Showing posts with label Buruh. Show all posts
Showing posts with label Buruh. Show all posts

Ilmu Pengetahuan Kepmen Nomor. 232 Tahun 2003

KEPMEN NOMOR. 232 TAHUN 2003

Januari 26, 2015 by Sugi Arto

----------------------------------
Sugi Arto Newsletter

----------------------------------


KEPUTUSAN
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : KEP. 232/MEN/2003
TENTANG
AKIBAT HUKUM MOGOK KERJA YANG TIDAK SAH
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a.        Bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 142 ayat (2) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 perihal Ketenagakerjaan perlu diatur akhir aturan mogok kerja yang tidak sah;
b.        Bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri;

Mengingat :
1.    Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 perihal Pernyataan Berlakunya Undang-undang  Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);
2.  Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 perihal Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
3.      Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 perihal Pembentukan Kabinet Gotong Royong;

Memperhatikan :
1.     Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 31 Agustus 2003;
2.      Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 25 September 2003;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
                         REPUBLIK INDONESIA  TENTANG AKIBAT HUKUM MOGOK   
                        KERJA YANG TIDAK SAH.

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Ilmu Pengetahuan KEPMEN NOMOR. 232 TAHUN 2003

Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1.    Mogok kerja yaitu tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara gotong royong dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan.
2.      Pekerja/buruh yaitu setiap orang yang bekerja dengan mendapatkan upah atau imbalan dalam bentuk lain.
3.        Pengusaha adalah:
a.  orang perseorangan, persekutuan, atau tubuh aturan yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b.    orang perseorangan, persekutuan, atau tubuh aturan yang secara bangun sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c.   orang perseorangan, persekutuan, atau tubuh aturan yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam aksara a dan b yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia.
4.        Perusahaan yaitu :
a.     setiap bentuk perjuangan yang berbadan aturan atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik tubuh hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b.   usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang memiliki pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pasal 2
Mogok kerja merupakan hak dasar pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang dilakukan secara sah, tertib dan hening sebagai akhir gagalnya perundingan.

Pasal 3
Mogok kerja tidak sah apabila dilakukan :
a.         bukan akhir gagalnya perundingan; dan/atau
b.      tanpa pemberitahuan kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan ; dan/atau
c.    dengan pemberitahuan kurang dari 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan mogok kerja; dan/atau
d.      isi pemberitahuan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 140 ayat (2) aksara a, b, c, dan d Undang-undang Nomor 13 Tahun2003 perihal Ketenagakerjaan.

Pasal 4
Gagalnya negosiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 aksara a yaitu tidak tercapainya komitmen penyelesaian perselisihan relasi industrial yang sanggup disebabkan karena pengusaha tidak mau melaksanakan negosiasi walaupun serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh telah meminta secara tertulis kepada pengusaha 2 (dua) kali dalam batas waktu tenggang 14 (empat belas) hari kerja atau perundingan-perundingan yang dilakukan mengalami jalan buntu yang dinyatakan oleh para pihak dalam risalah perundingan.

Pasal 5
Mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, yang dilakukan oleh pekerja/buruh yang sedang bertugas dikualifikasikan sebagai mogok kerja yang tidak sah.

Pasal 6
  1. Mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikualifikasikan sebagai mangkir.
  2. Pemanggilan untuk kembali bekerja bagi pelaku mogok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pengusaha 2 kali berturut-turut dalam batas waktu tenggang 7 (tujuh) hari dalam bentuk pemanggilan secara patut dan tertulis.
  3. Pekerja/buruh yang tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka dianggap mengundurkan diri.


Pasal 7
  1. Mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikualifikasikan sebagai mangkir.
  2. Dalam hal mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menjadikan hilangnya nyawa insan yang bekerjasama dengan pekerjaannya dikualifikasikan sebagai kesalahan berat.


Pasal 8
Keputusan Menteri ini berlaku semenjak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Oktober 2003

MENTERI

TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

JACOB NUWA WEA

Ilmu Pengetahuan Syarat Sahnya Mogok Kerja

Syarat Sahnya Mogok Kerja

Januari 26, 2015 by Sugi Arto

----------------------------------
Sugi Arto Newsletter

----------------------------------

Pengaturan mengenai mogok kerja diatur dalam Pasal 137 s/d 145 UUNo. 13 tahun 2003 wacana Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut “UU Ketenagakerjaan”) dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEP.232/MEN/2003 wacana Akibat Hukum MogokKerja Tidak Sah (selanjutnya disebut “Kepmen No. 232”).

Yang dimaksud mogok kerja berdasarkan Undang-Undang No. 13 tentang Ketenagakerjaan yang dimuat dalam pasal 1 angka 23 sebagai berikut : “Mogok kerja ialah tindakan pekerja yang direncanakan dan dilaksanakan secara tolong-menolong dan/atau oleh serikat pekerja untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan”.
  wacana Akibat Hukum MogokKerja Tidak Sah Ilmu Pengetahuan Syarat Sahnya Mogok Kerja

Mogok kerja merupakan hak dasar pekerja/serikat pekerja, namun begitu untuk melaksanakan mogok kerja ada persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :

a.    Syarat formil :

  • Pemberitahuan ditujukan kepada Perusahaan dan Disnaker dengan substansinya yang mencakup : jadwal, jangka waktu, tempat, latar belakang (alasan) melaksanakan mogok kerja dan ditandatangani oleh serikat pekerja/perwakilan/perwakilan pekerja yang akan melaksanakan mogok kerja/yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan mogok kerja.
  • Surat pemberitahuan tersebut dikirimkan dalam batas waktu tenggang 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilakukan.

b.    Syarat materiil :

Permasalahan yang menjadi dasar dilakukannya mogok kerja, yaitu tuntutan hak normatif.Berdasarkan syarat formil dan syarat materiil di atas, saya uraikan hal-hal apa saja yang menimbulkan mogok kerja menjadi tidak sah berdasarkan UU Ketenagakerjaan dan Kepmen No. 232, sebagai berikut :

1.        Jadwal 

Dalam surat pemberitahuan mogok kerja, harus dicantumkan secara terperinci hari, tanggal dan jam dimulai dan diakhirinya mogok kerja.  Perlu diperhatikan dalam hal tanggal dilakukannya mogok kerja akan habis, maka wajib bagi pekerja/serikat pekerja untuk mengajukan surat pemberitahuan lanjutan mogok kerja dengan batas waktu tenggang yang patut, yaitu selambat-lambatnya 3 hari kerja sebelum tanggal mogok kerja habis.

Yang menimbulkan mogok kerja tidak sah apabila : dalam surat pemberitahuan mogok kerja tidak dicantumkan jadwal mogok kerja.

2.        Tempat

Maksud dicantumkannya daerah mogok ialah meskipun mogok kerja merupakan hak dasar pekerja, tetapi dihentikan dilakukan secara brutal sehingga harus dikoordinir dan diketahui di mana daerah dan waktunya. Filosofi mogok kerja harus dilaksanakan di daerah tertentu yakni sejarahnya dahulu mogok kerja itu dianggap sebagai wanprestasi, di mana bergotong-royong pekerja bukannya tidak mau bekerja tetapi mereka ingin memberikan suatu tuntutan dan tentunya untuk memberikan tuntutan itu harus bertemu dahulu sehingga harus diketahui juga di mana mogok dilakukan. Berdasarkan filosofi tersebut, maka daerah yang ideal untuk memberikan mogok kerja ialah di daerah di mana pekerja bekerja (di daerah Perusahaan).

Yang menimbulkan mogok kerja tidak sah apabila : mogok kerja yang tidak dilakukan di daerah sebagaimana surat pemberitahuan.

3.        Alasan

Alasan mogok kerja harus didasari jawaban gagalnya negosiasi (deadlock), yaitu tidak tercapainya kesepakatan antara pekerja/serikat pekerja dengan Perusahaan lantaran Perusahaan tidak mau melaksanakan negosiasi meskipun pekerja/serikat pekerja telah meminta secara tertulis sebanyak 2 kali dalam batas waktu tenggang 14 hari kerja. Perlu diperhatikan bahwa alasan mogok kerja dalam surat pemberitahuan mogok kerja harus sudah pernah diperundingkan terlebih dahulu, dihentikan mencantumkan alasan yang belum pernah diperundingkan.

Deadlock itu harus disepakati antara pihak perusahaan dan pekerja/serikat pekerja, deadlock tidak sanggup diputuskan secara sepihak. Untuk itulah penting sekali mengacu hal yang sudah deadlock atau belum dengan melihat risalah bipartit. Penting juga diwaspadai dalam hal ada alasan yang sudah dinyatakan deadlock dalam suatu risalah (misal risalah tersebut tertgl. 20 Januari 2012) namun lalu alasan yang sudah deadlock ternyata oleh para pihak diperundingkan lagi pada tgl. 5 Februari 2012, maka hal ini tidak sanggup dikatakan deadlock. Terkait gagalnya negosiasi sebagai alasan untuk mogok kerja hanya sebatas di tingkat negosiasi bipartit saja dan tidak perlu hingga mediasi di Disnaker.

Yang menimbulkan mogok kerja tidak sah apabila : salah satu alasan mogok kerja tidak pernah dirundingkan terlebih dahulu dan tidak terjadi deadlock, maka mogok kerja tidak sah. Manakala dalam suatu negosiasi salah satu pihak yakni pengusaha menyatakan bahwa belum tercapai titik temu tapi masih akan dibicarakan lebih lanjut lagi, dalam hal ini tidak sanggup dikatakan deadlock karena masih ada kemungkinan untuk diadakan perundingan. Jadi deadlockitu berarti kalau sudah tidak ada negosiasi sama sekali.

4.        Tenggang waktu

Surat pemberitahuan mogok kerja harus disampaikan secara tertulis kepada pengusaha dan Disnaker sekurang-kurangnya 7 hari kerja sebelum mogok kerja dilakukan.

Yang menimbulkan mogok kerja tidak sah apabila : pemberitahuan mogok kerja disampaikan kurang dari 7 hari kerja. Selain itu, pekerja/serikat pekerja dihentikan menyiapkan jauh-jauh hari sebelumnya untuk melaksanakan mogok kerja sebelum dimulai negosiasi lantaran kalau demikian berarti pekerja/serikat pekerja sudah menyiasati bahwa tidak peduli ada atau tidak negosiasi tetap akan melaksanakan mogok kerja. Pada dasarnya dilakukan mogok kerja itu bukan kesana arahnya, melainkan terlebih harus ada sesuatu yg deadlock, sehingga kalau sudah disiapkan jauh-jauh hari sebelum ada negosiasi maka sanggup dikatakan esensi mogok kerja terlanggar.

5.        Hak normatif 

Yang dimaksud dengan hak normatif ialah hak-hak pekerja yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja Bersama (selanjutnya disebut “PKB”) ataupun Peraturan Perusahaan (selanjutnya disebut “PP”), sebagai pola ialah cuti kerja dan jam kerja. Jika tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan, PKB maupun PP, maka bukan merupakan hak normatif.

Yang menimbulkan mogok kerja tidak sah apabila : mogok kerja dilakukan untuk menuntut hak yang tidak normatif.

Perlu di ketahui bahwa mogok kerja bergotong-royong ialah hak dasar dari pekerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan tenang sebagai jawaban gagalnya perundingan, sebagaimana diuraikan dalam Pasal 137 Undang-UndangNo. 13 Tahun 2003 wacana Ketenagakerjaan. Sebagai suatu hak dasar, ada ketentuan-ketentuan yang harus ditaati dalam melaksanakan mogok kerja. Hal-hal yang harus dipenuhi dalam melaksanakan mogok kerja sanggup dilihat dalam Pasal 139 dan Pasal 140 UU Ketenagakerjaan

Pasal 139 UU Ketenagakerjaan:
Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa insan diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain.

Pasal 140 UU Ketenagakerjaan:
1.   Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
2.     Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a.    waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
b.    tempat mogok kerja;
c.    alasan dan sebab-sebab mengapa harus melaksanakan mogok kerja; dan
d.   tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.
3.       Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.
4.   Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka demi menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha sanggup mengambil tindakan sementara dengan cara:
a.    melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi acara proses produksi; atau
b.  bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.

Syarat administratif yang harus dipenuhi biar mogok kerja dikatakan sah ialah :
1. Pekerja atau Serikat Pekerja wajib memberitahukan secara tertulis kepada perusahaan/pengusaha dan Disnaker, 7 hari kerja sebelum mogok kerja dijalankan.
2.        Dalam surat pemberitahuan tersebut, harus memuat :
§   Waktu (hari, tanggal dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja,
§   Tempat mogok kerja,
§   Alasan dan alasannya mengapa harus melaksanakan mogok kerja,
§   Tanda tangan ketua dan sekretaris serikat pekerja sebagai penanggung jawab mogok kerja. Apabila mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja yang tidak menjadi anggota serikat pekerja, maka pemberitahuan ditandatangani oleh perwakilan pekerja yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.
3.    Bagi pelaksanaan mogok kerja yang berlaku di perusahaan yang melayani kepentingan umum atau perusahaan yang jenis kegiatannya berafiliasi dengan keselamatan jiwa manusia, pelaksanaan mogok kerja harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan membahayakan keselamatan masyarakat.
4.  Instansi pemerintahan dan pihak perusahaan yang mendapatkan surat pemberitahuan mogok kerja wajib menawarkan tanda terima
5.     Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan  wajib menuntaskan duduk kasus yang menimbulkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukan dan merundingkanya dengan para pihak yang berselisih
6.  Jika negosiasi tersebut menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuatkan perjanjian bersama yang ditanda-tangani oleh para pihak dan pegawai yang bertanggung jawab dibidang ketenaga kerjaan sebagai saksi.
7.    Dan kalau dalam negosiasi tersebut tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dan instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenaga kerjaan harus menyerahkan duduk kasus yang menimbulkan terjadinya mogok kerja kepada forum penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang.

Pasal 139 Undang Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pelaksanaan Mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa insan diatur sedemikian rupa sehingga tidak menganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain.

Pasal 5 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. KEP-232/MEN/2003 Tahun 2003 wacana Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah (“Kepmenaker 232/2003”), bahwa : Mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, yang dilakukan oleh pekerja/buruh yang sedang bertugas dikualifikasikan sebagai mogok tidak sah.

Pekerja yang melaksanakan mogok secara sah tetap berhak menerima upah. Lain halnya dengan pekerja yang melaksanakan mogok secara tidak sah, mereka tidak berhak menerima upah.

Jika pengusaha melanggar Pasal 144 UU Ketenagakerjaan, pengusaha sanggup dikenakan hukuman pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling usang 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp100 juta (Pasal 187 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).

Sumber :


Ilmu Pengetahuan Akhir Aturan Mogok Kerja Yang Tidak Sah



 yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama Ilmu Pengetahuan Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah

Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah

Januari 26, 2015 by Sugi Arto

----------------------------------
Sugi Arto Newsletter

----------------------------------

Yang dimaksud mogok kerja berdasarkan Undang-Undang No. 13 tentang Ketenagakerjaan yang dimuat dalam pasal 1 angka 23 sebagai berikut : “Mogok kerja ialah tindakan pekerja yang direncanakan dan dilaksanakan secara gotong royong dan/atau oleh serikat pekerja untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan”.

Arti definisi diatas ialah Sebuah tindakan sanggup disebut sebagai mogok kerja apabila dilakukan oleh pekerja. Mogok kerja tidak sanggup dilakukan oleh ibu rumah tangga atau mahasiswa, hanya sanggup dilakukan oleh pekerja. Mogok kerja harus direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama, dilakukan oleh lebih dari 1 pekerja. Tujuan mogok kerja ialah untuk memaksa perusahaan/majikan mendengarkan dan  mendapatkan tuntutan pekerja dan/atau serikat pekerja, caranya ialah dengan  menciptakan perusahaan mencicipi akhir dari proses produksi yang terhenti atau melambat.

Mogok kerja ialah merupakan hak dasar dari pekerja/serikat pekerja pada setiap perusahaan. Sebagai suatu hak dasar, ada ketentuan-ketentuan yang harus ditaati dalam melaksanakan mogok kerja. Hal-hal yang harus dipenuhi dalam melaksanakan mogok kerja sanggup dilihat dalam Pasal 139 dan Pasal 140 Undang Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Berdasarkan Pasal 142 Undang Undang No. 13 Tahun 2003TentangKetenagakerjaan, jikalau mogok kerja yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 139 dan Pasal 140 UU Ketenagakerjaan, maka mogok kerja tersebut tidak sah. Selain itu, Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerjadan Transmigrasi Republik Indonesia No. KEP-232/MEN/2003 Tahun 2003 tentangAkibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah juga menjelaskan mengenai mogok kerja ibarat apa yang dikatakan tidak sah. Berdasarkan Pasal 3 Kepmenaker 232/2003, mogok kerja tidak sah apabila dilakukan:

  1. bukan akhir gagalnya perundingan; dan/atau
  2. tanpa pemberitahuan kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan/atau
  3. dengan pemberitahuan kurang dari 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan mogok kerja; dan/atau
  4. isi pemberitahuan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 140 ayat (2) karakter a, b, c, dan d UU Ketenagakerjaan.

Akibat dari mogok kerja yang tidak sah diatur dalam Pasal 6 dan 7 Kepmenaker 232/2003, yaitu bahwa pekerja dikualifikasikan sebagai mangkir. Atas hal ini, pengusaha melaksanakan pemanggilan kepada pekerja yang melaksanakan mogok kerja untuk kembali bekerja. Pemanggilan tersebut dilakukan oleh pengusaha 2 (dua) kali berturut-turut dalam batas waktu tenggang 7 (tujuh) hari dalam bentuk pemanggilan secara patut dan tertulis. Jika pekerja/buruh tidak memenuhi panggilan tersebut, maka dianggap mengundurkan diri.

Apabila mogok kerja dilakukan secara tidak sah pada perusahan yang melayani kepentingan umum atau perusahaan yang jenis kegiatannya bekerjasama dengan keselamatan jiwa insan dan menjadikan hilangnya nyawa insan yang bekerjasama dengan pekerjaannya dikualifikasikan sebagai kesalahan berat.

Pekerja yang melaksanakan mogok secara sah tetap berhak menerima upah. Lain halnya dengan pekerja yang melaksanakan mogok secara tidak sah, mereka tidak berhak menerima upah.

Sumber :