kediaman Setya Novanto itu sempat membahas kekhawatiran bila masalah korupsi di proyek e-KTP diungkap KPK. Bahkan Novanto sempat ketakutan alasannya yaitu namanya banyak disebut dan mengendalikan perusahaan untuk ikut bermain dalam proyek e-KTP.

"Itu lawannya Andi, Andi juga. PNRI beliau (Andi) juga, itu beliau juga. Waduh, gue bilangin kali ini jangan sampe kebobolan, nama gue digunakan ke sana-sini," kata Setnov dalam sebuah rekaman yang ditampilkan Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Februari 2018.

Kemudian Setnov sempat menyinggung uang senilai Rp20 miliar apabila dirinya berhadapan dengan KPK di masalah korupsi e-KTP.

"Kalau gue dikejar ama KPK, ongkos gue dua puluh miliar," ungkap Setnov dalam rekaman tersebut.

Jaksa KPK pun sempat mengkonfirmasi pernyataan Setya Novanto di dalam rekaman itu kepada Andi Narogong.

Andi, yang menjadi sebagai salah satu saksi yang dihadirkan oleh Jaksa KPK untuk terdakwa Setya Novanto, mengklaim tidak tahu apa yang dimaksud dengan Novanto dalam rekaman tersebut.

Baca :

Dia menduga, pernyataan Setnov terkait uang Rp20 miliar merupakan pembayaran untuk jasa sewa pengacara bila ditangkap oleh KPK.

"Ya, mungkin (uang Rp20 miliar) biaya pengacara kalau hingga tersandung masalah hukum," ungkap Andi kepada Jaksa KPK. (***)

Ilmu Pengetahuan Segera Periksa Kebijaksanaan Tjahjono, Komisi Pemberantasan Korupsi Pelajari Kerugian Negara Kasus Jasindo

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menawarkan konfirmasi terkait tersendatnya proses penyidikan masalah mantan Direktur Utama PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), Budi Tjahjono.

Juru bicara KPK, Febri Diansyah, menyatakan ketika ini pihaknya masih mempelajari hasil audit kerugian negara dalam kasus tersebut.

“Perhitungan kerugian keuangan negara sudah diterima KPK. Setelah itu tentu kita harus pelajari lebih lanjut,” kata dia.

 menawarkan konfirmasi terkait tersendatnya proses penyidikan masalah mantan Direktur Utama  Ilmu Pengetahuan Segera Periksa Budi Tjahjono, KPK Pelajari Kerugian Negara Kasus Jasindo
Tersangka Mantan Dirut Jasindo Budi Tjahjono (kanan) (istimewa)/Aktual.
Ia menyampaikan pihaknya akan mencocokan audit tersebut dengan keterangan para saksi yang telah diperiksa KPK. Hasil ini akan jadi materi penyidik ketika mengusut Budi Tjahjono nanti.

“Kebutuhan investigasi lebih lanjut. Itu langkah signifikan dalam penanganan perkara. Karena kita pakai pasal 2 pasal 3,” kata ia ketika dikutip dari Aktual.

Meski demikian Febri belum sanggup memastikan kapan pihaknya akan menghadirkan Budi Tjahjono ke ruang investigasi KPK.

“Nanti kita sampaikan lebih lanjut jadwal pemeriksaan. Tentu akan kita periksa,” kata Febri.

Tercatat sudah hampir satu tahun berjalan masalah ini bergulir semenjak KPK membuka adanya korupsi dalam pembayaran komisi acara fiktif biro Jasindo dalam penutupan asuransi oil and gas pada BP Migas, Kontraktor Kontrak Kerjasama Migas (KKKS) periode 2010-2012 dan 2012-2014, pada 3 Mei 2017 silam dengan ditetapkannya tersangka Budi Tjahjono.

Kasus ini sendiri tidak sanggup dipandang sebelah mata, setidaknya pada kasus ini nilai kerugian negara yang ditimbulkan menurut perhitungan sementara KPK sebesar Rp15 miliar.

Angka itu didapatkan KPK dari adanya fee fiktif yang diberikan Jasindo kepada para “Broker”. KPK mengira fee itu merupakan pura-pura Budi Tjahjono Cs untuk mengisi kantong-kantong langsung mereka.

Lebih jelasnya masalah itu bermula pada 2009, ketika BP Migas membuka lelang terbuka terkait pengadaan jasa asuransi untuk menutup aset dan proyek di Kontrak KKS. Untuk ikut tender itu, PT Jasindo menunjuk satu orang agen.

Panitia pengadaan tersebut kesudahannya mengumumkan PT Jasindo sebagai pemenang, dan menunjuknya sebagai pemimpin konsorsium dengan keanggotan yang terdiri dari PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia selaku ketua dua konsorsium, PT Asuransi Central Asia, PT Asuransi Sinarmas, PT Asuransi Astra Buana, ASEI, dan PT Adira Dinamika.

BP Migas lalu membuka tender kedua pada 2012. Kali ini, terkait terkait lelang jasa asuransi aset dan proyek BP Migas. PT Jasindo yang memakai jasa agen, kembali menang tender.

Disinilah KPK menemukan bahwa PT Jasindo bekerjsama tak memerlukan agen. Sebab proses tender dilaksanakan secara terbuka. Oleh karenanya KPK menilai bayaran terhadap dua biro yang ditunjuk PT Jasindo tersebut sebagai kerugian keuangan negara.

“BTJ (Budi Tjahjono) selaku direksi diduga melaksanakan perbuatan melawan aturan atau menyalahgunakan wewenang pembayaran acara fiktif asuransi oil and gas BP Migas,” Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/4/2017).

Baca :


Febri melanjutkan, selain itu ada indikasi anutan dana yang diberikan kepada biro juga mengalir kembali ke beberapa pejabat di PT Jasindo. “Fee komisi alasannya dianggap berjasa proses lelang di BP migas namun diduga komisi tersebut juga diduga mengalir ke pejabat di PT Jasindo,” kata dia.

Atas perbuatan itu, Budi Tjahjono disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 perihal Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Ilmu Pengetahuan Suap Pengadaan Barang Dan Jasa, Komisi Pemberantasan Korupsi Tahan Wali Kota Kendari Dan Ayahnya

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan empat tersangka tindak pidana suap pengadaan barang dan jasa di pemkot Kendari, Sulawesi Tenggara, tahun anggaran 2017-2018.

Keempat tersangka itu yaitu diduga sebagai pemberi ialah Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah dan diduga sebagai peserta ialah Wali Kota Kendari 2017-2022 Adriatma Dwi Putra, ayah Adriatma yang juga mantan Wali Kota Kendari dan calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun, serta pihak swasta yang juga mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari Fatmawati Faqih.

 menahan empat tersangka tindak pidana suap pengadaan barang dan jasa di pemkot K Ilmu Pengetahuan Suap Pengadaan Barang dan Jasa, KPK Tahan Wali Kota Kendari dan Ayahnya
KPK tahan para Tersangka suap pengadaan barang dan jasa Kota Kendari/Aktual.
“Mereka ditahan untuk 20 hari pertama. Adriatma, Asrun, dan Fatmawati Faqih di Rutan Negara Klas I Jakarta Timur Cabang Rutan KPK. Sedangkan Hasmun Hamzah di Rutan Pomdam Jaya Guntur,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah ketika dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (1/3).

Empat tersangka tersebut sudah mengenakan rompi tahanan KPK ketika keluar dari gedung KPK Jakarta untuk menjalani penahanan.

“Enggak benar,” kata Fatmawati singkat ketika ditanya wartawan soal keterlibatannya.

Sementara itu, tiga tersangka lainnya menentukan bungkam ketika dikonfirmasi awak media.

Diduga, kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Wali Kota Kendari bahu-membahu pihak lain mendapatkan hadiah dari swasta atau pengusaha terkait pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di pemkot Kendari Tahun 2017-2018 senilai total Rp2,8 miliar.

“Diduga PT SBN merupakan rekanan kontraktor jalan dan bangunan di Kendari semenjak 2012. Januari 2018 ini, PT SBN memenangkan lelang proyek Jalan Bungkutoko – Kendari New Port dengan nilai proyek Rp60 miliar,” ucap Basaria ketika konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Basaria menyatakan dugaan penerimaan uang atau hadiah oleh Wali Kota Kendari melalui pihak lain tersebut diindikasikan untuk kebutuhan kampanye Asrun sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara pada Pilkada Serentak 2018.

Untuk diketahui, Asrun merupakan calon Gubernur Sultra dalam Pilkada 2018 berpasangan dengan Hagua. Pasangan itu diusung PAN, PKS, PDI-Perjuangan, Partai Hanura, dan Partai Gerindra.

“Teridentifikasi, sandi yang dipakai ialah “koli kalender” yang diduga mengacu pada arti uang Rp1 miliar,” ungkap Basaria ketika dikutip dari Aktual.

Baca :


Sebagai pihak yang diduga peserta Adriatma, Asrun, dan Fatmawati disangkakan melanggar Pasal 11 atau pasal 12 karakter a atau karakter b UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 wacana Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan diduga pihak pemberi Hasmun disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) karakter a atau karakter b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (***)

Ilmu Pengetahuan Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Barang Dan Jasa Di Kendari, Komisi Pemberantasan Korupsi Geledah Tiga Lokasi

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah tiga lokasi dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di pemkot Kendari Tahun 2017-2018.

“Untuk kepentingan penanganan kasus ini, telah dilakukan penyegelan di beberapa daerah dan aset,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan ketika konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/3).

 menggeledah tiga lokasi dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait pelaksanaan p Ilmu Pengetahuan Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Barang Dan Jasa di Kendari, KPK Geledah Tiga Lokasi
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan ketika konferensi pers menawarkan barang bukti hasil operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Nganjuk di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/10). Dalam OTT tersebut KPK berhasil mengamankan gepokan uang senilai Rp 298 juta dan tetapkan 5 tersangka salah satunya Bupati Nganjuk Taufiqurrahman terkait suap jual beli jabatan. AKTUAL/Tino Oktaviano
Dalam masalah itu, KPK telah tetapkan empat tersangka, yaitu diduga sebagai pemberi Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah.

Sedangkan diduga sebagai peserta antara lain Wali Kota Kendari 2017-2022 Adriatma Dwi Putra, Asrun ayah dari Adriatma juga mantan Wali Kota Kendari dan calon Gubernur Sulawesi Tenggara serta swasta yang juga mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari Fatmawati Faqih.

Tiga lokasi yang digeledah itu antara lain ruang kerja tersangka Hasmun Hamzah di kantor milik tersangka, kamar di rumah di Jalan Tina Orima Kendari, dan ruangan rapat di rumah jabatan Wali Kota Kendari.

Diduga, kata Basaria, Wali Kota Kendari bahu-membahu pihak mendapatkan hadiah dari swasta atau pengusaha terkait pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di pemkot Kendari Tahun 2017-2018 sebesar Rp2,8 miliar.

“Diduga PT SBN merupakan rekanan kontraktor jalan dan bangunan di Kendari semenjak 2012. Januari 2018 ini, PT SBN memenangkan lelang proyek Jalan Bungkutoko – Kendari New Port dengan nilai proyek Rp60 miliar,” ucap Basaria ketika dilansir dari Aktual.

Basaria menyatakan dugaan penerimaan uang atau hadiah oleh Wali Kota Kendari melalui pihak lain tersebut diindikasikan untuk kebutuhan kampanye Asrun sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara pada Pilkada Serentak 2018.

Untuk diketahui, Asrun merupakan calon Gubernur Sultra dalam Pilkada 2018 berpasangan dengan Hagua. Pasangan itu diusung PAN, PKS, PDI-Perjuangan, Partai Hanura, dan Partai Gerindra.

“Teridentifikasi, sandi yang dipakai yaitu “koli kalender” yang diduga mengacu pada arti uang Rp1 miliar,” ungkap Basaria.

Baca :


Sebagai pihak yang diduga peserta Adriatma, Asrun, dan Fatmawati disangkakan melanggar Pasal 11 atau pasal 12 karakter a atau karakter b UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 wacana Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan diduga pihak pemberi Hasmun disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) karakter a atau karakter b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (***)

Ilmu Pengetahuan Terkait Suap Pengadaan Barang Dan Jasa, Komisi Pemberantasan Korupsi Tahan Walkot Kendari Dan Cagub Sultra

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra (ADP) dan Calon Gubernur (Cagub) Sulawesi Utara, Asrun ditahan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasangan Ayah (Asrun) dan Anak itu ditahan usai dijadikan tersangka perkara dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Kendari tahun 2017-2018.

“Ditahan untuk 20 hari pertama,” ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK, ibarat yang dikutip dari Aktual, Jakarta, Kamis, (1/3).

Pantauan dilokasi, keduanya keluar dari gedung KPK pribadi mengenakan rompi tahanan berwarna orange. Keduanya kompak menutup mulutnya dikala dilayangkan sejumlah pertanyaan oleh awak media. Sambil melemparkan senyum, keduanya melambaikan tangan kepada para awak media.

 Asrun ditahan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi  Ilmu Pengetahuan Terkait Suap Pengadaan Barang Dan Jasa, KPK Tahan Walkot Kendari Dan Cagub Sultra
Gedung yang hanya terletak sekitar 300 meter dari gedung usang tersebut rencananya akan mulai ditempati final 2015 atau awal 2016 tergantung penyelesaian dan kesiapan gedung yang mempunyai tinggi 16 lantai. Gedung tersebut mulai dibangun semenjak Desember 2013 dengan nilai kontrak Rp195 miliar direncanakan mempunyai 70 ruang investigasi dan gedung penjara yang bisa menampung 50 orang, 40 laki-laki dan sepuluh wanita.
Saat akan memasuki kendaraan beroda empat tahanan, dua orang disinyalir keluarga Asrun dan Adriatama tiba-tiba merangsek masuk kerumunan wartawan. Dua orang itu menangis meraung-raung sambil menyebut nama kedua tersangka suap tersebut.

Sesaat sesudah kendaraan beroda empat tahanan yang membawa Asrun dan Adriatama meninggalkan gedung KPK, sekarang giliran Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah dan Mantan Kepala BPKAD Kota Kendari Fatmawati Faqih pun keluar dari markas Antirasuah dengan mengenakan rompi tahanan. Keduanya pun bungkam dan buru-buru masuk ke kendaraan beroda empat tahanan.

Febri Diansyah yang dikonfirmasi menyampaikan jikalau Adriatma, Asrun dan Fatwati ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK. Sedangkan, Hasmun Hamzah ditahan di Rutan Guntur.

KPK menetapkan Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra (ADP) dan sang ayah Asrun, yang merupakan calon Gubernur Sulawesi Utara sebagai tersangka suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Kendari tahun 2017-2018.

Selain keduanya, penyidik juga menetapkan dua orang dari unsur swasta ialah Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah dan Mantan Kepala BPKAD Kota Kendari Fatmawati Faqih sebagai tersangka.

Dalam perkara ini, Adriatma diduga berpengaruh telah mendapatkan suap dari Hasmun Hamzah sebesar Rp2,8 miliar. Uang itu diberikan Hamsun Hamzah secara bertahap, pertama sebesar Rp1,5 miliar dan terakhir Rp1,3 miliar.

Kuat dugaan uang suap itu akan dipakai Adriatma untuk logistik kampanye sang ayah Asrun sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara di Pilkada serentak 2018.

Tak hanya itu, dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) tadi malam, tim mengamankan sejumlah barang bukti. Di antaranya, buku tabungan dengan keterangan adanya penarikan sebesar Rp1,5 miliar dan STNK serta kunci kendaraan beroda empat yang diduga sebagai alat transportasi untuk membawa uang tersebut.

Baca :

Atas perbuatannya, Hasmun Hamzah selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) aksara a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 wacana pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan Adriatma, Asrun dan Fatmawati selaku peserta suap dijerat dengan Pasal 11 atau Pasal 12 aksara a atau b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 wacana pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (***)

Ilmu Pengetahuan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Perintahkan Penyidik Dalam Puan Maharani Di E-Ktp

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyerahkan ke tim penyidik guna mendalami tugas mantan Ketua Fraksi PDIP Puan Maharani dalam pembahasan anggaran proyek e-KTP.

Saut juga menyerahkan ke penyidik apakah akan menyidik Ketua Fraksi PDIP periode 2009-2014 itu.

“Penyidik yang akan membuatkan sejauh apa mereka melihat potongan-potongan keterangan menuju fakta-fakta yang sanggup dikembangkan,” ujar Saut, melaui pesan singkatnya kepada wartawan, Jakarta, Selasa (27/2).

 Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi  Ilmu Pengetahuan Pimpinan KPK Perintahkan Penyidik Dalam Puan Maharani di e-KTP
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang ketika mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Jakarta, Selasa (12/9). Komisi III mempertanyakan soal tahapan proses penanganan masalah mulai dari laporan masyarakat sampai ke pengadilan. Selain itu juga mempertanyakan soal ribuan pengaduan masyarakat ke KPK namun tidak semuanya diproses. AKTUAL/Tino Oktaviano
Pernyataan Saut tersebut mengingat sejumlah fakta persidangan mantan Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto mengungkap adanya tugas Puan. Salah satunya dari kesaksian mantan Wakil Ketua Komisi II dewan perwakilan rakyat dari Fraksi PDIP Ganjar Pranowo yang mengakui kerap melaporkan perkembangan pembahasan proyek e-KTP kepada Puan yang ketika itu selaku Ketua Fraksi PDIP.

Saut menegaskan, penyidik KPK akan mengusut sejumlah pihak yang diduga kecipratan dalam masalah dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun itu.

“Hukum pembuktian itu melihat sejauh apa sanggup menandakan tugas atau keterkaitan orang perorang,” tegasnya ketika dikutip dari Aktual.

Selain Ganjat, mantan Bendahara Umum (Bendum) partai Demorkat, M Nazaruddin yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus Novanto mengakui semua Ketua Fraksi ikut kecipratan uang haram dari megakorupsi senilai Rp2,3 triliun tersebut. Dia menyebut besaran fee untuk ketua fraksi tidak sama atau bervariasi.

Sementara, anggota Fraksi PDIP Ganjar menyebut perkembangan pembahasan proyek pengadaan e-KTP dilaporkan bersamaan dengan pembahasan kegiatan lainnya yang ada di dewan perwakilan rakyat kepada Ketua Fraksi PDIP ketika itu, Puan Maharani.

“Semua biasanya ada laporan (kepada Ketua Fraksi),” kata Ganjar menjawab pertanyaan JPU KPK, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (8/2).

Tak hanya itu, dalam persidangan itu juga terkuak bahwa proyek e-KTP ini dikuasai oleh tiga partai besar dengan arahan warna merah, biru dan kuning. Merah sebagai PDI Perjuangan, biru sebagai Partai Demokrat dan kuning sebagai Partai Golkar.

Baca :


Pada surat dakwaan jaksa KPK disebutkan bahwa Golkar ketika itu turut diperkaya dari e-KTP sebesar Rp150 miliar, Partai Demokrat Rp150 miliar dan PDIP senilai Rp80 miliar. Adapun Ketua Fraksi Golkar ketika itu dijabat oleh Setya Novanto, sementara PDIP ialah Puan Maharani dan Demokrat dijabat Anas Urbaningrum kemudian digantikan oleh Jafar Hapsah.

Sejauh ini dari ketiga nama tersebut gres Novanto yang dijerat. Namun, semenjak awal penyidikan ini bergulir KPK belum pernah menyidik Puan Maharani selaku Ketua Fraksi PDIP. Padahal, Ketua Fraksi lainnya menyerupai Anas Urbaningrum berulang kali diperiksa dan Jafar Hafsah sendiri telah mengembalikan uang sebesar Rp1 miliar ke KPK. (***)

Ilmu Pengetahuan Komisi Pemberantasan Korupsi Berjanji Dalami Keterlibatan Ketua Fraksi Dpr Di Kasus E-Ktp

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji akan mendalami sejumlah fakta yang terungkap dalam persidangan terdakwa mantan Ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto. Pimpinan KPK menyatakan pihaknya juga akan menelisik tugas para Ketua Fraksi, yang Partainya disebut ikut menikmati gelontoran uang korupsi dari proyek bernilai Rp5,8 triliun tersebut.

“Fakta persidangan itu akan didalami lagi oleh KPK untuk kemudian di analisis sejauh apa sanggup ditindak lanjuti,” ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang ketika dikonfirmasi, Selasa, (27/2).

 berjanji akan mendalami sejumlah fakta yang terungkap dalam persidangan terdakwa mantan K Ilmu Pengetahuan KPK Berjanji Dalami Keterlibatan Ketua Fraksi dewan perwakilan rakyat di Kasus e-KTP
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang ketika mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Jakarta, Selasa (12/9). Komisi III mempertanyakan soal tahapan proses penanganan masalah mulai dari laporan masyarakat sampai ke pengadilan. Selain itu juga mempertanyakan soal ribuan pengaduan masyarakat ke KPK namun tidak semuanya diproses. AKTUAL/Tino Oktaviano
Sebelumnya Muhammad Nazaruddin yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang masalah Novanto mengakui semua Ketua Fraksi ikut kecipratan uang haram dari megakorupsi senilai Rp2,3 triliun tersebut. Dia menyebut besaran fee untuk ketua fraksi tidak sama atau bervariasi.

Tak hanya itu, dalam persidangan itu juga terkuak bahwa proyek KTP-el ini dikuasai oleh tiga partai besar dengan isyarat warna merah, biru dan kuning. Merah sebagai PDI Perjuangan, biru sebagai Partai Demokrat dan kuning sebagai Partai Golkar.

Sebelum Nazaruddin ‘berkicau’, mantan Wakil Ketua Komisi II Ganjar Pranowo yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang pun mengakui kerap melaporkan perkembangan pembahasan proyek KTP-el kepada Ketua Fraksi PDI Perjuangan.

Pada surat dakwaan jaksa KPK disebutkan jikalau Golkar sat itu turut diperkaya dari KTP-el sebesar Rp150 miliar, Partai Demokrat Rp150 miliar dan PDIP senilai Rp80 miliar. Adapun Ketua Fraksi Golkar ketika itu dijabat oleh Setya Novanto, sementara PDIP yaitu Puan Maharani dan Demokrat dijabat Anas Urbaningrum kemudian digantikan oleh Jafar Hapsah.
Atas hal tersebut, Saut menegaskan akan terus membuatkan masalah ini terlebih negara mengalami kerugian mencapai Rp2,3 triliun dari proyek ini. Bukan tak mungkin, para ketua Fraksi lainnya yang diduga ikut bersekongkol dan turut menikmati hasik korupsi KTP-el, akan dijerat juga oleh KPK.

Baca :


“Kalau ada fakta-fakta yang sanggup kami kembangkan nanti maka hanya duduk masalah waktu saja. Namun jikalau tidak, ya kami harus hati-hati,” pungkas Saut menyerupai yang dilansir dari Aktual.

Diketahui, sejauh ini dari ketiga nama tersebut gres Setya Novanto yang dijerat dan ditahan penegak aturan forum antirasuah tersebut. Namun, semenjak awal penyidikan ini bergulir KPK belum pernah mengusut Puan Maharani selaku Ketua Fraksi PDI Perjuangan padahal Ketua Fraksi lainnya semisal Anas Urbaningrum berulang kali diperiksa dan Jafar Hafsah sendiri telah mengembalikan uang sebesar Rp1 miliar ke KPK. (***)

Ilmu Pengetahuan Keponakan Dan Rekan Setnov Tersangka Gres Dalam Kasus E-Ktp

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Irvanto dan Made Oka ialah orang ke-7 dan ke-8 yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam masalah korupsi e-KTP.

KPK memutuskan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, keponakan Setya Novanto dan Made Oka Masagung, rekan Novanto, sebagai tersangka dalam masalah dugaan tindak pidana korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) pada Kementerian Dalam Negeri periode 2011-2012.

"KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk memutuskan dua orang lagi sebagai tersangka," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu (28/2/2018) malam menyerupai dikutip Antara. 

 yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam masalah korupsi e Ilmu Pengetahuan Keponakan Dan Rekan Setnov Tersangka Baru Dalam Kasus e-KTP
KPK telah memutuskan dua tersangka gres dari pihak swasta, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan Made Oka Masagung, masalah dugaan korupsi pengadaan proyek KTP elektronik. Foto: RES
Bukti itu menurut penyelidikan dan mencermati fakta persidangan para terdakwa yaitu Irman, Sugiharto, Andi Agustinus yang divonis bersalah, persidangan Setya Novanto yang masih berlangsung dan proses penyidikan tersangka ASS (Anang Sugiana Sudiharjo).

Irvanto ialah mantan administrator PT Murakabi Sejahtera, salah satu penerima tender e-KTP. Sedangkan Made Oka ialah pemilik OEM Investment Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang berada di Singapura.

Keduanya bahu-membahu dengan Setya Novanto, Direktur Utama PT Quadra Solutions Anang Sugiana Sudiharjo, Andi Agustinus alias Andi Narogong, mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman, mantan Pejabat menjadikan kerugian negara sekurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan Rp5,9 triliun.

"IHP (Irvanto Hendro Pambudi) diduga semenjak awal mengikuti proses pengadaan e-KTP dengan perusahaannya yaitu PT Murakabi Sejahtera dan ikut beberapa kali pertemuan di ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek e-KTP, ia juga diduga telah mengetahui ada undangan fee sebesar lima persen untuk mempermudah proses pengurusan anggaran e-KTP," tutur Agus sebagaimana yang diberitakan oleh Hukumonline.

Irvanto diduga mendapatkan total 3,4 juta dolar para periode 19 Januari - 19 Februari 2012 yang diperuntukkan kepada Setnov secara berlapis dan melewati sejumlah negara. Sedangkan Made Oka Masagung ialah pemilih PT Delta Energy, perusahaan SVP dalam bidang "investment company" di Singapura yang diduga menjadi perusahaan penampung dana.

"MOM (Made Oka Masagung) melalui kedua perusahaannya diduga mendapatkan tptal 3,8 juta dolar sebagai peruntukan kepada Setnov yang terdiri atas 1,8 juta dolar AS melalui perusahaan OEM Investment Pte.Ltd dari Biomorf Mauritius dan melalui rekening PT Delta Energy sebesar 2 juta dolar AS," ungkap Agus.

Made Oka diduga menjadi mediator uang suap untuk anggota dewan perwakilan rakyat sebesar lima persen dari proyek e-KTP. Keduanya disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 wacana Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur wacana orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga sanggup merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan bahaya pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Irvanto dan Made Oka ialah orang ke-7 dan ke-8 yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam masalah korupsi e-KTP. Enam tersangka sebelumnya ialah Irman, Sugiharto, Andi Agustinus (yang sudah divonis bersalah di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta), Anang Sugiana Sudiharja selaku dirut PT Quadra Solution, mantan ketua dewan perwakilan rakyat Setya Novanto, dan anggota dewan perwakilan rakyat Markus Nari.

Baca :


KPK juga menangani empat kasus lain yang masih terkait masalah e-KTP ini yaitu masalah perbuatan merintangi penanganan penyidikan masalah e-KTP dengan tersangka Markus Nari, masalah menunjukkan keterangan yang tidak benar di persidangan dengan tersangka Miryam S Haryani (sudah divonis di tingkat pertama), dan Fredrich Yunadi serta Bimanesh Sutarjo dalam kasus dugaan perbuatan merintangi penanganan masalah e-KTP.

"KPK kembali bekomitmen untuk terus bekerja keras dalam menangani kasus-kasus korupsi termasuk masalah e-KTP. Secara sedikit demi sedikit dalam upaya memulihkan kerugian negara KPK akan terus menyebarkan kasus ini untuk mencari pelaku lain yang bertanggung jawab," katanya. (***)

Ilmu Pengetahuan Dinasti Politik Jadi Perhatian Serius Kpk

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengawasi dinasti politik di daerah. Menurut KPK, dinasti politik berpotensi tinggi terjadinya tindak pidana korupsi.

"KPK memperhatikan serius terhadap dinasti politik," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan ketika menyambangi Polres Metro Jakarta Selatan, seeprti dikutip Antara, Jumat (2/3/2018).

 akan mengawasi dinasti politik di tempat Ilmu Pengetahuan Dinasti Politik Makara Perhatian Serius KPK
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan. tirto.id/Andrey Gromico
Basaria menegaskan KPK tidak melarang adanya politik atau kepala tempat "turun- menurun" kalau dilakukan secara transparan dan akuntabel menyerupai yang dilansir dari Tirto.

Menurut Basaria, pada dasarnya apabila orang renta atau anak menjadi kepala tempat atau pejabat negara tidak melaksanakan tindak pidana korupsi.

Basaria menyatakan penyidik KPK akan menindak tegas pejabat negara maupun kepala tempat yang terlibat korupsi dengan menerapkan pasal pembersihan uang untuk memiskinkan koruptor.

Dinasti politik menjadi sorotan publik usai KPK menangkap Walikota Kendari Sulawesi Tenggara Andriatma Dwi Putra bersama bapaknya yang menjadi calon gubernur Sulawesi Tenggara Asrun. Bapak dan anak itu terjaring OTT KPK Rabu (28/2/2018).

Keduanya menjadi tersangka dugaan peserta suap dari pihak swasta untuk pendanaan kampanye pencalonan kepala daerah. Andriatma menggantikan Asrun sebagai Walikota Kendari yang telah bertahta selama dua periode atau 10 tahun.

Dua orang lainnya yang ikut terkena OTT Kendari ialah mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari Fatmawati Faqih (FF) dan Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah (HAS).

Pada Kamis (1/3/2018), Asrun, Andriatma, Fatmawati dan Hasmun ditahan selama 20 hari pertama semenjak ditetapkan sebagai tersangka.

KPK menduga Adriatma Dwi Putra dan Asrun mendapatkan suap senilai Rp2,8 miliar dari Hasmun Hamzah yang kerap menerima proyek di Kota Kendari semenjak 2012.

Menurut keterangan KPK, uang suap dari Hazmun tersebut diduga akan dipakai untuk kepentingan kampanye Asrun di Pilgub Sulawesi Tenggara 2018. KPK menyita bukti berupa buku tabungan beserta kendaraan beroda empat yang dipakai untuk membawa uang suap tersebut.

Baca :


Hasmun Hamzah disangka melanggar pasal 5 ayat 1 karakter a atau pasal 5 ayat 1 karakter b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1.

Sementara Asrun, Adriatma Dwi Putra dan Fatmawati Faqih disangka melanggar pasal 12 karakter a atau karakter b atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (***)

Ilmu Pengetahuan Auditor Utama Bpk Divonis Tujuh Tahun Penjara Dari Tuntutan Jpu 15 Tahun

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan pidana penjara selama tujuh tahun kepada mantan Auditor Utama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rochmadi Saptogiri. Putusan ini lebih rendah tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama 15 tahun penjara.

Auditor Utama Keuangan Negara III BPK Rochmadi Saptogiri divonis tujuh tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan alasannya terbukti mendapatkan suap dan tindak pidana pembersihan uang pasif.

 Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi  Ilmu Pengetahuan Auditor Utama BPK Divonis Tujuh Tahun Penjara Dari Tuntutan JPU 15 Tahun
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), Eko Putro Sandjojo, ketika menjadi saksi kasus suap auditor BPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/9/2017). Mendes Eko Putro Sandjojo bersaksi untuk dua anak anak buahnya yang terjaring dalam operasi tangkap tangan KPK, yakni Inspektur Jenderal nonaktif Kementerian Desa dan PDTT Sugito, dan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Kementerian Desa, Jarot Budi Prabowo. AKTUAL/Munzir
“Mengadili, menyatakan terdakwa Rochmadi Saptogiri tidak terbukti sah dan meyakinkan dalam penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pembersihan uang sebagaimana dakwaan kumulatif kedua dan ketiga membebaskan kumlatif kedua dan ketiga. Menyatakan terdakwa Rochmadi Saptogiri terbukti bersalah melaksanakan korupsi secara gotong royong dalam dakwaan kesatu pertama dan tindak pidana pembersihan uang dalam dakwaan kumulatif ke-4,” kata Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki Wibowo dalam sidang pembacaan putusan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (5/3).

Vonis yang dijatuhkan oleh hakim Ibnu Basuki Widodo, Siti Basariah, Sigit Hendra Binaji, Sofialdi dan Hastopo itu jauh lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut semoga Rochmadi divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti Rp200 juta.

“Dipidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp300juta, bila tidak dibayar diganti kurungan empat bulan,” tambah hakim Ibnu.

Dalam dakwaan pertama, Rochmadi dinilai terbukti mendapatkan suap Rp240 juta dari Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dengan perantaraan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan pada Itjen Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo semoga Kemendes PDTT menerima Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016.

Uang suap berasal dari para Sesditjen, Sesbadan, Sesitjen serta Karo Keuangan dan BMN. Sugito meminta adanya “atensi atau perhatian” dari seluruh Unit Kerja Eselon I (UKE 1) kepada Tim Pemeriksa BPK berupa tunjangan uang dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp200 jut- Rp300 juta.

“Apa pun bentuk dan tujuan tunjangan uang itu bertentangan dengan kiprah dan kewajiban terdakwa untuk tidak melaksanakan korupsi, kongkalikong dan nepotisme,” tambah anggota majelis hakim Hastopo.

Uang diserahkan dalam dua tahap yaitu sebesar Rp200 juta pada 10 Mei 2017 oleh Jarot melalui Ali Sadli. Sedangkan tunjangan selanjutnya pada 26 Mei 2017 sebesar Rp40 juta melalui Jarot yang juga menyampaikannya kepada Ali Sadli.

Sehingga dakwaan pertama Rochmadi terbukti yaitu dari pasal 12 ayat 1 abjad a jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHP.

Perbuatan lain Rochmadi yang terbukti ialah dakwaan keempat yaitu dari pasal 5 UU 8 tahun 2010 wacana Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mengenai mendapatkan atau menguasai harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

Harta tersebut ialah 1 unit kendaraan beroda empat Honda Odyssey warna white orchid pearl tersebut ialah berasal dari perolehan yang tidak sanggup dipertanggungajwabkan secara sah yaitu dari hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan Ali Sadli yang menyimpang dari profil penghasilan Ali semenjak 2014 hingga 2017.

“SIM disamarkan dengan KTP Andika Ariyanto yang fotonya menyerupai dengan wajah terdakwa menambah praduga penyamaran identitas terdakwa. Tidak logis alasannya kendaraan beroda empat sudah berhari-hari di rumah terdakwa dan pengembalian kendaraan beroda empat bertepatan dengan OTT terdakwa, dan kendaraan beroda empat bukan dikembalikan ke Ali Sadli tapi ke show room padahal kendaraan beroda empat dari Ali Sadli yang diperoleh tidak secara sah,” kata anggota majelis hakim Sigit Herman Binaji.

Mobil tersebut pun oleh majelis hakim diperintahkan dirampas oleh negara.

Tidak terbukti Sedangkan perbuatan Rochmadi yang tidak terbukti ialah mendapatkan gratifikasi uang Rp600 juta ditambah 90 ribu dolar AS yang seluruhnya senilai Rp1,723 miliar yang kemudian dipakai untuk pembayaran sebuah1 bidang tanah kavling seluash 329 meter persegi di Kebayoran Essence Blok KE No I-15 Bintaro Tangerang.

“Dari uang 90 ribu dolar AS dan Rp600 juta yang jikalau diuangkan Rp1,73 miliar kemudian digenapkan Rp3,5 miliar untuk membeli tanah kavling di Kebayoran Essence bila dihubungkan dengan profil keuangan 2009-2015 total Rp3,5 miliar sudah sesuai dengan penghasilan yang sah,” tambah hakim Sigit menyerupai dilansir dari Aktual.

Menurut hakim, Rochmadi sanggup menandakan uang yang ia peroleh dari penghasilan lain meski tidak dilaporkan ke dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2009-2015.

“Ada perbedaan LHKPN perhitungan terdakwa dengan yang didakwakan penuntut umum berdasarkan catatan Kepala Bagian Perbendaharaan BPK Sri Rahayu Pantjaningrum sebesar Rp1,06 miliar. Penghasilan terdakwa lebih besar yang berasal dari acara operasional, bunga bagi hasil tabungan dan deposito, sewa tanah dan rumah dari luar BPK, gaji narasumber, penjualan aset kendaraan beroda empat Aerio, rumah di parung, bagi hasil kolaborasi rotan penjualan logam mulia dan watu mulia yang tidak dihitung sebagai penghasilan. Hakim berkesimpulan terdakwa telah sanggup menandakan terdakwa tidak mendapatkan gratifikasi yang didakwakan JPU, unsur gratifikasi tidak terpenuhi” ungkap hakim Sigit.

Dakwaan ketiga juga dinilai tidak terbukti yaitu tindak pidana pembersihan uang aktif dengan membeli satu bidang tanah seluas 329 meter persegi di Kebayoran Essence Tangerang Selatan seharga Rp3,5 miliar selanjutnya pada 2016 dibangun di atas tanah tersebut dengan biaya sekitar Rp1,1 miliar yang berdasarkan JPU berasal dari penerimaan gratifikasi.

“Untuk pembeli tanah kavling bukan dari tindak pidana tapi berasal dari penghasilan yang sah, jadi unsur harta yang patut diduga sebagai tindak pidana tidak terpenuhi, maka unsur selanjutnya tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut, dan terdakwa dibebaskan dari dakwaan penuntut umum tersebut,” ungkap hakim Sigit.

Baca :


Artinya, harta Rochmadi berupa satu bidang tanah seluas 329 meter persegi di Kebayoran Essence yang di atasnya sudah dibangun satu bangunan yang ketika ini dalam penyitaan KPK juga dikembalikan kepada Rochmadi.

Uang yang dikembalikan termasuk uang di brankas ruang kerja Rochmadi sebesar Rp1,154 miliar dan 3000 dolar AS dikurangi Rp200 juta yang dinilai terbukti merupakan hasil korpsi.

Atas putusan itu, Rochmadi menyatakan pikir-pikir dan jaksa KPK menyatakan banding.

“Kami sangat menghormati putusan majelis tapi kami pribadi menyatakan banding,” kata jaksa Takdir Suhan. (***)

Ilmu Pengetahuan Keponakan Setya Novanto Bantah Terima Uang 3,5 Juta Dolar As

Hukum Dan Undang Undang (Sumedang) Irvanto Hendra Pambudi Cahyo membantah mendapatkan kiriman uang jutaan dolar AS. Keponakan Setya Novanto itu menyangkal pernah menukarkan duit jutaan dolar AS kiriman dari negara Mauritius lewat perusahaan money changer.

Irvanto memberikan bantahannya ketika bersaksi di sidang korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto, di pengadilan Tipikor Jakarta, pada Senin (5/3/2018). Dia merupakan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera, salah satu perusahaan penerima tender proyek e-KTP. Irvanto juga sudah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka di perkara e-KTP.

 Irvanto Hendra Pambudi Cahyo membantah mendapatkan kiriman uang jutaan dolar AS Ilmu Pengetahuan Keponakan Setya Novanto Bantah Terima Uang 3,5 Juta Dolar AS
Irvanto Hendra Pambudi Cahyo ketika bersiap menjalani investigasi di gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/11/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
Irvanto membantah ketika Ketua Majelis Hakim, Yanto mengonfirmasi keterangan saksi Riswan alias Iwan Barala. Pegawai marketing PT Inti Valuta Money Changer itu mengungkapkan ada kiriman duit 3,5 juta dolar AS pada Januari-Februari 2012 untuk Irvanto. Uang itu diambil secara tunai oleh orang suruhan Irvanto berjulukan Ahmad.

"Saya tidak pernah minta Ahmad untuk mengambil uang dan saya tidak pernah ada transaksi sejumlah itu. Jangankan rekening dolar di luar negeri, di dalam negeri saya tidak ada," kata Irvanto.

Hakim Yanto sempat mengonfirmasi keterangan Riswan lainnya, “Pernahkah saudara memberikan ke Iwan (Riswan), 'saya punya uang di luar negeri, mau saya kirim, mau saya tukar di sini'?"

Irvanto menjawab, "Enggak pernah yang mulia. alasannya yakni saya enggak punya uang di luar [negeri]."

Irvanto juga mengaku gundah ketika Hakim Yanto bertanya wacana kiriman uang jutaan dolar AS dari negara Mauritius. Uang itu diduga berasal dari PT Biomorf Mauritius, perusahaan aneh salah satu penyedia produk biometrik merek L-1 di proyek e-KTP.

"Eh... di mana itu [negara Mauritius] yang mulia?" Kata Irvanto.

Hakim Yanto kemudian berkomentar, "Loh, tanya saya? Ini perkataan saudara dengan pak iwan loh."

Irvanto kembali membantah dengan menjawab, "Enggak ada yang mulia."

Selain itu, Hakim Yanto mengonfirmasi keterangan keterangan bahwa Irvanto pernah mengambil uang di Singapura.

Hakim Yanto bertanya, "Saksi-saksi menyampaikan Irvanto mau tukar tukar barang dolar nun jauh di sana, tapi maunya diterima tidak di Indonesia, mintanya money changer bukanya di Singapura. Nanti mau diambil di sana dalam bentuk dolar, itu bohong ya?"

Irvanto kemudian malah menjawab, "Eh... kelihatannya complicated [rumit] sekali yang mulia."

Hakim Yanto kemudian menegaskan pertanyaannya, "Itu bohong berarti ya?"

"Iya yang mulia," begitu balasan Irvanto.

Keterangan Saksi Soal Kiriman Duit Jutaan Dolar AS untuk Irvanto

Pada sidang hari ini, kesaksian Marketing PT Inti Valuta Money Changer berjulukan Riswan alias Iwan Barala mengonfirmasi adanya kiriman 3,5 juta dolar AS pada Januari-Februari 2012 untuk Irvanto.

"Uang 3,5 juta dolar AS diambil secara bertahap, pertama 1 juta dolar AS, kemudian 1 juta dolar AS dan 1,5 juta dolar AS secara bertahap. Diambil secara eksklusif di kantor oleh orang yang disuruh Irvanto," kata Iwan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Uang 3,5 juta dolar AS itu diperoleh dengan sistem barter. Menurut Iwan, Irvanto tiba ke Inti Valuta Money Changer meminta proses tukar barang yaitu menukarkan uang dolar AS dari luar negeri menjadi dolar AS yang diterima di dalam negeri.

Namun, Iwan tidak mempunyai uang hingga 3,5 juta dolar AS di luar negeri. Ia kemudian menghubungi orang berjulukan Juli Hira dari perusahaan money changer PT Berkah Langgeng Abadi untuk mencari dolar AS di luar negeri.

Baca :


"Irvanto kasih saya nomor rekening, saya forward (teruskan) ke orang Bu Juli, kemudian dari mereka yang masuk ke Bu Juli Hira 3,55 juta dolar AS dan dari Bu Juli Hira ke saya 3,53 juta dolar AS, jadi selisih 20 ribu dolar AS," kata Iwan ketika dilansir dari Tirto.

Selisih itu menjadi fee untuk Juli Hira. Sedangkan Iwan mengaku mengambil fee juga dari Irvanto Rp100 per dolar sehingga tinggal 3,5 juta dolar AS yang hingga ke tangan Irvanto.

Saksi lain di persidangan hari ini yakni Nunuy Kurniasih, salah satu staf PT Berkah Langgeng Abadi. Nunuy menyampaikan uang jutaan dolar AS dari luar negeri itu dikirimkan oleh PT Biomorf. Duit itu kemudian ditransfer ke banyak sekali perusahaan lain dalam 4 kali pengiriman pada Januari-Februari 2012. (***)