Showing posts sorted by relevance for query hakim-perintahkan-jpu-lanjutkan. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query hakim-perintahkan-jpu-lanjutkan. Sort by date Show all posts

Ilmu Pengetahuan Hakim Perintahkan Jpu Lanjutkan Investigasi Fredrich Yunadi

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Majelis hakim meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melanjutkan investigasi terhadap terdakwa Fredrich Yunadi dalam masalah menghalangi penyelidikan Setya Novanto. Langkah ini diambil sehabis eksepsi Fredrich ditolak oleh hakim.

"Mengadili, menyatakan keberatan eksepsi penasihat aturan dan terdakwa Fredrich Yunadi tidak sanggup diterima. Memerintahkan penuntut umum pada KPK untuk melanjutkan investigasi kasus atas nama Fredrich Yunadi, menangguhkan biaya kasus hingga putusan akhir," kata ketua majelis hakim Saifudin Zuhri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (5/3/2018).

 Majelis hakim meminta Jaksa Penuntut Umum  Ilmu Pengetahuan Hakim Perintahkan JPU Lanjutkan Pemeriksaan Fredrich Yunadi
Mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (15/2/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Pertimbangan hakim yaitu pertama bahwa pengadilan Tipikor tidak berwenang mengadili kasus itu alasannya yaitu perbuatan dalam kasus itu yaitu tindak pidana umum.

"Pasal 21 (UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 ) yang tercantum dan tidak terpisahkan dari UU Pemberantasan Tipikor memang awalnya delik umum tapi sudah ditarik jadi delik khusus UU Pemberantasan Tipikor tapi memang tidak secara tegas disampaikan ditarik dari pasal berapa kitab undang-undang aturan pidana alasannya yaitu hanya tersirat saja, sehingga kewenangannya menjadi kewenangan pengadilan Tipikor," kata anggota majelis hakim Sigit Hendra Binaji.

Keberatan kedua yaitu bahwa kewenangan Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) untuk memilih itikad baik seseorang. "Untuk tahu apakah terdakwa beritikad baik atau tidak di dalam pengadilan haruslah diperiksa saksi-saksi dan bukti," tambah Sigit.

Mengenai keberatan ada modus operandi dalam dakwaan yang disebut rekayasa, hakim menilai sudah masuk pembuktian materiil sehingga harus diperiksa saksi dan bukti dalam pokok perkara. Surat dakwaan juga dinilai sudah menguraikan identitas dan tindak pidana yang dilakukan Fredrich.

"Sedangkan untuk poin keberatan terdakwa nomor 27 dan 28 hingga mengenai terdakwa melaporkan ke pihak yang berwajib yaitu unsur pimpinan Saut Situmorang dan Agus Rahardjo, dan dua penyidik Aris Budiman dan A. Damanik, majelis mempertimbangkan berdasarkan irit majelis bukan ruang lingkup bahan eksepsi menyerupai pasal 156 KUHP," kata hakim anggota Titi Sansiwi.

Baca :


Fredrich pun pribadi menyatakan banding. "Siap kami mengerti dan kami pribadi menyatakan banding atas putusan itu," kata Fredrich ketika dilansir dari Tirto.

"Tidak diatur mengengai upaya aturan terhatap putusan sela tapi pada dasarnya perlawanan sanggup diajukan bahu-membahu ketika investigasi pokok perkara," kata hakim Saifudin.

"Siap pak kami tetap akan melaksanakan perlawanan," tegas Fredrich.

Sidang akan dilanjutkan pada Kamis 15 Maret 2018 dengan kegiatan investigasi saksi. (***)

Ilmu Pengetahuan Peneliti Tubuh Legislatif Kritik Dpr Yang Lambat Selesaikan Uu Terorisme

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Rancangan Undang-undang Antiterorisme masih belum selesai meski telah dibahas selama dua tahun. Menurut peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen, Lucius Karus, pengakuan UU Antiterorisme terhambat alasannya dewan perwakilan rakyat tidak memprioritaskan pembahasan hukum tersebut.

Lucius menyayangkan perilaku dewan perwakilan rakyat yang lambat dalam menuntaskan RUU Antiterorisme alasannya hukum tersebut masuk dalam aktivitas legislasi nasional prioritas. Namun yang terjadi yakni dewan perwakilan rakyat lebih menentukan menuntaskan Undang-undang lain menyerupai UU MD3 daripada UU Antiterorisme.

undang Antiterorisme masih belum selesai meski telah dibahas selama dua tahun Ilmu Pengetahuan Peneliti Parlemen Kritik dewan perwakilan rakyat yang Lambat Selesaikan UU Terorisme
Polisi antiteror menangkap anggota teroris dalam simulasi penanggulangan teror di Pelabuhan Benoa, Kamis (8/3/2018). ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana
Sikap itu dinilai Lucius alasannya dewan perwakilan rakyat lebih ingin melindungi dirinya sendiri daripada masyarakat. "UU MD3 sendiri untuk pinjaman DPR," kata Lucius dalam aktivitas diskusi di daerah Menteng, Jakarta Pusat Jumat (19/5/2018).

"Kita punya dewan perwakilan rakyat yang gagap untuk menghadapi banyak sekali persolan yang dihadapi masyarakat. dewan perwakilan rakyat tidak dapat menawarkan respons dalam regulasi aktual," lanjut dia.

Selain RUU Antiterorisme, kata Lucius, duduk kasus lain yang belum selesai yakni hukum minuman beralkohol. Padahal, berdasarkan Lucius, urgensi hukum tersebut sangat tinggi alasannya ada banyak korban yang berjatuhan akhir minuman keras oplosan.

Menurut Lucius, RUU Antiterorisme dapat cepat selesai seandainya dewan perwakilan rakyat fokus dan benar-benar berniat menyelesaikan.

“Kuncinya hanya di DPR. Kalau mereka lebih banyak mempermasalahkan pemerintah, berarti dapat kita katakan pemberantasan tindak pidana terorisme ini tidak lagi mementingkan kepentingan rakyat, tapi kepentingan politis," ungkapnya menyerupai dilansir dari Tirto.

Sedangkan Wakil Ketua dewan perwakilan rakyat dari fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon menegaskan, dewan perwakilan rakyat sudah hampir selesai membahas RUU Antiterorisme. Niat Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang pun dianggap tak perlu.

"Perppu itu berdasarkan saya tidak diperlukan. Karena dalam pembahasan RUU ini, ini sudah mau final, bahkan pada masa sidang kemudian pun bergotong-royong dapat disahkan. Tapi pemerintah yang menunda. Jangan terbolak-balik," kata Fadli Zon di Gedung dewan perwakilan rakyat RI, Senin (14/5/2018).

Baca :

Soal lambatnya dewan perwakilan rakyat mengesahkan RUU Antiterorisme, Fadli justru beranggapan itu salah pemerintah. Yang belum selesai sampai kini hanyalah duduk kasus definisi terorisme dan Fadli menilai pemerintah belum setuju soal itu.

"Jadi saya kira harus dikoreksi itu pernyataan Presiden Jokowi, seolah dewan perwakilan rakyat yang lambat. [Seharusnya] pemerintah, mungkin Pak Jokowi harus cek sendiri aparaturnya. Bukan dari DPR," kata Fadli lagi. (***)