Showing posts sorted by date for query pengelolaan-dana-desa-kemenkeu-sebut. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query pengelolaan-dana-desa-kemenkeu-sebut. Sort by relevance Show all posts

Ilmu Pengetahuan Pengelolaan Dana Desa: Kemenkeu Sebut 200 Desa Terkena Ott

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sumiyati mengatakan, dari hampir 75 ribu desa di Indonesia yang mengelola Dana Desa (DD), sekitar 200 diantaranya terkena operasi tangkap tangan (OTT).

“Nantinya untuk DD memang arahnya Rp1 miliar per desa, tapi ketika ini total anggaran yang disalurkan mencapai Rp60 triliun dari APBN, masih ditambah lagi ADD yang bersumber dari APBD sehingga totalnya cukup besar,” kata Sumiyati di Ambon, Selasa (19/12/2017).

 Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan  Ilmu Pengetahuan Pengelolaan Dana Desa: Kemenkeu Sebut 200 Desa Terkena OTT
Ilustrasi. Seorang warga melintasi jalan yang dibangun dengan memakai dana desa di Desa Kabobona, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Senin (21/3). ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah.
Penjelasan Irjen Kemenkeu ini disampaikan dalam kegiatan talk show Hari Anti Korupsi 2017 dengan mengusung tema 'Integritas Budayaku Untuk Membangun Negeri'. Menurut dia, dalam rangka pengelolaan keuangan dana desa ini, maka pemerintah terus melaksanakan perbaikan-perbaikan.

“Kalau tadi kan ada 200-an desa yang kena OTT, sementara total desa mendekati 75 ribu-an dan banyak sekali, lalu dari jumlah itu sudah ada desa yang memang sangat maju sekali dan penduduknya banyak hingga yang penduduknya sedikit dan terpencil,” kata dia.

Menurut Sumiyati, Indonesia memang sangat heterogen. Karena itu, pemerintah sentra ketika ini punya banyak sekali jadwal antara lain membangun sistem pengelolaan dana desa yang semakin mudah atau sederhana.

Kemudian juga akan ada suatu standar pelaporan keuangan untuk desa, itu juga yang agak ruwet dan kini sedang disederhanakan sehingga akan ada standar akuntansi untuk dapat dilakukan dimana ketika ini masih berproses dan hampir selesai.

Selanjutnya ada tenaga-tenaga pendamping yang disiapkan guna melaksanakan pendampingan dana desa. Berbagai macam penguatan ini nanti dilaksanakan, dan ketika ini untuk problem pengelolaan keuangan ada sekitar 200 desa dari total hampir 75 ribu desa yang masih bermasalah.

"Sebenarnya data yang ada di Kementerian Desa, 56 ribu diantaranya sudah menerapkan suatu sistem pengelolaan keuangan dana desa yang dibangun tolong-menolong pemerintah sentra dan sebagian besar yang turun ke lapangan yakni BPKP,” kata Sumiyati.

Baca :
Tahun 2018 ada sekitar 10 ribuan desa yang belum menerapkan sistem yang sudah dibangun, dan mereka telah melaksanakan persiapan untuk diimplementasikan nanti. “Kebetulan saya ketua komite standar akuntansi pemerintah juga telah mempersiapkan ilustrasi," katanya ibarat diberitakan Tirto.

Menurut Sumiyati, jikalau memang sistem komputerisasi belum dapat dioperasikan, maka Kemenkeu juga menyiapkan gambaran dengan sistem yang dapat dikerjakan dengan sederhana. Bila cara itu pun tidak bisa, maka pemerintah menyiapkan daftar tabelaris yang dikerjakan secara manual sehingga sistemnya menjadi sederhana.

Pemerintah ketika ini juga sudah menggandeng perusahaan swasta nasional untuk ikut membantu pengelolaan dana desa biar benar-benar memperlihatkan manfaat kepada masyarakat dengan mengelola secara kewilayahan. Harapannya, pihak perusahaan dapat mengaitkannya dengan bisnis mereka sehingga apa yang dihasilkan masyarakat dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. (***)

Ilmu Pengetahuan Aturan Jikalau Terdapat Kemiripan Merek (Brand) Produk Makanan

Hukum Dan Undang Undang Merek, jenama atau merek dagang (simbol: ™ atau ®) ialah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk/jasa dan menjadikan arti psikologis/asosiasi.

Ada tiga jenis merek, yaitu :
  • Merek Dagang
Merek dagang ialah merek yang dipakai pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara tolong-menolong atau tubuh aturan untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
  • Merek Jasa
Merek jasa ialah merek yang dipakai pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara tolong-menolong atau tubuh aturan untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
  • Merek Kolektif
Merek kolektif ialah merek yang dipakai pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau tubuh aturan secara tolong-menolong untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

Berbeda dengan produk sebagai sesuatu yang dibentuk di pabrik, merek dipercaya menjadi motif pendorong konsumen menentukan suatu produk, lantaran merek bukan hanya apa yang tercetak di dalam produk (kemasannya), melainkan juga merek termasuk yang ada di dalam hati konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya.
 ialah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk Ilmu Pengetahuan Hukum Jika Terdapat Kemiripan Merek (Brand) Produk Makanan
Ilustrasi Kemiripan Merek (Brand) Produk Makanan

Menurut David A. Aaker, merek ialah nama atau simbol yang bersifat membedakan (baik berupa logo,cap/kemasan) untuk mengidentifikasikan barang/jasa dari seorang penjual/kelompok penjual tertentu. Tanda pembeda yang dipakai suatu tubuh usaha sebagai penanda identitasnya dan produk barang atau jasa yang dihasilkannya kepada konsumen, dan untuk membedakan perjuangan tersebut maupun barang atau jasa yang dihasilkannya dari tubuh perjuangan lain.

Merek merupakan kekayaan industri yang termasuk kekayaan intelektual. Secara konvensional, merek sanggup berupa nama, kata, frasa, logo, lambang, desain, gambar, atau kombinasi dua atau lebih unsur tersebut.

Di Indonesia, hak merek dilindungi melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Jangka waktu pinjaman untuk merek ialah sepuluh tahun dan berlaku surut semenjak tanggal penerimaan permohonan merek bersangkutan dan sanggup diperpanjang, selama merek tetap dipakai dalam perdagangan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 perihal Merek dan Indikasi Geografis telah menawarkan isyarat yang terang bagi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM biar menolak permohonan registrasi merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:
  • Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
  • Merek populer milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
  • Merek populer milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau
  • Indikasi Geografis terdaftar.

Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya ialah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur yang lebih banyak didominasi antara Merek yang satu dengan Merek yang lain sehingga menjadikan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur, maupun persamaan bunyi ucapan, yang terdapat dalam Merek tersebut.

Kami tidak sanggup memastikan apakah Kebab Turki Baba Rafi mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Kebab Turki Abahanif. Untuk memastikan itu, silakan Anda konsultasikan ke konsultan Hak Kekayaan Intelektual. Yang sanggup memastikan ialah pengadilan kalau terjadi sengketa.

Penjelasan lebih lanjut sanggup Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

Sebelumnya, perlu kami jelaskan terlebih dahulu perihal Paten dan Merek, dimana keduanya masuk dalam kategori hak kekayaan intelektual yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berbeda.

Perbedaan Paten dan Merek

Paten diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 perihal Paten (“UU Paten”). Paten ialah hak ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invesinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melakukan sendiri invensi tersebut atau menawarkan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Sementara, Merek diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 perihal Merek dan Indikasi Geografis (“UU MIG”). Merek ialah tanda yang sanggup ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau tubuh aturan dalam aktivitas perdagangan barang dan/atau jasa.

Berdasarkan definisi di atas sanggup kita ketahui bahwa terdapat perbedaan antara Paten dan Merek, dimana Paten terkait dengan invensi di bidang teknologi sedangkan merek ialah sebagaimana didefinisikan dalam ketentuan UU MIG.

Oleh lantaran itu, kami luruskan bahwa nama pada suatu produk kuliner tersebut bukanlah berkaitan dengan paten, melainkan berkaitan dengan merek suatu produk makanan.

Arti Persamaan Pada Pokoknya

UU MIG telah menawarkan isyarat yang terang bagi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM biar menolak permohonan registrasi merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:

  • Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
  • Merek populer milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
  • Merek populer milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau
  • Indikasi Geografis terdaftar.

Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya ialah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur yang lebih banyak didominasi antara Merek yang satu dengan Merek yang lain sehingga menjadikan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur, maupun persamaan bunyi ucapan, yang terdapat dalam Merek tersebut.

Pemilik Merek terdaftar dan/atau peserta Lisensi Merek terdaftar sanggup mengajukan somasi terhadap pihak lain yang secara tanpa hak memakai Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa:

Sanksi bagi setiap orang yang memakai merek orang lain yang mempunyai persamaan pada pokoknya diatur dalam Pasal 100 ayat (2) UU MIG yang berbunyi:

Setiap Orang yang dengan tanpa hak memakai Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling usang 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Kami tidak sanggup memastikan apakah Kebab Turki Baba Rafi mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Kebab Turki Abahanif. Untuk memastikan itu, konsultasikan ke konsultan Hak Kekayaan Intelektual. Yang sanggup memastikan ialah pengadilan kalau terjadi sengketa.

Namun demikian kami ingin menawarkan dua teladan sebagai perbandingan kepada Anda. Pertama, masalah merek AQUA dan AQUALIVA. Mahkamah Agung dalam putusannya (perkara No. 014 K/N/HaKI/2003) menyatakan bahwa pembuat merek Aqualiva mempunyai itikad tidak baik dengan mendompleng ketenaran nama Aqua.

Kedua, terkait dengan pertanyaan Bapak perihal kalimat dan kata yang didaftarkan. Salah satu masalah yang pernah diputus MA ialah merek CORNETTO dan CAMPINA CORNETTO (perkara No. 022 K/N/HaKI/2002). Dalam masalah ini, MA menyatakan penggugat sebagai pemilik merek Cornetto. Dalam pertimbangannya, MA memakai parameter berupa:
a.    Persamaan visual;
b.    Persamaan jenis barang; dan
c.    Persamaan konsep.

Jika pendaftar pertama merasa dirugikan oleh merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya, tentu ia sanggup menggugat peniadaan merek dimaksud. Demikian dilansir dari Hukumonline.

Dasar hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 perihal Paten;
  2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 perihal Merek dan Indikasi Geografis.


  • Pasal 1 angka 1 UU Paten
  • Pasal 1 angka 1 UU MIG
  • Pasal 21 ayat (1) UU MIG
  • Penjelasan Pasal 21 ayat (1) UU MIG
  • Pasal 83 ayat (1) UU MIG

Ilmu Pengetahuan Anggota Brimob Penembak Kader Gerindra Bekas Asisten Cagub Maluku

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Briptu Achmad Ridhoi anggota Brimob yang diduga menembak kader Partai Gerindra Fernando Wowor pernah menjadi ajun calon gubernur Maluku Murad Ismail ketika masih menjadi Kepala Korps Brigadir Mobil Polisi Republik Indonesia Irjen Polisi Murad Ismail. "Dulu iya, ajudan. Saat Pak Murad masih jadi Kakorbrimob," kata Kadiv Humas Mabes Polisi Republik Indonesia Irjen Polisi Setyo Wasisto kepada wartawan, Senin (22/1).

Namun begitu Setyo tidak mengetahui apakah Fernando masih menjadi ajun Murad sesudah jabatan Kepala Korps Brimob dipegang Irjen Polisi Rudy Sufahriadi. "Gak tau sekarang," ujarnya.

 Briptu Achmad Ridhoi anggota Brimob yang diduga menembak kader Partai Gerindra Fernando W Ilmu Pengetahuan Anggota Brimob Penembak Kader Gerindra Bekas Ajudan Cagub Maluku
Ilustrasi orang bersenjata api. Getty Images/iStockphoto

Rudy tidak menjawab ketika coba dikonfirmasi wartawan apakah AR merupakan ajudannya atau bukan. Sedangkan Murad menolak memperlihatkan konfirmasi dengan alasan sedang umrah semenjak pekan lalu. "Saya sedang umrah," ujar calon gubernur yang didukung PDI Perjuangan, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Hanura, PKB, PKP, PPP dan PAN.

Berdasarkan keterangan Rio Endika Putra Perdana, salah satu rekan Fernando yang ada di lokasi kejadian, penembakan terjadi di tengah perselisihan antara AR dan korban di daerah parkir. Motor BMW milik Ridhoi yang ketika itu hendak keluar dari daerah parkir berselisih jalan dengan kendaraan beroda empat yang ditumpangi Fernando dan kawan-kawan yang hendak masuk ke Dunkin Donuts.

Ketika itu, Ridhoi meminta kendaraan beroda empat untuk minggir, tapi Fernando dan kawan-kawan tidak menyetujui. Rekan Fernando, Arif, lantas turun dan menjelaskan bahwa jalan masih luas dan motor masih sanggup bergeser. Tidak terima, Ridhoi dan Arif kemudian terlibat perselisihan mulut, pistol pun dikeluarkan, dikokang dan diarahkan ke beling depan mobil.

Rio pun turun melerai konflik antara Arif dan Ridhoi. Rio juga sempat memegang tangan Ridhoi biar menyarungkan pistolnya, tetapi tidak digubris. Situasi kian panas ketika pistol mulai dipukulkan ke kepala Arif. Fernando yang melihat situasi itu ikut keluar dari kendaraan beroda empat dan memiting leher pelaku sehingga Ridhoi jatuh dari motornya. Rio kemudian berusaha mengambil pistol tersebut dengan dalih self-defense atau membela diri.

Kericuhan tak sanggup dihindari. Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Advokasi & Hukum‎ Habiburokhman menjelaskan Rio ketika itu ditarik dari belakang ketika berebut pistol dan kemudian mengalihkan fokusnya dari Ridhoi. Ketika ia berbalik itulah, Fernando yang sedang memiting dari belakang, ditembak oleh Ridhoi. Ia meninggal ketika datang di Rumah Sakit Vania.

Berdasarkan Peraturan Kapolri nomor 8 tahun 2009, Pasal 47 ayat (1) menyebutkan bahwa “Penggunaan senjata api hanya boleh dipakai jikalau benar-benar diperuntukan untuk melindungi nyawa manusia.”

Ayat berikutnya mengatur 6 poin keadaan yang memperbolehkan polisi memakai senjata api, antara lain, ketika menghadapi keadaan yang luar biasa atau membela diri dari bahaya final hayat dan/atau luka berat.

Aturan ini juga dilengkapi dengan Pasal 8 ayat (1) yang menyatakan bahwa polisi sanggup memakai senjata api apabila :

1. Tindakan pelaku kejahatan atau tersangka sanggup secara segera menimbulkan luka parah atau final hayat bagi anggota Polisi Republik Indonesia atau masyarakat.

2. Anggota Polisi Republik Indonesia tidak mempunyai alternatif lain yang beralasan dan masuk nalar untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut;

3. Anggota Polisi Republik Indonesia sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan bahaya segera terhadap jiwa anggota Polisi Republik Indonesia atau masyarakat.

Baca :

Di ayat (2) Pasal 8 ditambahkan juga bahwa : “Pada prinsipnya, penggunaan senjata api merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka.”

Habiburokhman mempertanyakan aturan polisi mengeluarkan senjata menghadapi kasus sabung mulut. Menurutnya, itu kasus kecil yang tidak perlu diselesaikan dengan senjata. Ia berharap polisi sanggup profesional dalam menangani kasus itu.

“Kami mempertanyakan apakah seorang anggota polisi boleh menodongkan pistol yang sudah terkokang sembarangan, bahkan hanya alasannya cekcok verbal saja,” katanya ketika dilansir dari Tirto. “Kami berharap biar pihak kepolisian sanggup bekerja maksimal sesuai dengan aturan yang berlaku.”

Saat ini Ridhoi masih menjalani perawatan di RS Polisi Republik Indonesia Kramat Jati alasannya luka usai perselisihan. "Si penembak digebukin banyak orang lain, entah siapa, saya tidak peduli," kata Habiburokhman. (***)

Ilmu Pengetahuan Rkuhp: Berikut Alasan Layak Ditolak Dan Tidak Disahkan

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Aliansi Nasional Reformasi kitab undang-undang hukum pidana menuntut pemerintah supaya menarik draf Revisi Undang-Undang kitab undang-undang hukum pidana dan membahasnya kembali dengan berbasis pada data dan pendekatan lintas disiplin dengan melibatkan banyak sekali pihak.

Hal tersebut disampaikan Direktur Pelaksana Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu mewakili 37 ormas dan LSM yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP, ketika konferensi pers, di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (11/2/2018).

“Hentikan seluruh perjuangan mengesahkan RKUHP yang masih memuat banyak permasalahan dan masih mengandung rasa penjajah kolonial,” kata Erasmus.

 Aliansi Nasional Reformasi kitab undang-undang hukum pidana menuntut pemerintah supaya menarik draf Revisi Undang Ilmu Pengetahuan RKUHP: Berikut Alasan Layak Ditolak Dan Tidak Disahkan
Masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi kitab undang-undang hukum pidana menawarkan tujuh alasan mengapa publik harus menolak RUU kitab undang-undang hukum pidana disahkan/Tirto.


Selain itu, kata Erasmus, aliansi masyarakat sipil ini juga menuntut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) supaya menolak RUU kitab undang-undang hukum pidana menjadi dagangan politik partai-partai di DPR.

Mengapa RKUHP Harus Ditolak?

Setidaknya terdapat 7 alasan yang disampaikan oleh aliansi ini sebagai dasar tuntutan mereka. Pertama, RUU kitab undang-undang hukum pidana dianggap sangat represif dengan persepektif pemenjaraan melebihi kitab undang-undang hukum pidana produk kolonial.

Asril, perwakilan dari Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LEIP), dalam kesempatan yang sama menyatakan, dari 1.251 perbuatan pidana dalam draf RUU KUHP, 1.198 di antaranya diancam dengan pidana penjara. Menurut dia, kebijakan ini akan semakin membebani permasalahan forum pemasyarakatan yang kekurangan kapasitas.

“Kami mau menghilangkan kolonialisasi, salah satunya dengan mengurangi ancaman hukuman. Saat ini kita malah menaikkan ancaman eksekusi melebihi Belanda itu sendiri," kata Asril.

Ia mencontohkan, pasal penghinaan presiden yang ancaman hukumannya naik satu tahun, dari 4 tahun penjara menjadi 5 tahun yang sanggup menciptakan pelakunya pribadi ditahan. “Di Belanda itu tidak hingga 5 tahun,” kata Asril.

Kedua, aliansi ini berpandangan draf RUU kitab undang-undang hukum pidana yang ketika ini disusun dewan perwakilan rakyat dan pemerintah belum berpihak pada kelompok rentan, terutama perempuan. Menurut Khotimun Sutanti atau yang erat disapa Imun, perwakilan LBH APIK, hal ini terlihat dalam pasal perzinaan dan “samenleven.”

Imun menilai, dua pasal tersebut dibentuk tanpa pertimbangan yang matang dan berpotensi membahayakan 40 hingga 50 juta masyarakat sopan santun dan 55 persen pasangan menikah di rumah tangga miskin yang selama ini kesulitan mempunyai dokumen perkawinan resmi.

"Ini sanggup meningkatkan angka kawin di belum dewasa yang sudah dialami 25 persen anak wanita di Indonesia. Data BPS 5 persen dari anak yang kawin di belum dewasa itu putus sekolah," kata Imun.

Selanjutnya, kata Imun, dua pasal tersebut juga rentan menjerat korban kekerasan seksual dengan pidana dan membatasi hak mereka terhadap saluran kesehatan.

“Korban kekerasan seksual akan takut untuk melapor. Karena beliau sanggup justru dipidanakan ketika tidak sanggup menandakan dirinya sebagai korban. Ketika mereka memeriksakan kerusakan organ tubuhnya akhir kekerasan juga malah sanggup dipidana," kata Imun.

Lagi pula, kata Imun, pemerintah tidak sempurna memidanakan ranah privat. Dua pasal tersebut justru memperlihatkan lemahnya tugas pemerintah dalam menanggulangi kekerasan seksual.

"Pidana itu ultimum remidium yang harusnya menjadi penyelesaian paling selesai dari sebuah persoalan. Apakah tugas agama, budaya dan pendidikan sudah segagal itu hingga ranah privat dipidanakan," kata Imun.

Ketiga, aliansi ini juga berpandangan RUU kitab undang-undang hukum pidana mengancam agenda pembangunan pemerintah, terutama agenda kesehatan, pendidikan, ketahanan keluarga, dan kesejahteraan.

Ricky Gunawan, perwakilan dari LBH Masyarakat, dalam kesempatan yang sama mengatakan, larangan penyebaran informasi perihal kontrasepsi, menyerupai yang termaktub dalam pasal 534 RUU kitab undang-undang hukum pidana berpotensi menghambat agenda pencegahan HIV/AIDS.

“Ini wujud miskoordinasi antarlembaga pemerintah. Ada kriminalisasi terhadap kondom. Kalau kondom dikriminalisasi akan menghambat agenda penanganan HIV/AIDS," kata Ricky.

Keempat, aliansi ini beropini RUU kitab undang-undang hukum pidana mengancam kebebasan berekspresi dan memberangus proses berdemokrasi. Ade Wahyudin, perwakilan dari LBH Pers menyatakan, salah satu bukti dalam hal ini yaitu pasal 309 RUU kitab undang-undang hukum pidana perihal “Berita Bohong” dan pasal 328-329 perihal contempt of court.

Ade menyoroti pasal 309 ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang yang menyiarkan isu bohong atau pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran atau kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling usang 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III".

Menurut Ade, frasa "mengakibatkan keonaran" pada ayat (1) tersebut berpotensi multitafsir dan sangat rentan untuk mengkriminalisasi wartawan yang kesehariannya mencari berita.

Ade mencontohkan multitafsir ayat tersebut ketika ada wartawan meliput suatu masalah korupsi, kemudian mewawancarai KPK dan mewawancarai narasumber lain untuk mendapat cover both side sesuai etika jurnalistik. Namun, ketika isu tersebut sudah disiarkan dan ternyata narasumber tidak akurat dan tidak betul memberi informasinya, maka wartawanlah yang akan dianggap memberitakan kebohongan.

"Ini sanggup teman-teman kena pasal tersebut," kata Ade.

Hal yang sama, kata Ade, juga sanggup berlaku bagi pasal contempt of court. Menurut dia, ketika wartawan meliput di pengadilan, hakim atau pihak manapun sanggup memperkarakan dengan alasan mempengaruhi integritas hakim sebab isu yang tersiar dianggap tidak sesuai dengan yang mereka inginkan.

Terkait ini, Ade merujuk pada Pasal 329 karakter (d) yang berbunyi "Mempublikasikan atau membolehkan untuk dipublikasikan segala sesuatu yang menimbulkan akhir yang sanggup mempengaruhi sifat tidak memihak Hakim dalam sidang pengadilan."

Sementara, kata Ade, apabila merujuk pada pasal 328, maka wartawan sanggup dikenakan pidana 5 tahun penjara sebab perbuatan tersebut.

Pasal lain yang sanggup membungkam kebebasan berekspresi yaitu pasal 494 Tentang Tindak Pidana Pembukaan Rahasia yang berbunyi “Setiap orang yang membuka belakang layar yang wajib disimpannya sebab jabatan atau profesinya baik belakang layar yang kini maupun yang dahulu dipidana dengan pidana penjara paling usang 2 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III".

Ade menilai, maksud belakang layar di sini masih multitafsir. Sedangkan wartawan dalam melaksanakan wawancara kerap mendapat informasi yang bersinggungan dengan belakang layar instansi tertentu, namun diungkapkan oleh narasumber secara terbuka.

"Jadi nanti ketika teman-teman wartawan mempublikasikan belakang layar jabatan, yang ketika ini memang belum terang apa itu belakang layar jabatan yang berada di RKUHP, teman-teman sanggup juga kena pasal ini," kata Ade ketika dilansir dari Tirto.

Kelima, aliansi ini juga menilai RUU kitab undang-undang hukum pidana masih memuat banyak pasal karet dan tak terang yang mendorong praktik kriminalisasi, termasuk intervensi terhadap ruang privat. Erasmus, perwakilan dari ICJR mengatakan, bukti atas hal ini yaitu masuknya unsur living law atau peraturan yang hidup di masyarakat dalam RUU KUHP, yakni pasal 2.

"Yang ancaman itu aturan itu tidak diinterpretasikan oleh pemangku adat, tapi oleh KUHP. Penegakan hukumnya juga oleh aparat. Ini sanggup menciptakan Anda yang tidak tahu sopan santun suatu tempat terkena pidana sebab dianggap melanggar hal itu," kata Erasmus.


Anggota Brimob Penembak Kader Gerindra Bekas Ajudan Cagub Maluku
  • Dalil Saksi Ahli Sultan Soal Dasar Larangan Cina Punya Tanah di DIY
  • Hukum Jika Terdapat Kemiripan Merek (Brand) Produk Makanan
  • Pengelolaan Dana Desa: Kemenkeu Sebut 200 Desa Terkena OTT
  • Reglemen Hukum Acara: Riwayatmu Dulu, Nasibmu Kini
  • Langkah Awal Robert Pakpahan Nakhodai Direktorat Jenderal Pajak
  • Tugas Luky Sebagai Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
  • KPK Cocokan Bukti Aliran Dana Korupsi e-KTP ke Anggota DPR
  • Wejangan Menteri Keuangan untuk Direktur Jenderal Pajak yang Baru
  • Robert Pakpahan Dirjen Pajak Baru


  • Perwakilan Indonesian Corruption Watch (ICW), Tama S. Langkun menilai, adanya delik-delik pidana korupsi dalam RUU kitab undang-undang hukum pidana sanggup menciptakan KPK tidak berfungsi dan melemah. Karena, kitab undang-undang hukum pidana nantinya akan menuntut UU Pemberantasan Korupsi No 28 tahun 1999 dan UU KPK nomor 30 tahun 2002 menyesuaikan yang berpotensi menghilangkan beberapa pasal penindakan korupsi yang spesifik.

    "Penyesuaian dalam kitab undang-undang hukum pidana itu tidak tepat. Makara lebih baik UU Korupsi yang diperkuat," kata Tama.

    Ketujuh, merujuk pada enam alasan sebelumnya, aliansi ini menganggap RUU kitab undang-undang hukum pidana telah kasatmata dibahas tanpa melibatkan forum pemerintah dalam sektor kesehatan masyarakat, sosial, perencanaan pembangunan, pemasyarakatan, dan sektor-sektor terkait lainnya.

    "Presiden Jokowi harus hati-hati, sebab bila RKUHP ini disahkan kini sanggup merugikan pemerintahannya sebab dianggap membangkang konstitusi," kata Erasmus. (***)

    Ilmu Pengetahuan Pandangan Fraksi-Fraksi Dpr Atas Pasal-Pasal Rkuhp Yang Sensitif

    Hukum Dan Undang Undang (Jakarta)  Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang digodok dewan perwakilan rakyat dan pemerintah menuai protes publik, khususnya pasal pencabulan, perzinaan dan penghinaan terhadap presiden. Ketiga poin tersebut dianggap sebagai pasal karet atau tidak mempunyai kepastian hukum.

    Pasal penghinaan presiden bahkan dianggap sebagai pasal “zombie” atau pasal yang telah mati dihidupkan kembali. Pasal macam itu pernah ada sebelumnya namun telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dari kitab undang-undang hukum pidana usang yang termaktub dalam pasal 134-137.

    Kasus Korupsi e-KTP: Made Oka Bantah Bertemu Narogong, Paulus Tannos, dan Setya Novanto
  • Tes CPNS 2017: Mimpi Bekerja di KKP Ditenggelamkan Syarat "Rekomendasi" Psikolog
  • Problematika RKUHP: Akhir Nasib Delik Korupsi Dalam RKUHP
  • Pengelolaan Dana Desa: Kemenkeu Sebut 200 Desa Terkena OTT
  • Reglemen Hukum Acara: Riwayatmu Dulu, Nasibmu Kini
  • Langkah Awal Robert Pakpahan Nakhodai Direktorat Jenderal Pajak
  • Tugas Luky Sebagai Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
  • KPK Cocokan Bukti Aliran Dana Korupsi e-KTP ke Anggota DPR
  • Wejangan Menteri Keuangan untuk Direktur Jenderal Pajak yang Baru
  • Robert Pakpahan Dirjen Pajak Baru

  • Selain itu, berdasarkan Erasmus, penerapan pasal penghinaan presiden tidak sempurna bagi Indonesia yang menerapkan sistem presidensil yang menempatkan presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.

    Hal ini, berdasarkan Erasmus, berbeda dengan di Thailand yang memang mengakui keberadaan raja sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan, sehingga pasal Leste Majeste dapat diberlakukan di sana.

    "Kecuali Presiden Jokowi memang menganggap dirinya sebagai raja," kata Erasmus. (***)

    Ilmu Pengetahuan Sesuai Dengan Fungsinya, Komnas Ham Minta Pelanggaran Ham Berat Tak Masuk Kuhp

    Hukum Dan Undang Undang (Jakarta)  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merupakan sebuah forum Negara yang dibuat pada tahun 1993 dengan Keputusan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 wacana Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Kemudian pada tahun 1999, keberadaan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia didasarkan pada Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 wacana Hak Asasi Manusia.

    Berdasarkan Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 wacana Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mempunyai tujuan sebagai berikut:
    1. mengembangkan kondisi yang aman bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan Pancasila, Undang Undang Dasar 1945 dan Piagam PBB, serta Deklarasi Universal HAM;
    2. meningkatkan dukungan & penegakan HAM untuk berkembangnya pribadi insan Indonesia seutuhnya & kemampuannya untuk berpartisipasi dalam aneka macam bidang kehidupan.

     merupakan sebuah forum Negara yang dibuat pada tahun  Ilmu Pengetahuan  Sesuai Dengan Fungsinya, Komnas HAM Minta Pelanggaran HAM Berat Tak Masuk KUHP
    Pelanggaran HAM berat bila dimasukkan dalam kitab undang-undang hukum pidana akan menjadi tindak pidana umum, bukan tindak pidana khusus.
    Untuk mencapai tujuannya yang tercantum didalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 wacana Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia melakukan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi wacana HAM.

    Untuk melakukan fungsi Komnas HAM dalam hal pengkajian dan penelitian, Komnas HAM mempunyai kiprah dan wewenang sebagai berikut:
    1. pengkajian & penelitian aneka macam instrumen internasional HAM dengan tujuan untuk memperlihatkan saran saran wacana kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi;
    2. pengkajian & penelitian aneka macam peraturan perundang seruan untuk memperlihatkan rekomendasi wacana pembentukan, perubahan & pencabutan peraturan perundang seruan yang berkaitan dengan HAM;
    3. penerbitan hasil pengkajian & penelitian;
    4. studi kepustakaan, studi lapangan & studi banding ke negara lain mengenai HAM;
    5. pembahasan aneka macam problem yang berkaitan dgn perlindungan, penegakan & pemajuan HAM;
    6. kerjasama pengkajian & penelitian dengan organisasi, forum / pihak lain nya, baik pada tingkat nasional, regional, ataupun tingkat internasional dalam bidang HAM.
    Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta kepada panitia kerja (panja) RUU kitab undang-undang hukum pidana untuk tidak memasukkan Pasal pelanggaran HAM berat dalam KUHP.

    "Pidana khusus tak perlu diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana kaena akan membatasi banyak hal dan budi hukumnya berlainan," kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam kepada Tirto, Kamis (8/2/2018).

    Menurut Anam, pelanggaran HAM berat bila dimasukkan dalam kitab undang-undang hukum pidana akan menjadikannya sebagai tindak pidana umum, bukan tindak pidana khusus. Padahal, kedua jenis tindak pidana tersebut mempunyai batas busuk yang berlainan dalam penindakannya.

    "Dalam aturan biasa [kedaluwarsa] 20 tahun. Dalam konteks pelanggaran HAM berat itu enggak ada angkanya," kata Anam.

    Anam mencontohkan masalah pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Pol Pot yang penindakannya tidak busuk meskipun yang bersangkutan telah meninggal dunia dan pengadilan terhadapnya terus berjalan.

    Karena, berdasarkan Anam, menindak pelanggaran HAM berat tidak hanya soal jeratan eksekusi bagi pelaku, melainkan juga ada proses pencarian keadilan bagi korban.

    "Disebut pelanggaran HAM berat sebab ada nilai dasar insan secara kodrati yang dilanggar oleh orang lain, oleh kekuasaan macam-macam, yang seharusnya tidak diperbolehkan. Makanya disebut melanggar, bukan dikatakan kejahatan," kata Anam.

    Lagi pula, kata Anam, pemerintah tidak akan bisa menangangi pelanggaran HAM berat kalau masuk dalam KUHP. Karena, pelanggaran HAM berat itu juga mencakup pelanggaran atas HAM dalam seluruh aspek kehidupan insan yang dilakukan secara sistemik.

    "Memang mau kemudian semua dimaknai melanggar HAM berat? Mau ditangkap semua atas pelanggaran HAM berat? Enggak, kan?" kata Anam.

    Maka, dalam hal ini, Anam mengusulkan sebaiknya pemerintah dan dewan perwakilan rakyat mendorong revisi atas UU No. 26 Tahun 2000 wacana pengadilanHAM yang ketika ini menurutnya masih kurang tepat sebab belum memasukkan empat poin statuta Roma di dalamnya.

    "Harusnya semangat untuk mendiskusikan pelanggaran HAM berat itu ialah semangat merevisi UU 26 Tahun 2000. Bukan menimbulkan pasal tersebut masuk ke KUHP. Makara UU-nya khusus dan diatur secara komprehensif," kata Anam.

    Dengan begitu, kata Anam, yang akan masuk tidak hanya pasal-pasal pokok saja. Melainkan juga pasal-pasal lain yang masuk dalam penindakan HAM berat juga bisa masuk.

    Selain itu, kata Anam, masuknya pelanggaran HAM berat di kitab undang-undang hukum pidana akan menciptakan Komnas HAM kehilangan fungsi penindakan. Karena, menurutnya, nomenklatur penindakan kitab undang-undang hukum pidana ialah kepolisian.

    "Kalau di UU 26 Tahun 2000, penyidikan dan penindakan oleh Komnas HAM pribadi ke kejaksaan," kata Anam ketika dikutip dari Tirto.

    Adapun pernyataan ini disampaikan Anam sebagai respons atas usulan pemerintah kepada dewan perwakilan rakyat untuk memasukkan pelanggaran HAM berat sebagai salah satu pasal di kitab undang-undang hukum pidana gres ketika rapat tim perumus RUU KUHP, Senin (5/2/2018) lalu.

    Pemerintah menganggap perlu ada pasal pelanggaran HAM berat sebagai bentuk implikasi statuta Roma mengenai pelanggaran HAM berat, yakni untuk tindakan genosida, agresi, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

    Baca :

    Terpisah, anggota Panja RUU KUHP, Taufiqulhadi menyatakan semua usulan pemerintah tersebut akan dimasukkan dalam KUHP. "Semuanya masuk," kata Taufiqulhadi di kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (8/2/2018).

    Menurutnya, masuknya seluruh usulan pemerintah memperlihatkan bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi dan berideologikan Pancasila telah mengadopsi statuta Roma.

    "Enggak perlu pasal khusus. Justru mereka [Komnas HAM] itu harusnya mendorong supaya tidak dipisahkan. Jangan curiga begitulah," kata Taufiqulhadi. (***)

    Ilmu Pengetahuan Whatsapp The Family Of Mca: Dari Anti Ahok Ke Warta Kebangkitan Pki

    Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polisi Republik Indonesia menangkap 14 anggota grup WhatsApp The Family of MCA, Senin (26/2/2018) dan Selasa (27/2/2018). Penangkapan ke-14 orang ini diduga terkait dengan jaringan penyebar ujaran kebencian yang diduga beroperasi di wilayah siber.

    Grup ini mengasosiasikan diri dengan MCA, istilah yang dikenal warganet sebagai singkatan dari Muslim Cyber Army—. MCA mulai dikenal warganet dikala hiruk pikuk Pilkada DKI 2017, kelompok ini populer karena menjadi oposan dari petahana Gubernur Basuki Tjahaja Purnama-Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat.

     Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polisi Republik Indonesia menangkap  Ilmu Pengetahuan WhatsApp The Family of MCA: Dari Anti Ahok ke Isu Kebangkitan PKI
    Ilustrasi hoax. Getty Images/iStockphoto/WhatsApp The Family of MCA: Dari Anti Ahok ke Isu Kebangkitan PKI
    Peneliti dari Departemen Komunikasi dan Informasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Savic Ali menyebutkan tiga hal yang khas dari kelompok MCA: anggotanya anonim, biasa mengembangkan informasi tidak benar, dan berusaha menjatuhkan dapat dipercaya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

    “Dulu belum ada nama. Mereka urusannya nyerang Ahok saja,” kata Savic dikala dihubungi Tirto, Selasa (27/2/2018).

    Temuan ini diperoleh Savic dari hasil studinya meneliti kemunculan situsweb dan grup komunitas Islam di dunia siber. Savic menduga kelompok ini tidak terorganisir dan tidak dikomandoi oleh satu orang sebagai sentral pergerakan. Meski begitu, ia menyakini banyak faksi dalam kelompok ini jikalau ditelusuri lebih lanjut.

    Cara kerja kelompok ini, kata Savic, dengan menggunakan warta agama. Isu ini dipilih karena agama yaitu cara tercepat biar menghipnotis rakyat Indonesia. Kemudian, kata dia, mereka menggunakan sumber tidak terperinci untuk menciptakan informasi yang keliru. Apapun yang mereka sampaikan yaitu sesuatu untuk menjatuhkan pemerintah, meski isinya tidak benar.

    “Semangatnya memusuhi pemerintah dan orang-orang yang mendukung pemerintah [sekarang],” ucap alumnus STF Driyarkara ini.

    Dekat dengan Jonru

    Setelah Ahok kalah dalam pilkada, Savic menyebut target kelompok ini beralih ke pemerintahan Joko Widodo. Anggota grup ini belakangan diketahui memainkan warta kebangkitan PKI dalam insiden penyerangan ulama. Menurut Savic warta ini merugikan pemerintah.

    “[Karena] Waktu Jokowi kampanye [dalam Pilpres 2014], beliau di-black campaign oleh Jonru [Jon Riah Ukur Ginting] dan kawan-kawan sebagai PKI,” kata Savic.

    Ihwal kedekatan Jonru dengan MCA terungkap dalam postingan Jonru di akun facebook-nya pada 29 Mei 2017. Jonru pernah mengunggah keterangan soal MCA yang ia sebut “Bukanlah suatu organisasi lembaga, komunitas, yayasan, parpol, perusahaan, ataupun organisasi masyarakat. Namun, siapapun yang menyuarakan dakwah membela kebenaran di media umum yaitu penggalan MCA.”

    Jonru diketahui merupakan orang yang acap mengkritik Presiden Joko Widodo. Pada 3 April 2015, Jonru mengunggah goresan pena berjudul “5 Alasan Jokowi Tidak Layak Makara Presiden” di beranda Facebooknya.

    Humas Persaudaraan Alumni 212, Novel Bamukmin menilai, MCA yang ditangkap polri bukanlah MCA yang terlibat dalam demonstrasi penentang Ahok dikala Pilkada DKI 2017. Menurut Novel, MCA yang mengembangkan hoax yaitu MCA palsu.

    “MCA sangat berakhlaq, kerjanya hanya melawan hoax rezim ini,” ucap Novel.

    Partisan Politik?

    Dari riset yang dilakukan Savic selama tiga bulan dan melibatkan lebih dari 350 ribu cuitan di twitter,—belum termasuk unggahan Facebook dan Instagram—, kebanyakan ujaran kebencian berasal dari partisan politik, sebagian lainnya terafiliasi atau mengklaim sebagai MCA.

    Di Twitter, akun MCA memang cukup banyak. Tidak satu pun diketahui mana yang asli. Di Facebook, ada salah satu akun MCA yang mempunyai anggota 1,1 akun.

    Savic menyebut, riset yang beliau lakukan masih belum tuntas. Ia tidak mau membeberkan simpatisan partai mana yang menjadi pendonor paling banyak soal ujaran kebencian.

    “MCA ini bukan kelompok tunggal. Saya duga memang ada kelompok lain yang lebih lihai memainkan [mereka],” kata Savic.

    Soal afiliasi politik anggota grup The Family of MCA, polisi belum mau berkomentar. Mereka beralasan akan menjelaskan secara lengkap dalam rilis penangkapan anggota grup yang akan dilaksanakan Rabu siang, (28/2/2018).

    Karo Penmas Mabes Polri, Brigjen Mohammad Iqbal juga belum tahu afiliasi politik 14 tersangka ini dengan grup Facebook dan akun twitter MCA. Ia juga belum mau menawarkan balasan ketika ditanya soal tugas masing-masing pelaku.

    Terpisah, Kasubsit I Dirtipidsiber Bareskrim Polisi Republik Indonesia Komisaris Besar Irwan Anwar menyampaikan penangkapan terhadap 14 orang ini tidak ada kekerabatan dengan tahun politik. Menurut Irwan, penangkapan ini murni dilakukan karena pelaku kerap menyebar konten berisi ujaran kebencian.

    Baca :


    “Mereka ‘kan ditangkap alasannya ramai mengembangkan hoaks penyebaran ulama itu,” terangnya dikala dikutip dari Tirto.

    Sementara Novel merasa penangkapan ini memperlihatkan rezim Jokowi sedang membungkam oposisi politiknya. Ia juga menyayangkan perilaku kepolisian yang dinilainya sudah tidak netral.

    “Polisi sudah tidak netral dan sudah secara tidak eksklusif berpolitik alasannya menjadi kepanjangan tangan penguasa dikala ini dengan membabi buta menangkapi orang yang justru memberantas PKI,” tegas Novel. (***)

    Ilmu Pengetahuan Tak Ada Jaminan Keadilan Bagi Korban Pelanggaran Ham Di Putusan Mk

    Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mempertanyakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penolakan permohonan Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA) untuk merevisi Pasal kesusilaan pada Desember silam. Putusan MK tersebut menyimpulkan penolakan terhadap usulan kriminalisasi terhadap sikap Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) serta hubungan di luar nikah.

    Wakil Ketua Sekretaris Jenderal MUI, Muhammad Zaitun, mengaku heran atas keputusan MK alasannya yaitu menurutnya lebih banyak didominasi warga Indonesia beragama. Orang yang beragama, dalam pandangan Zaitun, tidak mengizinkan sikap LGBT maupun hubungan di luar nikah.

     mempertanyakan keputusan Mahkamah Konstitusi  Ilmu Pengetahuan Tak Ada Jaminan Keadilan Bagi Korban Pelanggaran HAM di Putusan MK
    Suasan sidang dengan jadwal pembacaan putusan uji bahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 ihwal Administrasi Kependudukan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (7/11/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
    "Patut ditinjau ulang apakah ini sehat dalam berbangsa dan bernegara untuk urusan-urusan besar yang rata-rata umat dan bangsa kita setuju masuk," katanya.

    Ia juga mempertanyakan kewenangan MK yang begitu besar, sehingga sanggup memutuskan suatu hal menyerupai uji bahan pasal kesusilaan.

    "Kita prihatin dan berharap ada sesuatu ke depan ini bagaimana caranya ditinjau. dewan perwakilan rakyat saja 600 orang jikalau ada yang salah memutuskan sanggup ditinjau. Ini kini keputusan MK hanya 9 orang. Apalagi kemarin cuma 5 orang alasannya yaitu 4 orang menolak," katanya.

    Peran MK dalam Uji Materi Kasus HAM

    Saldi Isra, Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas sekaligus salah satu hakim MK lewat “Peran Mahkamah Konstitusi dalam Penguatan Hak Asasi Manusia di Indonesia” (2014) yang dipublikasikan Jurnal Konstitusi menyatakan, pembentukan MK sejalan dengan dianutnya paham negara aturan sesuai Undang-Undang Dasar 1945.

    Menurut Isra, kewenangan uji bahan yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945 kepada MK merupakan bentuk sumbangan maupun jaminan HAM. Dengan kewenangan tersebut, MK mengemban misi untuk mengawasi kekuasaan negara biar tidak terjebak pada tindakan yang melanggar HAM. MK, tulis Isra, tidak saja bertindak sebagai forum pengawal konstitusi (guardian of constitution) melainkan juga sebagai “lembaga pengawal tegaknya HAM.”

    Jika ditelisik ke belakang, klaim Isra yang menyebut MK sebagai “lembaga pengawal tegaknya HAM” tidak sepenuhnya keliru. Pada 2016, MK menyetujui pengajuan pengampunan sanksi tanpa limitasi (batasan). MK beranggapan bahwa pengampunan sanksi dengan limitasi berpotensi menghilangkan hak konstitusional terpidana. Maka dari itu, putusan MK Nomor 107/PUU-XIII/2015 tersebut menyatakan bahwa permohonan pembatasan pengampunan sanksi dalam pasal 7 ayat (2) bertentangan dengan konstitusi.

    Lalu, MK juga pernah memutuskan pengidap gangguan jiwa atau ingatan—selama tidak mengidap gangguan jiwa permanen—berhak menggunakan suaranya dalam pemilu. Hal itu dituangkan MK lewat putusan Nomor 135/PUU-XIII/2015 tanggal 13 Oktober 2016.

    November 2017, MK menciptakan keputusan penting dengan mengabulkan seluruh permohonan uji bahan yang diajukan empat warga negara Indonesia penganut fatwa kepercayaan. Putusan tersebut menciptakan identitas penghayat kepercayaan diakui negara lewat pencantuman di kolom KTP. Para pemohon mengajukan uji bahan terhadap Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 ihwal Administrasi Kependudukan.

    Satu bulan setelahnya, MK lagi-lagi menciptakan keputusan krusial dengan menolak permohonan Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA) untuk merevisi pasal terkait kesusilaan (Pasal 284, 285, dan 292 dalam KUHP). MK beralasan tidak punya kewenangan dalam menyusun aturan baru.

    Putusan diketok selepas sembilan hakim konstitusi menggelar musyawarah hakim. Dalam musyawarah tersebut terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinion) dari empat hakim: Arief Hidayat, Anwar Usman, Wahiduddin Adams, dan Aswanto. Ada pun lima hakim lainnya, yakni Saldi Isra, Maria Farida, I Dewa Gede Palguna, M. Sitompul, dan Suhartoyo, menolak opini pemohon. Suara terbanyak dari majelis hakim kesudahannya menggagalkan upaya pemohon untuk mengkriminalisasi orang-orang yang “bersetubuh di luar perkawinan” dan “sesama kelamin.”

    Permohonan ini dijukan AILA semenjak 2016. Mereka meminta MK memperluas subjek yang dijerat dalam pasal 284 ihwal perzinaan; tidak hanya orang yang sudah menikah, tapi juga kepada mereka yang berstatus belum menikah.

    Majelis beropini pasal-pasal yang diajukan untuk judicial review tidak bertentangan dengan konstitusi. Kalaupun pihak pemohon ingin masalah hubungan sesama jenis diperkarakan, semestinya mereka mengajukan rancangan undang-undang yang mengaturnya ke DPR.

    Namun, tidak semua putusan MK ihwal masalah yang berkaitan dengan HAM berakhir positif. Pada 2006, MK membatalkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 ihwal Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). UU yang dibentuk berdasarkan mandat Ketetapan MPR No. V/MPR/2000 ihwal Persatuan Nasional itu dianulir MK alasannya yaitu “tidak sesuai Undang-Undang Dasar 1945” serta dianggap “tidak akan menuntaskan masalah pelanggaran HAM di Indonesia.”

    Satu dekade berselang, MK menolak seluruh somasi pemohon (Paian Siahaan dan Yati Ruyati, keduanya keluarga korban kerusuhan Mei 1998) yang menilai terdapat ketidakjelasan pada pasal 20 ayat (3) Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 ihwal Pengadilan HAM. Ketidakjelasan itu mengakibatkan ketidakpastian aturan atas insiden pelanggaran HAM di masa lampau.

    Ketidakjelasan yang dimaksud pemohon ialah masalah yang menimpa keluarga pemohon yang bersama-sama telah dinyatakan pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM (putra Paian, Ucok Munandar yaitu korban penghilangan paksa serta anak Yati, Eten Karyana meninggal akhir kerusuhan 1998). Namun, masalah tak kunjung ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung, kendati berkas masalah telah tujuh kali disampaikan Komnas HAM. Tindakan tersebut dinilai pemohon telah melanggar hak konstitusional.

    Alasan MK menolak somasi pemohon yaitu bahwa MK tidak memandang pasal itu bermasalah. Yang bermasalah, berdasarkan MK, yaitu implementasinya. MK menjelaskan, penyelesaian masalah HAM tidak sebatas duduk masalah yuridis, tapi duduk masalah politis. Artinya, harus ada kemauan politik dari pemerintah untuk menyidik pelanggaran HAM yang terjadi pada Mei 1998.

    Pada November 2017, MK menolak permohonan uji bahan ihwal ketentuan larangan pemakaian tanah tanpa seizin pemilik. Penolakan itu dituangkan dalam putusan nomor 96/PUU-XIV/2016. Permohonan uji bahan diajukan oleh Rojiyanto, Mansur Daud, dan Rando Tanadi Ketiganya yang merupakan korban penggusuran menilai Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) Nomor 51 tahun 1960 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
     mempertanyakan keputusan Mahkamah Konstitusi  Ilmu Pengetahuan Tak Ada Jaminan Keadilan Bagi Korban Pelanggaran HAM di Putusan MK

    Akan tetapi, dalam pertimbangan hakim, pokok permohonan yang diajukan pemohon “tidak beralasan hukum.” Hakim menilai, bahan yang terkandung dalam Perppu 51 Tahun 1960 sudah tegas melarang siapapun untuk menggunakan tanah tanpa izin pihak yang berhak. Negara dinilai telah melindungi hak dan pihak yang berhak tanah dari perbuatan menguasai tanah secara melawan hukum.

    Selain menolak permohonan pemohon, MK juga tidak mempermasalahkan keterlibatan Tentara Nasional Indonesia dalam penertiban lahan. Namun, keterlibatan TNI, tambah MK, harus berada dalam pilihan terakhir. Tentara Nasional Indonesia hanya diperbolehkan untuk ikut menertibkan dalam rangka membantu pelaksanaan fungsi pemerintahan.

    Putusan MK tersebut menciptakan pemerintah tempat di tingkat kabupaten, kota, hingga provinsi tetap diperkenankan melaksanakan penggusuran terhadap warga yang terbukti menempati tanah tanpa mempunyai izin.

    Baca :


    Mengapa Berbeda?

    “Selama ini, hakim MK masih berpatokan pada konstitusi dalam memutuskan masalah soal HAM. Makanya, dalam masalah HAM yang ditangani MK, hasilnya berbeda-beda. Dari eksekusi mati hingga kolom kepercayaan di KTP,” ungkap Pengacara Publik dan Advokat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Muhammad Isnur, ketika dikutip dari Tirto.

    Hal senada turut diungkapkan staf bidang advokasi KontraS, Putri Kanesia. Ia beranggapan ada perbedaan cara pandang hakim MK dalam melihat duduk masalah HAM. Selain itu, tambah Putri, terdapat perbedaan pandangan terhadap kerugian yang dialami korban pelanggaran HAM.

    “Kasus LGBT dan kolom kepercayaan dianggap MK sudah mengakibatkan kerugian nyata. Sementara, ketika somasi UU Pengadilan HAM beberapa tahun lalu, MK menganggap belum ada kerugian untuk para korban 1998. Artinya, hakim MK gagal memahami konteks kerugian HAM di sini,” tegasnya.

    Sementara Charles Simabura, peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas menyatakan MK tidak sanggup memutus masalah HAM dengan sama rata. Terdapat faktor pertimbangan hakim hingga kepentingan yang dibawa.

    “Saya pikir yang mengakibatkan naik-turunnya keputusan MK dalam masalah HAM yaitu pertimbangan hakim serta faktor-faktor lainnya. Kita tidak sanggup mengharap semua putusan MK berakhir baik. Ada banyak pertimbangan yang menciptakan putusan MK sanggup berbeda-beda,” ungkapnya via sambungan telepon. (***)
     
    Copyright 2015-2018
    Wkyes