Showing posts sorted by relevance for query komisi-iii-dpr-densus-tipikor-tak-mau. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query komisi-iii-dpr-densus-tipikor-tak-mau. Sort by date Show all posts

Ilmu Pengetahuan Komisi Iii Dpr Yakin Pemerintah Niscaya Dukung Densus Tipikor

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Wakil Ketua Komisi III dewan perwakilan rakyat RI dari Fraksi Partai Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa meyakini pembentukan Densus Tipikor niscaya mendapatkan persetujuan dari pemerintah. Dia berpendapat, meski kebutuhan dana untuk pembentukan Densus Tipikor besar, hal itu tidak akan menjadi masalah.

"Tergantung political will pemerintahnya aja. Kalau serius memberantas korupsi, saya pikir tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak baiklah (Densus Tipikor). Karena ini akan menjadi catatan penting dalam 5 tahun kekuasaan Jokowi," kata Desmond di Gedung dewan perwakilan rakyat RI, Jakarta pada Selasa (17/10/2017).
 Wakil Ketua Komisi III dewan perwakilan rakyat RI dari Fraksi Partai Gerindra Ilmu Pengetahuan Komisi III dewan perwakilan rakyat Yakin Pemerintah Pasti Dukung Densus Tipikor
Menkumham Yasonna Laoly, Jaksa Agung HM Prasetyo, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Ketua KPK Agus Rahardjo beserta sejumlah pejabat terkait mengikuti rapat kerja dengan Komisi III dewan perwakilan rakyat di Kompleks Parlemen, Senin (16/10/2017). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.
Desmond menjelaskan janji pemerintah sudah muncul pada rapat di hari Senin kemarin (16/10/2017), ketika Komisi III dewan perwakilan rakyat bertemu Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, Kejaksaan Agung, Polisi Republik Indonesia dan KPK.

Menurut dia, pemerintahan Presiden Joko Widodo harus memperlihatkan konsistensi dalam pemberantasan korupsi dengan mendukung pembentukan Densus Tipikor.

"Apa bedanya dengan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dalam penegakan korupsi bila Jokowi tidak stop (korupsi). Menurut saya ada yang salah (bila Densus Tipikor ditolak). Berarti tidak berharap perbaikan yang lebih baik di pemerintahannya," ujar dia.

Anggota Komisi III lainnya dari Fraksi PDIP, Eddy Kusuma Wijaya juga menilai dana untuk Densus Tipikor, yang mencapai angka Rp2,6 triliun, tidak terlalu besar. Dia beralasan pengucuran dana tersebut sanggup menawarkan imbas yang lebih besar bagi pencegahan kerugian negara.

"Ya bila demi kebaikan, kenapa nggak? Kan makanya kini sedang dihitung-hitung, nih. Kalau ia akan lebih baik, kenapa tidak," kata Eddy.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah menjelaskan dana Rp2,6 triliun itu akan digunakan untuk sejumlah kebutuhan. Misalnya, Rp786 miliar untuk belanja pegawai, termasuk juga dengan honor penyidik. Sedangkan untuk operasional, Tito mematok biaya sebsar Rp359 miliar. Sisa sebesar Rp1,55 triliun rencananya akan digunakan untuk pembentukam sistem dan kantor-kantor Densus Tipikor, termasuk di daerah.

"Untuk sementara, kantornya sanggup di Polda, tapi nanti kami berharap (Densus Tipikor di wilayah) sanggup punya kantor sendiri," kata Tito ketika rapat dengar pendapat di Komisi III kemarin, demikian dilansir dari Tirto.id. (***)

Ilmu Pengetahuan Komisi Iii Dpr : Densus Tipikor Tak Mau Pakai Istilah Ott

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi III dewan perwakilan rakyat RI menyatakan bahwa Densus Tipikor tidak akan menerapkan sistem operasi tangkap tangan (OTT) menyerupai yang sering dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Anggota Komisi III dewan perwakilan rakyat RI, Eddy Kusuma Wijaya menyampaikan bahwa OTT ialah istilah yang keliru dalam sistem hukum. Kendati OTT berasal dari frasa ‘tertangkap tangan’ menyerupai yang tertuang dalam KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) Pasal 1 nomor 19, namun ia menegaskan bahwa apa yang dilakukan KPK bukanlah OTT.
 Komisi III dewan perwakilan rakyat RI menyatakan bahwa Densus Tipikor tidak akan menerapkan sistem operasi ta Ilmu Pengetahuan Komisi III dewan perwakilan rakyat : Densus Tipikor Tak Mau Pakai Istilah OTT
Mukhamad Misbakhun. [Foto/Antaranews]

“Operasi sama TT (tertangkap tangan) lain. Kalau TT itu kan suatu yang tidak disangka-sangka, tidak direncanakan. Orang melaksanakan suatu tindak pidana, diketahui orang. Yang tahu itu hanya pelaku sama Tuhan gotong royong itu. Ini tidak direncanakan,” tegas Eddy di Gedung dewan perwakilan rakyat RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/10/2017)

Menurutnya, istilah yang lebih sempurna untuk menyebut hal itu ialah “penangkapan”, alasannya biasanya dilakukan sesudah ada laporan atau pengaduan. Menurutnya, istilah itu dikeluarkan KPK terkait OTT tanpa dasar aturan yang jelas. Densus, kata dia, juga dibenarkan untuk melaksanakan hal itu, tetapi namanya ialah “operasi penangkapan”.

“Perbuatannya itu operasi penangkapan, tapi ia [KPK] namain OTT. OTT itu tidak ada dalam istilah hukum,” terang Eddy.

“Kalau operasi itu acara yang direncanakan, sudah ada laporan polisinya, atau pengaduan,” lanjut dia.

Sementara anggota Komisi III dewan perwakilan rakyat RI lainnya, Mukhamad Misbakhun menegaskan bahwa Densus Tipikor tidak akan bekerja dengan terminologi OTT. Kebanyakan yang ditangani oleh Saber Pungli dan Densus Tipikor ialah seputar masyarakat kecil atau wilayah-wilayah kecil.

“Mereka hanya menangkap tangan. Kenapa? Karena tidak ada desain apapun terhadap masyarakat yang tertangkap tangan. Tidak ada operasi yang sifatnya khusus. Mereka menemukan pribadi di lapangan. Kalau OTT KPK kan mereka menyadap,” terang Miskbakhun.
“(Kalau Densus Tipikor) Tidak ada penyadapan. Mereka menemukan fakta itu di lapangan,” ungkapnya.

Misbakhun menyatakan bahwa Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga tidak mau memakai istilah OTT alasannya memang tidak pernah ada dalam aturan program pidana. Bagaimanapun bentuknya, Misbakhun menyatakan tidak masalah, asalkan dapat memperkuat penindakan tindak pidana korupsi, demikian dikutip dari Tirto.id. (***)