Showing posts with label Perdata. Show all posts
Showing posts with label Perdata. Show all posts

Ilmu Pengetahuan Istilah Dan Pengertian Aturan Perdata

By Sugi Arto

 Djoyodiguno sebagai teremahan dari burgerlijkrecht pada masa penduduka jepang Ilmu Pengetahuan Istilah Dan Pengertian Hukum Perdata
Istilah Dan Pengertian Hukum Perdata

Istilah Dan Pengertian Hukum Perdata. Istilah Hukum Perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djoyodiguno sebagai teremahan dari burgerlijkrecht pada masa penduduka jepang. Di samping istilah itu, sinonim aturan perdata yakni civielrecht dan privatrecht. Perkataan "Hukum Perdata" dalam arti yang luas mencakup semua hukum"privat materiil", yaitu segala aturan pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. 

Perkataan "perdata" juga lazim dipakaisebagai lawan dari "pidana".Ada juga orang menggunakan perkataan "hukum sipil" untuk aturan privat materiil itu, tetapi sebab perkataan "sipil" itu juga lazim digunakan sebagailawan dari "militer," maka lebih baik kita menggunakan istilah "hukumperdata" untuk segenap peraturan aturan privat materiil.Perkataan "Hukum Perdata", adakalanya digunakan dalam arti yang sempit,sebagai lawan "hukum dagang," ibarat dalam pasal 102 Undang-undangDasar Sementara, yang menitahkan pembukuan (kodifikasi) aturan dinegara kita ini terhadap Hukum Perdata dan Hukum Dagang, HukumPidana Sipil maupun Hukum Pidana Militer, Hukum Acara Perdata danHukum Acara Pidana, dan susunan serta kekuasaan pengadilan.

Para andal memperlihatkan batasan aturan perdata, ibarat berikut. Van Dunne mengartikan aturan perdata, khususnya pada masa ke -19 yakni :
“suatu peraturan yang mengatur perihal hal-hal yang sangat ecensial bagi kebebasan individu, ibarat orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan aturan public memperlihatkan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi”

Pendapat lain yaitu Vollmar, beliau mengartikan aturan perdata adalah:
“aturan-aturan atau norma-norma yang memperlihatkan pembatasan dan oleh akibatnya memperlihatkan pertolongan pada kepentingan prseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengna kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai korelasi keluarga dan korelasi kemudian lintas”

Dengan demikian, sanggup dikatakan bahwa pengertian aturan perdata yang dipaparkan para andal di atas, kajian utamnya pada pengaturan perihal pertolongan antara orang yang satu degan orang lain, akan tetapi di dalam ilmu aturan subyek aturan bukan hanya orang tetapi tubuh aturan juga termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang lebih tepat yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum(baik tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur korelasi antara subjek aturan satu dengan yang lain dalam korelasi kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.

Istilah Perdata telah diterima secara resmi dan buat pertama kali kata “PERDATA” itu dicantumkan dalam per undang-undangan Indonesia yaitu :

1. Konstitusi RIS yang dicantumkan dalam pasal-pasal sebagai berikut :
  • Pasal 15 ayat 2
  • Pasal 144 ayat 1
  • Pasal 156 ayat 1
  • Pasal 158 ayat 1
2. UUD’S yang dicantumkan dalam Pasal-pasal sebagai berikut :
  • Pasal 15 ayat 2
  • Pasal 101 ayat 1
  • Pasal 106 ayat 3.

Di dalam aturan perdata terdapat 2 kaidah, yaitu:

1. Kaidah tertulis

Kaidah aturan perdata tertulis yakni kaidah-kaidah aturan perdata yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.

2. Kaidah tidak tertulis

Kaidah aturan perdata tidak tertulis yakni kaidah-kaidah aturan perdata yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat (kebiasaan).

Subjek aturan dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Manusia

Manusia sama dengan orang sebab insan memiliki hak-hak subjektif dan kewenangan hukum.

2. Badan aturan

Badan aturan yakni kumpulan orang-orang yang memiliki tujuan tertentu, harta kekayaan, serta hak dan kewajiban.


Subtansi yang diatur dalam aturan perdata antara lain:

1. Hubungan keluarga

Dalam korelasi keluarga akan menjadikan aturan perihal orang dan aturan keluarga.

2. Pergaulan masyarakat

Dalam korelasi pergaulan masyarakat akan menimbulakan aturan harta kekayaan, aturan perikatan, dan aturan waris.

Dari banyak sekali paparan perihal aturan perdata di atas, sanggup di temukan unsur-unsurnya yaitu:
  1. Adanya kaidah hukum;
  2. Mengatur korelasi antara subjek aturan satu dengan yang lain;
  3. Bidang aturan yang diatur dalam aturan perdata mencakup aturan orang, aturan keluarga, aturan benda, aturan waris, aturan perikatan, serta aturan pembuktia dan kadaluarsa.

 

Sumber :

  1. Kitab Undang Undang Hukum Perdata
  2. Salim HS,PENGANTAR HUKUM PERDATA TERTULIS [BW]

Ilmu Pengetahuan Sistematika Aturan Perdata

By Sugi Arto

 lantaran Hukum Dagang bahwasanya tidaklah lain dari Hukum Perdata Ilmu Pengetahuan Sistematika Hukum Perdata
Sistematika Hukum Perdata

Sistematika Hukum Perdata. Adanya Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek vanKoophandel, disingkat W.v.K.) di samping Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, disingkat B.W.) kini dianggap tidak pada tempatnya, lantaran Hukum Dagang bahwasanya tidaklah lain dari Hukum Perdata. Perkataan "dagang" bukanlah suatu pengertian hukum,melainkan suatu pengertian perekonomian. Di aneka macam negeri yang modern, contohnya di Amerika Serikat dan di Swis juga, tidak terdapat suatu Kitab Undang-undang Hukum Dagangtersendiri di samping pembukuan Hukum Perdata seumumnya. Oleh lantaran itu, kini terdapat suatu fatwa untuk meleburkan Kitab Undang-undang Hukum Dagang itu ke dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Memang, adanya pemisahan Hukum Dagang dari Hukum Perdata dalamperundang-undangan kita kini ini, hanya terbawa oleh sejarah saja,yaitu lantaran di dalam aturan Romawi yang merupakan sumber terpenting dari Hukum Perdata di Eropah Barat belumlah populer Hukum Dagang sebagaimana yang ter-letak dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang kita sekarang, alasannya memang perdagangan internasional juga sanggup dikatakan gres mulai berkembang dalam Abad Pertengahan. Hukum Perdata berdasarkan ilmu aturan kini ini, lazim dibagi dalam empat bagian, yaitu :
  1. Hukum ihwal diri seseorang,
  2. Hukum Kekeluargaan,
  3. Hukum Kekayaan dan
  4. Hukum warisan.
Hukum ihwal diri seseorang , memuat peraturan-peraturan ihwal insan sebagai subyek dalam hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk mempunyai hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu. Hukum Keluarga, mengatur perihal hubungan-hubungan aturan yang timbul dari kekerabatan kekeluargaan, yaitu : perkawinan beserta kekerabatan dalam lapangan aturan kekayaan antara suami dan isteri,hubungan antara orang renta dan anak, perwalian dan curatele. Hukum Kekayaan, mengatur perihal hubungan-hubungan aturan yang sanggup dinilai dengan uang. Jika kita menyampaikan ihwal kekayaan seorang, yang dimaksudkan ialah jumlah segala hak dan kewajiban orang itu, dinilai dengan uang. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang demikian itu, biasanya sanggup dipindahkan kepada orang lain. 

Hak-hak kekayaan, terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang dan hasilnya dinamakan hak mutlak dan hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu fihak yang tertentu saja dan hasilnya dinamakan hak perseorangan. Hak mutlak yang menunjukkan kekuasaan atas suatu benda yang sanggup terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak menunjukkan kekuasaan atas suatu benda yang sanggup terlihat, contohnya hak seorang pengarang atas karangannya, hak seoran gatas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak seorang pedagang untuk menggunakan sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dikodifikasikan di Indonesia pada tahun 1848 pada pada dasarnya mengatur kekerabatan aturan antara orang perorangan, baik mengenai kecakapan seseorang dalam lapangan hukum; mengenai hal-hal yang bekerjasama dengan kebendaan; mengenai hal-hal yang bekerjasama dengan perikatan dan hal-hal yang bekerjasama dengan pembuktian dan lewat waktu atau kadaluarsa.

Sistematika atau isi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang ada dan berlaku di Indonesia, ternyata bila dibandingkan dengan Kitab Undang-Undang aturan Perdata yang ada dan berlaku di negara lain tidaklah terlalu jauh berbeda. Hal ini dimungkinkan lantaran mengacu atau paling tidak mendapatkan efek yang sama, yaitu dari aturan Romawi (Code Civil).

Hukum Waris, mengatur hal ikhwal ihwal benda atau kekayaan seorang jikalau ia meninggal. Juga sanggup dikatakan, Hukum Waris itu mengatur akibat-akibat hubungan' keluarga terhadap harta peninggalan seseorang. Berhubung dengan sifatnya yang setengah-setengah ini, Hukum Waris lazimnya ditempatkan tersendiri. Bagaimanakah sistematik yang digunakan oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata? B.W. itu terdiri atas empat buku, yaitu :
  1. Buku I, yang berkepala "Perihal Orang", memuat aturan ihwal diri seseorang dan Hukum Keluarga;
  2. Buku II yang berkepala "Perihal Benda", memuat aturan perbendaan serta Hukum Waris;
  3. Buku III yang berkepala "Perihal Perikatan", memuat aturan kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak yang tertentu;
  4. Buku IV yang berkepala "Perihal Pembuktian dan Lewat waktu (Daluwarsa), memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
Adapun hal-hal yang diatur dalam KUH perdata sebagaimana berlaku di Indonesia ketika ini, (kecuali beberapa penggalan yang sudah dinyatakan tidak berlaku) yaitu sebagai berikut :

1. Buku Kesatu ihwal Orang ( van persoon ) yang terdiri dari 18 bab, yaitu mengatur :

  • I ihwal menikmati dan kehilangan hak-hak kewenangan
  • II ihwal akta-akta catatan sipil
  • III ihwal kawasan tinggal atau domisili
  • IV ihwal perkawinan
  • V ihwal hak-hak dan kewajiban-kewajiban suami dan isteri
  • VI ihwal persatuan harta kekayaan berdasarkan undang-undang dan pengurusannya
  • VII ihwal perjanjian kawin
  • VIII ihwal persatuan atau perjanjian kawin dalam perkawinan untuk kedua kali atau selanjutnya
  • IX ihwal perpisahan harta kekayaan
  • X ihwal pembubaran perkawinan
  • XI ihwal perpisahan meja dan ranjang
  • XII ihwal kebapaan dan keturunan bawah umur
  • XIII ihwal kekeluargaan sedarah dan semenda
  • XIV ihwal kekuasaan orang renta
  • XV ihwal menentukan,mengubah dan mencabut tunjangan-tunjangan nafkah
  • XVI kebelum-dewasaan dan perwalian
  • XVII ihwal beberapa perlunakan
  • XVIII ihwal pengampuan
  • XIX ihwal keadaan tak hadir

2. Buku kedua ihwal Kebendaan ( van zaken ),yang terdiri dari 21 bab, yang secara lengkapnya yaitu mengatur :

  • I ihwal kebendaan dan cara membeda-bedakannya
  • II ihwal kedudukan berkuasa (bezit) dan hak-hak yang timbul hasilnya
  • III ihwal hak milik ( eigendoom )
  • IV ihwal hak dan kewajiban antara pemilik-pemilik pekarangan yang satu sama lain bertetanggaan
  • V ihwal kerja rodi
  • VI ihwal dedikasi pekarangan
  • VII ihwal hak numpang karang
  • VIII ihwal hak perjuangan ( erfpacht )
  • IX ihwal bunga tanah dan hasil se persepuluh
  • X ihwal hak pakai hasil
  • XI ihwal hak pakai dan hak mendiami
  • XII ihwal perwarisan lantaran janjkematian
  • XIII ihwal surat wasiat
  • XIV ihwal pelaksanaan wasiat dan pengurus harta peninggalan
  • XV ihwal hak memikir dan hak istimewa untuk mengadakan registrasi harta peninggalan
  • XVI ihwal mendapatkan dan menolak suatu warisan
  • XVII ihwal pemisahan harta peninggalan
  • XVIII ihwal harta peninggalan yang tak terurus
  • XIX ihwal piutang-piutang yang diistimewakan
  • XX ihwal gadai
  • XXI ihwal hipotik

3. Buku Ketiga ihwal Perikatan ( van Verbintenis ) yang terdiri dari 18 bab, yaitu  :

  • I ihwal Perikatan-perikatan umumnya
  • II ihwal Perikatan-perikatan yang dilahirkan darikontrak atau persetujuan
  • III ihwal perikatan-perikatan yang dilahirkan demi undang-undang
  • IV ihwal hapusnya perikatan-perikatan
  • V ihwal jual-beli
  • VI ihwal tukar menukar
  • VII ihwal sewa-menyewa
  • VIII ihwal persetujuan-persetujuan untuk melaksanakan pekerjaan
  • IX ihwal komplotan
  • X ihwal hibah
  • XI ihwal penitipan barang
  • XII ihwal pinjam-pakai
  • XIII ihwal pinjam-meminjam
  • XIV ihwal bunga tetap atau bunga infinit
  • XV ihwal persetujuan-persetujuan untung-untungan
  • XVI ihwal derma kuasa
  • XVII ihwal penanggungan
  • XVIII ihwal perdamaian

4. Buku Keempat ihwal Pembuktian dan Kadaluarsa ( van bewijs en verjaring ) yang terdiri dari 7 bab, selengkapnya adalah  :

  • I ihwal pembuktian pada umumnya
  • II ihwal pembuktian dengan goresan pena
  • III ihwal pembuktian dengan saksi-saksi
  • IV ihwal persangkaan-persangkaan
  • V ihwal legalisasi
  • VI ihwal sumpah di muka Hakim
  • VII ihwal daluwarsa

Sebagaimana kita lihat, Hukum Keluarga di dalam B.W. itu dimasukkan dalam penggalan aturan ihwal diri seseorang, lantaran hubungan-hubungan keluarga memang besar lengan berkuasa besar terhadap kecakapan seseorang untuk mempunyai hak-hak serta kecakapannya untuk mempergunakan hak-haknya itu. Hukum Waris, dimasukkan dalam penggalan ihwal aturan perbendaan, lantaran dianggap Hukum Waris itu mengatur cara-cara untuk memperoleh hak atas benda-benda, yaitu benda-benda yang ditinggalkan seseorang. 

Perihal pembuktian dan lewat waktu (daluwarsa) bahwasanya yaitu soal aturan acara, sehingga kurang sempurna dimasukkan dalam B.W.yang pada asasnya mengatur aturan perdata materiil. Tetapi pernah ada suatu pendapat, bahwa aturan program itu sanggup dibagi dalam penggalan materiil dan penggalan formil. Soal-soal yang mengenai alat-alat pembuktian terhitung penggalan yang termasuk aturan program materiil yang sanggup diatur juga dalam suatu undang-undang ihwal aturan perdata materiil.

Sumber :

  1. Kitab Undang Undang Hukum Perdata
  2. Salim HS,PENGANTAR HUKUM PERDATA TERTULIS [BW]

Ilmu Pengetahuan Tentang Orang Dalam Hukum

By Sugi Arto

 berarti pembawa hak atau subyek di dalam aturan Ilmu Pengetahuan Perihal Orang Dalam Hukum
Perihal Orang Dalam Hukum

Perihal Orang Dalam Hukum. Dalam hukum, perkataan orang (persoon) berarti pembawa hak atau subyek di dalam hukum. Sekarang ini boleh dikatakan, bahwa tiap insan itu pembawa hak, tetapi belum begitu usang berselang masih ada budak belian yang berdasarkan aturan tidak lebih dari suatu barang saja. Peradaban kita kini sudah sedemikian majunya, sampai suatu perikatan pekerjaan yang sanggup dipaksakan tidak diperbolehkan lagi didalam hukum. Seorang yang tidak suka melaksanakan suatu pekerjaan yangia harus lakukan berdasarkan perjanjian, tidak sanggup secara eksklusif dipaksa untuk melaksanakan pekerjaan itu.

Paling banyak ia hanya sanggup dieksekusi untuk membayar kerugian yang berupa uang yang untuk itu harta bendanya sanggup disita. Karena memang sudah menjadi suatu asas dalam Hukum Perdata, bahwa semua kekayaan seseorang menjadi tanggungan untuk segala kewajibannya. Juga yang dinamakan "kematian perdata",yaitu suatu sanksi yang menyatakan bahwa seseorang tidak sanggup mempunyai sesuatu hak lagi tidak terdapat dalam aturan kini ini (Pasal 3 B.W.). Hanya-lah mungkin, seseorang sebagai sanksi dicabut sementara hak-haknya, contohnya kekuasaannya sebagai orang bau tanah terhadap anak-anaknya, kekuasaannya sebagai wali, haknya untuk bekerja pada angkatan bersenjata dan sebagainya.

Berlakunya seseorang sebagai pembawa hak, mulai dari ketika ia dilahirkan dan berakhir pada ketika ia meninggal. Malahan, kalau perlu untuk kepentingannya, sanggup dihitung surut sampai mulai orang itu berada didalam kandungan, asal saja kemudian ia dilahirkan hidup, hal mana penting sekali berhubung dengan waris-an-warisan yang terbuka pada suatu waktu, di mana orang itu masih berada di dalam kandungan. Meskipun berdasarkan aturan kini ini, tiap orang tiada yang terkecuali sanggup mempunyai hak-hak, akan tetapi di dalam aturan tidak semua orang diperbolehkan bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya itu. Berbagai golongan orang, oleh undang-undang telah dinyatakan "tidak cakap," atau "kurang cakap" untuk melaksanakan sendiri perbuatan-perbuatan hukum. Yang dimaksudkan di sini, ialah orang-orang yang belum dewasa atau masih kurang umur dan orang-orang yang telah ditaruh di bawah pengawasan (curatele), yang selalu harus diwakili oleh orang tuanya, walinya atau kuratornya.

1. Manusia (naturlijkpersoon) sebagai subyek hukum:


Pada ketika kini ini setiap insan manusia sanggup dikatakan sebagai pembawa hak dan kewajiban, oleh alasannya ialah berbudakan telah tidak dilakukan lagi dalam peradaban kini ini. Berlakunya seseorang sebagai pembawa hak ialah dimulai semenjak ia dilahirkan dan berahir pada ketika ia meninggal. Malah kalau perlu, anak di dalam kandungan sanggup dianggap telah ada asal saja kemudian ia dilahirkan hidup.

2. Kecakapan bertindak dalam hukum:


Meskipun berdasarkan aturan setiap orang tiada yang dikecualikan mempunyai hak dan kewajiban, namun tidak setiap orang sanggup bertindak sendiri dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Oleh hukum, ada beberapa golongan orang yang dinyatakan tidak cakap untuk melaksanakan perbuatan aturan atau melaksanakan hak dan kewajibannya. Mereka ini ialah orang-orang yang belum dewasa (belum cukup umur) dan orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele), dan kepadanya harus selalu diwakili oleh orang tua/walinya (bagi yang belum dewasa) dan oleh kuratornya (bagi yang ditaruh di bawah pengampuan.

3. Kekuasaan orang bau tanah dan perwalian:


Menurut BW, di belum dewasa apabila belum mencapai usia 21 tahun, kecuali ia sudah kawin. Orang yang masih dibawah umur ini ada dibawah kekuasaan orang tuanya. Selanjutnya apabila salah seorang dari orang tuanya meninggal dunia maka ia berada dalam perwalian orang tuanya yang masih hidup. Demikian pula bila orang tuanya bercerai maka ia akan berada dalam perwalian salah seorang orang tuanya. Bila kedua orang tuanya meninggal maka ia ada dalam perwalian orang lain.

4. Badan Hukum (rechtspersoon):


Di samping orang-orang (manusia), badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan sanggup juga mempunyai kekayaan sendiri dan ikut serta dalam lalu-lintas hukum, yaitu juga mempunyai hak dan kewajiban serta sanggup digugat ataupun menggugat di depan Hakim. Badan atau perkumpulan ini dinamakan “badan hukum” atau rechtspersoon, contohnya Perseroan Terbatas (PT), Yayasan, Koperasi dan sebagainya.

5. Domicili:


Setiap orang berdasarkan aturan harus mempunyai daerah tinggal yang sanggup dicari. Tempat tersebut dinamakan domicili. Demikian pula halnya dengan Badan Hukum harus mempunyai daerah kedudukan. Bagi orang yang tidak mempunyai daerah kediaman tertentu, domisilinya dianggap ada di daerah di mana ia sungguh-sungguh berada. Pentingnya domisili atau daerah kedudukan ini ialah untuk menetapkan beberapa hal, misalnya: di mana seorang harus dipanggil, Pengadilan mana yang mempunyai kompetensi terhadap dirinya, dan sebagainya.

Sumber :


  1. Kitab Undang Undang Hukum Perdata
  2. Salim HS,PENGANTAR HUKUM PERDATA TERTULIS [BW]

Ilmu Pengetahuan Aturan Perdata Materiil Di Indonesia

By Sugi Arto


Hukum Perdata Materiil Di Indonesia. Hukum di Indonesia merupakan adonan dari sistem aturan Eropa, aturan agama, dan aturan adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada aturan Eropa, khususnya dari Belanda alasannya yaitu aspek sejarah masa kemudian Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum agama alasannya yaitu sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi aturan atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem aturan susila yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara.

Salah satu bidang aturan yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek aturan dan kekerabatan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula aturan privat atau aturan sipil sebagai lawan dari aturan publik. Jika aturan publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), aktivitas pemerintahan sehari-hari (hukum manajemen atau tata perjuangan negara), kejahatan (hukum pidana), maka aturan perdata mengatur kekerabatan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, menyerupai contohnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, aktivitas perjuangan dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
 Hukum di Indonesia merupakan adonan dari sistem aturan Eropa Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata Materiil Di Indonesia
Hukum Perdata Materiil Di Indonesia

1. Hukum Perdata Materiil


Hukum perdata materiil yaitu aturan-aturan aturan yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata, yaitu mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subyek hukum.

Hukum perdata yang berlaku di Indonesi beranekaragam, artinya bahwa aturan perdata yang berlaku itu terdiri dari banyak sekali macam ketentuan hukum,di mana setiap penduduk itu tunduk pada hukumya sendiri, ada yang tunduk dengan aturan adat, aturan islam, dan aturan perdata barat. Adapun penyebab adanya pluralism aturan di Indonesia ini yaitu :

a. Politik Hindia Belanda

Pada pemerintahan Hindia Belanda penduduknya di bagi menjadi 3 golongan :
  • Golongan Eropa dan dipersamakan dengan itu,
  • Golongan timur asing. Timur absurd dibagi menjadi Timur Asing Tionghoa dan bukan Tionghoa, Seperti Arab, Pakistan. Di berlakukan aturan perdata Eropa, sedangkan yang bukan Tionghoa di berlakukan aturan adat, dan
  • Bumi putra, yaitu orang Indonesia asli. Diberlakukan aturan adat.
Konsekuensi logis dari pembagian golongan di atas ialah timbulnya perbedaan system aturan yang diberlakukan kepada mereka.

b. Belum adanya ketentuan aturan perdata yang berlaku secara nasional.


Hukum Perdata Barat (KUHPerdata) dan KUH Dagang (WVK) : Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia yaitu aturan perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku diIndonesia yaitu aturan perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian bahan B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI contohnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan. Setelah Indonesia Merdeka menurut aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD1945, KUHPerdata. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang gres menurut Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk aturan perdata Indonesia.

2. Hukum Dagang


Hukum dagang yaitu aturan yang mengatur tingkah laris insan yang turut melaksanakan perdagangan dalam usahanya memperoleh keuntungan. Dapat juga dikatakan, aturan dagang yaitu aturan yang mengatur kekerabatan aturan antara manusia-manusia dan badan-badan aturan satu sama lainnya, dalam lapangan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7). Pengertian lain, aturan dagang yaitu aturan perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan (H.M.N. Purwosutjipto, 1987 : 5).

3. Hukum Perdata Adat


Hukum Perdata Adat yaitu adalah seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah. Misalnya diperkampungan pedesaan terpencil yang masih mengikuti aturan adat. Sumbernya yaitu peraturan-peraturan aturan tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran aturan masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka aturan susila mempunyai kemampuan beradaptasi dan elastis. Hukum Perdata Islam : Schacht menulis bahwa “Hukum suci Islam yaitu sebuah tubuh yang meliputi semua kiprah agama, totalitas perintah Allah yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya.” 

Kodifikasi dan Non Kodifikasi Hukum Perdata Materiil Kodifikasi Hukum ialah pembukuan jenis-jenis aturan tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Yang termasuk kodifikasi aturan materiil di Indonesia yaitu Kitab Undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1848) dan Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848). Sedangkan yang termasuk Nonkodifikasi aturan yaitu aturan susila (termasuk aturan kebiasaan dan awig-awig) dan aturan agama. Hukum Pribadi, Hukum Keluarga, Hukum Waris, Hukum Benda.

4. Hukum Pribadi


Hukum Pribadi mengatur perihal prihal kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya perihal hal-hal yang mempengaruh kecakapan-kecakapan itu.

5. Hukum Keluarga


Hukum Keluarga mengatur prihal hubungan-hubungan yang timbul dari kekerabatan kekeluargaan, yaitu : Perkawinan beserta kekerabatan dalam lapangan aturan kekayaan antara suami dan istri, kekerabatan orang bau tanah dan anak, perwalian dan curatele.

6. Hukum Kekayaan atau Benda


Hukum Kekayaan atau Benda mengatur perihal kekerabatan – kekerabatan aturan yang sanggup dinilai dengan uang. Jika kita menyampaikan perihal kekayaan seseorang maka yang dimaksudkan ialah jumlah dari segala hak dan kewajiban orang itu dinilaikan dengan uang. Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh balasannya dinamakan Hak Mutlak dan hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu saja dan balasannya dinamakan hak perseorangan.

7. Hukum Waris


Hukum Waris mengatur perihal benda atau kekayaan seseorang bila ia meninggal. Disamping itu aturan warisan mengatur akibat-akibat dari kekerabatan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.

Sumber : 

 

  1. Kitab Undang Undang Hukum Perdata
  2. Salim HS,PENGANTAR HUKUM PERDATA TERTULIS [BW]


Ilmu Pengetahuan Sumber Aturan Perdata Tertulis

By Sugi Arto

 Sumber aturan yaitu segala apa saja yang menimbulkan aturan Ilmu Pengetahuan Sumber Hukum Perdata Tertulis
Sumber Hukum Perdata Tertulis

Sumber Hukum Perdata Tertulis. Sumber aturan yaitu segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang apabila dialnggar menimbulkan hukuman tegas dan nyata. Yang dimaksud dengan sumber aturan perdata yaitu asal mula aturan perdata, atau daerah dimana aturan perdata ditemukan. Asal mula menunjukank kepada sejarah asal dan pembentukanya. Sedangkan daerah yaitu menandakan kepada rumusan dimuat dan sanggup dibaca.

Pada dasarnya sumber aturan sanggup dibedakan menjadi 2 macam:

1. Sumber aturan materiil


Sumber aturan materiil yaitu daerah dari mana bahan aturan itu diambil. Misalnya kekerabatan social, kekuatan politik, hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, dan keadaan georafis. Sumber dalam Arti Material yaitu Lembaran Negara atau dahulu dikenal dengan istilah Staatsblad, dimana dirumuskan ketentuan Undang-Undang aturan perdata sanggup dibaca oleh umum. Misalnya Stb.1847-23 memuat B.W/KUHPdt. Selain itu juga termasuk sumber dalam arti daerah dimana aturan perdata pembentukan Hakim . Misalnya yurisprudensi MA mengenai warisan, tubuh hukum, hak atas tanah. Sumber dalam arti daerah disebut sumber dalam arti material. Sumber Hukum perdata dalam arti material umumnya masih bekas peninggalan zaman kolonia, terutama yang terdapat di dalam Staatsblad. Sedang yang lain sebagian besar berupa yurisprudensi MA-RI & sebagian kecil saja dalam Lembaran Negara RI.

2. Sumber aturan formal


Sumber aturan formal merupakan daerah memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menimbulkan peraturan aturan formal itu berlaku. Sumber dalam arti sejarah asal nya aturan perdata yaitu aturan perdata buatan pemerintah kolonia Belanda yang terhimpun dalam B.W ( KUHPdt ) . Berdasarkan aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 B. W ( KUHPdt ) dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum diganti dengan undang – undang gres menurut Undang-Undang Dasar 1945. Sumber dalam arti pembentukannya yaitu pembentukan undang – undang menurut Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 ditetapkan oleh rakyat Indonesia yang didalamnya termasuk juga aturan peralihan.Atas dasar aturan peralihan B.W ( KUHPdt ) dinyatakan tetap berlaku. Ini berarti pembentukan Undang-Undang Dasar Indonesia ikut dinyatakan berlakunya B. W ( KUHPdt ). Sumber dalam arti asal mula disebut sumber aturan dalam arti formal.

Volamar membagi sumber Hukum Perdata menjadi empat macam. Yaitu KUHperdata, traktat, yaurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu sumber aturan perdata tertulis dan tidak tertulis. Yang di maksud dengan sumber aturan perdata tertulis yaitu daerah ditemukannya kaidah-kaidah aturan perdata yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah aturan perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undanang, traktat, dan yurisprudensi. Sumber aturan perdata tidak tertulis yaitu daerah ditemukannya kaidah aturan perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis. Seperti terdapat dalam aturan kebiasaan.

Pada dasarnya sumber aturan perdata, mencakup sumber aturan materiil dan sumber aturan formil. Adakalanya sumber aturan itu ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis.Secara khusus, sumber aturan perdata Indonesia terulis berupa :

1) Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB)


Merupakan ketentuan-ketentuan umum pemerintah Hindia Belanda yang diberlakukan di Indonesia (Stbl. 1847 No. 23, tanggal 30 April 1847, terdiri atas 36 Pasal).

2) KUH Perdata atau Burgelijk Wetboek (BW)


Merupakan ketentuan aturan produk Hindia Belanda yang diundangkan tahun 1848, diberlakukan di Indonesia menurut asas konkordansi.

3) KUHD atau Wetboek van Koopandhel (WvK)


KUHD terdiri atas 754 Pasal, mencakup Buku I (tentang dagang secara umum) dan Buku II (tentang hak-hak dan kewajiban yang timbul dalam pelayaran.

4) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 wacana Pokok Agraria


UU ini mencabut berlakunya Buku II KUH Perdata sepanjang mengenai hak atas tanah, kecuali hipotek. Secara umum dalam UU ini diatur mengenai aturan pertanahan yang berlandaskan pada aturan adat, yaitu aturan yang menjadi abjad bangsa Indonesia sendiri.

5) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 wacana Ketentuan-ketentuan Pokok Perkawinan


UU ini menciptakan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Buku I KUH Perdata, khususnya mengenai perkawinan tidak berlaku secara penuh.

6) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 wacana Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah


UU ini mencabut berlakunya hipotek sebagaimana diatur dalam Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai tanah dan ketentuan mengenai Credieverband dalam Stbl. 1908-542 sebagaimana telah diubah dalam Stbl. 1937-190. Tujuan pencabutan ketentuan yang tercantum dalam Buku II KUH Perdata dan Stbl. 1937-190 yaitu sebab tidak sesuai lagi dengan acara kebutuhan perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata perekonomian Indonesia.

7) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 wacana Jaminan Fidusia


Ada 3 pertimbangan lahirnya uu ini: 1) adanya kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia perjuangan atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan aturan yang terang dan lengkap yang mengatur mengenai forum jaminan. 2) jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk forum jaminan hingga ketika ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif. 3) untuk memenuhi kebutuhan aturan yang lebih sanggup memacu serta bisa memebrikan derma aturan bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai jaminan fidusia; dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fiduasia.

8) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 wacana Lembaga Jaminan Simpanan (LPS)


UU ini mengatur kekerabatan aturan publik dan mengatur kekerabatan aturan perdata.

9) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 wacana Kompilasi Hukum Islam (KHI)


KHI mengatur tiga hal, yaitu aturan perkawinan, aturan kewarisan dan aturan perwakafan. Ketentuan dalam KHI hanya berlaku bagi orang-orang yang beragama Islam.

Yang dimaksud dengan traktat yaitu suatu perjanjian yang dibentuk antara dua Negara atau lebih dalam bidang keperdataan. Trutama bersahabat kaitannya dengan perjanjian internasioanl. Contohnya, perjanjian bagi hasil yang dibentuk antara pemerintah Indonesia denang PT Freeport Indonesia.

Yurisprudensi atau putusan pengadilan meruapakan produk yudikatif, yang berisi kaidah atau peraturan aturan yang mengikat pidahk-pihak yang berperkara terutama dalam masalah perdata. Contohnya H.R 1919 wacana pengertian perbuatan melawan aturan . dengna adanya putsan tersebut maka pengertian melawan aturan tidak menganut arti luas. Tetapi sempit. Putusan tersebut di jadikan pemikiran oleh para hakim di Indonesia dalam memutskan sengketa perbutan melawan hukum.

Sumber :


  1. Kitab Undang Undang Hukum Perdata
  2. Salim HS,PENGANTAR HUKUM PERDATA TERTULIS [BW]


Ilmu Pengetahuan Ruang Lingkup Aturan Perdata

Ruang Lingkup Hukum Perdata  Hukum perdata mengkaji perihal santunan antar subjek hukum. Menurut ilmu hukum subjek aturan tidak hanya orang tetapi juga mencaku tubuh hukum. Secara umum aturan perdata diartikan sebagai seluruh kaidah aturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang berfungsi untuk mengatur kekerabatan satu subjek aturan dengan subjek aturan lainnya baik dalam kekerabatan keluarga maupun kekerabatan bermasayrakat.

mengkaji perihal santunan antar subjek aturan Ilmu Pengetahuan Ruang Lingkup Hukum Perdata
Ruang Lingkup Hukum Perdata
Kaidah hukum perdata sanggup dilihat dari beberapa hal, antara lain bentuk, subjek dan substansinya. Berdasarkan bentuknya aturan perdata sanggup dibedakan menjadi 2 macam : tertulis dan tidak tertulis. Kaidah aturan perdata tertulis, terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprudensi, sedangkan aturan perdata tidak tertulis yaitu kaidah-kaidah aturan perdata yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam praktik kehidupan masyarakat (kebiasaan adat) ibarat aturan susila dan aturan Islam.

Ruang Lingkup Hukum Perdata :

  • Hukum Perdata Dalam Arti Luas

Hukum Perdata dalam arti luas pada hakekatnya mencakup semua aturan privat meteriil, yaitu segala aturan pokok (hukum materiil) yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan, termasuk aturan yang tertera dalam KUHPerdata (BW), KUHD, serta yang diatur dalam sejumlah peraturan (undang-undang) lainnya, ibarat mengenai koperasi, perniagaan, kepailitan, dll.

  • Hukum Perdata Dalam Arti Sempit

Hukum Perdata dalam arti sempit, adakalanya diartikan sebagai lawan dari aturan dagang. Hukum perdata dalam arti sempit ialah aturan perdata sebagaimana terdapat di dalam KUHPerdata.

Kaprikornus aturan perdata tertulis sebagaimana diatur di dalam KUHPerdata merupakan Hukum Perdata dalam arti sempit. Sedangkan Hukum Perdata dalam arti luas termasuk di dalamnya Hukum Perdata yang terdapat dalam KUHPerdata dan Hukum Dagang yang terdapat dalam KUHD.

Hukum Perdata juga mencakup Hukum Acara Perdata, yaitu ketentuan-ketentuan yang mengatur perihal cara seseorang mendapat keadilan di muka hakim berdasarkan Hukum Perdata, mengatur mengenai bagaimana aturan menjalankan gugutan terhadap seseorang, kekuasaan pengadilan mana yang berwenang untuk menjalankan somasi dan lain sebagainya.

Hukum Perdata juga terdapat di dalam Undang-Undang Hak Cipta, UU Tentang Merk dan Paten, keseluruhannya termasuk dalam Hukum Perdata dalam arti luas.

  • Hukum Perdata Materiil

  1. Hukum Perdata Materiil yaitu segala ketentuan aturan yang mengatur hak dan kewajiban seseorang didalam kehidupannya sehari-hari dan dalam hubungannya terhadap orang lain dalam masyarakat. Dengan kata lain bahwa Hukum Perdata materiil mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subyek hukum, yang pengaturannya terdapat di dalam KUHPerdata, KUHD dan yang lain. Hukum perdata ini diatur dalam KUHPerdata buku 1 perihal orang, 2 perihal benda, dan 3 perihal pernikahan.
  2. Untuk adanya timbul hak dan kewajiban individu harus ada kekerabatan aturan terlebih dahulu, dan hub aturan itu harus sah.
  3. Hubungan aturan itu harus ada perikatan terlebih dahulu, yang lahir dari perjanjian atau UU.
  4. Secara umum terdapat dalam buku ke4 KUHPER perihal pembuktian dan kadaluarsa.
  5. Secara khusus diatur dalam HIR (berlaku untuk jawa dan Madura) dab RBG (berlaku untuk luar jawa).

  • Hukum Perdata Formi (HIR) yaitu aturan program perdata

  1. Hukum Perdata Formil yaitu segala ketentuan-ketentuan yang mengatur perihal cara seseorang mendapat hak/keadilan berdasarkan Hukum Perdata materiil. Cara untuk mendapat keadilan di muka hakim lazim disebut Hukum Acara Perdata.
  2. Hukum Perdata Formil merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana tatacara seseorang menuntut haknya apabila dirugikan oleh orang lain, mengatur berdasarkan cara mana pemenuhan hak materiil sanggup dijamin.
  3. Hukum Perdata Formil bermaksud mempertahankan aturan perdata materiil, sebab Hukum Perdata formil berfungsi menerapkan Hukum Perdata materiil.
  4. Hukum Perdata formil, contohnya Hukum Acara Perdata, terdapat dalam Reglement Indonesia yang Diperbaharui (R.I.B).

Dasar Hukum :

Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, disingkat B.W.)

Daftar Pustaka :

  1.  C.S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata, Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006
  2. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-hukum-perdata
  3. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-hukum-perdata
  4. Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000
  5. J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1999
  6. Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, Raja Graffindo Persada, Jakarta, 2004

Ilmu Pengetahuan Sejarah Lahirnya Kuh Perdata (Burgerlijk Wetboek) Bw

Sejarah Lahirnya KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek) (BW) Hukum Perdata Belanda berasal dari aturan perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan aturan Romawi 'Corpus Juris Civilis' yang pada waktu itu dianggap sebagai aturan yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut aturan perdata dan Code de Commerce (hukum dagang).
Belanda berasal dari aturan perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan aturan Romawi  Ilmu Pengetahuan Sejarah Lahirnya KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek) BW
Sejarah Lahirnya KUH Perdata
Sejarah mencatat bahwa kerajaan Romawi mempunyai peradaban sangat tinggi di masanya, entah hasil karya orang Romawi sendiri atau dari sari-sari pengetahuan negara jajahannya tidak menjadi pokok dilema kali ini. Maka tidak mengherankan apabila pada masa itu Kerajaan Romawi telah mempunyai aturan dan peraturan yang berlaku bagi warganya. Salah satu wilayah yang pernah menjadi warganya (terjajah) yaitu negara Perancis, maka warga Perancis juga harus memakai aturan yang berasal dari kerajaan Romawi.

Setelah zaman kerajaan berakhir dan Perancis membentuk negara sendiri, pada tanggal 21 Maret 1804 aturan di negara Perancis dikodifikasikan dengan nama Code Civil des Francais. Kemudian tahun 1807, kodifikasi ini diundangkan lagi dengan nama Code Napoleon.

Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus sampai 24 tahun setelah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).

Di negeri Belanda setelah berakhir pendudukan Perancis tahun 1813, maka berdasarkan Undang-undang Dasar (Grond Wet) Negeri Belanda tahun 1814 (Pasal 100) dibuat suatu panitia yang bertugas menciptakan rencana kodifikasi aturan perdata. Panitia ini diketuai Mr. J.M. Kemper.

Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi aturan Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menuntaskan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.

Keinginan Belanda tersebut terlaksana pada tanggal 6 Juli 1830 dengan pembentukan dua kodifikasi yang gres diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh alasannya yaitu sudah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
  • BW (Bugelijk Wetboek) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda atau Kitab Undang-Undang Hukum Sipil.
  • WvK (Wetboek Koophandel) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.

Pada tanggal 31 Oktober 1837 Scholten Van Oud A.A Van Vloten dan Mr. Meyer masing- masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil. Akhirnya dibuat panitia gres yang diketuai Mr. C.J. Scholten Van Oud dan Haarlem lagi, tetapi anggotanya diganti, yaituMr. J. Schneither dan Mr. J. Van Nes. Akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasikan KUH Perdata Indonesia berdasarkan Asas konkordasi yang sempit tersebut. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.

Undang-undang yang tadinya terpisah-pisah dihimpun dalam satu kitab undang-undang dan diberi nomor urut kemudian diterbitkan. Berlakunya ditetapkan tanggal 1 Februari 1831. Pada waktu yang sama dinyatakan pula berlaku Wetboek van Koophandel (WvK), Burgerlijke Rechtsvordering (BRv). Sedangkan Wetboek van Strafrecht (WvS) menyusul kemudian.

Titah Raja Belanda tanggal 16 Mei 1846 No. 1 itu terdiri dari 9 pasal dan isinya diumumkan seluruhnya di Hindia Belanda dengan Stb. 1847 No. 23. Dalam Pasal 1-nya antara lain dinyatakan bahwa peraturan-peraturan aturan yang dibuat untuk Hindia Belanda yaitu :
  1. Ketentuan umum perundang-undangan di Indonesia.
  2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
  3. Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
  4. Peraturan susunan pengadilan dan pengurusan justisi.
  5. Beberapa ketentuan mengenai kejahatan yang dilakukan dalam keadaan pailit dan dalam keadaan konkret tidak bisa membayar.
Jadi sejarah terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) tidak bisa dipisahkan dengan sejarah terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda. Sedangkan sejarah terben­tuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda tidak bisa dipisahkan dengan sejarah terbentuknya Code Civil Perancis.

Berdasarkan fakta-fakta sejarah wacana terbentuknya Code Civil Perancis, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda dan Burgerlijk Wetboek yang diundangkan di atas ini, jelaslah bahwa Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) yang kini masih berlaku di Indonesia yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang telah menyerap atau mengambil alih secara tidak eksklusif asas-asas dan kaidah-kaidah aturan yang berasal dari aturan Romawi, aturan Perancis kuno, aturan Belanda kuno, dan sudah tentu pula aturan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dimana dan di masa kodifikasi tersebut diciptakan yakni pada waktu ratusan tahun lebih yang silam.

Pada masa penjajahan Jepang, Jepang tidak membawa aturan gres bagi negara jajahannya. Pemerintah Militer Jepang mengeluarka UU No. 1 Tahun 1942 yang dalam pasal 2 memutuskan bahwa semua undang-undang, di dalamnya termasuk KUHPer Hindia Belanda, tetap berlaku sah untuk sementara waktu.

Setelah proklamasi kemerdekaan yang mendadak, Pemerintah Indonesia belum menciptakan peraturan aturan yang gres mengenai aturan perdata dan pidana. Oleh alasannya yaitu itu, setelah merdeka Indonesia masih memakai Hukum zaman Hindia Belanda yang dikodifikasikan. Sesuai Undang-Undang Dasar 1945 Pasal II Aturan Peralihan, “segala tubuh negara dan peraturan yang ada masih eksklusif berlaku, selama belum diadakan yang gres berdasarkan undang-undang.” Setelah itu, baik saat RIS (sesuai Pasal 192 ketentuan peralihan konstitusi RIS), kembali dengan bentuk NKRI dengan UUDS 1950nya (Pasal 142 ketentuan peralihan), kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Indonesia masih memberlakukan KUHPer zaman Hindia Belanda yang diadaptasi bertahap sampai sekarang.

Situs Wikipedia menyebutkan: yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia yaitu aturan perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia yaitu aturan perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian bahan B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI contohnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.

Setelah Indonesia merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang gres berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Indonesia sebagai induk aturan perdata Indonesia.

KUHPerdata (burgerlijk wetboek) sebagai sumber dari aturan perdata terdiri dari atas empat buku :
  1. Buku I : perihal orang (van personen),
  2. Buku II : perihal benda ( van zaken ) . dalam kitab undang-undang hukum pidana pasal 499 , yang dinamakan kebendaan ialah , tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak , yang sanggup dikuasai oleh hak milik,
  3. Buku III : perihal perikatan (van verbintennissen) , yang memuat aturan harta kekayaan yang berkenaan denganhak-hak kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak tertentu. Hubungan aturan antara orang yang satu dengan yang lainnya dalam lapangan aturan harta kekayaan, dimana yang satu menerima prestasi dan yang lain memenuhi kewajiban atas prestasi. Sumber perikatan ada 2 : undang-undang, dan perjanjian,
  4. Buku IV : perihal pembuktian dan kadaluarsa atau lewat waktu (van bewijsen verjaring ), yang memuat perihgal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
Menurut IPHK hukum perdata (termuat dalam KUHS), sanggup dibagi 4 bab :
  1. Hukum perseorangan (personen recht), ketentuan-ketentuan aturan yang mengatur wacana hak dan kewajiban dan kedudukan seseorang dalam hukum,
  2. Hukum keluarga (familierecht), ketentuan-ketentuan aturan yang mengatur tenteng kekerabatan lahir batin antara dua orang yang berlainan jenis kelamin (dalam perkawinan ) dan akhir hukumnya,
  3. Hukum kekayaan (vermogen recht), ketentuan-ketentuan aturan yang mengatur wacana hak-hak perolehan seseorang dalam hubungannya dengan orang lain yang mempunyai nilai uang,
  4. Hukum waris ( erfrrecht), ketentuan-ketentuan aturan yang mengatur wacana cara pemindahan hak milik seseorang yang meninggal dunia kepada yang berhak memilikinya.

Dasar Hukum :

Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, disingkat B.W.)

Referensi :

  1. Tama Aris, 2009 : Makalah ; Sejarah Terbentuknya Hukum Perdata, Fak. Hukum Universitas Jakarta,
  2. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-hukum-perdata 
  3. R. Abdoel Djamali : Pengantar Hukum Indonesia Edisi Revisi,
  4. Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2006
  5. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-hukum-perdata

Ilmu Pengetahuan Berlakunya Kuhperdata (Burgerlijk Wetboek Atau Bw) Di Indonesia

Berlakunya KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek Atau BW) Di Indonesia  Hukum Perdata yakni ketentuan yang mengatur hak-hak dan kewajiban antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi aturan di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian aturan menjadi dua yakni aturan publik dan aturan privat atau aturan perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini. Hukum di Indonesia merupakan adonan dari sistem aturan hukum Eropa, aturan Agama dan aturan Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada aturan Eropa kontinental, khususnya dari Belanda lantaran aspek sejarah masa kemudian Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).

 dikenal pembagian aturan menjadi dua yakni aturan publik dan aturan privat atau aturan perdat Ilmu Pengetahuan Berlakunya KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek Atau BW) Di Indonesia
Berlakunya KUHPerdata (BW)
Tahun 1839, satu tahun semenjak berlakunya Burgerlijk Wetboek (BW) di Belanda, Raja Belanda membentuk panitia yang diketuai oleh Mr. Paul Scholten seorang sarjana aturan Belanda, untuk memikirkan bagaimana caranya supaya kodifikasi di negara Belanda sanggup pula digunakan untuk tempat jajahan, yaitu Hindia Belanda.

Setelah panitia Scholten ini bubar, Presiden Hooggerechtshof (HGH) atau MA di Hindia Belanda, waktu itu Mr. H.L. Wichers, ditugaskan membantu Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk memberlakukan Kitab Hukum yang gres itu, sambil memikirkan Pasal-Pasal yang mungkin masih perlu diadakan. Semua peraturan yang telah dirumuskan tersebut kemudian dengan Pengumuman Gubjen Hindia Belanda tanggal 3 Desember 1847, dinyatakan berlaku mulai pada 1 Mei 1848 di Hindia Belanda (baca: Indonesia). Pemberlakuan tersebut berdasarkan azas konkordansi (concordantie beginsel) yang diatur dalam Pasal 131 IS (Indische Staatsregeling) S. 1925 - 557, yang mengemukakan bahwa bagi setiap orang Eropah yang ada di Hindia Belanda diberlakukan aturan perdata yang berlaku di Belanda.

Berdasarkan S. 1847 - 23, BW (KUH Perdata) di Indonesia hanya berlaku terhadap :
  1. Orang-orang Eropa, yang mencakup : orang Belanda; orang yang berasal dari Eropa lainnya; orang Jepang, AS, Kanada, Afrika Selatan, dan Australia beserta bawah umur mereka.
  2. Orang-orang yang dipersamakan dengan orang Eropa, yakni mereka yang pada ketika BW berlaku memeluk agama Kristen.
  3. Orang-orang Bumiputra turunan Eropa.
Kemudian berdasarkan S. 1917 - 12 (mulai berlaku tanggal 1 Oktober 1917) kepada golongan Bumiputra dan golongan Timur Asing, dengan sukarela sanggup menundukkan dirinya kepada BW (dan KUH Dagang) baik sebagian maupun untuk seluruhnya. Berdasarkan azas konkordansi, maka kodifikasi aturan perdata Belanda menjadi pola bagi kodifikasi aturan perdata Eropa di Indonesia.

Dengan demikian anasir-anasir/unsur-unsur KUH Perdata Indonesia berasal dari :
  • Hukum Romawi,
  • Hukum Prancis kuno, dan
  • Hukum Belanda kuno.
BW di negara Belanda sendiri semenjak tahun 1838, telah beberapa kali mengalami perubahan dan ketika ini BW yang berlaku di negara Belanda sendiri yakni BW yang gres (telah diperbaharui).

Pada zaman Jepang dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942 atau 2602 Pasal 3 disebutkan bahwa : "Semua tubuh pemerintahan dan kekuasaannya, hukum, dan Undang-undang dari pemerintah yang dulu, tetap diakui buat sementara waktu asal saja tidak bertentangan dengan aturan pemerintah bala tentara Jepang".

Sesudah Jepang mengalah kepada sekutu dan Indonesia memproklamirkan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, maka berlakulah tatanan aturan negara RI, walaupun tatanan tersebut sebagian besar masih merupakan peninggalan Hindia Belanda. Berlakunya tatanan menyerupai itu yakni berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang memilih : "Semua peraturan yang ada hingga ketika Indonesia merdeka masih tetap berlaku selama belum diadakan yang gres berdasarkan Undang-undang ini". Kemudian dipertegas lagi dengan Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 1945 tanggal 10 Oktober 1945. Kemudian diikuti Pasal 192 Konstitusi RIS, dan Pasal 142 UUDS 1950.

BW yang berlaku di Indonesia semenjak 1848 itu merupakan produk pemerintah kolonial Belanda, lantaran itu sudah barang tentu dibentuk berdasarkan azas-azas dan kepentingan Belanda sendiri. Apabila ada azas-azas dalam BW itu yang berbeda dengan asas dan kepentingan bangsa Indonesia sendiri, maka hal itu sudah sepantasnya.

Azas-azas dalam KUH Perdata yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Indonesia tersebut yakni sebagai berikut :
  1. Adanya anggapan yang individualistis terhadap hak eigendoom (Pasal570);
  2. Adanya ketidakmampuan bertindak bagi perempuan yang bersuami dalam lapangan aturan kekayaan (Pasal 108 & 110 jo 1330);
  3. Adanya kebebasan untuk mengadakan kontrak (Pasal 1338);
  4. Adanya asas monogami mutlak dalam perkawinan (Pasal 27);
  5. Adanya sifat netral/sekuler/keduniawian pada aturan perdata (Pasal26).

KEDUDUKAN HUKUM KUH PERDATA DEWASA INI

BW (KUH Perdata) oleh penjajah Belanda dengan sengaja disusun sebagai tiruan belaka dari BW di Belanda dan diperlakukan pertama-tama bagi orang-orang Belanda yang ada di Indonesia.

Kemudian sehabis kita merdeka, dan juga sebelumnya, BW itu dirasakan kurang sesuai dengan nilai-nilai atau unsur-unsur yang menempel pada kepriba-dian Indonesia. Kemudian timbul gagasan gres menganggap BW itu hanya sebagai pedoman. Gagasan ini diajukan oleh Menteri Kehakiman, Sahardjo, SH pada sidang Badan Perancang dari Lembaga Pembina Hukum Nasional bulan Mei 1962. Dengan gagasan ini, penguasa terutama para hakim lebih leluasa untuk mengenyampingkan beberapa pasal dari BW yang tidak sesuai.

Lebih lanjut Wirjono Prodjodikoro mengatakan supaya BW sebagai anutan juga supaya dihilangkan sama sekali dari bumi Indonesia secara tegas, yaitu dengan suatu pencabutan, tidak dengan undang-undang melainkan secara suatu pernyataan resmi dari pemerintah atau dari Mahkamah Agung. Ternyata gagasan perihal kedudukan KUH Perdata ini disetujui oleh MA dan juga oleh para sarjana, sehingga dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 1963 yang ditujukan kepada seluruh Kepala Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia supaya beberapa pasal tertentu dari KUH Perdata dianggap tidak berlaku lagi.

Kondisi Hukum Perdata di Indonesia sanggup dikatakan masih bersifat beragam yaitu masih beraneka. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu :
  • Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia, lantaran negara kita Indonesia ini terdiri dari banyak sekali suku bangsa.
  • Faktor Hostia Yuridisyang sanggup kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu :
  1. Golongan Eropa dan yang dipersamakan,
  2. Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
  3. Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
  1. Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.
  2. Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu aturan yang semenjak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
  3. Bagi golongan timur ajaib (bangsa Cina, India, Arab) berlaku aturan masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, India, Arab) diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan aturan tertentu saja.
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibentuk untuk bangsa Indonesia menyerupai :
  • Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Katolik (Staatsblad 1933 no7.4).
  • Organisasi perihal Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 570 berafiliasi denag no 717).
Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu :
  • Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912),
  • Peraturan Umum perihal Koperasi (Staatsblad 1933 no 108),Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523),
  • Ordonansi perihal pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98).
Adapun Pasal-Pasal KUH Perdata yang dianggap tidak berlaku berdasarkan SEMA Nomor 3 Tahun 1963 tersebut yakni :
  1. Pasal 108 dan 110 perihal kewenangan isteri melaksanakan perbuatan hukum dan menghadap di muka Pengadilan;
  2. Pasal 284 ayat 3; mengenai ratifikasi anak yang lahir diluar perkawinan oleh seorang perempuan Indonesia asli. Dengan demikian, ratifikasi anak itu tidak lagi berakibat terputusnya perhubungan aturan antara ibu dan anak, sehingga juga perihal hal ini tidak ada lagi perbedaan diantara semua WNI;
  3. Pasal 1682; yang mengharuskan dilakukannya suatu penghibahan dengan sertifikat notaris. Dengan demikian penghibahan diantara semua WNI juga sanggup dilakukan dengan sertifikat hibah dibawah tangan;
  4. Pasal 1579; yang memilih bahwa dalam hal sewa menyewa barang, si pemilik sanggup menghentikan persewaan dengan mengatakan, akan menggunakan sendiri barangnya. Saat ini sanggup terjadi apabila pada waktu membentuk perjanjian sewa-menyewa telah disepakati;
  5. Pasal 1238; yang menyimpulkan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hanya sanggup diminta di muka hakim, apabila somasi didahului dengan suatu penagihan tertulis, melainkan sanggup dilakukan secara lisan.
  6. Pasal 1460; memilih bahwa suatu barang tertentu yang sudah dijanjikan dijual, semenjak ketika itu yakni tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan. Makara risiko dalam jual beli ditangan pembeli. Dengan tidak berlakunya pasal ini, maka harus ditinjau dari tiap-tiap keadaan, apakah tidak sepantasnya pertanggungan jawab atau resiko atas musnahnya barang-barang yang sudah dijanjikan dijual tetapi belum diserahkan, harus dibagi antara kedua belah pihak, yaitu si penjual dan si pembeli;
  7. Pasal 1603 x ayat 1 dan 2; yang mengadakan diskriminasi antara orang Eropah disatu pihak dan orang bukan Eropah dilain pihak mengenai perjanjian perburuhan.
Bertolak dari pendapat dan uraian di atas, maka cukup umur ini kedudukan KUH Perdata di Indonesia hanya merupakan rechtboek (buku hukum), bukan sebagai wetboek (buku Undang-undang). Oleh karenanya, berlakunya KUH Perdata hanya sebagai anutan saja. Sehingga biasa juga dikatakan KUH Perdata itu hanya suatu ketentuan yang tidak tertulis tetapi tertulis. Walaupun kenyataannya guna mengatasi kevacuuman (mengisi kekosongan dalam hukum) adanya ketentuan KUH Perdata itu secara a priori harus diberlakukan secara memaksa (dwingenrecht). Namun apabila ditinjau secara yuridis formil, KUH Perdata masih tetap sebagai aturan positip lantaran hingga pada ketika ini belum ada undang-undang dan peraturan resmi mencabutnya.

Saat ini ada UU yang mempengaruhi berlakunya KUH Perdata, yaitu yakni :
  1. Undang-undang nomor 5 tahun 1960 perihal Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), yang menyatakan " Buku Ke-II KUH Perdata dicabut, sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang masih berlaku pada mulai berlakunya UU ini".
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 perihal Perkawinan, contohnya isteri sanggup bertindak secara aturan (Pasal 31 ayat 2); cukup umur yakni mereka yang telah mencapai usia 18 tahun (Pasal 47 jo 50).
  3. Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang menyatakan tidak ada diskriminasi dalam ketenagakerjaan.
  4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan; menyatakan tidak berlaku peraturan hipotik terhadap hak atas tanah yang diatur dalam buku II KUH Perdata.
Dengan berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960 membawa konsekuensi berlakunya pasal-pasal KUH Perdata :
  • Ada pasal-pasal yang masih berlaku penuh, lantaran tidak mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Misalnya : Pasal 505, 509 - 518, 612, 613, 826, 827, 830 - 1130, 1131 - 1149, 1150 - 1160 KUH Perdata.
  • Ada pasal-pasal yang menjadi tidak berlaku lagi, yaitu pasal yang melulu mengatur mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Misalnya :
  1. Pasal perihal benda tak bergerak yang hanya berafiliasi dengan hak-hak atas tanah;
  2. Pasal-pasal perihal cara memperoleh hak milik melulu mengenai tanah;
  3. Pasal-pasal mengenai penyerahan benda-benda tak bergerak;
  4. Pasal 625 - 672, 673, 674 - 710, 711 - 719, 720 - 736, 737 - 755 KUH Perdata.
  • Ada pasal-pasal yang masih berlaku tetapi tidak penuh, dalam arti bahwa ketentuan-ketentuan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya tidak berlaku lagi dan masih berlaku sepanjang mengenai benda-benda lainnya.
Misalnya : - Pasal-Pasal perihal benda umumnya;
  • Pasal 503 - 505, 
  • Pasal 529 - 568, 
  • Pasal 570, 
  • Pasal 756, 
  • Pasal 818 KUH Perdata.

Dasar Hukum :

  1. Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, disingkat B.W.)
  2. Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912),
  3. Peraturan Umum perihal Koperasi (Staatsblad 1933 no 108),Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523),
  4. Ordonansi perihal pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98)

Daftar Pustaka :

  1. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-hukum-perdata
  2. J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1999
  3. Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, Raja Graffindo 
  4. Persada, Jakarta, 2004
  5. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-hukum-perdata
  6. Komariah, Hukum Perdata Edisi Revisi, UMM Press, Malang, 2010
  7. Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001
  8. Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian dan Dari Undang-Undang), Mandar Maju, Bandung, 1994
  9. R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra A Bardin, Bandung, 1999
  10. R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan, Bina Ilmu, Surabaya, 1979