Showing posts sorted by relevance for query jenis-sanksi-dalam-hukum-pidana-perdata. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query jenis-sanksi-dalam-hukum-pidana-perdata. Sort by date Show all posts

Ilmu Pengetahuan Jenis Hukuman Dalam Aturan Pidana, Perdata Dan Administratif

Hukum Dan Undang Undang  Sanksi aturan yaitu hukuman yang dijatuhkan pada seseorang yang melanggar aturan dan juga merupakan bentuk perwujudan yang paling terang dari kekuasaan negara dalam pelaksanaan kewajibannya untuk memaksakan ditaatinya aturan dan dijatuhkan kepada seseorang yang telah melanggar ketentuan aturan pidana.

Menurut “Black's Law Dictionary Seventh Edition”, hukuman (sanction) adalah:

“A penalty or coercive measure that results from failure to comply with a law, rule, or order (a sanction for discovery abuse)”.

Di Indonesia, secara umum, dikenal sekurang-kurangnya tiga jenis hukuman aturan yaitu:

Sanksi aturan yaitu hukuman yang dijatuhkan pada seseorang yang melanggar aturan dan juga m Ilmu Pengetahuan Jenis Sanksi Dalam Hukum Pidana, Perdata Dan Administratif
Jenis Sanksi Dalam Hukum Pidana, Perdata Dan Administratif. Hukum Dan Undang Undang.
  1. sanksi aturan pidana,
  2. sanksi aturan perdata,
  3. sanksi administrasi/administratif.


  • Sanksi Hukum Pidana

Dalam aturan pidana, hukuman aturan disebut hukuman. Menurut R. Soesilo, hukuman adalah:

“Suatu perasaan tidak lezat (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang aturan pidana”.

Dijatuhkan kepada seseorang yang telah melanggar ketentuan aturan pidana. Sanksi yang dijatuhkan dalam aturan pidana mengakibatkan perampasan kebebasan ( hukuman penjara), harta benda ( penyitaan), kehormatan bahkan jiwa seseorang (hukuman mati). Oleh sebab itu dalam penerapan aturan pidana harus mendasarkan pada aturan program pidana yang jelas. Hal ini untuk menunjukkan hak kepada seseorang untuk membela diri, berkaitan pula dengan penerapan asas legalitas.

Hukuman sendiri diatur dalam pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu:

Hukuman pokok, yang terbagi menjadi:

a) hukuman mati
b) hukuman penjara
c) hukuman kurungan
d) hukuman denda

Hukuman-hukuman tambahan, yang terbagi menjadi:

a) pencabutan beberapa hak yang tertentu
b) perampasan barang yang tertentu
c) pengumuman keputusan hakim

  • Sanksi Hukum Perdata

Dalam aturan perdata, putusan yang dijatuhkan oleh hakim sanggup berupa:
  1. Putusan condemnatoir yakni putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi (kewajibannya). Contoh: salah satu pihak dieksekusi untuk membayar kerugian, pihak yang kalah dieksekusi untuk membayar biaya perkara
  2. Putusan declaratoir yakni putusan yang amarnya membuat suatu keadaan yang sah berdasarkan hukum. Putusan ini hanya bersifat membuktikan dan menegaskan suatu keadaan aturan semata-mata. Contoh: putusan yang menyatakan bahwa penggugat sebagai pemilik yang sah atas tanah sengketa
  3. Putusan constitutif yakni putusan yang menghilangkan suatu keadaan aturan dan membuat keadaan aturan baru. Contoh: putusan yang memutuskan suatu ikatan perkawinan.


Jadi, dalam aturan perdata, bentuk hukuman hukumnya sanggup berupa:
  1. Kewajiban untuk memenuhi prestasi (kewajiban),
  2. Hilangnya suatu keadaan hukum, yang diikuti dengan terciptanya suatu keadaan aturan baru.


  • Saksi Hukum Administrasi/Administratif

Sedangkan untuk hukuman administrasi/administratif, yaitu hukuman yang dikenakan terhadap pelanggaran manajemen atau ketentuan undang-undang yang bersifat administratif. Pada umumnya hukuman administrasi/administratif berupa;
  1. denda (misalnya yang diatur dalam PP No. 28 Tahun 2008),
  2. pembekuan sampai pencabutan akta dan/atau izin (misalnya yang diatur dalam Permenhub No. KM 26 Tahun 2009),
  3. penghentian sementara pelayanan manajemen sampai pengurangan jatah produksi (misalnya yang diatur dalam Permenhut No. P.39/MENHUT-II/2008 Tahun 2008),
  4. tindakan administratif (misalnya yang diatur dalam Keputusan KPPU No. 252/KPPU/KEP/VII/2008 Tahun 2008). (Sumber: Hukumonline).

Baca :

Dasar hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
  2. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2008 perihal Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda
  3. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.39/MENHUT-II/2008 Tahun 2008 perihal Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan
  4. Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 252/KPPU/KEP/VII/2008 Tahun 2008 perihal Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
  5. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 26 Tahun 2009 perihal Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Bidang Keselamatan Penerbangan

Ilmu Pengetahuan Analisis Polri Perihal Contoh Penyebaran Hoaks Penyerangan Ulama

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polisi Republik Indonesia Brigjen Pol Fadil Imran menyampaikan penyebaran hoaks atau kabar bohong wacana penyerangan ulama di media umum sempat meningkat pesat selama Februari 2018.

"Terlihat adanya grafik peningkatan isu penganiayaan terhadap ulama di medsos [media sosial], yakni kurun waktu 2-27 Februari 2018," kata Fadil di Mabes Polisi Republik Indonesia Jakarta, pada Senin (5/3/2018) menyerupai dikutip Antara.

 Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polisi Republik Indonesia Brigjen Pol Fadil Imran menyampaikan penyebara Ilmu Pengetahuan Analisis Polisi Republik Indonesia Tentang Pola Penyebaran Hoaks Penyerangan Ulama
Lima tersangka kasus penyebar ujaran kebencian dan provokasi melalui media umum yang dikenal dengan The Family Muslim Cyber Army (MCA) dihadirkan dalam konferensi pers di Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (28/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico.
Namun, Fadil mencatat, semenjak 28 Februari sampai awal Maret 2018, terjadi penurunan signifikan penyebaran isu hoaks tersebut di media sosial.

"Lalu grafik menurun kemudian," kata Fadil.

Dia menerka penurunan tersebut terjadi sesudah polisi menangkap enam orang admin grup Muslim Cyber Army (MCA) di sejumlah kota berbeda, pada 27 Februari 2018. Mereka ialah Muhammad Luth (40), Rizki Surya Dharma (35), Ramdani Saputra (39), Yuspiadin (25), Ronny Sutrisno (40) dan Tara Arsih Wijayani (40).

Kelompok MCA diduga berperan aktif dalam penyebaran isu palsu wacana penyerangan terhadap ulama di medsos. Para anggota kelompok MCA itu sudah ditetapkan sebagai tersangka di kasus penyebaran ujaran kebencian dan isu provokatif.

Satgas Nusantara bentukan Mabes Polisi Republik Indonesia mencatat dari 45 kabar kasus penyerangan ulama, hanya tiga kasus yang benar-benar terjadi. Dua kasus muncul di Jawa Barat dan satu kasus di Jawa Timur.

"Dari 45 peristiwa, tiga kejadian betul-betul terjadi, 42 insiden hoaks," kata Ketua Satgas Nusantara, Irjen Gatot Eddy Pramono.

Baca :


Gatot menjelaskan kabar 42 insiden tersebut terbagi menjadi tiga kategori. Pertama, kabar insiden itu direkayasa. Kedua, kabar insiden tindak pidana umum namun diviralkan di media umum seperti korbannya ulama dan pelakunya orang gila.

Ketiga, berdasarkan Gatot, kabar itu memuat insiden yang tidak terjadi sama sekali namun disebarkan di media umum seperti terjadi penyerangan terhadap ulama. (***)

Ilmu Pengetahuan Anggota The Family Mca Mengaku Tak Tahu Yang Disebarkan Yaitu Hoax

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Salah satu admin grup WhatsApp The Family MCA, Muhammad Luthfie mengaku tak tahu bahwa informasi yang ia sebarkan itu yaitu hoaks.

Hal itu diungkapkannya dikala konferensi pers perihal pengungkapan kasus penyebar ujaran kebencian dan hoaks yang dilakukan oleh kelompok Muslim Cyber Army di Gedung Siber Bareskrim Polri, Cideng, Tanah Abang, Rabu (28/2/2018).

 Salah satu admin grup WhatsApp The Family MCA Ilmu Pengetahuan Anggota The Family MCA Mengaku Tak Tahu yang Disebarkan yaitu Hoax
Lima tersangka kasus penyebar ujaran kebencian dan provokasi melalui media umum yang dikenal dengan The Family Muslim Cyber Army (MCA) diungkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (28/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico
"Kami dibilang hoaks atau bohong, alasannya yaitu kami tersangka. Ada perbedaan yang telah disampaikan oleh salah satu kepolisian, yang saya enggak tahu pangkatnya yang inisialnya S, beliau yang menyadarkan kami semua di sini," kata Luthfie.

Menurut Polisi, Luthfie yaitu penggagas di balik penyebaran hoaks dan ujaran kebencian ini. Ia lantas membentuk grup The United Muslim Cyber Army, Cyber Moeslim Defeat MCA, dan Sniper Team di Facebook.

Luthfie mengaku bersalah dan memberikan seruan maafnya. Ia berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

"Terutama bangsa Indonesia, yang dipimpin oleh jajaran paling tertinggi, kepada Mabes juga yang ada di sini, cyber crime, saya mengakui telah menyesal, dan tadi juga setuju teman-teman mengakui juga kepada saya, menyesal mereka semua," kata Luthfie lagi.

Sementara itu, seorang dosen yang diduga sebagai anggota United MCA, berinisial TAW mengaku tidak tergabung sebagai bab penyebaran hoaks sama sekali. Ia juga menyebut tidak termasuk bab MCA di grup Facebook ataupun pada Pilkada 2017 lalu.

"Saya nggak ngerti," katanya. "Tanya saja kepada mereka [penyidik]."

TAW diduga berbagi info hoaks mengenai dibunuhnya seorang muazin Majalengka oleh orang yang berpura-pura gila. Ia menyebarkannya melalui akun Facebook berjulukan Tara Devs Sams.

TAW ditangkap pada Senin (26/2/2018) dan dibawa ke Jakarta untuk ditahan bersama pelaku yang merupakan bab dari grup The Family of MCA.

Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Muhammad Fadil Imran memberikan bahwa anggota Muslim Cyber Army (MCA) melaksanakan komunikasi dengan aplikasi Zello semoga pembicaraan mereka tidak terdeteksi.

Fadil menyatakan, komunikasi ini dilakukan untuk memberikan kiprah dan pembinaan masing-masing anggota. Fadil menyatakan, selain Zello, penyampaian kiprah juga dilakukan melalui Facebook dan Telegram.

"Mereka dites produksi, visi-misi, dan sebagainya, dan punya kemampuan komputer apa. Supaya enggak keciduk, mereka pakai aplikasi Zello, yaitu sejenis aplikasi kayak handy talkie di handphone," tegas Fadil dikala dikutip dari Tirto.

Fadil menerangkan, MCA terbagi menjadi tiga grup di Facebook, yakni The United Muslim Cyber Army, Cyber Moeslim Defeat MCA, dan Sniper Team. Satu yang lain yaitu The Family MCA di aplikasi WhatsApp.

"Itu yang tadi United MCA itu yaitu lembaga grup WhatsApp yang semua bisa akses, nanti kan kelihatan mana yang bisa menjadi member sejati, mana yang cuma ikut-ikutan," jelas Fadil.

Baca :


Sampai sekarang, polisi belum bisa memastikan motif yang melandasi tindakan MCA. Namun, Fadil membuka kemungkinan adanya faktor politis dalam penyebaran hoaks yang dilakukan oleh MCA.

"Terkait motif dengan yang lainnya [masih didalami], 'kan digital forensik sedang berjalan. Kalau kami melaksanakan investigasi menurut tanya-jawab 'kan bisa ngelantur ke sana-ke mari, tapi kami ada pegangan scientific untuk melaksanakan integrasi terhadap mereka semua," katanya lagi. (***)

Ilmu Pengetahuan Muslim Cyber Army Diduga Punya Kepentingan Politik Di Pilkada 2018

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Polisi mengira ada kepentingan politik di balik tindakan Muslim Cyber Army mengembangkan hoaks penculikan ulama dan kebangkitan PKI.

Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Setyo Wasisto dalam keterangan kepada pewarta, Kamis (1/3/2018), memberikan dugaan itu menurut fakta bahwa menjelang Pilkada serentak 2018, setiap pihak yang ingin kekuasaan sedang berusaha menjatuhkan lawan politiknya.

 Polisi mengira ada kepentingan politik di balik tindakan Muslim Cyber Army mengembangkan ho Ilmu Pengetahuan Muslim Cyber Army Diduga Punya Kepentingan Politik di Pilkada 2018
Lima tersangka kasus penyebar ujaran kebencian dan provokasi melalui media umum yang dikenal dengan The Family Muslim Cyber Army (MCA) diungkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (28/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico
"Pasti ada [hubungan dengan Pilkada 2018], ini kan Pak Kapolri selalu mengingatkan bahwa awal tahun ini seluruh parpol telah memanaskan mesin politik. Semua yang berkepentingan yang terkait Pilkada memanaskan mesinnya tapi jangan hingga overheat," kata Setyo di Gedung Rupatama, Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta.

Polisi Republik Indonesia yakin bakal dapat mengungkap kasus ini hingga tuntas sehabis penyelidikan lebih mendalam. "Ini sedang kami dalami artinya bila ingin terbukti konspirasi, nanti akan terlihat, siapa berbuat apa, siapa bertanggungjawab kepada siapa, nanti akan ketahuan. Kami akan ungkap semua," tegas Setyo.

Kendati demikian, Polisi Republik Indonesia tak mau berspekulasi terkait nama-nama pemesan atau pemodal dari MCA. Menurut Setyo, Polisi Republik Indonesia butuh bukti dan data sebelum menyebutkan nama-nama mereka.

"Saya tidak dapat menyampaikan ada indikasi atau tidak, tetapi fakta yang ada bahwa kita sudah temukan beberapa orang yang terkait juga," ujar Setyo ketika dikutip dari Tirto.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Muhammad Fadil Imran juga mengaku, kemungkinan besar motif penyebaran hoaks MCA yaitu politik. Lantaran itu, Polisi Republik Indonesia terus memburu pelaku utama.

"Sangat terbuka motifnya politik, motif Pilkada [2018], dan sebagainya," terangnya kepada Tirto, Rabu kemarin.

Polisi telah membekuk 14 orang terduga penyebar hoaks dan ujaran kebencian pada medio 2017-2018. Mereka diduga berhubungan dengan Muslim Cyber Army.

Baca :


Nama Muslim Cyber Army mencuat pada Pilkada Jakarta 2017. Kala itu, MCA mengklaim sebagai kelompok yang memperjuangkan kepentingan umat Islam dan berupaya menggagalkan kemenangan pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.

Setelah Pilkada 2017, MCA tetap melaksanakan aktivitas untuk menjatuhkan oposisi politiknya. Saat ini, MCA menyerang pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. Cara kerja mereka dengan mengembangkan informasi penganiayaan ulama dan kebangkitan Partai Komunis Indonesia. (***)

Ilmu Pengetahuan Keputusan Aturan Ma Atas Kewenangan Bpsk Mengadili Sengketa Forum Pembiayaan Dan Nasabah

Hukum Dan Undang Undang Apakah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berwenang mengadili sengketa yang timbul antara Lembaga Pembiayaan dengan debitur/nasabah terkait pelaksanaan perjanjian kredit?

Dalam praktik perjanjian pembiayaan konsumen dengan perjanjian fidusia maupun hak tanggungan, tak jarang dikala kreditur melaksanakan penarikan benda yang menjadi jaminan fidusia atau hak tanggungan dikarenakan pihak debitur melaksanakan wanprestasi dengan tidak membayar kewajiban angsuran, pihak debitur mengadukan kreditur ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Yang menjadi pertanyaan hukum, apakah BPSK mempunyai kewenangan untuk menuntaskan sengketa yang semacam itu?

Secara lebih terperinci sanggup diilustrasikan ibarat ini. A mengajukan kredit motor ke perusahaan finance dengan cicilan Rp1 juta per bulan selama 2 tahun. Perusahaan finance (pihak kreditur) tersebut lalu menyetujuinya, dengan perjanjian fidusia, di mana jikalau A wanprestasi melunasi cicilannya 3 bulan berturut-turut maka pihak kreditur akan mengambil motor tersebut dan melelangnya sebagai pelunasan utang. Di bulan kelima s/d kedelapan ternyata A wanprestasi, pihak kreditur lalu menarik motornya dan melelangnya.

 Apakah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berwenang mengadili sengketa yang timbul anta Ilmu Pengetahuan Keputusan Hukum MA atas Kewenangan BPSK Mengadili Sengketa Lembaga Pembiayaan dan Nasabah
Keputusan Hukum MA atas Kewenangan BPSK Mengadili Sengketa Lembaga Pembiayaan dan Nasabah/uob.co.id

Sebelum pelelangan dilakukan, A mengadukan duduk kasus ini ke BPSK setempat. BPSK lalu tetapkan pihak kreditur telah melanggar UU No. 8 Tahun 1999 wacana Perlindungan Konsumen, membatalkan perjanjian kredit motor tersebut, memerintahkan kreditur untuk mengembalikan motornya kepada A dan memerintahkan A untuk melunasi cicilannya.

Atas permasalahan aturan ini sampai 2012 Mahkamah Agung (MA) pada umumnya berpandangan bahwa BPSK berwenang mengadili sengketa yang timbul akhir wanprestasi dan hukuman jaminan sehubungan dengan perjanjian kredit antara forum pembiayaan dengan debitur. Pandangan ini terlihat dalam beberapa putusannya, No. 438 K/Pdt.Sus/2008 tanggal 22 September 2008 (PT Otto Multi Artha vs M), No. 335 K/Pdt.Sus/2012 tanggal 6 September 2012 (PT Mandiri Tunas Finance vs S) dan No. 589 K/Pdt.Sus/2012 tanggal 22 November 2012 (PT Sinarmas Multifinance vs ESS).

Dalam kasus-kasus tersebut Mahkamah Agung memperkuat putusan pengadilan negeri yang menolak keberatan dari pihak kreditur yang mendalilkan bahwa putusan BPSK yang membatalkan perjanjian kredit antara pihak kreditur dan debitur seharusnya batal demi aturan alasannya ialah sengketa yang terjadi bukanlah sengketa yang menjadi kewenangan BPSK.

Bahkan dalam putusan No. 267 K/Pdt.Sus/2012 tanggal 25 Juli 2012 (Novan Ferdiano vs PT U Finance Indonesia) Mahkamah Agung menilai putusan PN Surakarta No. 149/Pdt.G/BPSK/2011/PN.Ska tanggal 9 November 2011 salah dalam menerapkan hukum, padahal putusan tersebut telah menyatakan bahwa BPSK tidak berwenang mengadili sengketa yang terjadi tersebut alasannya ialah kekerabatan aturan antara Pemohon Keberatan dengan Termohon Keberatan berdasarkan perjanjian fidusia. Dalam pertimbangannya MA justru menguatkan putusan BPSK dan membatalkan putusan PN Surakarta tersebut.

Namun semenjak final 2013 mulai terjadi perubahan pandangan aturan di Mahkamah Agung. Mahkamah Agung menilai bahwa sengketa yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen baik berdasarkan perjanjian fidusia maupun hak tanggungan bukanlah termasuk sengketa konsumen, oleh hasilnya BPSK tidak mempunyai kewenangan untuk mengadilinya.

Sengketa yang timbul dari pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen tersebut berdasarkan MA merupakan sengketa perjanjian yang mana hal tersebut merupakan kewenangan dari pengadilan negeri. Hal ini terlihat dalam putusannya No. 27 K/Pdt.Sus/2013 tanggal 23 Maret 2013 (Ny. Yusmaniar vs PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk.). Dalam pertimbangannya majelis kasasi yang diketuai oleh Djafni Djamal, SH., MH dan beranggotakan Soltony Mohdally, SH., MH dan Dr. Nurul Elmiyah, SH, MH menyatakan:
“…hubungan aturan antara Penggugat dan Tergugat, ternyata ialah didasarkan pada perjanjian pembiayaan bersama dengan penyerahan milik secara fiducia, yang menerapkan kekerabatan aturan perdata dan tidak termasuk sengketa konsumen, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 wacana Perlindungan Konsumen, oleh hasilnya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Padang, tidak berwenang untuk mengadilinya”.

Putusan ini sebetulnya bukanlah putusan yang pertama di mana MA menyatakan bahwa BPSK tidak berwenang mengadili sengketa yang didasarkan pada perjanjian fidusia maupun hak tanggungan. Sebelumnya pada tahun 2011 Mahkamah Agung pernah memutus hal yang serupa, yaitu dalam Putusan No. 477 K/Pdt.Sus/2011 tanggal 25 Agustus 2011 (Haasri vs PT Astra Sedaya Finance) dan Putusan No. 566 K/Pdt.Sus/2012 tanggal 14 November 2012 namun belum diikuti sepenuhnya oleh majelis hakim lainnya di MA, sebagaimana terlihat dari masih adanya 2 putusan MA di tahun 2012 sebagaimana di atas.

Dari penelusuran yang saya lakukan setidaknya ditemukan 22 buah putusan MA pasca Putusan 27 K/Pdt.Sus/2013 tersebut yang secara prinsipil sejalan dengan putusan tersebut, sementara tak ditemukan satu pun putusan MA yang bertentangan dengan perilaku aturan tersebut.

Daftar Putusan Mahkamah Agung yang Menyatakan BPSK Tidak Berwenang Mengadili Sengketa yang Timbul Dari Pelaksanaan Perjanjian Fidusia/Hak Tanggungan:
No.
Putusan Mahkamah Agung
Tanggal Putusan
1.
355 K/Pdt.Sus-BPSK/2014
21-Okt-14
2.
472 K/Pdt.Sus-BPSK/2014
17-Feb-15
3.
572 K/Pdt.Sus-BPSK/2014
18-Nov-14
4.
25 K/Pdt.Sus-BPSK/2015
27-Mar-15
5.
341 K/Pdt.Sus-BPSK/2015
18-Jun-15
6.
481 K/Pdt.Sus-BPSK/2015
28-Agt-15
7.
549 K/Pdt.Sus-BPSK/2015
22-Okt-15
8.
770 K/Pdt.Sus-BPSK/2015
22-Des-15
9.
56 PK/Pdt.Sus-BPSK/2016
15-Jun-16
10.
64 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
18-Jun-16
11.
188 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
31-Mei-16
12.
189 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
03-Agt-16
13.
311 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
18-Agt-16
14.
350 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
28-Jun-16
15.
352 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
25-Jul-16
16.
397 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
08-Sep-16
17.
506 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
14-Sep-16
18.
592 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
31-Agt-16
19.
593 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
31-Agt-16
20.
594 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
31-Agt-16
21.
620 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
31-Agt-16
22.
913 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
27-Okt-16

Namun demikian, walaupun pada prinsipnya putusan-putusan MA di atas pertanda perilaku aturan yang konsisten bahwa BPSK tidak berwenang menuntaskan sengketa yang timbul dari pelaksanaan perjanjian pembiayaan kredit dengan jaminan fiducia atau hak tanggungan, ternyata masih terdapat beberapa perbedaan khususnya mengenai apa amar putusan yang harus dijatuhkan pengadilan.


Dalam beberapa putusan keberatan atas putusan BPSK, tak jarang selain MA menyatakan dalam amarnya menyatakan BPSK tidak berwenang mengadili sengketa a quo, MA juga menyatakan membatalkan putusan BPSK tersebut. Hal ini contohnya terlihat dalam Putusan No. 27 K/Pdt.Sus/2013, 770 K/Pdt.Sus-BPSK/2015.

Baca :

Namun dalam beberapa putusan lainnya yang membatalkan putusan pengadilan negeri, MA di tingkat kasasi hanya memutus bahwa BPSK tidak berwenang, tanpa diikuti penghapusan terhadap putusan BPSK terkait. Hal ini terlihat contohnya dalam Putusan No. 306 K/Pdt.Sus-BPSK/2013, 188 K/Pdt.Sus-BPSK/2016, 189 K/Pdt.Sus-BPSK/2016, 56 PK/Pdt.Sus-BPSK/2016 dan sejumlah putusan lainnya.

Terlepas dari perumusan amar putusan sebagaimana di atas, konsistensi perilaku MA atas permasalahan aturan ini sanggup menjadi contoh bagi BPSK maupun para hakim di pengadilan negeri, bahwa BPSK ke depan seharusnya tidak lagi menuntaskan sengketa terkait pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen ini, dan menyarankan pihak debitur untuk mengajukan somasi perdata ke pengadilan negeri saja. (***)

By: Arsil, Pemerhati Hukum (Hukumonline).