Showing posts sorted by relevance for query 15-terduga-pelaku-kerusuhan-di. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query 15-terduga-pelaku-kerusuhan-di. Sort by date Show all posts

Ilmu Pengetahuan 15 Terduga Pelaku Kerusuhan Di Kemendagri Telah Diamankan Polisi

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Polda Metro Jaya menahan 15 orang terduga pelaku kerusuhan dan perusakan di Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, pada Rabu (11/10/2017).

Mereka sekarang ditahan di Polda Metro Jaya alasannya yaitu dianggap melanggar Pasal 170 kitab undang-undang hukum pidana terkait tindak pidana kekerasan. Saat ini, status 15 orang terduga pelaku ini masih sebagai saksi.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Pol Argo Yuwono membuktikan bahwa 15 orang ini masih dalam proses pemeriksaan. Mereka berasal dari kelompok Barisan Merah Putih Papua. Tidak ada yang dari pihak Kemendagri.
 orang terduga pelaku kerusuhan dan perusakan di Gedung Kementerian Dalam Negeri  Ilmu Pengetahuan 15 Terduga Pelaku Kerusuhan di Kemendagri Telah Diamankan Polisi
Kerusakan di Kantor Kemendagri Jakarta usai insiden kerusuhan. FOTO/Wartakota.tribunnews
"Semua ini sedang kami identifikasi dan kami lakukan pendalaman sehingga kami tahu kiprahnya masing-masing. Kami akan lakukan secara profesional untuk menangani kasus ini," kata Argo di Direskrimum Polda Metro Jaya pada hari ini.

Menurut Argo, massa tersebut sudah 2 bulan berada di depan Kantor Kemendagri untuk mengawal proses aturan yang sedang dibahas di Mahkamah Konstitusi terkait sengketa pemilihan Bupati Tolikara, Papua. Alasan mereka, pengawalan itu untuk mencegah semoga tidak ada intervensi dari pihak lain.

Mereka juga ingin bertemu dengan Dirjen Polpum dan Dirjen Otda Kemendagri. Sayangnya, pertemuan itu tidak kunjung terjadi.

Dari 30 massa yang melaksanakan demonstrasi, 15 lainnya tidak ditahan oleh polisi. Menurut Argo, insiden kerusuhan dan perusakan di Kantor Kemendagri itu terjadi secara impulsif meski ada sebagian massa membawa senjata tajam.

"Tidak ada (kesengajaan). Mereka bawah umur yang kuliah di sini, bekerja, ada yang swasta. Kaprikornus ia untuk menjaga diri saja," ujar Argo.
Usai insiden perusakan, polisi mengamankan barang bukti berupa pot bunga yang pecah, pintu beling yang pecah, dan kendaraan beroda empat Camry dan Avanza yang dipecahkan kacanya. Polisi masih belum dapat memastikan siapa di antara 15 terduga pelaku yang memenuhi unsur pidana.

Sementara ini, Argo mencatat ada 15 orang dari pihak Kemendagri yang menjadi korban amuk massa dan sekarang masih menjalani perawatan. Dari 15 orang tersebut, 10 orang dirawat di Poliklinik Kemendagri dan 5 sisanya di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, Gambir, Jakarta. Demikian dilansir dari Tirto.id. (***)

Ilmu Pengetahuan Gerindra Harap Komisi Pemberantasan Korupsi Dapat Jadi Forum Negara

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Wakil Ketua Komisi III dewan perwakilan rakyat RI, Desmond Junaidi Mahesa, menjelaskan keinginan Partai Gerindra untuk mengakibatkan KPK sebagai forum resmi pemerintahan. Menurut Desmond, hal ini diharapkan biar KPK tidak dapat diganggu dengan alasan dibubarkan dan semacamnya.

Meski tidak merinci negaranya, politisi Partai Gerindra ini menuturkan bahwa hampir di setiap negara mempunyai forum resmi antirasuah tersendiri di bawah pemerintahan. Atas dasar itu, Desmond menegaskan bahwa KPK haruslah tetap ada di Indonesia dan menjadi forum resmi dalam bidang pencegahan perkara korupsi, meski apabila nanti Densus Tipikor bekerja secara efektif.
 menjelaskan keinginan Partai Gerindra untuk mengakibatkan KPK sebagai forum resmi pemerint Ilmu Pengetahuan Gerindra Harap KPK Bisa Kaprikornus Lembaga Negara
Wakil Ketua Komisi III dewan perwakilan rakyat sekaligus politisi Gerindra, Desmond J. Mahesa. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.
“Kalau berdasarkan saya, KPK harus tetap ada. Minimal beliau melaksanakan upaya-upaya melaksanakan edukasi wacana budaya antikorupsi dan pengawasan kegiatan-kegiatan yang bersifat keuangan negara. Tetap harus ada,” ujar Desmond, Selasa (17/10/2017).

KPK yang awalnya dibuat untuk memberantas korupsi di Indonesia ini dijadikan forum independen yang sifatnya ad hoc atau sementara. Desmond berharap KPK tidak hanya diposisikan sebagai forum penindakan korupsi, tetapi juga pencegahan perkara korupsi. “Kenapa harus ditakutkan?” kata Desmond di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

“Ad hoc itu kan sementara, resmi itu yakni impian Partai Gerindra ke depan. Maka biar ini tidak ad hoc lagi, perlu ada kerja bareng serentak dalam rangka negara bebas korupsi. Nanti tidak akan ad hoc berdasarkan saya bila semuanya terukur dan negara sudah bebas korupsi,” tegas Desmond.

Dari rapat antara Komisi III, Kejaksaan Agung RI, Polri, dan KPK kemarin, Desmond beropini bahwa KPK memang sebaiknya berada di bawah pemerintahan biar tidak bentrok dengan kepentingan nasional. Namun ia tidak dapat memaksakan kehendaknya. Sebagai wakil dari Partai Gerindra di DPR, ia tidak mau merusak proporsi yang sudah dibuat oleh pemerintah.

Menurutnya, bukan Partai Gerindra yang sepatutnya bicara soal kedudukan forum KPK, tetapi pemerintah, yakni Presiden Jokowi. Apabila memang pemerintah serius tidak ingin KPK dibubarkan alasannya yakni suplemen sementara, sepatutnya pemerintah mengajukan perubahan Undang-undang KPK yang mengatur bahwa KPK yakni forum ad hoc.

“Hari ini KPK, kita harus lihat bahwa ia tidak berada di bawah pemerintahan alasannya yakni undang-undangnya menyerupai itu. Kecuali bila dewan perwakilan rakyat dan pemerintah mengubah sesuai dengan politik pemerintah,” ujarnya lagi.

Desmond meyakini bahwa komisi antirasuah itu harus menjadi forum resmi alasannya yakni dasar bagi KPK menjadi forum sementara dalam pemberantasan korupsi hingga tuntas di Indonesia. Namun, selang 15 tahun berlalu, pemberantasan korupsi tetap marak. Jikalau demikian, kiprah KPK sebagai forum sementara, bukan mustahil akan diubah menjadi forum tetap negara.

"Apa pekerjaan ini perlu 5 tahun lagi, 10 tahun lagi, 15 tahun lagi, apa 50 tahun lagi. Kita tidak tahu,” imbuhnya kemudian.
Sementara itu, politisi dari Partai PDIP, Eddy Kusuma WIjaya justru menganggap bahwa KPK sebagai forum ad hoc boleh jadi ditiadakan sesudah Densus Tipikor terbukti bekerja secara efektif dan efisien dalam memberantas perkara korupsi. Menurut Eddy, dasar dari pembentukan KPK yakni alasannya yakni tidak adanya forum yang bebas dari efek manapun dalam pengusutan tindak pidana korupsi pada abad reformasi.

Ia meyakini bahwa apabila perkara korupsi sudah dapat ditindak tegas oleh kepolisian dan kejaksaan, tentu forum sementara macam KPK tidak perlu dipertahankan.

“Kalau contohnya nanti polisi dan jaksa sudah efektif, untuk apa lagi KPK? KPK itu kan ad hoc [sementara]. KPK itu bukan forum negara, tapi sifatnya sementara. Lembaga negara sesuai aturan tata negara itu, penegak aturan itu, polisi dan jaksa. Dan beliau sudah ada kiprah untuk memberantas korupsi,” kata anggota Komisi III dewan perwakilan rakyat RI, Eddy Kusuma Wijaya dikala dilansir dari Tirto.id. (***)

Ilmu Pengetahuan Anggota Komisi A Dprd Kebumen Ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi Jadi Tersangka

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menambah lagi jumlah tersangka kasus korupsi berkaitan dengan proyek di Dinas Pendidikan dan Olah Raga Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Tersangka gres itu yakni Politikus PDIP dan anggota Komisi A DPRD Kebumen Dian Lestari Subekti Pertiwi. Dia menjadi tersangka keenam di kasus suap itu.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan Dian diduga secara tolong-menolong dengan Sigit Widodo, Yudhy Tri Hartanto, dan Adi Pandoyo mendapatkan hadiah atau kesepakatan dari Basikun Suwandin Atmojo dan Hartoyo. Suap itu terkait pembahasan dan legalisasi anggaran proyek Dinas Pendidikan dan Olah Raga (Dikpora) Kebumen dalam APBD-Perubahan 2016.
 menambah lagi jumlah tersangka kasus korupsi berkaitan dengan proyek di Dinas Pendidikan  Ilmu Pengetahuan Anggota Komisi A DPRD Kebumen Ditetapkan KPK Kaprikornus Tersangka
(Ilustrasi) Sekda Nonaktif Pemkab Kebumen Adi Pandoyo menjalani sidang kasus suap dan gratifikasi izin proyek Dikpora Kebumen senilai Rp3,75 miliar dengan agenda pembacaan vonis, di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (5/9/2017). ANTARA FOTO/R. Rekotomo.
Kelima orang itu sudah menjadi tersangka terlebih dahulu di kasus ini. Empat sudah mendapatkan vonis pidana dan satu masih terdakwa.

"Empat dari lima tersangka tersebut telah divonis Pengadilan Tipikor Semarang. Sedangkan Basikun Suwandin Atmojo masih menjalani persidangan," kata Febri di Gedung KPK Jakarta pada Selasa (17/10/2017) menyerupai dikutip Antara.

Yudhy Tri Hartanto sebelumnya merupakan Ketua Komisi A DPRD Kebumen dari Fraksi PDIP. Sementara Adi Pandoyo menjadi tersangka ketika menjabat Sekretaris Daerah Pemkab Kebumen.

Tiga tersangka lain yakni pegawai Dinas Pariwisata Kebumen Sigit Widodo, dan dua dari pihak swasta, yakni Basikun Suwandin Atmojo dan Hartoyo.

Sigit Widodo, Yudhy Tri Hartanto, dan Adi Pandoyo masing-masing divonis empat tahun penjara. Adapun Hartoyo divonis dua tahun tiga bulan penjara.

Sementara Dian disangkakan melanggar Pasal 12 karakter a atau karakter b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 ihwal Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengancam Dian dengan eksekusi minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara serta denda Rp200 juta sampai Rp1 miliar.
Febri menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan KPK pada pertengahan Oktober 2016 di Kabupaten Kebumen.

Penyidik KPK ketika itu mengamankan Yudhy Tri Hartanto di rumah seorang pengusaha swasta di Kebumen dan Sigit Widodo di kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Kebumen.

"Dari tangan Yudhy Tri Hartanto, penyidik mendapatkan uang sejumlah Rp70 juta dari Hartoyo dan Basikun Suwandin Atmojo untuk mendapatkan proyek di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kebumen dalam APBD-P Tahun Anggaran 2016," kata Febri ketika dilansir dari Antara.

Ilmu Pengetahuan Dua Pelaku Perampokan Pulomas Dijatuhi Eksekusi Mati

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menjatuhkan eksekusi mati terhadap dua terdakwa masalah pembunuhan dan perampokan yang menewaskan enam orang korban di kediaman pengusaha Dodi Triono di daerah Pulomas pada 26 Desember 2016 lalu.

Ketua majelis hakim PN Jakarta Timur Gede Aryawan di Jakarta, Selasa (17/10/2017), membacakan bahwa kedua terdakwa Ridwan Sitorus alias Yus Pane dan Erwin Sitorang alias Ucok terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah terlibat pembunuhan berencana.
 Jakarta Timur menjatuhkan eksekusi mati terhadap dua terdakwa masalah pembunuhan dan perampo Ilmu Pengetahuan Dua Pelaku Perampokan Pulomas Dijatuhi Hukuman Mati
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan (kedua kanan) menawarkan tersangka Ridwan Sitorus alias Ius Pane (kedua kiri) dalam rilis masalah Pulomas di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (5/1). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Selain itu, Gede juga menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada terdakwa Alvin Sinaga yang berperan sebagai sopir ketika kawanan itu beraksi.

"Dua menjatuhkan pidana kepada masing-masing satu Ridwan Sitorus alias Yus Pane diputus dengan pidana mati. Dua, Erwin Situmorang alias Ucok dengan eksekusi mati. Tiga, Alvin Sinaga alias Yus dengan pidana penjara seumur hidup, membayar tiap-tiap masalah ini yang sebesar lima ribu rupiah demikian keputusan," ujar Gede.

Kuasa aturan terdakwa, Amudi Sidabutar menyatakan keberatan terhadap vonis yang dijatuhkan majelis hakim.

Karena itu, pengacara terdakwa akan mengajukan banding terhadap vonis diputuskan majelis hakim pengadilan tingkat pertama itu.

Sebelumnya, persekutuan penjahat pimpinan Ramlan Butar Butar merampok rumah pengusaha Dodi Triono di Pulomas Pulogadung Jakarta Timur pada Senin (26/12/2017).

Para pelaku menganiaya kemudian menyekap 11 orang korban di toilet berukuran 1,5 meter x 1,5 meter.
Sebanyak enam orang korban meninggal dunia alasannya diduga kehabisan udara, sedangkan lima orang lainnya bertahan hidup.

Petugas adonan Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Timur dan Polres Kota Depok meringkus para tersangka Ramlan Butar Butara (meninggal dunia), Erwin Situmorang, Ius Pane dan Alfian Bernius Sinaga, demikian ketika dikutip dari Tirto.id. (***)

Ilmu Pengetahuan Berkas Tiga Tersangka Saracen Dilimpahkan Ke Kejaksaan

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Berkas masalah tiga tersangka masalah sindikat jasa penyebar ujaran kebencian, yakni Saracen, telah dilimpahkan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polisi Republik Indonesia ke Kejaksaan baru-baru ini.

Berkas masalah yang sudah dinilai oleh polisi berstatus lengkap (P-21) itu untuk tiga tersangka masalah Saracen, yakni Muhammad Faizal Tonong (MFT), Sri Rahayu Ningsih (SRN), dan Muhammad Abdullah Harsono (MAH).

"Yang tiga orang sudah dilimpahkan ke Kejaksaan," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polisi Republik Indonesia Brigjen Pol. Fadil Imran di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), Jakarta, Selasa (17/10/2017) menyerupai dikutip Antara.
Para Sindikat Saracen (berbaju orange) ketika ditunjukkan di Mabes Polri/Jawa Pos.
Sementara itu, berkas masalah dua tersangka masalah Saracen lainnya, Jasriadi dan Asma Dewi, memang sudah dinyatakan lengkap oleh polisi. Tapi, berdasarkan Fadil, kepolisian masih menunggu hasil investigasi dari Kejaksaan mengenai kelengkapan berkas dua tersangka masalah Saracen itu. Hingga sekarang kejaksaan belum menyatakan berkas itu berstatus P-21.

Fadil menegaskan bahwa semua fakta akan diungkap dalam persidangan. Karena itu, ia enggan menjelaskan banyak temuan penyidik terkait masalah ini, termasuk soal pihak yang mengatakan dana kepada Asma Dewi. Penetapan Asma sebagai tersangka di masalah ini menarik perhatian publik lantaran ia diduga mengatakan dana Rp75 juta kepada Bendahara Saracen.

"Di sana (sidang) akan terlihat semua. Persidangan di Indonesia kan terbuka," kata dia.
Dalam masalah penyebaran konten ujaran kebencian dan gosip bohong di jejaring sosial Facebook ini, polisi telah menangkap empat tersangka pengelola sindikat berjulukan Saracen, yakni Jasriadi (Jas), Muhammad Faizal Tonong (MFT), Sri Rahayu Ningsih (SRN), dan Muhammad Abdullah Harsono (MAH). Sementara Asma Dewi ialah tersangka dari pihak luar yang diduga mempunyai keterkaitan dengan sindikat ini.

Sindikat Saracen diketahui menciptakan sejumlah akun Facebook, di antaranya Saracen News, Saracen Cyber Team, dan Saracennewscom untuk menebar gosip bohong dan ujaran kebencian. Kelompok ini diduga kerap memperlihatkan jasa untuk berbagi ujaran kebencian bernuansa SARA di media sosial, demikian dilansir dari Tirto.id. (***)

Ilmu Pengetahuan Komisi Iii Dpr Yakin Pemerintah Niscaya Dukung Densus Tipikor

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Wakil Ketua Komisi III dewan perwakilan rakyat RI dari Fraksi Partai Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa meyakini pembentukan Densus Tipikor niscaya mendapatkan persetujuan dari pemerintah. Dia berpendapat, meski kebutuhan dana untuk pembentukan Densus Tipikor besar, hal itu tidak akan menjadi masalah.

"Tergantung political will pemerintahnya aja. Kalau serius memberantas korupsi, saya pikir tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak baiklah (Densus Tipikor). Karena ini akan menjadi catatan penting dalam 5 tahun kekuasaan Jokowi," kata Desmond di Gedung dewan perwakilan rakyat RI, Jakarta pada Selasa (17/10/2017).
 Wakil Ketua Komisi III dewan perwakilan rakyat RI dari Fraksi Partai Gerindra Ilmu Pengetahuan Komisi III dewan perwakilan rakyat Yakin Pemerintah Pasti Dukung Densus Tipikor
Menkumham Yasonna Laoly, Jaksa Agung HM Prasetyo, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Ketua KPK Agus Rahardjo beserta sejumlah pejabat terkait mengikuti rapat kerja dengan Komisi III dewan perwakilan rakyat di Kompleks Parlemen, Senin (16/10/2017). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.
Desmond menjelaskan janji pemerintah sudah muncul pada rapat di hari Senin kemarin (16/10/2017), ketika Komisi III dewan perwakilan rakyat bertemu Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, Kejaksaan Agung, Polisi Republik Indonesia dan KPK.

Menurut dia, pemerintahan Presiden Joko Widodo harus memperlihatkan konsistensi dalam pemberantasan korupsi dengan mendukung pembentukan Densus Tipikor.

"Apa bedanya dengan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dalam penegakan korupsi bila Jokowi tidak stop (korupsi). Menurut saya ada yang salah (bila Densus Tipikor ditolak). Berarti tidak berharap perbaikan yang lebih baik di pemerintahannya," ujar dia.

Anggota Komisi III lainnya dari Fraksi PDIP, Eddy Kusuma Wijaya juga menilai dana untuk Densus Tipikor, yang mencapai angka Rp2,6 triliun, tidak terlalu besar. Dia beralasan pengucuran dana tersebut sanggup menawarkan imbas yang lebih besar bagi pencegahan kerugian negara.

"Ya bila demi kebaikan, kenapa nggak? Kan makanya kini sedang dihitung-hitung, nih. Kalau ia akan lebih baik, kenapa tidak," kata Eddy.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah menjelaskan dana Rp2,6 triliun itu akan digunakan untuk sejumlah kebutuhan. Misalnya, Rp786 miliar untuk belanja pegawai, termasuk juga dengan honor penyidik. Sedangkan untuk operasional, Tito mematok biaya sebsar Rp359 miliar. Sisa sebesar Rp1,55 triliun rencananya akan digunakan untuk pembentukam sistem dan kantor-kantor Densus Tipikor, termasuk di daerah.

"Untuk sementara, kantornya sanggup di Polda, tapi nanti kami berharap (Densus Tipikor di wilayah) sanggup punya kantor sendiri," kata Tito ketika rapat dengar pendapat di Komisi III kemarin, demikian dilansir dari Tirto.id. (***)

Ilmu Pengetahuan Komisi Iii Dpr : Densus Tipikor Tak Mau Pakai Istilah Ott

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi III dewan perwakilan rakyat RI menyatakan bahwa Densus Tipikor tidak akan menerapkan sistem operasi tangkap tangan (OTT) menyerupai yang sering dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Anggota Komisi III dewan perwakilan rakyat RI, Eddy Kusuma Wijaya menyampaikan bahwa OTT ialah istilah yang keliru dalam sistem hukum. Kendati OTT berasal dari frasa ‘tertangkap tangan’ menyerupai yang tertuang dalam KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) Pasal 1 nomor 19, namun ia menegaskan bahwa apa yang dilakukan KPK bukanlah OTT.
 Komisi III dewan perwakilan rakyat RI menyatakan bahwa Densus Tipikor tidak akan menerapkan sistem operasi ta Ilmu Pengetahuan Komisi III dewan perwakilan rakyat : Densus Tipikor Tak Mau Pakai Istilah OTT
Mukhamad Misbakhun. [Foto/Antaranews]

“Operasi sama TT (tertangkap tangan) lain. Kalau TT itu kan suatu yang tidak disangka-sangka, tidak direncanakan. Orang melaksanakan suatu tindak pidana, diketahui orang. Yang tahu itu hanya pelaku sama Tuhan gotong royong itu. Ini tidak direncanakan,” tegas Eddy di Gedung dewan perwakilan rakyat RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/10/2017)

Menurutnya, istilah yang lebih sempurna untuk menyebut hal itu ialah “penangkapan”, alasannya biasanya dilakukan sesudah ada laporan atau pengaduan. Menurutnya, istilah itu dikeluarkan KPK terkait OTT tanpa dasar aturan yang jelas. Densus, kata dia, juga dibenarkan untuk melaksanakan hal itu, tetapi namanya ialah “operasi penangkapan”.

“Perbuatannya itu operasi penangkapan, tapi ia [KPK] namain OTT. OTT itu tidak ada dalam istilah hukum,” terang Eddy.

“Kalau operasi itu acara yang direncanakan, sudah ada laporan polisinya, atau pengaduan,” lanjut dia.

Sementara anggota Komisi III dewan perwakilan rakyat RI lainnya, Mukhamad Misbakhun menegaskan bahwa Densus Tipikor tidak akan bekerja dengan terminologi OTT. Kebanyakan yang ditangani oleh Saber Pungli dan Densus Tipikor ialah seputar masyarakat kecil atau wilayah-wilayah kecil.

“Mereka hanya menangkap tangan. Kenapa? Karena tidak ada desain apapun terhadap masyarakat yang tertangkap tangan. Tidak ada operasi yang sifatnya khusus. Mereka menemukan pribadi di lapangan. Kalau OTT KPK kan mereka menyadap,” terang Miskbakhun.
“(Kalau Densus Tipikor) Tidak ada penyadapan. Mereka menemukan fakta itu di lapangan,” ungkapnya.

Misbakhun menyatakan bahwa Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga tidak mau memakai istilah OTT alasannya memang tidak pernah ada dalam aturan program pidana. Bagaimanapun bentuknya, Misbakhun menyatakan tidak masalah, asalkan dapat memperkuat penindakan tindak pidana korupsi, demikian dikutip dari Tirto.id. (***)