Ilmu Pengetahuan Hukuman Aturan Bagi Pengusaha Yang Menurunkan Besar Thr
Hukum Dan Undang Undang Mengenai besaran Tunjangan Hari Raya (“THR”), intinya pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan atau lebih secara terus menerus berhak atas THR sebesarsatu bulan upah/gaji, sedangkan bagi yang telah bekerja lebih dari 1 (satu) bulan namun kurang dari 12 bulan, besarnya proporsional sesuai masa kerja.
Jika pembayaran THR lebih kecil dari 1 (satu) bulan honor yang Anda, sedangkan masa kerja Anda sudah 12 bulan secara terus menerus atau lebih, maka perusahaan kawasan Anda bekerja sudah menyalahi aturan pembayaran THR untuk karyawan.
Ilustrasi THR |
Jika Anda merasa penurunan THR yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut melanggar hak Anda sebagai pekerja, maka ini berarti telah terjadi perselisihan hak antara Anda dengan pengusaha.
Apabila terjadi perselisihan mengenai hal ini dan penyelesaian secara kekeluargaan antara Anda dan pengusaha tidak berhasil dilakukan, cara yang sanggup ditempuh ialah melalui mediasi hubungan industrial, yaitu melalui musyawarah antara pekerja dan pengusaha yang ditengahi oleh seorang atau lebih perantara yang netral. Apabila mediasi tetap tidak menghasilkan kesepakatan, maka salah satu pihak sanggup mengajukan perselisihan ini kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
Penjelasan lebih lanjut sanggup Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Ulasan:
Tunjangan Hari Raya
Pengaturan mengenai pekerja secara umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 perihal Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Namun, menjawab pertanyaan Anda, ketentuan mengenai Tunjangan Hari Raya Keagamaan (“THR”) tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan, melainkan secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 perihal Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (“Permenaker 6/2016”).
THR ialah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan. THR ini wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.
Karyawan yang Berhak Mendapatkan THR dan Besaran THR
Pengusaha wajib memperlihatkan THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh yang telah memiliki masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih.
Cara menghitung besaran THR yaitu:
a. Pekerja/buruh yang telah memiliki masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah;
b. Pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan:
masa kerja x 1 (satu) bulan upah
12
Itu artinya pertolongan THR patokan perhitungannya berdasarkan satu bulan upah/gaji.
Upah 1 (satu) bulan yang dimaksud itu terdiri atas komponen upah:
a. upah tanpa tunjangan yang merupakan upah higienis (clean wages); atau
b. upah pokok termasuk tunjangan tetap.
Sanksi Bagi Pengusaha yang Tidak Membayar THR Sesuai dengan Ketentuan
Yang diatur dalam Permenaker 6/2016 ialah ketentuan hukuman dalam hal pengusaha tidak membayar THR 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun dan kalau pembayaran THR tersebut tidak sesuai ketentuan Permenaker 6/2016.
Hal ini sanggup dilihat dalam Pasal 11 ayat (1) Permenaker 6/2016 sebagai berikut:
Pengusaha yang tidak membayar THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikenai hukuman administratif.
Kemudian isi dari Pasal 5 Permenaker 6/2016 yang dirujuk Pasal 11 Permenaker 6/2016 ialah sebagai berikut:
Pasal 5 Permenaker 6/2016
(1) THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sesuai dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing Pekerja/Buruh.
(2) Dalam hal Hari Raya Keagamaan yang sama terjadi lebih dari 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, THR Keagamaan diberikan sesuai dengan pelaksanaan Hari Raya Keagamaan.
(3) THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan sesuai dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing Pekerja/Buruh, kecuali ditentukan lain sesuai dengan kesepakatan Pengusaha dan Pekerja/Buruh yang dituangkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(4) THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dibayarkan oleh Pengusaha paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan.
Pasal 2 ayat (1) Permenaker 6/2016
Pengusaha wajib memperlihatkan THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh yang telah memiliki masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih.
THR yang dimaksud ialah THR yang diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah atau proporsional bagi yang bekerja kurang dari 12 bulan.
Itu artinya ketentuan pembayaran THR harus dibayarkan ialah sebesar 1 (satu) bulan honor atau proporsional bagi yang bekerja kurang dari 12 bulan. Jika pembayaran THR lebih kecil dari 1 (satu) bulan honor Anda, sedangkan masa kerja Anda sudah 12 bulan secara terus menerus atau lebih, maka perusahaan kawasan Anda bekerja sudah menyalahi aturan pembayaran THR untuk karyawan.
Pengusaha yang tidak membayar THR sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dikenai hukuman administratif, berupa:
a. teguran tertulis;
b. pembatasan acara usaha;
c. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; dan
d. pembekuan acara usaha.
Perselisihan Hak dan Langkah yang Dapat Dilakukan Pekerja
Jika Anda merasa penurunan THR yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut melanggar hak Anda sebagai pekerja, maka ini berarti telah terjadi perselisihan hak antara Anda dengan pengusaha.
Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
THR merupakan hak Anda sebagai pekerja. Langkah yang sanggup Anda tempuh kalau terjadi perselisihan hak ialah sebagai berikut:
1. Mengadakan negosiasi bipartit (antara pekerja dan pengusaha) secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
2. Apabila dalam waktu 30 hari sehabis negosiasi dimulai tidak tercapai kesepakatan, upaya selanjutnya ialah negosiasi tripartit, yaitu dengan melibatkan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi setempat. Pada tahap ini, Anda perlu mengajukan bukti-bukti bahwa negosiasi bipartit telah dilaksanakan, namun gagal mencapai kesepakatan.
Tripartit dalam perselisihan hak sanggup dilakukan dengan mediasi hubungan industrial. Mediasi Hubungan Industrial ialah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih perantara yang netral.
3. Apabila negosiasi tripartit tetap tidak menghasilkan kesepakatan, maka salah satu pihak sanggup mengajukan perselisihan ini kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
- KPK Perlu Gunakan UU Pencucian Uang Ungkap Aliran Dana e-KTP
- Robert Pakpahan Dirjen Pajak Baru
- Pengamat Nilai Dirjen Pajak Baru Harus Bisa Dipercaya Masyarakat
- Kemenkeu Undang Online Travel Agent Asing yang Tak Bayar Pajak
- Dirjen Pajak: Target Penerimaan Pajak di Bulan November Sebesar Rp126 Triliun
- Jejak Dugaan Personel Tentara Nasional Indonesia AU dalam Penyelundupan Miras di Papua
- Narogong Sebut Kerugian Negara Sebesar 20 Persen dari Total e-KTP
- Wasekjen PAN Sarankan Zumi Zola Ikuti Proses Hukum di KPK
- Andi Narogong: Saya Mau Hidup Tenang Menjalani Masa Hukuman
- Polisi Selidiki Kematian Pembantai Muslim Bosnia Slobodan Praljak
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 perihal Ketenagakerjaan;
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 perihal Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 perihal Pengupahan;
4. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 perihal Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
[1] Pasal 1 angka 1 Permenaker 6/2016
[2] Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 perihal Pengupahan (“PP Pengupahan”) dan Pasal 5 ayat (4) Permenaker 6/2016
[3] Pasal 2 ayat (1) Permenaker 6/2016
[4] Pasal 3 ayat (1) Permenaker 6/2016
[5] Pasal 3 ayat (2) Permenaker 6/2016
[6] Pasal 11 ayat (1) Permenaker 6/2016
[7] Pasal 59 ayat (2) jo. Pasal 59 ayat (1) abjad a PP Pengupahan
[8] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 perihal Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”)
[9] Pasal 3 ayat (1) UU PPHI
[10] Pasal 3 ayat (3) dan Pasal 4 ayat (1) UU PPHI
[11] Pasal 1 angka 11 UU PPHI
[12] Pasal 5 UU PPHI
0 komentar:
Post a Comment