Showing posts sorted by date for query sanksi-hukum-bagi-pengusaha-yang. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query sanksi-hukum-bagi-pengusaha-yang. Sort by relevance Show all posts

Ilmu Pengetahuan Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja Bersama (Pkb)

Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) - Manusia merupakan mahluk sosial sehingga dalam kesehariannya selalu berafiliasi dengan manusia-manusia yang lain. Karena seringnya terjadi interaksi anatar insan tersebut, maka diharapkan sesuatu yang bersifat mengatur dan mengikat manusia-manusia tersebut untuk selalu mematuhi aturan yang telah ditetapkan. Peraturan dibentuk untuk mengatur insan - insan yang terdapat dalam satu kelompok untuk menghindari perilaku brutal, mau menang sendiri dan lain-lain.

Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja Bersama  Ilmu Pengetahuan Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Peraturan Perusahaan & PKB
Secara umum, peraturan yaitu suatu perjanjian yang telah dibentuk untuk kepentingan umum, ihwal apa saja yang boleh dilakukan dan dilarang dilakukan.

Pengertian peraturan sangat banyak, tergantung dari cara pemikiran diri kita sendiri. Peraturan juga melatih kedisiplinan kita. Makara kalau kita tidak sanggup melaksanakan peraturan, otomatis kita dinilai tidak disiplin. Peraturan merupakan patokan untuk menilai apakah sebuah acara itu dimulai dengan baik. Peraturan merupakan pemikiran semoga insan hidup tertib dan teratur. Jika tidak terdapat peraturan, insan bisa bertindak sewenang-wenang, tanpa kendali, dan sulit diatur.

1. Peraturan Perusahaan

Peraturan perusahaan yaitu peraturan yang dibentuk secara tertulis oleh pengusaha yang memuat ketentuan ihwal syarat kerja serta tata tertib perusahaan. Peraturan Perusahaan dibentuk untuk menjadi pegangan bagi Perusahaan maupun karyawan yang berisikan ihwal hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tujuan memelihara korelasi kerja yang baik dan serasi antara pengusaha dan karyawan, dalam perjuangan bersama meningkatkan kesejahteraan karyawan dan kelansungan perjuangan perusahaan.

Peraturan Perusahaan harus sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 20 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan mengenai peraturan perusahaan diatur lebih lanjut pada Pasal 108 hingga dengan Pasal 115 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ihwal Ketenagakerjaan (“UU No.13/2003”) dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.16/MEN/XI/2011 ihwal Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (“Permenaker 16/2011”).

Tujuan dan manfaat pembuatan peraturan perusahaan yaitu :
  1. Dengan peraturan perusahaan yang masa berlakunya dua tahun dan setiap dua tahun harus diajukan perstujuannya kepada departemen tenaga kerja;
  2. Dengan adanya peraturan perusahaan minimal akan diperoleh kepastian adanya hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha;
  3. Peraturan perusahaan akan mendorong terbentuknya kesepakatan kerja bersama sesuai dengan maksud permen no. 2 tahun 1978 diatas;
  4. Setelah peraturan disyahkan oleh departemen tenaga kerja maka perusahaan wajib memberitahukan isi peraturan perusahaan; dan
  5. Pada perusahaan yang telah mempunyai kesepakatan kerja bersama tidak sanggup menggantinya dengan peratuean perusahaan.
Pengusaha yang mempekerjakan paling sedikit 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh wajib membuat peraturan perusahaan. Peraturan perusahaan mulai berlaku sehabis menerima akreditasi dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Pejabat yang ditunjuk dan peraturan perusahaan berlaku untuk jangka waktu paling usang 2 (dua) tahun serta wajib diperbaharui sehabis habis masa berlakunya.

Namun, kewajiban pembuatan Peraturan Perusahaan tidak berlaku apabila perusahaan telah mempunyai perjanjian kerja bersama. Adapun ketentuan di dalam Peraturan Perusahaan dilarang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta dilarang lebih rendah dari peraturan perundang-undangan terlebih Undang Nomor 13 Tahun 2003 ihwal Ketenagakerjaan. Peraturan Perusahaan harus disahkan oleh pejabat yang berwenang. Yang dimaksud sebagai pejabat yang berwenang yaitu sebagai berikut (“Pejabat”).

Setiap perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan jasa dan/atau barang baik nasional maupun multinasional dalam menjalankan administrasi dan operasionalnya sehari-hari yang berkaitan dengan ketenagakerjaan pastinya membutuhkan suatu peraturan perusahaan yang berlaku dan dipatuhi oleh seluruh karyawan semoga sanggup berjalan dengan baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengertian peraturan perusahaan menurut Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ihwal Ketenagakerjaan adalah peraturan yang dibentuk secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Peraturan perusahaan disusun oleh pengusaha dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang bersangkutan. Penyusunan peraturan perusahaan dilakukan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.

Peraturan perusahaan bertujuan untuk menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban Pekerja/Buruh, serta antara kewenangan dan kewajiban pengusaha, menawarkan pemikiran bagi pengusaha dan pekerja untuk melaksanakan kiprah kewajibannya masing-masing, membuat korelasi kerja harmonis, kondusif dan dinamis antara pekerja dan pengusaha, dalam perjuangan bersama memajukan dan menjamin kelangsungan perusahaan, serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Menurut Pasal 111 UU Ketenegakerjaan, Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat :
  1. hak dan kewajiban pengusaha;
  2. hak dan kewajiban pekerja/buruh;
  3. syarat kerja;
  4. tata tertib perusahaan; dan
  5. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
Peraturan perusahaan dalam waktu paling usang 30 (tiga puluh) hari kerja semenjak naskah peraturan perusahaan diterima harus sudah menerima akreditasi oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Apabila peraturan perusahaan telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 111 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, tetapi dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja belum mendapatkan akreditasi dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk, maka peraturan perusahaan dianggap telah mendapatkan pengesahan. Namun, apabila peraturan perusahaan belum memenuhi persyaratan dalam Pasal 111 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, maka Menteri atau pejabat yang ditunjuk harus memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha mengenai perbaikan peraturan perusahaan. Dan dalam waktu paling usang 14 (empat belas) hari kerja semenjak tanggal pemberitahuan diterima oleh pengusaha, pengusaha wajib memberikan kembali peraturan perusahaan yang telah diperbaiki tersebut kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 113 UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa perubahan peraturan perusahaan sebelum berakhir jangka waktu berlakunya hanya sanggup dilakukan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil pekerja/buruh. Hasil perubahan peraturan perusahaan harus menerima akreditasi dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan perusahaan, serta menawarkan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh.

Pasal 188 UU Ketenagakerjaan mengatur ketentuan hukuman pidana pelanggaran berupa denda paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) atas pelanggaran Pasal 111 ayat (3) UU Ketenagakerjaan mengenai jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan dan Pasal 114 UU Ketenagakerjaan ihwal kewajiban pengusaha untuk memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan perusahaan serta menawarkan naskah peraturan perusahaan kepada pekerja/buruh.

Tugas penyusunan Peraturan Perusahaan merupakan tanggung jawab dari Perusahaan. Sebelum disahkan oleh Menteri, penyusunan itu dilakukan oleh Perusahaan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari Karyawan terhadap draf Peraturan Perusahaan. Karena masukan dari Karyawan itu bersifat “saran” dan “pertimbangan”, maka pembuatan Peraturan Perusahaan tidak sanggup diperselisihkan – bila terjadi perbedaan pendapat antara Karyawan dan Perusahaan. Karena sifatnya saran dan pertimbangan, maka Karyawan sanggup juga untuk tidak menawarkan saran dan pertimbangan tersebut meskipun telah diminta oleh Perusahaan.

Pemilihan wakil Karyawan dalam rangka menawarkan saran dan pertimbangannya harus dilakukan dengan tujuan untuk mewakili kepentingan para Karyawan. Pemilihan itu dilakukan secara demokratis, yaitu dipilih oleh Karyawan sendiri terhadap Karyawan yang mewakili setiap unit kerja di dalam Perusahaan. Apabila di dalam Perusahaan telah terbentuk Serikat Pekerja, maka saran dan pertimbangan tersebut diberikan oleh pengurus Serikat Pekerja.

Untuk memperoleh saran dan pertimbangan dari wakil Karyawan, pertama-tama Perusahaan harus memberikan naskah rancangan Peraturan Perusahaan itu kepada wakil Karyawan – atau Serikat Pekerja. Saran dan pertimbangan tersebut harus sudah diterima kembali oleh Perusahaan dalam waktu 14 hari kerja semenjak tanggal diterimanya naskah rancangan Peraturan Perusahaan oleh wakil Karyawan. Jika dalam waktu 14 hari kerja itu wakil Karyawan tidak menawarkan saran dan pertimbangannya, maka Perusahaan sudah sanggup mengajukan akreditasi Peraturan Perusahaan itu tanpa saran dan pertimbangan dari Karyawan – dengan disertai bukti bahwa Perusahaan telah meminta saran dan pertimbangan dari wakil Karyawan namun Karyawan tidak memberikannya.

2. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda yaitu Arbeidsoverenkoms, mempunyai beberapa pengertian. Pasal 1601 a KUHPerdata menawarkan pengertian sebagai berikut :
Perjanjian kerja yaitu suatu perjanjian dimana pihak ke-1 (satu)/buruh atau pekerja mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melaksanakan pekerjaan dengan mendapatkan upah”.
Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14 menawarkan pengertian yakni :
Perjanjian kerja yaitu suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak”.

Perjanjian Kerja yaitu Suatu perjanjian yang dibentuk antara pekerja secara perorangan dengan pengusaha yang pada pada dasarnya memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak.Untuk mengetahui hak dan kewajiban secara niscaya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan ketenangan kerja maka perlu adanya suatu pedoman/aturan dalam pelaksanaan korelasi kerja.

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yaitu suatu kesepakatan secara tertulis dengan memakai bahasa Indonesia yang dibentuk secara bersama – sama antara pengusaha atau beberapa pengusaha dengan organisasi serikat pekerja/gabungan organisasi serikat pekerja yang sudah terdaftar pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.

Organisasi serikat pekerja ini minimal mempunyai anggota 50 % lebih dari seluruh Karyawan yang ada di perusahaan. Persyaratan ini harus dipenuhi alasannya yaitu kalau kurang maka sanggup berkoalisi dengan organisasi serikat pekerja hingga mencapai 50 % lebih atau sanggup juga meminta santunan dari karyawan lainnya.

Dalam hal suatu perusahaan terdapat lebih dari 1 serikat pekerja/buruh maka yang berhak mewakili pekerja/buruh yaitu serikat pekerja/buruh yang mempunyai anggota lebih dari 50 % dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut.

Adapun dasar dibuatnya perjanjian Kerja Bersama ini merujuk pada Undang – undang No. 18 Tahun 1956 yang diratifikasi dari Konvensi No. 98 Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mengenai berlakunya dasar - dasar dari hak untuk berorganisasi dan berunding bersama, Kemudian oleh pemerintah dikeluarkan :

Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang diatur mulai dari pasal 115 hingga dengan 135 ;
  1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Kep/48/Men/IV/2004 ihwal Tata Cara
  2. Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama;
  3. Kep.48/MEN/IV/2004, ihwal Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
Fungsi Perjanjian Kerja Bersama yaitu sarana untuk memuat dan menuangkan kesepakatan gres yang didasari atas kesepakatan antara serikat pekerja/buruh dengan pengusaha yang disebut Lex Special artinya sebuah prodak yang tidak diatur dalam Undang – undang maka beliau akan menjadi normatif bila mana sudah disepakati dan dituangkan dalam PKB serta telah diketahui oleh Dinas yang terkait dan mengikat kedua belah pihak untuk dilaksanakan.

Tujuan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama :
  1. Mempertegas dan memperjelas hak – hak dan kewajiban pekeja dan pengusaha;
  2. Memperteguh dan membuat korelasi industrial yang serasi dalam perusahaan;
  3. Menetapkan secara bersama syarat – syarat kerja keadaan industrial yang harmonis; dan
  4. Menentukan korelasi ketenagakerjaan yang belum diatur dalam peraturan perundang –undangan.
  1. Baik pekerja maupun pengusaha akan lebih memahami ihwal hak dan kewajiban masing – masing;
  2. Mengurangi timbulnya perselisihan korelasi industrial atau korelasi ketenagakerjaan sehingga sanggup menjamin kelancaran proses produksi dan peningkatan usaha;
  3. Membantu ketenangan kerja pekerja serta mendorong semangat dan kegaitan bekerja yang lebih tekun dan rajin; dan
  4. Pengusaha sanggup menganggarkan biaya tenaga kerja (labour cost) yang perlu dicadangkan atau diubahsuaikan dengan masa berlakunya PKB.
Perundingan Kerja Bersama dimulai dengan menyepakati Tata Tertib Perundingan yang sekurang - kurangnya memuat :
  1. Tujuan pembuatan tata tertib;
  2. Susunan tim perundingan;
  3. Lamanya masa perundingan;
  4. Materi perundingan;
  5. Tempat perundingan;
  6. Tata cara perundingan;
  7. Cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan;
  8. Sahnya perundingan; dan
  9. Biaya perundingan.
Biaya negosiasi pembuatan perjanjian kerja bersama menjadi beban pengusaha, kecuali disepakati lain oleh kedua belah pihak.

Tata Tertib Perundingan sangat penting ditetapkan alasannya yaitu hal ini menyangkut :
  1. Masalah hak dan kewajiban tim negosiasi masing – masing pihak (khususnya mengenai keringanan bagi tim perunding dari pihak serikat pekerja);
  2. Masalah legalitas tim perunding dari masing – masing pihak (khususnya menyangkut keabsahan status selaku tim perunding serta kewenangannya untuk mengambil keputusan);
  3. Masalah kewenangan ihwal siapa pembuat keputusan (decision maker) dari masing – masing tim perunding;
  4. Masalah tata cara akreditasi materi perundingan;
  5. Jadwal/waktu perundingan; dan
  6. Fasilitas bagi tim perunding selama negosiasi berjalan.
Tata Cara dalam Perundingan :
  • Baik tim perunding dari serikat pekerja maupun tim perunding dari perusahaan harus memutuskan seorang juru bicara.
  • Juru bicara dalam tim negosiasi tidak harus ketua tim negosiasi akan tetapi orang yang benar – benar dianggap mampu/menguasai budpekerti perundingan.
  • Setiap materi/konsep PKB yang akan dibahas harus disampaikan oleh juru bicara tim perundingan.
  • Setiap materi/konsep yang akan dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah negosiasi yang dilakukan oleh notulis.
  • Materi/konsep PKB yang telah dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah negosiasi yang dilakukan oleh notulis.
  • Materi/konsep PKB yang belum disepakati sanggup dipending/tunda untuk selanjutnya dibahas kembali sehabis seluruh konsep PKB selesai dirundingkan.
  • Dalam hal ternyata ada materi/konsep yang tidak sanggup disepakati maka sanggup melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan, antara lain :
  1. Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Kabupaten/Kota apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama hanya meliputi satu Kabupaten/Kota;
  2. Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Provinsi, apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu Kabupaten/Kota di satu Provinsi;
  3. Ditjen Pembina Hubungan Industrial pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu provinsi. Yang penyelesaiannya melalui mediasi dan akan dikeluarkan ajnuran oleh perantara tersebut, para pihak atau salah satu pihak tidak mendapatkan usulan perantara maka atas kesepakatan para pihak perantara melaporkan kepada Menteri untuk memutuskan langkah – langkah penyelesaian, kemudian menteri sanggup menunjuk pejabat untuk melaksanakan penyelesaian pembuatan PKB dan apabila tidak juga mencapai kesepakatan maka salah satu pihak sanggup mengajukan somasi ke Pengadilan Hubungan Industrial didaerah aturan tempat pekerja/buruh bekerja.
  • Setelah seluruh isi konsep PKB dirundingkan dan disepakati maka isi konsep PKB tersebut disalin kembali menurut yang telah disepakati untuk selanjutnya dilakukan penanda tanganan secara keseluruhan oleh kedua belah pihak.
  • Penandatangan PKB oleh serikat pekerja/buruh dilakukan oleh Ketua dan Sekretaris pengurus serikat pekerja/buruh dan dari pihak perusahaan dilakukan oleh Presiden direktur/Direktur utama perusahaan tersebut.
Setelah perjanjian kerja bersama disepakati dan ditandatangani oleh pengusaha dan wakil pekerja dalam hal ini oleh pengurus serikat pekerja (minimal ketua dan sekretaris) maka selanjutnya didaftarkan pada instansi pada instansi yang bertangung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan maksud :
  1. Sebagai alat monitoring dan penilaian pengaturan syarat – syarat kerja yang dilaksanakan di perusahaan;
  2. Sebagai tumpuan utama kalau terjadi perselisihan pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama.
Kerangka isi Perjanjian Kerja Bersama antara lain :
  • Mukadimah
  • Umum :
  1. Istilah – istilah,
  2. Pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan,
  3. Luasnya kesepakatan,
  4. Kewajiban pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan.
  • Pengakuan, Jaminan dan Fasilitas bagi Serikat Pekerja/Buruh
  1. Pengakuan hak – hak pengusaha dan Serikat Pekerja/BuruhJaminan bagi Serikat Pekerja/Buruh,
  2. Fasilitas bagi Serikat Pekerja/Buruh,
  3. Lembaga kolaborasi bipartit,
  4. Pendidikan dan penyuluhan korelasi industrial.
  • Hubungan Kerja
  1. Penerimaan pekerja baru,
  2. Masa percobaan,
  3. Surat keputusan pengangkatan,
  4. Golongan dan jabatan pekerja,
  5. Kesempatan berkarir,
  6. Pendidikan dan pembinaan kerja,
  7. Mutasi dan prosedurnya,
  8. Penilaian prestasi kerja,
  9. Promosi,
  10. Tenaga kerja asing.
  • Waktu kerja, istilah kerja dan lembur
  1. Hari kerja,
  2. Jam kerja, istirahat dan shift kerja,
  3. Lembur,
  4. Perhitungan upah lembur.
  • Pembebasan dari kewajiban bekerja
  1. Istirahat mingguan,
  2. Hari libur resmi,
  3. Cuti tahunan,
  4. Cuti besar,
  5. Cuti haid,
  6. Cuti hamil,
  7. Cuti sakit,
  8. Ijin meninggalkan pekerjaan dengan upah,
  9. Ijin meninggalkan pekerjaan tanpa upah.
  • Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
  1. Prinsip – prinsip K3,
  2. Hygienis perusahaan dan kesehatan,
  3. Pakaian kerja dan sepatu kerja,
  4. Peralatan kerja,
  5. Alat pelindung diri,
  6. Panitia pembina keselamatan kesehatan kerja.
  • Pengupahan
  1. Pengertian upah,
  2. Prinsip dasar dan sasaran,
  3. Dasar penetapan upah,
  4. Komponen upah,
  5. Waktu pemberian upah,
  6. Administrasi upah,
  7. Tunjangan jabatan,
  8. Tunjangan keluarga,
  9. Tunjangan keahlian,
  10. Tunjangan keahlian,
  11. Tunjangan perumahan,
  12. Tunjangan tempat kerja yang membahayakan keselamatan,
  13. Uang makan,
  14. Uang transport,
  15. Premi hadir,
  16. Premi shift,
  17. Premi produksi/bonus,
  18. Premi perjalanan dinas,
  19. \Tunjangan hari raya,
  20. Jasa produksi/bonus,
  21. Tunjangan masa kerja,
  22. Upah minimum,
  23. Skala upah,
  24. Penyesuaian upah,
  25. Kenaikan upah atas dasar premi,
  26. Kenaikan upah alasannya yaitu promosi, dan
  27. Pajak penghasilan.
  • Pengobatan dan perawatan
  1. Poliklinik perusahaan,
  2. Pengobatan diluar poliklinik,
  3. Perawatan dirumah sakit,
  4. Biaya bersalin,
  5. Pembelian beling mata,
  6. Pengobatan pada dokter spesialis,
  7. Keluarga berencana,
  8. Konsultasi psikologis & tes talenta anak.
  • Jaminan sosial
  1. Jaminan kecelakaan kerja,
  2. Jaminan kematian,
  3. Jaminan hari tuaDana pensiun
  • Kesejahteraan
  • Tata tertib kerja
  1. Kewajiban dasar pekerja,
  2. Larangan – larangan,
  3. Pelanggaran yang sanggup menyebabkan pemutusan korelasi kerja (PHK),
  4. Sanksi atas pelanggaran tata tertib kerja.
  • Pemutusan korelasi kerja
  • Penyelesaian keluh kesah pekerja : Tata cara penyelesaian keluh kesah.
  • Pelaksanaan dan penutup
  • Tanda tangan para pihak.
Syarat – syarat berlakunya antara lain :
  1. Satu perusahaan hanya sanggup dibentuk satu Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh diperusahaan yang bersangkuan;
  2. Apabila perusahan mempunyai cabang, maka dibentuk Perjanjian Kerja Bersama (PKB) induk yang berlaku disemua cabang perusahaan serta sanggup dibentuk PKB turunan yang berlaku di masing – masing cabang perusahaan;
  3. PKB induk memuat ketentuan – ketentuan yang berlaku umum di seluruh cabang perusahaan sedang PKB turunan yang dibentuk cabang memuat pelaksanaan PKB induk yang diubahsuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing – masing;
  4. Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup dan masing – masing mempunyai tubuh aturan sendiri, maka PKB dibentuk dan dirundingkan oleh masing – masing perusahaan.
Setelah ditandatangani oleh para pihak maka dilakukan Pendaftaran dengan dilampiri naskah perjanjian kerja bersama yang dibentuk rangkap tiga bermaterai cukup yang telah ditandatangani oleh pengusaha dan serikat pekerja/buruh. Setelah mendapatkan surat keputusan registrasi perjanjian kerja bersama , maka pengusaha dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dan memberitahukan pada seluruh pekerja/buruh ihwal isi perjanjian tersebut atau kalau ada beserta perubahannya.

Dalam Pasal 123 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan  menyatakan masa berlaku PKB paling usang 2 (dua) tahun dan sanggup diperpanjang paling usang 1 (satu) tahun menurut kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja. Perundingan pembuatan PKB berikutnya sanggup dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya PKB yang sedang berlaku. Apabila negosiasi tidak mencapai kesepakatan, maka PKB yang sedang berlaku, akan tetap berlaku untuk paling usang 1 (satu) tahun ke depan.

Dasar Hukum :

  1. Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
  2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.16/MEN/XI/2011 Tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama,
  3. Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh,
  4. Kep.48/MEN/IV/2004, Tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama,

Referensi :

  1. Asyhadie Zaeni, SH.,M.Hum.2008.Hukum Kerja. Jakarta. Raja Grafindo Persada,
  2. Lalu,S.H,M.Hum.2008.Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.Jakarta.
  3. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=himpunan-peraturan-ketenagakerjaan
  4. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=himpunan-peraturan-ketenagakerjaan
  5. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=himpunan-peraturan-ketenagakerjaan
  6. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=himpunan-peraturan-ketenagakerjaan

Ilmu Pengetahuan Hukuman Aturan Bagi Pengusaha Yang Menurunkan Besar Thr

Hukum Dan Undang Undang  Mengenai besaran Tunjangan Hari Raya (“THR”), intinya pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan atau lebih secara terus menerus berhak atas THR sebesarsatu bulan upah/gaji, sedangkan bagi yang telah bekerja lebih dari 1 (satu) bulan namun kurang dari 12 bulan, besarnya proporsional sesuai masa kerja.

Jika pembayaran THR lebih kecil dari 1 (satu) bulan honor yang Anda, sedangkan masa kerja Anda sudah 12 bulan secara terus menerus atau lebih, maka perusahaan kawasan Anda bekerja sudah menyalahi aturan pembayaran THR untuk karyawan.

 intinya pekerja yang telah bekerja selama  Ilmu Pengetahuan Sanksi Hukum Bagi Pengusaha yang Menurunkan Besar THR
Ilustrasi THR

Jika Anda merasa penurunan THR yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut melanggar hak Anda sebagai pekerja, maka ini berarti telah terjadi perselisihan hak antara Anda dengan pengusaha.

Apabila terjadi perselisihan mengenai hal ini dan penyelesaian secara kekeluargaan antara Anda dan pengusaha tidak berhasil dilakukan, cara yang sanggup ditempuh ialah melalui mediasi hubungan industrial, yaitu melalui musyawarah antara pekerja dan pengusaha yang ditengahi oleh seorang atau lebih perantara yang netral. Apabila mediasi tetap tidak menghasilkan kesepakatan, maka salah satu pihak sanggup mengajukan perselisihan ini kepada Pengadilan Hubungan Industrial.


Penjelasan lebih lanjut sanggup Anda simak dalam ulasan di bawah ini.


Ulasan:

Tunjangan Hari Raya
Pengaturan mengenai pekerja secara umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 perihal Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Namun, menjawab pertanyaan Anda, ketentuan mengenai Tunjangan Hari Raya Keagamaan (“THR”) tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan, melainkan secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 perihal Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (“Permenaker 6/2016”).

THR ialah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan. THR ini wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.

Karyawan yang Berhak Mendapatkan THR dan Besaran THR
Pengusaha wajib memperlihatkan THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh yang telah memiliki masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih.

Cara menghitung besaran THR yaitu:
a.    Pekerja/buruh yang telah memiliki masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah;
b.    Pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan:

masa kerja x 1 (satu) bulan upah
12

Itu artinya pertolongan THR patokan perhitungannya berdasarkan satu bulan upah/gaji.

Upah 1 (satu) bulan yang dimaksud itu terdiri atas komponen upah:
a.    upah tanpa tunjangan yang merupakan upah higienis (clean wages); atau
b.    upah pokok termasuk tunjangan tetap.

Sanksi Bagi Pengusaha yang Tidak Membayar THR Sesuai dengan Ketentuan
Yang diatur dalam Permenaker 6/2016 ialah ketentuan hukuman dalam hal pengusaha tidak membayar THR 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun dan kalau pembayaran THR tersebut tidak sesuai ketentuan Permenaker 6/2016.

Hal ini sanggup dilihat dalam Pasal 11 ayat (1) Permenaker 6/2016 sebagai berikut:

Pengusaha yang tidak membayar THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikenai hukuman administratif.

Kemudian isi dari Pasal 5 Permenaker 6/2016 yang dirujuk Pasal 11 Permenaker 6/2016 ialah sebagai berikut:

Pasal 5 Permenaker 6/2016
(1)  THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sesuai dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing Pekerja/Buruh.
(2)  Dalam hal Hari Raya Keagamaan yang sama terjadi lebih dari 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, THR Keagamaan diberikan sesuai dengan pelaksanaan Hari Raya Keagamaan.
(3)  THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan sesuai dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing Pekerja/Buruh, kecuali ditentukan lain sesuai dengan kesepakatan Pengusaha dan Pekerja/Buruh yang dituangkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(4)  THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dibayarkan oleh Pengusaha paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan.

Pasal 2 ayat (1) Permenaker 6/2016
Pengusaha wajib memperlihatkan THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh yang telah memiliki masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih.

THR yang dimaksud ialah THR yang diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah atau proporsional bagi yang bekerja kurang dari 12 bulan.

Itu artinya ketentuan pembayaran THR harus dibayarkan ialah sebesar 1 (satu) bulan honor atau proporsional bagi yang bekerja kurang dari 12 bulan. Jika pembayaran THR lebih kecil dari 1 (satu) bulan honor Anda, sedangkan masa kerja Anda sudah 12 bulan secara terus menerus atau lebih, maka perusahaan kawasan Anda bekerja sudah menyalahi aturan pembayaran THR untuk karyawan.

Pengusaha yang tidak membayar THR sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dikenai hukuman administratif, berupa:
a.    teguran tertulis;
b.    pembatasan acara usaha;
c.    penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; dan
d.    pembekuan acara usaha.

Perselisihan Hak dan Langkah yang Dapat Dilakukan Pekerja
Jika Anda merasa penurunan THR yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut melanggar hak Anda sebagai pekerja, maka ini berarti telah terjadi perselisihan hak antara Anda dengan pengusaha.

Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

THR merupakan hak Anda sebagai pekerja. Langkah yang sanggup Anda tempuh kalau terjadi perselisihan hak ialah sebagai berikut:
1.    Mengadakan negosiasi bipartit (antara pekerja dan pengusaha) secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
2.    Apabila dalam waktu 30 hari sehabis negosiasi dimulai tidak tercapai kesepakatan, upaya selanjutnya ialah negosiasi tripartit, yaitu dengan melibatkan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi setempat. Pada tahap ini, Anda perlu mengajukan bukti-bukti bahwa negosiasi bipartit telah dilaksanakan, namun gagal mencapai kesepakatan.
Tripartit dalam perselisihan hak sanggup dilakukan dengan mediasi hubungan industrial. Mediasi Hubungan Industrial ialah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih perantara yang netral.
3.    Apabila negosiasi tripartit tetap tidak menghasilkan kesepakatan, maka salah satu pihak sanggup mengajukan perselisihan ini kepada Pengadilan Hubungan Industrial.

Baca :

Dasar hukum:
1.    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 perihal Ketenagakerjaan;
2.    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 perihal Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
3.    Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 perihal Pengupahan;
4.    Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 perihal Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
[1] Pasal 1 angka 1 Permenaker 6/2016
[2] Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 perihal Pengupahan (“PP Pengupahan”) dan Pasal 5 ayat (4) Permenaker 6/2016
[3] Pasal 2 ayat (1) Permenaker 6/2016
[4] Pasal 3 ayat (1) Permenaker 6/2016
[5] Pasal 3 ayat (2) Permenaker 6/2016
[6] Pasal 11 ayat (1) Permenaker 6/2016
[7] Pasal 59 ayat (2) jo. Pasal 59 ayat (1) abjad a PP Pengupahan
[8] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 perihal Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”)
[9] Pasal 3 ayat (1) UU PPHI
[10] Pasal 3 ayat (3) dan Pasal 4 ayat (1) UU PPHI
[11] Pasal 1 angka 11 UU PPHI
[12] Pasal 5 UU PPHI

Ilmu Pengetahuan Polisi Temukan Bukti Uang Hasil Rampok Brigadir Jumadi Rp5,2 Miliar

Hukum Dan Undang Undang  (Kalimantan Selatan) Polda Kalimantan Selatan berhasil menemukan barang bukti uang senilai Rp5,2 miliar milik PT Bank Mandiri yang dirampok anggota polisi Polres Tabalong, Brigadir Jumadi, dan rekannya seorang warga sipil berjulukan Yongki.

"Pada Jumat (5/1/2018) malam telah ditemukan lagi barang bukti uang sejumlah Rp5,2 miliar," kata Kabidhumas Polda Kalsel AKBP M Rifai dalam pesan singkat, Sabtu (6/1/2018) dini hari.

 Polda Kalimantan Selatan berhasil menemukan barang bukti uang senilai Rp Ilmu Pengetahuan Polisi Temukan Bukti Uang Hasil Rampok Brigadir Jumadi Rp5,2 Miliar
Ilustrasi perampokan. Getty Images/iStockphoto.

Menurut Rifai, uang tersebut ditemukan di rumah milik AP yang terletak di Astambul, Martapura, Kalsel. AP diketahui merupakan sahabat Yongki.

Dengan inovasi barang bukti tersebut maka total uang hasil curian yang berhasil disita yaitu Rp9,6 miliar.

"Jadi masih ada sekitar Rp400 juta yang belum ditemukan," katanya.

Brigadir Jumadi, anggota Polres Tabalong, Kalimantan Selatan dan temannya, Yongki ditangkap polisi alasannya yaitu terlibat kasus pencurian dengan kekerasan terhadap Atika, karyawan Bank Mandiri, dan Gugum, supir Bank Mandiri, serta melarikan uang bank senilai Rp10 miliar.

Kasus ini bermula dikala Brigadir Jumadi menerima kiprah mengawal pengambilan uang di Kantor Bank Mandiri Cabang Banjarmasin pada Kamis (4/1/2018).

Usai Atika dan Gugum mengambil uang Rp10 miliar dari bank, di perjalanan, tersangka Yongki ikut menumpang kendaraan beroda empat mereka.

Lalu Jumadi dan Yongki menodong kedua korban memakai senjata api. Tangan kedua korban diborgol dan mulutnya dilakban.


Baca :


Kedua korban karenanya ditinggalkan di Tol Trikora.

"Korban lapor ke Kepala Bank Mandiri, Kepala Bank lapor ke polisi," katanya menyerupai dilansir dari Antara.

Polisi karenanya menangkap Jumadi pada Jumat (5/1/2018) pagi di rumah kerabatnya yang beralamat di Landasan Ulin, Banjar Baru, Tabalong.

Sementara secara terpisah, tersangka Yongki ditangkap di rumahnya di Tabalong.

Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 365 Ayat 1 dan Ayat 2 kitab undang-undang hukum pidana dengan bahaya pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun penjara. (***)

Ilmu Pengetahuan Polri Diminta Transparan Usut Brimob Penembak Kader Gerindra

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Kepolisian Repubik Indonesia (Polri) diminta untuk mengungkap kasus penembakan yang menewaskan kader Partai Gerindra, Fernando Wowor di Jalan Sukasari 3, Bogor.

Meski ada dugaan bahwa anggota Brimob Polisi Republik Indonesia Briptu AR yang menjadi pelaku penembakan tersebut, bab Profesi dan Pengamanan Polisi Republik Indonesia diharap dapat mengungkap kasus tersebut, bahkan dapat dipercaya anggota Brimob itu.

 diminta untuk mengungkap kasus penembakan yang menewaskan kader Partai Gerindra Ilmu Pengetahuan Polisi Republik Indonesia Diminta Transparan Usut Brimob Penembak Kader Gerindra
Ilustrasi. Kepemilikan senjata api. Foto/iStock

Hal ini ditegaskan oleh Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane dalam keterangan tertulisnya. Propam perlu menilik standar operasional mekanisme di Polisi Republik Indonesia dikala anggota membawa senjata secara bebas.

Kasus ini patut ditelisik alasannya insiden tersebut terjadi di parkiran daerah hiburan malam Lipss Club Bogor pada dini hari, sekitar pukul 02.00 WIB.

“Kenapa membiarkan yang bersangkutan bebas membawa-bawa senjata api di tengah malam, meski tidak sedang bertugas?” sangsinya.

Penilaian ini didasarkan Neta pada keterangan yang selama ini beredar dari pihak media dan kepolisian bahwa Briptu AR sedang mengendarai motor BMW dan bersama seorang perempuan malam itu.

Wanita yang belum diketahui dengan niscaya identitasnya ini juga yang mengadukan tindak penganiayaan terhadap Briptu AR dan dirinya oleh rekan-rekan Fernando ke abdnegara setempat.

“Apa ada Brimob sedang bertugas mengendarai moge [motor gede] glamor BMW dan jalan dengan seorang wanita?” katanya pada Tirto, Selasa (23/1/2018).

Ia melanjutkan bahwa pengawasan terhadap sikap dan sikap Polisi Republik Indonesia ini harus dilakukan lebih tegas. Pengawasan ini dapat bermanfaat semoga jajaran kepolisian tidak angkuh dan semena-mena, serta tidak bergaya menyerupai koboi dengan senjata apinya.

Neta menegaskan bahwa tidak sepatutnya polisi menembakkan senjata sembarangan alasannya “sesungguhnya senjata api itu dibeli dengan uang rakyat,” tegasnya.

“Jika jajaran kepolisian tidak serius menangani kasus ini, dikhawatirkan agresi koboi-koboian jajaran bawah Polisi Republik Indonesia akan terus berulang,” tegasnya lagi.

Selanjutnya, Neta juga menuntut Polisi Republik Indonesia untuk mengungkap identitas Briptu AR secara utuh. Hingga dikala ini, informasi yang beredar hanya menyampaikan Briptu AR pernah menjadi asisten dari mantan Kepala Korps Brimob yang kini berniat menjadi calon gubernur Maluku ialah Irjen Pol Murad Ismail. Identitas lebih lanjut belum diketahui.

“Siapa pemilik moge B 4559 BKD yang dikendarai pelaku? Apakah seorang anggota Brimob berpangkat Briptu memang masuk akal mempunyai motor glamor tersebut? Apakah gajinya dari Brimob memang cukup untuk membeli motor glamor tersebut?” jelasnya.

Sementara itu, Kadiv Humas Mabes Polisi Republik Indonesia Irjen Pol Setyo Wasisto tidak mau menunjukkan evaluasi awal terkait siapa yang salah dalam penembakan tersebut. Menurutnya, kronologis kasus yang bahwasanya terjadi masih belum diketahui. Tentang kepergiannya bersama seorang perempuan yang diduga merupakan calon istrinya pun masih belum jelas.

“Ini masih simpang siru. Ada yang bilang begitu [naik motor dengan calon istri]. Ada yang menyampaikan calon istrinya naik kendaraan beroda empat sendiri. Dia bonceng sama adiknya,” kata Setyo, Senin (21/1/2018).

Baca :

Neta juga tidak mau mengambarkan hal substansial yang masuk dalam ranah penyidikan, ialah soal keberadaan Briptu AR yang dikabarkan sedang keluar dari parkiran Lipss Club Bogor. Ia hanya memberitahu bahwa ada SOP yang mengatur pembawaan dan penggunaan senjata, dapat saja memang senjata itu dilekatkan untuk tugas.

“Kita lihat konteksnya dulu, jikalau beliau bawa senjata dalam rangka apa? Kalau senjata dilekatkan kepada yang bersangkutan, dapat saja,” kata beliau dikala dikutip dari Tirto.

Ketika ditanya bahwa Briptu AR sedang tidak mengenakan seragam dan menggunakan motor glamor dalam bertugas, Setyo menandaskan bahwa hal itu dapat dilakukan.

“Tergantung penugasan [pokoknya]. Kalau saya pakaian preman, kiprah bukan,” jelasnya. (***)