Showing posts sorted by relevance for query panglima-hadi-tjahjanto-pemilihan-ksau. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query panglima-hadi-tjahjanto-pemilihan-ksau. Sort by date Show all posts

Ilmu Pengetahuan Panglima Hadi Tjahjanto: Pemilihan Ksau Gres Masih Dalam Proses

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, belum tetapkan siapa yang akan dirotasi untuk mengisi sejumlah jabatan di Tentara Nasional Indonesia yang masih kosong, salah satunya posisi Kepala Staf Angkatan Udara. Hal ini dikatakan oleh Hadi sehabis melaksanakan pertemuan dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Mabes TNI, Cilangkap.

Sebelumnya, posisi KSAU dipimpin oleh Hadi sendiri, ketika ia dilantik pada Sabtu kemudian (9/12) kemarin, posisi itu pun menjadi kosong. Hingga hari ini, Hadi belum dapat menentukan siapa yang akan menjadi penggantinya.
 belum tetapkan siapa yang akan dirotasi untuk mengisi sejumlah jabatan di Tentara Nasional Indonesia yang masi Ilmu Pengetahuan Panglima Hadi Tjahjanto: Pemilihan KSAU Baru Masih Dalam Proses
Marsekal Tentara Nasional Indonesia Hadi Tjahjanto bersiap menandatangani info program ketika upacara peresmian Panglima Tentara Nasional Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Jumat (8/12/2017). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.
"Masih dalam proses," kata Hadi pada Senin (11/12/2017).

Hari ini, Hadi juga diketahui berkunjung ke Istana Bogor untuk menemui Presiden Jokowi. Meski begitu, ia menampik bahwa pertemuan tersebut bermaksud untuk membicarakan penunjukan KSAU yang baru. Hadi menegaskan bahwa pertemuan itu yaitu laporan biasa yang dilakukan apabila bawahan akan melaksanakan kiprah negara.

"Hari ini yaitu hari pertama saya melaksanakan kerja, saya sudah melaporkan. Wajar kan jikalau saya juga melaporkan izin pengarahan pada panglima tertinggi agar apa yang saya lakukan juga sinkron," tandasnya.

Ketika ditanyakan soal apa saja hal-hal yang dibicarakan dengan panglima tertinggi negara tersebut, Hadi kembali memberikan bahwa tidak ada pembicaraan spesifik terkait dengan pergantian jabatan di tubuh TNI.

"Hari ini saya melaksanakan tugas, ya izin doa restu," tegasnya kepada Tirto.

Sebelumnya, Hadi menuturkan bahwa ada tiga calon yang sudah disiapkan untuk pengganti posisi tersebut. Keputusan tersebut nantinya akan diserahkan kepada Presiden untuk memilih.

Baca :
Tiga nama tersebut yaitu Wakil Kasau Marsekal Madya Yuyu Sutisna, Kepala Badan SAR Nasional Marsda M Syaugi, dan Wakil Gubernur Lemhannas Marsekal Madya Bagus Puruhito. Hadi berjanji pergantian tersebut akan diselesaikan secepatnya.

Selain nama KSAU, Hadi belum merinci posisi mana lagi yang akan dirotasi ataupun diganti. Ditanya oleh awak media terkait posisi mana lagi yang akan diganti selain KSAU, Hadi tidak menjawab, ia menyampaikan bahwa waktunya sudah habis untuk tanya jawab. "Sudah dulu ya," tandasnya.

Sebagai catatan, Mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo melaksanakan pergantian 85 personil Tentara Nasional Indonesia sebelum Hadi dicalonkan sebagai penggantinya. Sampai ketika ini, Hadi belum mengajukan evaluasi posisi pejabat Tentara Nasional Indonesia mana saja yang dianggap sudah cocok ataupun yang harus dirotasi di masa kepemimpinannya.

Ilmu Pengetahuan E-Ktp: Hebat Pihak Setya Novanto Tuding Komisi Pemberantasan Korupsi Tak Etis Dikala Praperadilan Dan Respons Kpk

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Pakar aturan pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak beretika alasannya sudah memasukkan berkas kasus tersangka masalah dugaan korupsi e-KTP, Setya Novanto sebelum sidang praperadilan selesai.

Hal tersebut ditegaskan Mudzakir ketika menjadi saksi mahir dalam sidang praperadilan Setya Novanto yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Senin (11/12/2017). Mudzakir beralasan, penegak aturan harusnya menghargai pengajuan somasi praperadilan sebelum memproses sidang pokok perkara.
 Pakar aturan pidana dari Universitas Islam Indonesia  Ilmu Pengetahuan e-KTP: Ahli Pihak Setya Novanto Tuding KPK Tak Etis Saat Praperadilan dan Respons KPK
Tersangka masalah korupsi KTP Elektronik Setya Novanto seusai menjalani investigasi di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (6/12/2017). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.
“Etikanya harusnya hargai orang ejekan praperadilan, sehabis itu final barulah ejekan berkasnya. Karena ia harus sadari, bahwa ketika sidang perdana dimulai itu kan merugikan hak orang lain,” kata Mudzakir di Ruang Sidang Utama PN Jakarta Selatan, Senin (11/12/2017).

Mudzakir juga menganggap ketentuan Pasal 82 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sanggup dipertanyakan maksudnya. Beleid tersebut mengatur, praperadilan atas sebuah masalah sanggup gugur jikalau investigasi suatu kasus telah dimulai pengadilan negeri.

"Pasal 82 itu kan dinyatakan sehabis sidang perdana, maka praperadilan gugur. Nah gugur ini maknanya apa? Karena yang diujikan beda, praperadilan penetapan tersangka, di sidang sana bahan pokok," ujarnya.

Menurut Mudzakir, KPK mestinya mempunyai kebijakan untuk menunda pelimpahan berkas kasus ke pengadilan tipikor, meski kejaksaan sudah menyatakan lengkap atau P21. Penundaan dianggap sah jikalau dilakukan untuk menghargai hak Novanto dalam sidang praperadilan.

Jika jalannya sidang praperadilan dan pokok kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP sesuai jadwal, maka besar kemungkinan somasi Novanto di PN Jakarta Selatan gugur. Sebabnya, pembacaan dakwaan di sidang pokok kasus sudah dilakukan.

Sidang perdana kasus Novanto dijadwalkan digelar pada Rabu (13/12/2017). Sementara, praperadilan sanggup diselesaikan selambat-lambatnya 7 hari semenjak sidang dimulai. Sidang praperadilan Novanto telah dimulai semenjak Kamis, 7 Desember lalu, dan dijadwalkan oleh Hakim Ketua Kusno final satu pekan setelahnya.

Anggapan KPK tak mempunyai adat dalam memproses masalah Novanto juga disampaikan Kuasa Hukum Ketua dewan perwakilan rakyat RI itu, Ketut Mulya Arsana. Ia memandang proses praperadilan kliennya harusnya dipertimbangkan KPK, sebelum melimpahkan berkas ke Pengadilan Tipikor.

"Harusnya kan memang begitu. Karena praperadilan itu kan menguji mekanisme dan sebagainya, apakah sah alat buktinya dan sebagainya, itu dulu yang harus diprioritaskan. Logikanya, bagaimana seseorang yang hak formalnya masih diuji tetapi kemudian didorong materiilnya harus sudah masuk disidangkan," kata Ketut kepada Tirto.

Ketut memandang perlu ada yang diperbaiki dari KPK, alasannya forum ini kerap melaksanakan praktik serupa ketika menghadapi somasi praperadilan. Menurut Ketut, perbaikan harus terjadi biar derma aturan kepada warga negara tercipta.

Selain menuding KPK tak beretika, Ketut juga memandang aneh mekanisme yang dipakai forum itu ketika memutuskan kliennya sebagai tersangka masalah dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Salah satu keanehannya, KPK dituding tetap memakai alat bukti yang sudah dianggap tidak sah oleh pengadilan.

"Sekarang penyidikannya dilakukan sehabis orang ditetapkan tersangka, jadi orang ditetapkan maling gres dicari buktinya, kan tidak benar. Masalah ini clear sebenarnya, proses ini terang benderang bahwa ada kesalahan mekanisme di situ,” kata dia.

Respons KPK

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Biro Hukum KPK Setiadi berkata bahwa pelimpahan berkas kasus Setya Novanto dilakukan cepat alasannya menurut Pasal 50 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), mengatur "tersangka berhak segera menerima investigasi oleh penyidik dan selanjutnya sanggup diajukan kepada penuntut umum." Selain itu, "tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum."

Baca :
Setiadi mempersilakan Ketut dan Mudzakir menganggap KPK tak beretika. Namun, Setiadi mempertanyakan dasar argumentasi kuasa aturan dan mahir aturan pidana yang dihadirkan sebagai saksi mahir dalam sidang praperadilan Setya Novanto, pada Senin (11/12).

“Kalau semua dikaitkan dengan etika, kini adat tidak pemohon dipanggil 4-5 kali loh, dipanggil terperinci tiba ke KPK hari, jam, tanggal, malah ada acara ke luar kota, ke Kupang lah, itu kan lebih tidak etis lagi,” tutur Setiadi ketika dilansir dari Tirto.

Menurut Setiadi, tindakan KPK melimpahkan berkas kasus Setya Novanto ke pengadilan sudah sesuai prosedur. Namun, ia memandang masuk akal perbedaan pandangan antara dirinya dengan Mudzakir dan Ketut.

"Saya kini jawab taktik pemohon dan termohon selalu berlawanan. Masing-masing kan punya strategi, silakan saja."

Ilmu Pengetahuan Mk Tegaskan Pencairan Dana Pensiun Sebagai Kewajiban Negara

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Selama ini pencairan dana pensiun mempunyai batas waktu daluwarsa lima tahun semenjak utang negara jatuh tempo. Kini, dana pensiun bukan lagi disebut utang negara, tetapi kewajiban negara, sehingga dinyatakan tidak mempunyai batas waktu.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Sri Bintang Pamungkas terkait uji bahan Pasal 40 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) UU No. 1 Tahun 2004 wacana Perbendaharaan Negara. Dalam putusannya, MK menyatakan pencairan dana pensiun tidak mempunyai jatuh tempo, sehingga sanggup diambil kapan saja. Sebab, pembayaran pensiun merupakan kewajiban negara, bukan hutang negara.

 Selama ini pencairan dana pensiun mempunyai batas waktu daluwarsa lima tahun semenjak utang n Ilmu Pengetahuan MK Tegaskan Pencairan Dana Pensiun Sebagai Kewajiban Negara
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)
Dalam amar putusan bernomor 18/PUU-XV/2017 yang dibacakan Ketua Majelis MK Arief Hidayat dinyatakan Pasal 40 ayat (2) UU No. 1 Tahun 2004 wacana Perbendaharaan Negara bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan aturan mengikat secara bersyarat sepanjang dimaknai berlaku terhadap jaminan pensiun dan jaminan hari tua.

Sementara Pasal 40 ayat (1) tidak diterima alasannya yaitu nebis in idem sesuai putusan perkara No. 15/PUU-XIV/2016 yang diajukan Burhan Manurung terkait pasal a quo yang telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan aturan mengikat sepanjang dimaknai berlaku bagi jaminan pensiun dan jaminan hari tua.

Sebelumnya, dalam permohonan Sri Bintang Pamungkas disebutkan penerapan Pasal 40 ayat (2) UU No. 1 Tahun 2004 berlaku maksimum 60 bulan pembayaran pensiun yang sanggup dibayar kepada pemohon. Aturan ini menjadikan pemohon menderita kerugian materil yang nilainya sebesar 16 bulan dana pensiun yang seharusnya diterima pemohon.

Kasus ini bermula pada Desember 2010, pemohon memberikan beberapa dokumen kepada PT Taspen semoga hak pensiunnya sanggup diproses. Tetapi, PT Taspen memerlukan dokumen Surat Keterangan Penghentian Pemberian Gaji (SKKP). Namun, dikala itu pemohon tidak mempunyai SKKP sesuai yang diminta PT Taspen.

Kemudian pada 6 Oktober 2016 pemohon menyerahkan SKKP ke PT Taspen dan diperoleh perhitungan kekurangan 16 bulan dari 76 pensiun yang seharusnya diterima. Pemohon mendalilkan, hak tagih pembayaran pensiun seharusnya bersifat penuh tidak mengenal daluwarsa alasannya yaitu jasa-jasa dirinya sebagai PNS sudah seluruhnya dipenuhi.

Menurutnya, frasa “jatuh tempo” biasa digunakan untuk batas waktu yang diwajibkan dalam sebuah perjanjian. Misalnya perjanian pembayaran utang atau piutang dinyatakan sudah habis. Sedangkan, tidak adanya perjanjian apapun yang dibentuk antara PNS dengan pemerintah, maka frasa “jatuh tempo” Pasal 40 ayat (1) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 40 ayat (1) berbunyi “Hak tagih mengenai utang atas beban negara/daerah kadaluwarsa sehabis 5 tahun semenjak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang.”

Pasal 40 ayat (2) berbunyi “Kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertunda apabila pihak yang berpiutang mengajukan tagihan kepada negara/daerah sebelum berakhirnya masa kadaluwarsa.” Pasal 40 ayat (3) berbunyi “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pembayaran kewajiban bunga dan pokok tunjangan negara/daerah.”

Pemohon menilai pasal a quo mengakibatkan multiftasir. Alasannya, pengenaan denda pembatasan pembayaran untuk 5 tahun dengan alasan “hak tagih yang terlambat atau daluwarsa” melanggar hak penghidupan yang layak dan memperlakukan pensiunan PNS dengan memperlihatkan “hukuman” yang mengurangi sumber penghidupan dan menjadikan pensiunan PNS jatuh miskin.

Baca :

Dalam pertimbangan Mahkamah, Pasal 40 ayat (2) mengenai ketentuan kadaluwarsa dalam norma a quo berkenaan dengan duduk perkara utang negara. Sementara jaminan pensiun dan jaminan hari bau tanah telah dinyatakan bukan sebagai utang negara, tetapi merupakan kewajiban negara.

Karena itu, Mahkamah menilai norma Pasal 40 ayat (2) tidak tunduk pada ketentuan kadaluwarsa sebagaimana tertuang dalam Putusan MK No. 15/PUU-XIV/2016, sehingga Pasal 40 ayat (2) UU Perbendaharaan Negara tidak berlaku terhadap jaminan pensiun dan jaminan hari tua.

“Dengan demikian, Mahkamah beropini sepanjang berkenaan denganinkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (2) UU Pembendaharaan Negara beralasan berdasarkan aturan untuk sebagian.” Demikian dilansir dari Hukumonline. (***)

Ilmu Pengetahuan Aturan Jikalau Bank Melelang Barang Jaminan Di Bawah Harga Pasar

Hukum Dan Undang Undang   Bank biasanya membutuhkan cepat pelunasan utang melalui lelang dan tidak akan menunggu waktu normal pemasaran demi mencapai harga pasaran. Maka, diperbolehkan adanya Nilai Likuidasi, yaitu harga pasaran yang didiskon lantaran waktu ekspos/pemasaran yang relatif singkat. Rujukan kisaran besaran diskon yang dianggap masuk akal ada standarnya, yaitu Standar Penilaian Indonesia (SPI).

Jika penetapan harga lelang dilakukan oleh Tim Penaksir dari internal bank sendiri, maka pada praktiknya bank juga mengikuti mekanisme penetapan nilai yang serupa. Dari nilai Hak Tanggungan, harga pasar, dan Nilai Likuidasi, pertama–tama untuk Nilai Limit (harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual) dipilih harga yang tertinggi. Jika tidak laku, maka Nilai Limit akan diturunkan di penawaran kedua. Jika masih belum laku, akan terus diturunkan hingga menyentuh Nilai Likuidasi.

Bank biasanya membutuhkan cepat pelunasan utang melalui lelang dan tidak akan menunggu wak Ilmu Pengetahuan Hukum Jika Bank Melelang Barang Jaminan di Bawah Harga Pasar
Ilustrasi Bank/Waspada.

Lelang yang dilaksanakan dengan Nilai Limit di bawah harga pasaran diperbolehkan dan sah berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku, selama masih dalam batas yang wajar. Pada umumnya terjadi dalam Lelang Eksekusi lantaran merupakan “penjualan paksa”, maka penawaran menjadi terbatas dan harga objek menjadi relatif lebih rendah dari harga pasar.

Bagaimana bila harga pembelian terlalu rendah dan tidak wajar? Penjelasan lebih lanjut sanggup Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

Ulasan:

Pertama–tama perlu dipahami bagaimana penentuan harga pembelian dalam proses lelang dan tugas harga pasar dalam proses lelang.

Loan to Value Ratio = Nilai Harta Jaminan Harus Lebih Besar daripada Utang
Pada praktik perbankan, prinsipnya nilai harta yang dijadikan jaminan harus lebih besar daripada jumlah utang yang diberikan, yang dikenal dengan istilah Loan to Value Ratio. Untuk Kredit Properti, rasio ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 perihal Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Untuk kredit dengan jaminan berupa Hak Tanggungan pada umumnya, nilai Hak Tanggungan minimal besarnya 125% dari nilai pinjaman. Nilai Hak Tanggungan ini yang harusnya tercantum pada Akte Pemberian Hak Tanggungan.

Pada ketika lelang, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 /PMK.06/2016 perihal Petunjuk Pelaksanaan Lelang (“PMK 27/2016”) mensyaratkan adanya Nilai Limitdalam setiap pelaksanaan lelang. Nilai limit ialah harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual. Penetapan Nilai Limit menjadi tanggung jawab Penjual yang ditetapkan berdasarkan evaluasi oleh Penilai atau penaksiran oleh Penaksir. Penilai merupakan pihak yang melaksanakan evaluasi secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya, sedangkan Penaksir adalah pihak internal dari instansi Penjual yang melaksanakan penaksiran berdasarkan metode yang sanggup dipertanggungjawabkan oleh Penjual, termasuk kurator untuk benda seni dan benda antik atau kuno.

Dalam Pasal 45 abjad b PMK 27/2016 tersebut diatur bahwa hanya Lelang EksekusiPasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 perihal Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”) (Lelang Eksekusi hak tanggungan akhir cidera kesepakatan debitor) dengan Nilai Limit lebih besar dari Rp 1 miliar yang harus ditetapkan oleh Penilai independen, sedangkan nilai limit lelang di bawah nilai tersebut sanggup ditetapkan oleh penaksir internal bank.

Nilai Pasar dalam Proses Lelang
Jika evaluasi dilakukan oleh Penilai, menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 366),dasar evaluasi yang dipakai pada evaluasi untuk tujuan lelang ialah Nilai Pasar dan Nilai Likuidasi. Penjual sanggup memilih Nilai Pasar sebagai prioritas pertama (batas atas) dan Nilai Likuidasi sebagai alternatif terakhir (batas bawah) untuk memutuskan Nilai Limit. Nilai Pasar didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang yang sanggup diperoleh dari hasil penukaran suatu aset atau liabilitas pada tanggal penilaian, antara pembeli yang berminat membelidengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, dimana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan.

Nilai Likuidasi adalah sejumlah uang yang mungkin diterima dari penjualan suatu aset dalam jangka waktu yang relatif pendek untuk sanggup memenuhi jangka waktu pemasaran dalam definisi Nilai Pasar. Bank biasanya membutuhkan cepat pelunasan utang melalui lelang dan tidak akan menunggu waktu normal pemasaran demi mencapai harga pasaran. Maka, diperbolehkan adanya Nilai Likuidasi, yaitu harga pasaran yang didiskon lantaran waktu ekspos/pemasaran yang relatif singkat. Rujukan kisaran besaran diskon yang dianggap masuk akal berdasarkan SPI adalah, sebagai berikut:
**) untuk nilai pasar

Bolehkah Lelang Dilaksanakan dengan Nilai Limit di Bawah Harga Pasaran?
Jika penetapan harga lelang dilakukan oleh Tim Penaksir dari internal bank sendiri, maka pada praktiknya bank juga mengikuti mekanisme penetapan nilai yang serupa. Dari nilai Hak Tanggungan, harga pasar, dan Nilai Likuidasi, pertama–tama untuk Nilai Limit dipilih harga yang tertinggi. Jika tidak laku, maka nilai limit akan diturunkan di penawaran kedua. Jika masih belum laku, akan terus diturunkan hingga menyentuh Nilai Likuidasi.

Maka, menjawab pertanyaan pertama Anda, lelang yang dilaksanakan dengan Nilai Limit di bawah harga pasaran diperbolehkan dan sah berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku, selama masih dalam batas yang wajar. Pada umumnya hal ini terjadi dalam Lelang Eksekusi lantaran merupakan “penjualan paksa”, maka penawaran menjadi terbatas dan harga objek menjadi relatif lebih rendah dari harga pasar.

Bagaimana Jika Harga Pembelian Terlalu Rendah dan Tidak Wajar?
Namun, memang yang menjadi pertanyaannya adalah, bila harga pembelian menjadi terlalu rendah dan tidak wajar, apakah lelang sanggup digugat pembatalannya?

PMK 27/2016 tidak mengatur secara spesifik mekanisme pengajuan abolisi lelang sesudah lelang dilaksanakan. Pasal 31 PMK 27/2016 menyebutkan:

Pembatalan lelang sesudah lelang dimulai hanya sanggup dilakukan oleh Pejabat Lelang dalam hal:
a.    keadaan memaksa (force majeur) atau kahar; atau
b.    terjadi gangguan teknis yang tidak sanggup ditanggulangi pada pelaksanaan lelang tanpa kehadiran Peserta Lelang.

Sedangkan Pasal 4 PMK 27/2016 mengatur:

Lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak sanggup dibatalkan.

Pada praktiknya, somasi abolisi lelang lantaran evaluasi terhadap Nilai Limit di bawah harga pasar yang merugikan debitor sering terjadi dan dilakukan atas dasar Perbuatan Melawan Hukum (“PMH”) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur:

Tiap perbuatan yang melanggar aturan dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu lantaran kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.

Menurut Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H., FCBArb., unsur–unsur PMH adalah, sebagai berikut:
1.    Harus ada perbuatan, baik yang bersifat positif maupun negatif
2.    Perbuatan itu harus melawan hukum
3.    Ada kerugian
4.    Ada korelasi lantaran akhir antara perbuatan melawan aturan itu dengan kerugian
5.    Ada kesalahan (schuld).

Gugatan atas dasar PMH sanggup diajukan untuk meminta Hakim menghukum bank/penjual yang digugat untuk mengadakan lelang ulang. Jika sanksi lelang telah hingga pada tahap perubahan nama atas Sertifikat Hak Milik objek Hak Tanggungan, Hakim sanggup diminta untuk menyatakan perubahan nama tersebut tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum.

Akan tetapi, secara umum lebih banyak didominasi para hakim menganggap bahwa pembeli lelang ialah pembeli beritikad baik yang harus dilindungi. Dikutip dari buku Penelitian Sosio-Legal: Pembeli Beritikad Baik Perlindungan Hukum bagi Pembeli oleh Dr. Widodo Dwi Putro, S.H., M.Hum. dkk., berikut pendapat Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI, Takdir Rahmadi:

Yang penting ialah lelang itu diumumkan. Jika sanggup dibuktikan ada tertulis di koran, dan harga yang ditetapkan pada waktu itu tidak menerima respons, maka harga akan diturunkan. Mau dibikin harga tinggi, tapi tidak ada yang mau beli, sanggup makin rugi krediturnya (Bank). Prinsipnya, pemenang lelang tidak sanggup dikalahkan.

Dikutip dari buku yang sama, berikut pendapat Hakim Agung Soltoni Mohdally:

Ada lagi masalah mengenai harga limit. Dulu, harga limit tidak jelas. Ada yang gunakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), atau keterangan dari Pemda. Untuk kini ini, sudah baik, lantaran ada appraisal. Jasa penaksir ini juga kan dibayar. Sepanjang penilai memutuskan harga limit: harga rendah, harga sedang, harga tinggi, maka harga lelang menjadi obyektif. Kalau terjadi lelang kedua dan ketiga, itu biasanya di bawah limit. Memang begitu, bukan lantaran ada permainan. Kalau gagal lelang pertama itu, memang harganya turun. UU Lelang bilang begitu juga. Pembeliannya itu sah. Intinya, jangan ada mekanisme yang terlanggar. Kalau ada, niscaya riskan. Karena lelang itu sesuai prosedur, harus mengacu pada peraturan menteri keuangan itu. Lelangnya sanggup batal. Pembeli lelang juga dituntut mengerti, supaya hal-hal menyerupai itu tidak merugikan dia. Lelang itu kan dicari orang, lantaran harganya murah. Prosedur lelang itu, pertama, yakni surat dari pemohon lelang (bank atau panitera misalnya), kemudian dicek apakah pihak yang memohonkan lelang itu ialah orang yang berhak, kemudian diumumkan ke publik melalui media massa, kemudian ditaksir harga obyek, dan kemudian lelang.

Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa somasi terhadap nilai yang terlalu jauh di bawah harga pasar serta menjadi tidak masuk akal dilakukan di hadapan pengadilan, selama sanggup dibuktikan bahwa sanggup diduga adanya ‘permainan’ antara Pembeli dan pemohon lelang, yang mana proses lelang menjadi berlangsung tidak masuk akal dan prosedurnya menyalahi aturan yang berlaku.

Dapatkah Debitor Menggugat Bank Agar Dibatalkan Lelangnya?
Menjawab pertanyaan kedua Anda, somasi terhadap bank B sanggup dilakukan di Pengadilan Negeri yang berwenang. Pasal 17 ayat (1), (2), dan (3) PMK 27/2016mengatur:

(1)  Penjual bertanggung jawab terhadap:
a.    keabsahan kepemilikan barang;
b.    keabsahan dokumen persyaratan lelang;
c.    penyerahan barang bergerak dan/ atau barang tidak bergerak;
d.    penyerahan dokumen kepemilikan kepada Pembeli;dan
e.    penetapan Nilai Limit.
(2)  Penjual bertanggung jawab terhadap somasi perdata dan/ atau tun tu tan pidana yang timbul akhir tidak dipenuhinya peraturan perundang-undangan di bidang Lelang oleh Penjual.
(3)  Penjual bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi terhadap kerugian yang timbul, dalam hal tidak memenuhi tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1).
(4)  ...
(5)  ...

Akan tetapi, selain Penjual yang dijadikan tergugat, bila Bank juga memakai Penilai Independen, dalam praktiknya Hakim juga meminta semoga Penilai yang dipakai oleh Penjual untuk memilih harga lelang untuk mempertanggungjawabkan penilaiannya di pengadilan, sehingga harus juga dijadikan tergugat dalam kasus (contoh: Putusan No. 480/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst.). Demikian dikutip dari Hukumonline.

Baca :

Dasar hukum:
1.   Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2.   Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 perihal Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah;
3.   Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 /PMK.06/2016 perihal Petunjuk Pelaksanaan Lelang;
4.   Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 perihal Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.
[1] Pasal 1 angka 28 PMK 27/2016
[2] Pasal 44 ayat (1) PMK 27/2016

[3] Pasal 44 ayat (2) dan (3) PMK 27/2016

Ilmu Pengetahuan Aturan Jikalau Bank Melelang Barang Jaminan Di Bawah Harga Pasar

Hukum Dan Undang Undang   Bank biasanya membutuhkan cepat pelunasan utang melalui lelang dan tidak akan menunggu waktu normal pemasaran demi mencapai harga pasaran. Maka, diperbolehkan adanya Nilai Likuidasi, yaitu harga pasaran yang didiskon lantaran waktu ekspos/pemasaran yang relatif singkat. Rujukan kisaran besaran diskon yang dianggap masuk akal ada standarnya, yaitu Standar Penilaian Indonesia (SPI).

Jika penetapan harga lelang dilakukan oleh Tim Penaksir dari internal bank sendiri, maka pada praktiknya bank juga mengikuti mekanisme penetapan nilai yang serupa. Dari nilai Hak Tanggungan, harga pasar, dan Nilai Likuidasi, pertama–tama untuk Nilai Limit (harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual) dipilih harga yang tertinggi. Jika tidak laku, maka Nilai Limit akan diturunkan di penawaran kedua. Jika masih belum laku, akan terus diturunkan hingga menyentuh Nilai Likuidasi.

Bank biasanya membutuhkan cepat pelunasan utang melalui lelang dan tidak akan menunggu wak Ilmu Pengetahuan Hukum Jika Bank Melelang Barang Jaminan di Bawah Harga Pasar
Ilustrasi Bank/Waspada.

Lelang yang dilaksanakan dengan Nilai Limit di bawah harga pasaran diperbolehkan dan sah berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku, selama masih dalam batas yang wajar. Pada umumnya terjadi dalam Lelang Eksekusi lantaran merupakan “penjualan paksa”, maka penawaran menjadi terbatas dan harga objek menjadi relatif lebih rendah dari harga pasar.

Bagaimana bila harga pembelian terlalu rendah dan tidak wajar? Penjelasan lebih lanjut sanggup Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

Ulasan:

Pertama–tama perlu dipahami bagaimana penentuan harga pembelian dalam proses lelang dan tugas harga pasar dalam proses lelang.

Loan to Value Ratio = Nilai Harta Jaminan Harus Lebih Besar daripada Utang
Pada praktik perbankan, prinsipnya nilai harta yang dijadikan jaminan harus lebih besar daripada jumlah utang yang diberikan, yang dikenal dengan istilah Loan to Value Ratio. Untuk Kredit Properti, rasio ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 perihal Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Untuk kredit dengan jaminan berupa Hak Tanggungan pada umumnya, nilai Hak Tanggungan minimal besarnya 125% dari nilai pinjaman. Nilai Hak Tanggungan ini yang harusnya tercantum pada Akte Pemberian Hak Tanggungan.

Pada ketika lelang, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 /PMK.06/2016 perihal Petunjuk Pelaksanaan Lelang (“PMK 27/2016”) mensyaratkan adanya Nilai Limitdalam setiap pelaksanaan lelang. Nilai limit ialah harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual. Penetapan Nilai Limit menjadi tanggung jawab Penjual yang ditetapkan berdasarkan evaluasi oleh Penilai atau penaksiran oleh Penaksir. Penilai merupakan pihak yang melaksanakan evaluasi secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya, sedangkan Penaksir adalah pihak internal dari instansi Penjual yang melaksanakan penaksiran berdasarkan metode yang sanggup dipertanggungjawabkan oleh Penjual, termasuk kurator untuk benda seni dan benda antik atau kuno.

Dalam Pasal 45 abjad b PMK 27/2016 tersebut diatur bahwa hanya Lelang EksekusiPasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 perihal Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”) (Lelang Eksekusi hak tanggungan akhir cidera kesepakatan debitor) dengan Nilai Limit lebih besar dari Rp 1 miliar yang harus ditetapkan oleh Penilai independen, sedangkan nilai limit lelang di bawah nilai tersebut sanggup ditetapkan oleh penaksir internal bank.

Nilai Pasar dalam Proses Lelang
Jika evaluasi dilakukan oleh Penilai, menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 366),dasar evaluasi yang dipakai pada evaluasi untuk tujuan lelang ialah Nilai Pasar dan Nilai Likuidasi. Penjual sanggup memilih Nilai Pasar sebagai prioritas pertama (batas atas) dan Nilai Likuidasi sebagai alternatif terakhir (batas bawah) untuk memutuskan Nilai Limit. Nilai Pasar didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang yang sanggup diperoleh dari hasil penukaran suatu aset atau liabilitas pada tanggal penilaian, antara pembeli yang berminat membelidengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, dimana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan.

Nilai Likuidasi adalah sejumlah uang yang mungkin diterima dari penjualan suatu aset dalam jangka waktu yang relatif pendek untuk sanggup memenuhi jangka waktu pemasaran dalam definisi Nilai Pasar. Bank biasanya membutuhkan cepat pelunasan utang melalui lelang dan tidak akan menunggu waktu normal pemasaran demi mencapai harga pasaran. Maka, diperbolehkan adanya Nilai Likuidasi, yaitu harga pasaran yang didiskon lantaran waktu ekspos/pemasaran yang relatif singkat. Rujukan kisaran besaran diskon yang dianggap masuk akal berdasarkan SPI adalah, sebagai berikut:
**) untuk nilai pasar

Bolehkah Lelang Dilaksanakan dengan Nilai Limit di Bawah Harga Pasaran?
Jika penetapan harga lelang dilakukan oleh Tim Penaksir dari internal bank sendiri, maka pada praktiknya bank juga mengikuti mekanisme penetapan nilai yang serupa. Dari nilai Hak Tanggungan, harga pasar, dan Nilai Likuidasi, pertama–tama untuk Nilai Limit dipilih harga yang tertinggi. Jika tidak laku, maka nilai limit akan diturunkan di penawaran kedua. Jika masih belum laku, akan terus diturunkan hingga menyentuh Nilai Likuidasi.

Maka, menjawab pertanyaan pertama Anda, lelang yang dilaksanakan dengan Nilai Limit di bawah harga pasaran diperbolehkan dan sah berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku, selama masih dalam batas yang wajar. Pada umumnya hal ini terjadi dalam Lelang Eksekusi lantaran merupakan “penjualan paksa”, maka penawaran menjadi terbatas dan harga objek menjadi relatif lebih rendah dari harga pasar.

Bagaimana Jika Harga Pembelian Terlalu Rendah dan Tidak Wajar?
Namun, memang yang menjadi pertanyaannya adalah, bila harga pembelian menjadi terlalu rendah dan tidak wajar, apakah lelang sanggup digugat pembatalannya?

PMK 27/2016 tidak mengatur secara spesifik mekanisme pengajuan abolisi lelang sesudah lelang dilaksanakan. Pasal 31 PMK 27/2016 menyebutkan:

Pembatalan lelang sesudah lelang dimulai hanya sanggup dilakukan oleh Pejabat Lelang dalam hal:
a.    keadaan memaksa (force majeur) atau kahar; atau
b.    terjadi gangguan teknis yang tidak sanggup ditanggulangi pada pelaksanaan lelang tanpa kehadiran Peserta Lelang.

Sedangkan Pasal 4 PMK 27/2016 mengatur:

Lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak sanggup dibatalkan.

Pada praktiknya, somasi abolisi lelang lantaran evaluasi terhadap Nilai Limit di bawah harga pasar yang merugikan debitor sering terjadi dan dilakukan atas dasar Perbuatan Melawan Hukum (“PMH”) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur:

Tiap perbuatan yang melanggar aturan dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu lantaran kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.

Menurut Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H., FCBArb., unsur–unsur PMH adalah, sebagai berikut:
1.    Harus ada perbuatan, baik yang bersifat positif maupun negatif
2.    Perbuatan itu harus melawan hukum
3.    Ada kerugian
4.    Ada korelasi lantaran akhir antara perbuatan melawan aturan itu dengan kerugian
5.    Ada kesalahan (schuld).

Gugatan atas dasar PMH sanggup diajukan untuk meminta Hakim menghukum bank/penjual yang digugat untuk mengadakan lelang ulang. Jika sanksi lelang telah hingga pada tahap perubahan nama atas Sertifikat Hak Milik objek Hak Tanggungan, Hakim sanggup diminta untuk menyatakan perubahan nama tersebut tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum.

Akan tetapi, secara umum lebih banyak didominasi para hakim menganggap bahwa pembeli lelang ialah pembeli beritikad baik yang harus dilindungi. Dikutip dari buku Penelitian Sosio-Legal: Pembeli Beritikad Baik Perlindungan Hukum bagi Pembeli oleh Dr. Widodo Dwi Putro, S.H., M.Hum. dkk., berikut pendapat Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI, Takdir Rahmadi:

Yang penting ialah lelang itu diumumkan. Jika sanggup dibuktikan ada tertulis di koran, dan harga yang ditetapkan pada waktu itu tidak menerima respons, maka harga akan diturunkan. Mau dibikin harga tinggi, tapi tidak ada yang mau beli, sanggup makin rugi krediturnya (Bank). Prinsipnya, pemenang lelang tidak sanggup dikalahkan.

Dikutip dari buku yang sama, berikut pendapat Hakim Agung Soltoni Mohdally:

Ada lagi masalah mengenai harga limit. Dulu, harga limit tidak jelas. Ada yang gunakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), atau keterangan dari Pemda. Untuk kini ini, sudah baik, lantaran ada appraisal. Jasa penaksir ini juga kan dibayar. Sepanjang penilai memutuskan harga limit: harga rendah, harga sedang, harga tinggi, maka harga lelang menjadi obyektif. Kalau terjadi lelang kedua dan ketiga, itu biasanya di bawah limit. Memang begitu, bukan lantaran ada permainan. Kalau gagal lelang pertama itu, memang harganya turun. UU Lelang bilang begitu juga. Pembeliannya itu sah. Intinya, jangan ada mekanisme yang terlanggar. Kalau ada, niscaya riskan. Karena lelang itu sesuai prosedur, harus mengacu pada peraturan menteri keuangan itu. Lelangnya sanggup batal. Pembeli lelang juga dituntut mengerti, supaya hal-hal menyerupai itu tidak merugikan dia. Lelang itu kan dicari orang, lantaran harganya murah. Prosedur lelang itu, pertama, yakni surat dari pemohon lelang (bank atau panitera misalnya), kemudian dicek apakah pihak yang memohonkan lelang itu ialah orang yang berhak, kemudian diumumkan ke publik melalui media massa, kemudian ditaksir harga obyek, dan kemudian lelang.

Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa somasi terhadap nilai yang terlalu jauh di bawah harga pasar serta menjadi tidak masuk akal dilakukan di hadapan pengadilan, selama sanggup dibuktikan bahwa sanggup diduga adanya ‘permainan’ antara Pembeli dan pemohon lelang, yang mana proses lelang menjadi berlangsung tidak masuk akal dan prosedurnya menyalahi aturan yang berlaku.

Dapatkah Debitor Menggugat Bank Agar Dibatalkan Lelangnya?
Menjawab pertanyaan kedua Anda, somasi terhadap bank B sanggup dilakukan di Pengadilan Negeri yang berwenang. Pasal 17 ayat (1), (2), dan (3) PMK 27/2016mengatur:

(1)  Penjual bertanggung jawab terhadap:
a.    keabsahan kepemilikan barang;
b.    keabsahan dokumen persyaratan lelang;
c.    penyerahan barang bergerak dan/ atau barang tidak bergerak;
d.    penyerahan dokumen kepemilikan kepada Pembeli;dan
e.    penetapan Nilai Limit.
(2)  Penjual bertanggung jawab terhadap somasi perdata dan/ atau tun tu tan pidana yang timbul akhir tidak dipenuhinya peraturan perundang-undangan di bidang Lelang oleh Penjual.
(3)  Penjual bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi terhadap kerugian yang timbul, dalam hal tidak memenuhi tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1).
(4)  ...
(5)  ...

Akan tetapi, selain Penjual yang dijadikan tergugat, bila Bank juga memakai Penilai Independen, dalam praktiknya Hakim juga meminta semoga Penilai yang dipakai oleh Penjual untuk memilih harga lelang untuk mempertanggungjawabkan penilaiannya di pengadilan, sehingga harus juga dijadikan tergugat dalam kasus (contoh: Putusan No. 480/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst.). Demikian dikutip dari Hukumonline.

Baca :

Dasar hukum:
1.   Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2.   Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 perihal Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah;
3.   Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 /PMK.06/2016 perihal Petunjuk Pelaksanaan Lelang;
4.   Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 perihal Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.
[1] Pasal 1 angka 28 PMK 27/2016
[2] Pasal 44 ayat (1) PMK 27/2016

[3] Pasal 44 ayat (2) dan (3) PMK 27/2016