Ilmu Pengetahuan Sesuai Dengan Fungsinya, Komnas Ham Minta Pelanggaran Ham Berat Tak Masuk Kuhp

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta)  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merupakan sebuah forum Negara yang dibuat pada tahun 1993 dengan Keputusan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 wacana Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Kemudian pada tahun 1999, keberadaan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia didasarkan pada Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 wacana Hak Asasi Manusia.

Berdasarkan Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 wacana Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mempunyai tujuan sebagai berikut:
  1. mengembangkan kondisi yang aman bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan Pancasila, Undang Undang Dasar 1945 dan Piagam PBB, serta Deklarasi Universal HAM;
  2. meningkatkan dukungan & penegakan HAM untuk berkembangnya pribadi insan Indonesia seutuhnya & kemampuannya untuk berpartisipasi dalam aneka macam bidang kehidupan.

 merupakan sebuah forum Negara yang dibuat pada tahun  Ilmu Pengetahuan  Sesuai Dengan Fungsinya, Komnas HAM Minta Pelanggaran HAM Berat Tak Masuk KUHP
Pelanggaran HAM berat bila dimasukkan dalam kitab undang-undang hukum pidana akan menjadi tindak pidana umum, bukan tindak pidana khusus.
Untuk mencapai tujuannya yang tercantum didalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 wacana Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia melakukan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi wacana HAM.

Untuk melakukan fungsi Komnas HAM dalam hal pengkajian dan penelitian, Komnas HAM mempunyai kiprah dan wewenang sebagai berikut:
  1. pengkajian & penelitian aneka macam instrumen internasional HAM dengan tujuan untuk memperlihatkan saran saran wacana kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi;
  2. pengkajian & penelitian aneka macam peraturan perundang seruan untuk memperlihatkan rekomendasi wacana pembentukan, perubahan & pencabutan peraturan perundang seruan yang berkaitan dengan HAM;
  3. penerbitan hasil pengkajian & penelitian;
  4. studi kepustakaan, studi lapangan & studi banding ke negara lain mengenai HAM;
  5. pembahasan aneka macam problem yang berkaitan dgn perlindungan, penegakan & pemajuan HAM;
  6. kerjasama pengkajian & penelitian dengan organisasi, forum / pihak lain nya, baik pada tingkat nasional, regional, ataupun tingkat internasional dalam bidang HAM.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta kepada panitia kerja (panja) RUU kitab undang-undang hukum pidana untuk tidak memasukkan Pasal pelanggaran HAM berat dalam KUHP.

"Pidana khusus tak perlu diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana kaena akan membatasi banyak hal dan budi hukumnya berlainan," kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam kepada Tirto, Kamis (8/2/2018).

Menurut Anam, pelanggaran HAM berat bila dimasukkan dalam kitab undang-undang hukum pidana akan menjadikannya sebagai tindak pidana umum, bukan tindak pidana khusus. Padahal, kedua jenis tindak pidana tersebut mempunyai batas busuk yang berlainan dalam penindakannya.

"Dalam aturan biasa [kedaluwarsa] 20 tahun. Dalam konteks pelanggaran HAM berat itu enggak ada angkanya," kata Anam.

Anam mencontohkan masalah pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Pol Pot yang penindakannya tidak busuk meskipun yang bersangkutan telah meninggal dunia dan pengadilan terhadapnya terus berjalan.

Karena, berdasarkan Anam, menindak pelanggaran HAM berat tidak hanya soal jeratan eksekusi bagi pelaku, melainkan juga ada proses pencarian keadilan bagi korban.

"Disebut pelanggaran HAM berat sebab ada nilai dasar insan secara kodrati yang dilanggar oleh orang lain, oleh kekuasaan macam-macam, yang seharusnya tidak diperbolehkan. Makanya disebut melanggar, bukan dikatakan kejahatan," kata Anam.

Lagi pula, kata Anam, pemerintah tidak akan bisa menangangi pelanggaran HAM berat kalau masuk dalam KUHP. Karena, pelanggaran HAM berat itu juga mencakup pelanggaran atas HAM dalam seluruh aspek kehidupan insan yang dilakukan secara sistemik.

"Memang mau kemudian semua dimaknai melanggar HAM berat? Mau ditangkap semua atas pelanggaran HAM berat? Enggak, kan?" kata Anam.

Maka, dalam hal ini, Anam mengusulkan sebaiknya pemerintah dan dewan perwakilan rakyat mendorong revisi atas UU No. 26 Tahun 2000 wacana pengadilanHAM yang ketika ini menurutnya masih kurang tepat sebab belum memasukkan empat poin statuta Roma di dalamnya.

"Harusnya semangat untuk mendiskusikan pelanggaran HAM berat itu ialah semangat merevisi UU 26 Tahun 2000. Bukan menimbulkan pasal tersebut masuk ke KUHP. Makara UU-nya khusus dan diatur secara komprehensif," kata Anam.

Dengan begitu, kata Anam, yang akan masuk tidak hanya pasal-pasal pokok saja. Melainkan juga pasal-pasal lain yang masuk dalam penindakan HAM berat juga bisa masuk.

Selain itu, kata Anam, masuknya pelanggaran HAM berat di kitab undang-undang hukum pidana akan menciptakan Komnas HAM kehilangan fungsi penindakan. Karena, menurutnya, nomenklatur penindakan kitab undang-undang hukum pidana ialah kepolisian.

"Kalau di UU 26 Tahun 2000, penyidikan dan penindakan oleh Komnas HAM pribadi ke kejaksaan," kata Anam ketika dikutip dari Tirto.

Adapun pernyataan ini disampaikan Anam sebagai respons atas usulan pemerintah kepada dewan perwakilan rakyat untuk memasukkan pelanggaran HAM berat sebagai salah satu pasal di kitab undang-undang hukum pidana gres ketika rapat tim perumus RUU KUHP, Senin (5/2/2018) lalu.

Pemerintah menganggap perlu ada pasal pelanggaran HAM berat sebagai bentuk implikasi statuta Roma mengenai pelanggaran HAM berat, yakni untuk tindakan genosida, agresi, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Baca :

Terpisah, anggota Panja RUU KUHP, Taufiqulhadi menyatakan semua usulan pemerintah tersebut akan dimasukkan dalam KUHP. "Semuanya masuk," kata Taufiqulhadi di kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (8/2/2018).

Menurutnya, masuknya seluruh usulan pemerintah memperlihatkan bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi dan berideologikan Pancasila telah mengadopsi statuta Roma.

"Enggak perlu pasal khusus. Justru mereka [Komnas HAM] itu harusnya mendorong supaya tidak dipisahkan. Jangan curiga begitulah," kata Taufiqulhadi. (***)

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment