Showing posts sorted by date for query muslim-cyber-army-diduga-punya. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query muslim-cyber-army-diduga-punya. Sort by relevance Show all posts

Ilmu Pengetahuan Whatsapp The Family Of Mca: Dari Anti Ahok Ke Warta Kebangkitan Pki

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polisi Republik Indonesia menangkap 14 anggota grup WhatsApp The Family of MCA, Senin (26/2/2018) dan Selasa (27/2/2018). Penangkapan ke-14 orang ini diduga terkait dengan jaringan penyebar ujaran kebencian yang diduga beroperasi di wilayah siber.

Grup ini mengasosiasikan diri dengan MCA, istilah yang dikenal warganet sebagai singkatan dari Muslim Cyber Army—. MCA mulai dikenal warganet dikala hiruk pikuk Pilkada DKI 2017, kelompok ini populer karena menjadi oposan dari petahana Gubernur Basuki Tjahaja Purnama-Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat.

 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polisi Republik Indonesia menangkap  Ilmu Pengetahuan WhatsApp The Family of MCA: Dari Anti Ahok ke Isu Kebangkitan PKI
Ilustrasi hoax. Getty Images/iStockphoto/WhatsApp The Family of MCA: Dari Anti Ahok ke Isu Kebangkitan PKI
Peneliti dari Departemen Komunikasi dan Informasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Savic Ali menyebutkan tiga hal yang khas dari kelompok MCA: anggotanya anonim, biasa mengembangkan informasi tidak benar, dan berusaha menjatuhkan dapat dipercaya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

“Dulu belum ada nama. Mereka urusannya nyerang Ahok saja,” kata Savic dikala dihubungi Tirto, Selasa (27/2/2018).

Temuan ini diperoleh Savic dari hasil studinya meneliti kemunculan situsweb dan grup komunitas Islam di dunia siber. Savic menduga kelompok ini tidak terorganisir dan tidak dikomandoi oleh satu orang sebagai sentral pergerakan. Meski begitu, ia menyakini banyak faksi dalam kelompok ini jikalau ditelusuri lebih lanjut.

Cara kerja kelompok ini, kata Savic, dengan menggunakan warta agama. Isu ini dipilih karena agama yaitu cara tercepat biar menghipnotis rakyat Indonesia. Kemudian, kata dia, mereka menggunakan sumber tidak terperinci untuk menciptakan informasi yang keliru. Apapun yang mereka sampaikan yaitu sesuatu untuk menjatuhkan pemerintah, meski isinya tidak benar.

“Semangatnya memusuhi pemerintah dan orang-orang yang mendukung pemerintah [sekarang],” ucap alumnus STF Driyarkara ini.

Dekat dengan Jonru

Setelah Ahok kalah dalam pilkada, Savic menyebut target kelompok ini beralih ke pemerintahan Joko Widodo. Anggota grup ini belakangan diketahui memainkan warta kebangkitan PKI dalam insiden penyerangan ulama. Menurut Savic warta ini merugikan pemerintah.

“[Karena] Waktu Jokowi kampanye [dalam Pilpres 2014], beliau di-black campaign oleh Jonru [Jon Riah Ukur Ginting] dan kawan-kawan sebagai PKI,” kata Savic.

Ihwal kedekatan Jonru dengan MCA terungkap dalam postingan Jonru di akun facebook-nya pada 29 Mei 2017. Jonru pernah mengunggah keterangan soal MCA yang ia sebut “Bukanlah suatu organisasi lembaga, komunitas, yayasan, parpol, perusahaan, ataupun organisasi masyarakat. Namun, siapapun yang menyuarakan dakwah membela kebenaran di media umum yaitu penggalan MCA.”

Jonru diketahui merupakan orang yang acap mengkritik Presiden Joko Widodo. Pada 3 April 2015, Jonru mengunggah goresan pena berjudul “5 Alasan Jokowi Tidak Layak Makara Presiden” di beranda Facebooknya.

Humas Persaudaraan Alumni 212, Novel Bamukmin menilai, MCA yang ditangkap polri bukanlah MCA yang terlibat dalam demonstrasi penentang Ahok dikala Pilkada DKI 2017. Menurut Novel, MCA yang mengembangkan hoax yaitu MCA palsu.

“MCA sangat berakhlaq, kerjanya hanya melawan hoax rezim ini,” ucap Novel.

Partisan Politik?

Dari riset yang dilakukan Savic selama tiga bulan dan melibatkan lebih dari 350 ribu cuitan di twitter,—belum termasuk unggahan Facebook dan Instagram—, kebanyakan ujaran kebencian berasal dari partisan politik, sebagian lainnya terafiliasi atau mengklaim sebagai MCA.

Di Twitter, akun MCA memang cukup banyak. Tidak satu pun diketahui mana yang asli. Di Facebook, ada salah satu akun MCA yang mempunyai anggota 1,1 akun.

Savic menyebut, riset yang beliau lakukan masih belum tuntas. Ia tidak mau membeberkan simpatisan partai mana yang menjadi pendonor paling banyak soal ujaran kebencian.

“MCA ini bukan kelompok tunggal. Saya duga memang ada kelompok lain yang lebih lihai memainkan [mereka],” kata Savic.

Soal afiliasi politik anggota grup The Family of MCA, polisi belum mau berkomentar. Mereka beralasan akan menjelaskan secara lengkap dalam rilis penangkapan anggota grup yang akan dilaksanakan Rabu siang, (28/2/2018).

Karo Penmas Mabes Polri, Brigjen Mohammad Iqbal juga belum tahu afiliasi politik 14 tersangka ini dengan grup Facebook dan akun twitter MCA. Ia juga belum mau menawarkan balasan ketika ditanya soal tugas masing-masing pelaku.

Terpisah, Kasubsit I Dirtipidsiber Bareskrim Polisi Republik Indonesia Komisaris Besar Irwan Anwar menyampaikan penangkapan terhadap 14 orang ini tidak ada kekerabatan dengan tahun politik. Menurut Irwan, penangkapan ini murni dilakukan karena pelaku kerap menyebar konten berisi ujaran kebencian.

Baca :


“Mereka ‘kan ditangkap alasannya ramai mengembangkan hoaks penyebaran ulama itu,” terangnya dikala dikutip dari Tirto.

Sementara Novel merasa penangkapan ini memperlihatkan rezim Jokowi sedang membungkam oposisi politiknya. Ia juga menyayangkan perilaku kepolisian yang dinilainya sudah tidak netral.

“Polisi sudah tidak netral dan sudah secara tidak eksklusif berpolitik alasannya menjadi kepanjangan tangan penguasa dikala ini dengan membabi buta menangkapi orang yang justru memberantas PKI,” tegas Novel. (***)

Ilmu Pengetahuan Anggota The Family Mca Mengaku Tak Tahu Yang Disebarkan Yaitu Hoax

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Salah satu admin grup WhatsApp The Family MCA, Muhammad Luthfie mengaku tak tahu bahwa informasi yang ia sebarkan itu yaitu hoaks.

Hal itu diungkapkannya dikala konferensi pers perihal pengungkapan kasus penyebar ujaran kebencian dan hoaks yang dilakukan oleh kelompok Muslim Cyber Army di Gedung Siber Bareskrim Polri, Cideng, Tanah Abang, Rabu (28/2/2018).

 Salah satu admin grup WhatsApp The Family MCA Ilmu Pengetahuan Anggota The Family MCA Mengaku Tak Tahu yang Disebarkan yaitu Hoax
Lima tersangka kasus penyebar ujaran kebencian dan provokasi melalui media umum yang dikenal dengan The Family Muslim Cyber Army (MCA) diungkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (28/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico
"Kami dibilang hoaks atau bohong, alasannya yaitu kami tersangka. Ada perbedaan yang telah disampaikan oleh salah satu kepolisian, yang saya enggak tahu pangkatnya yang inisialnya S, beliau yang menyadarkan kami semua di sini," kata Luthfie.

Menurut Polisi, Luthfie yaitu penggagas di balik penyebaran hoaks dan ujaran kebencian ini. Ia lantas membentuk grup The United Muslim Cyber Army, Cyber Moeslim Defeat MCA, dan Sniper Team di Facebook.

Luthfie mengaku bersalah dan memberikan seruan maafnya. Ia berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

"Terutama bangsa Indonesia, yang dipimpin oleh jajaran paling tertinggi, kepada Mabes juga yang ada di sini, cyber crime, saya mengakui telah menyesal, dan tadi juga setuju teman-teman mengakui juga kepada saya, menyesal mereka semua," kata Luthfie lagi.

Sementara itu, seorang dosen yang diduga sebagai anggota United MCA, berinisial TAW mengaku tidak tergabung sebagai bab penyebaran hoaks sama sekali. Ia juga menyebut tidak termasuk bab MCA di grup Facebook ataupun pada Pilkada 2017 lalu.

"Saya nggak ngerti," katanya. "Tanya saja kepada mereka [penyidik]."

TAW diduga berbagi info hoaks mengenai dibunuhnya seorang muazin Majalengka oleh orang yang berpura-pura gila. Ia menyebarkannya melalui akun Facebook berjulukan Tara Devs Sams.

TAW ditangkap pada Senin (26/2/2018) dan dibawa ke Jakarta untuk ditahan bersama pelaku yang merupakan bab dari grup The Family of MCA.

Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Muhammad Fadil Imran memberikan bahwa anggota Muslim Cyber Army (MCA) melaksanakan komunikasi dengan aplikasi Zello semoga pembicaraan mereka tidak terdeteksi.

Fadil menyatakan, komunikasi ini dilakukan untuk memberikan kiprah dan pembinaan masing-masing anggota. Fadil menyatakan, selain Zello, penyampaian kiprah juga dilakukan melalui Facebook dan Telegram.

"Mereka dites produksi, visi-misi, dan sebagainya, dan punya kemampuan komputer apa. Supaya enggak keciduk, mereka pakai aplikasi Zello, yaitu sejenis aplikasi kayak handy talkie di handphone," tegas Fadil dikala dikutip dari Tirto.

Fadil menerangkan, MCA terbagi menjadi tiga grup di Facebook, yakni The United Muslim Cyber Army, Cyber Moeslim Defeat MCA, dan Sniper Team. Satu yang lain yaitu The Family MCA di aplikasi WhatsApp.

"Itu yang tadi United MCA itu yaitu lembaga grup WhatsApp yang semua bisa akses, nanti kan kelihatan mana yang bisa menjadi member sejati, mana yang cuma ikut-ikutan," jelas Fadil.

Baca :


Sampai sekarang, polisi belum bisa memastikan motif yang melandasi tindakan MCA. Namun, Fadil membuka kemungkinan adanya faktor politis dalam penyebaran hoaks yang dilakukan oleh MCA.

"Terkait motif dengan yang lainnya [masih didalami], 'kan digital forensik sedang berjalan. Kalau kami melaksanakan investigasi menurut tanya-jawab 'kan bisa ngelantur ke sana-ke mari, tapi kami ada pegangan scientific untuk melaksanakan integrasi terhadap mereka semua," katanya lagi. (***)

Ilmu Pengetahuan Anggota Muslim Cyber Army Komunikasi Pakai Aplikasi Zello Biar Tak Terdeteksi

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Pihak kepolisian menyatakan anggota Muslim Cyber Army (MCA) melaksanakan komunikasi dengan aplikasi Zello biar pembicaraan mereka tidak terdeteksi.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Muhammad Fadil Imran menyatakan, komunikasi ini dilakukan untuk memberikan kiprah dan training masing-masing anggota. Fadil menyatakan, selain Zello, penyampaian kiprah juga dilakukan melalui Facebook dan Telegram.

 Pihak kepolisian menyatakan anggota Muslim Cyber Army  Ilmu Pengetahuan Anggota Muslim Cyber Army Komunikasi Pakai Aplikasi Zello Agar Tak Terdeteksi
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polisi Republik Indonesia Brigjen Pol Fadil Imran menunjukkan lima foto tersangka terkait pengungkapan perkara penyebar ujaran kebencian dan provokasi melalui media umum yang dikenal dengan The Family Muslim Cyber Army (MCA), Jakarta, Rabu (28/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico
"Mereka dites produksi, visi-misi, dan sebagainya, dan punya kemampuan komputer apa. Supaya enggak keciduk, mereka pakai aplikasi Zello, yaitu sejenis aplikasi kayak handy talkie di handphone," tegas Fadil di Gedung Siber Bareskrim Mabes Polri, Cideng, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2018).

Fadil menerangkan, MCA terbagi menjadi tiga grup di Facebook, yakni The United Muslim Cyber Army, Cyber Moeslim Defeat MCA, dan Sniper Team. Satu yang lain yakni The Family MCA di aplikasi WhatsApp.

"Itu yang tadi United MCA itu yakni lembaga grup WhatsApp yang semua bisa akses, nanti kan kelihatan mana yang bisa menjadi member sejati, mana yang cuma ikut-ikutan," jelas Fadil.

Sampai sekarang, polisi belum bisa memastikan motif yang melandasi tindakan MCA. Namun, Fadil membuka kemungkinan adanya faktor politis dalam penyebaran hoaks yang dilakukan oleh MCA.

"Terkait motif dengan yang lainnya [masih didalami], 'kan digital forensik sedang berjalan. Kalau kami melaksanakan investigasi menurut tanya-jawab 'kan bisa ngelantur ke sana-ke mari, tapi kami ada pegangan scientific untuk melaksanakan integrasi terhadap mereka semua," katanya lagi dikala dikutip dari Tirto.

Fadil menduga ada banyak kelompok MCA lain yang terafiliasi dengan 14 pelaku yang sudah tertangkap. Hal ini didasari fakta grup United MCA terbuka untuk umum.

"Struktur, cara kerja, kontennya, kami penilaian secara mendalam. Kami bekerja dengan tim internal kepolisian," katanya lagi.

Baca :


Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polisi Republik Indonesia menangkap 14 anggota grup WhatsApp The Family of MCA, Senin (26/2/2018) dan Selasa (27/2/2018). Penangkapan ke-14 orang ini diduga terkait dengan jaringan penyebar ujaran kebencian yang diduga beroperasi di wilayah siber.

Grup ini mengasosiasikan diri dengan MCA, istilah yang dikenal warganet sebagai abreviasi dari Muslim Cyber Army—. MCA mulai dikenal warganet dikala hiruk pikuk Pilkada DKI 2017, kelompok ini populer karena menjadi oposan dari petahana Gubernur Basuki Tjahaja Purnama-Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat. (***)

Ilmu Pengetahuan Muslim Cyber Army Diduga Punya Kepentingan Politik Di Pilkada 2018

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Polisi mengira ada kepentingan politik di balik tindakan Muslim Cyber Army mengembangkan hoaks penculikan ulama dan kebangkitan PKI.

Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Setyo Wasisto dalam keterangan kepada pewarta, Kamis (1/3/2018), memberikan dugaan itu menurut fakta bahwa menjelang Pilkada serentak 2018, setiap pihak yang ingin kekuasaan sedang berusaha menjatuhkan lawan politiknya.

 Polisi mengira ada kepentingan politik di balik tindakan Muslim Cyber Army mengembangkan ho Ilmu Pengetahuan Muslim Cyber Army Diduga Punya Kepentingan Politik di Pilkada 2018
Lima tersangka kasus penyebar ujaran kebencian dan provokasi melalui media umum yang dikenal dengan The Family Muslim Cyber Army (MCA) diungkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (28/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico
"Pasti ada [hubungan dengan Pilkada 2018], ini kan Pak Kapolri selalu mengingatkan bahwa awal tahun ini seluruh parpol telah memanaskan mesin politik. Semua yang berkepentingan yang terkait Pilkada memanaskan mesinnya tapi jangan hingga overheat," kata Setyo di Gedung Rupatama, Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta.

Polisi Republik Indonesia yakin bakal dapat mengungkap kasus ini hingga tuntas sehabis penyelidikan lebih mendalam. "Ini sedang kami dalami artinya bila ingin terbukti konspirasi, nanti akan terlihat, siapa berbuat apa, siapa bertanggungjawab kepada siapa, nanti akan ketahuan. Kami akan ungkap semua," tegas Setyo.

Kendati demikian, Polisi Republik Indonesia tak mau berspekulasi terkait nama-nama pemesan atau pemodal dari MCA. Menurut Setyo, Polisi Republik Indonesia butuh bukti dan data sebelum menyebutkan nama-nama mereka.

"Saya tidak dapat menyampaikan ada indikasi atau tidak, tetapi fakta yang ada bahwa kita sudah temukan beberapa orang yang terkait juga," ujar Setyo ketika dikutip dari Tirto.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Muhammad Fadil Imran juga mengaku, kemungkinan besar motif penyebaran hoaks MCA yaitu politik. Lantaran itu, Polisi Republik Indonesia terus memburu pelaku utama.

"Sangat terbuka motifnya politik, motif Pilkada [2018], dan sebagainya," terangnya kepada Tirto, Rabu kemarin.

Polisi telah membekuk 14 orang terduga penyebar hoaks dan ujaran kebencian pada medio 2017-2018. Mereka diduga berhubungan dengan Muslim Cyber Army.

Baca :


Nama Muslim Cyber Army mencuat pada Pilkada Jakarta 2017. Kala itu, MCA mengklaim sebagai kelompok yang memperjuangkan kepentingan umat Islam dan berupaya menggagalkan kemenangan pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.

Setelah Pilkada 2017, MCA tetap melaksanakan aktivitas untuk menjatuhkan oposisi politiknya. Saat ini, MCA menyerang pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. Cara kerja mereka dengan mengembangkan informasi penganiayaan ulama dan kebangkitan Partai Komunis Indonesia. (***)

Ilmu Pengetahuan Cara Jejaring Muslim Cyber Army (Mca) Menyebar Hoaks Dan Kebencian

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Polisi menangkap 14 orang yang diduga terkait dengan jaringan penyebar hoaks dan ujaran kebencian pada medio 2017-2018. Keempat belas orang itu terhubung dengan satu kelompok besar berjulukan Muslim Cyber Army.

Nama Muslim Cyber Army mencuat pada Pilkada Jakarta 2017. Kala itu, MCA mengklaim sebagai kelompok yang memperjuangkan kepentingan umat Islam dan berupaya menggagalkan kemenangan pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.

 orang yang diduga terkait dengan jaringan penyebar hoaks dan ujaran  kebencian pada medio Ilmu Pengetahuan Cara Jejaring Muslim Cyber Army (MCA) Menyebar Hoaks dan Kebencian
Lima tersangka perkara penyebar ujaran kebencian dan provokasi melalui media umum yang dikenal dengan The Family Muslim Cyber Army (MCA) diungkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (28/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico
Setelah Pilkada 2017, MCA tetap melaksanakan kegiatan untuk menjatuhkan oposisi politiknya. Saat ini, MCA menyerang rezim yang sedang berkuasa yakni pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. Cara kerja mereka dengan mengembangkan isu penganiayaan ulama dan kebangkitan Partai Komunis Indonesia.

Menurut Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Muhammad Fadil Imran motif yang dilakukan dikala pilkada dan pascapilkada sama. “Motifnya politik,” kata Fadil kepada Tirto, Rabu (28/2/2018).

Menurut Fadil, ada bab dari MCA yang bertugas untuk menciptakan konten tertentu, yang anggota diseleksi dengan ketat. Seleksi dilakukan lewat grup-grup yang mereka buat ibarat The United Muslim Cyber Army, Cyber Moeslim Defeat Hoax (CMDH), Sniper Team, dan The Family Muslim Cyber Army. Tiga grup pertama merupakan grup Facebook dan hanya The Family MCA yang merupakan grup Whatsapp.

“United MCA itu ialah grup yang semua sanggup akses. Nanti 'kan kelihatan mana yang sanggup menjadi member sejati, mana yang cuma ikut-ikutan. Dan itu ada tahapan kayak tes gitu, gres dibaiat," ucap Fadil.

'Struktur' MCA yang Ditangkap Polisi

MCA mempunyai kemiripan dengan Saracen yakni dalam hal struktur. Namun, yang membedakan struktur ini bukan untuk penempatan orang melainkan hierarki grup. Kasubdit I Dirtipidsiber Bareskrim Polisi Republik Indonesia Komisaris Besar Irwan Anwar mengatakan, Grup United MCA merupakan bab paling rendah dalam hierarki ini yang dibentuk Muhammad Luth.

Masing-masing anggota grup, kata Irwan, tidak saling mengenal. “Mereka gres kenal dikala di sini [tahanan],” kata Irwan dikala dilansir dari Tirto.

Dalam grup United MCA, akun yang terdaftar mencapai 102.064, dengan jumlah admin sebanyak 20 akun dan bertugas membuatkan informasi/berita yang dibagikan oleh anggota MCA lainnya, biasanya didapat dari grup Cyber Moeslim Defeat Hoax.

Grup Cyber Moeslim Defeat Hoax (CMDH) merupakan bab lebih tinggi dari United MCA. Tugas CMDH ialah menciptakan konten untuk dibagikan kepada United MCA. Anggotanya 145 akun dan sifatnya tertutup. Tidak sembarang orang sanggup bergabung ke grup ini. Adminnya berinisial S masih dalam pengejaran.

Setingkat dengan CMDH ialah Team Sniper. Anggotanya berjumlah 177 akun. Sesuai namanya sebagai penembak jitu, Team Sniper bertugas mencari pihak mana yang hendak dijatuhkan atau ditutup akunnya. Admin dari grup sniper ini ialah Ronny Sutrisno. Tugasnya menyeleksi akun-akun yang sekiranya akan diblokir.

“Misal pihak A ialah seorang pro-Jokowi, team sniper ini kemudian mengadukan bahwa A sudah menciptakan konten pornografi semoga ditutup akunnya, walaupun bahu-membahu ia tidak melaksanakan itu," terperinci Irwan.

Pusat dari semua kegiatan dikendalikan The Family Muslim Cyber Army. Grup WhatsApp ini beranggotakan 10 orang yang sebagian merangkap menjadi admin di grup MCA lainnya.

Muhammad Luth Tokoh Penting MCA

Selain The Family Muslim Cyber Army menjadi grup penting, kelompok ini juga punya orang penting. Irwan menyebut Muhammad Luth sebagai sosok tersebut.

Luth merupakan orang yang paling aktif dalam kegiatan MCA dan ia juga mendapatkan dana dari pihak tertentu untuk menciptakan konten demi kepentingan politik. Meski begitu, Luth tidak dikatakan sebagai pemimpin utama alasannya ialah ia tidak mempunyai kekuasaan untuk menggerakkan seluruh anggota MCA.

Tak hanya itu, Luth juga mempunyai keahlian dalam menciptakan virus. Irwan menjelaskan, virus bikinan Luth disimpan dalam tautan isu yang seolah-olah memihak kepada Jokowi (sebagai tokoh yang ingin dijatuhkan), kemudian ketika tautan itu dibuka, ada virus yang masuk ke dalam gawai.

“Entah sifatnya merusak atau bagaimana, yang terperinci gawai kita menjadi terganggu,” terang Irwan.

Terkait kegiatan mereka, Irwan mengatakan, polisi meyakini ada pihak yang memberi derma modal kepada Luth dan kawan-kawannya. Sejauh ini, Irwan enggan mengungkap siapa pelaku yang merupakan investor itu belum diberitahukan kepada publik.

Baca :


Ke-14 pelaku ini dijerat dengan Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 perihal Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 4 aksara b angka 1 UU Nomor 40 Tahun 2008 perihal Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan/atau pasal 33 UU ITE alasannya ialah melaksanakan tindakan yang menimbulkan terganggunya sistem elektronik dan atau menciptakan sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Para pelaku juga dikenakan tuduhan Pasal 55 kitab undang-undang hukum pidana soal melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melaksanakan tindak pidana dan Pasal 14 No 1 Tahun 1946 perihal peraturan aturan pidana tanggapan penyiaran isu atau pemberitahuan bohong. (***)

Ilmu Pengetahuan Ajaran Dana Ke Mca Harus Dibuktikan Polisi Semoga Tak Jadi Hoaks

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Polisi telah mengungkap dua kelompok yang diduga berbagi hoaks dan ujaran kebencian: Saracen Cyber Team dan yang terbaru Muslim Cyber Army (MCA) dalam setahun terakhir.

Pada masalah motif Saracen menyebar hoaks yaitu ekonomi. Sedangkan pada masalah MCA diduga punya motifkepentingan politik dan laba ekonomi. Menurut pihak kepolisian motif laba ekonomi jadi benang merah terhadap kedua masalah tersebut.

 Polisi telah mengungkap dua kelompok yang diduga berbagi hoaks dan ujaran kebencian Ilmu Pengetahuan Aliran Dana ke MCA Harus Dibuktikan Polisi Agar Tak Kaprikornus Hoaks
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polisi Republik Indonesia Brigjen Pol Fadil Imran menawarkan lima foto tersangka terkait pengungkapan masalah penyebar ujaran kebencian dan provokasi melalui media umum yang dikenal dengan The Family Muslim Cyber Army (MCA), Jakarta, Rabu (28/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico

Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polisi Republik Indonesia Komisaris Besar Irwan Anwar menyampaikan sosok penting dalam kelompok Muslim Cyber Army, Muhammad Luth, mendapatkan dana dari pihak tertentu. Irwan meyakini ada pihak yang memberi proteksi modal kepada Luth dan kawan-kawannya. Namun, polisi masih tutup lisan siapa di balik penggalang dananya.

Pihak kepolisian juga tahun kemudian menyatakan hal yang sama dikala meringkus jaringan Saracen. Namun, dalam dakwaan terhadap Jasriadi selaku pimpinan Saracen di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Riau,dugaan itu tidak terbukti. Jaksa hanya mendakwanya melaksanakan illegal access dan pemalsuan KTP.

Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Setyo Wasisto, menyampaikan bahwa penyidikan terhadap pemodal Saracen sudah diputus alasannya yaitu tidak adanya alat bukti.

"Memang tidak ada bukti-bukti lain yang untuk mengkait apakah ada pemain film intelektualnya segala macam. Kami tidak bisa naik ke atasnya. Kaprikornus berhenti sama si Jasriadi," kata Setyo.

Salah satu kuasa aturan Jasriadi, Djudju Purwantoro, menyampaikan bahwa apa yang dituduh polisi soal anutan dana ke Saracen dan ternyata tidak muncul dalam pengadilan yaitu bukti bahwa penyidik terlalu dini mengambil kesimpulan. Djudju menilai, polisi seharusnya memakai asas praduga tak bersalah. Ia merasa nama baik Jasriadi menjadi tercemar.

Pakar aturan pidana Universitas Sumatera Utara, Mahmud Mulyadi, menyampaikan sah-sah saja bagi polisi untuk bicara apapun, sepanjang bisa diverifikasi dengan alat bukti yang cukup. Namun, pakem yang tetap tidak boleh dilanggar yaitu "tidak mem-blow up habis-habisan."

"Menduga bahwa ada anutan dana boleh, tapi memverifikasi juga. Kalau memang benar ya harus ditindaklanjuti. Kan begitu," kata Mahmud kepada Tirto, Jumat (2/3/2018).

Saat kepolisian menduga ada anutan dana dari pihak tertentu ke Muslim Cyber Army, maka kiprah selanjutnya yaitu membuktikannya. Namun, jikalau tak bisa membuktikannya akan jadi preseden jelek bagi kepolisian.

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Andrea Poeloengan, yakin polisi akan menyidik tuntas hingga tertangkap berair siapa yang mendanai MCA.

"Dalam hal masalah MCA, saya berharap semoga penanganan masalah sanggup dibuktikan hingga akar-akarnya," kata Andrea kepada Tirto.

Menurutnya masalah Saracen tidak bisa jadi tolak ukur penyelesaian masalah serupa. "Untuk masalah MCA, tidak bijak untuk dinilai ibarat itu kini [bahwa tuduhan ada anutan dana tak bisa dibuktikan ibarat masalah Saracen] alasannya yaitu masih berproses," kata Andrea.

Andrea tidak mempermasalahkan jikalau dugaan polisi terhadap anutan dana ke MCA tidak terbukti. Dalam proses aturan Polisi Republik Indonesia boleh memberikan dugaan apapun. Menurut Andrea, hal itu tidak dihentikan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

 Polisi telah mengungkap dua kelompok yang diduga berbagi hoaks dan ujaran kebencian Ilmu Pengetahuan Aliran Dana ke MCA Harus Dibuktikan Polisi Agar Tak Kaprikornus Hoaks

Wakil Ketua Advokat Cinta Tanah Air, Novel Bamukmin, menyampaikan hal serupa, bahwa polisi harus menangkap pemodal Muslim Cyber Army. "Jangan hingga insiden ibarat Saracen terulang dan Polisi Republik Indonesia terkesan menutupi kritik yang ada di masyarakat," katanya.

Siapa Muslim Cyber Army?

Nama Muslim Cyber Army mencuat pada Pilkada DKI Jakarta tahun lalu. Ketika itu MCA mengklaim sebagai kelompok yang memperjuangkan kepentingan umat Islam dan berupaya menjegal pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.

Andi—bukan nama sebenarnya—meminta namanya disamarkan serta melarang kami menautkan akun grup Facebook yang dikendalikan olehnya. Ia menyampaikan bahwa gerakan Muslim Cyber Army "menguat di media sosial" seiring serangkaian demonstrasi anti-Ahok.

Andi yaitu salah satu pembuat grup sekaligus admin akun MCA yang tinggal di Dumai, Riau. Ia berkata bahwa MCA dibentuk untuk mengadang "isu negatif oleh pihak lawan" di dunia maya.

MCA tidak mati meski Pilkada telah usai. Mereka terus bergerak dengan menggeser itu. Mereka kemudian menyerang Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Propaganda lain yang mereka buat yaitu informasi penganiayaan pemuka agama dan kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Ia bilang bahwa yang disebut "musuh" oleh kawan-kawannya yaitu para "cebongers," sebutan bagi pendukung Ahok dan Joko Widodo yang mendukung pemerintah melalui opini di dunia maya.

Baca :


"Ini murni membela Islam," klaim Andi.

Menurut Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Muhammad Fadil Imran, ada kesamaan motif yang dilakukan oleh kelompok "ujaran kebencian" dikala Pilkada dan Pascapilkada. "Motifnya politik," kata Fadil dikala dilansir dari Tirto.

Menurut Fadil, ada bab dari MCA yang bertugas untuk menciptakan konten tertentu, yang anggotanya diseleksi dengan ketat. Seleksi dilakukan lewat grup-grup yang mereka buat ibarat The United Muslim Cyber Army, Cyber Moeslim Defeat Hoax (CMDH), Sniper Team, dan The Family Muslim Cyber Army. Tiga grup pertama merupakan grup Facebook, sementara The Family MCA yaitu grup WhatsApp. (***)

Ilmu Pengetahuan Analisis Polri Perihal Contoh Penyebaran Hoaks Penyerangan Ulama

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polisi Republik Indonesia Brigjen Pol Fadil Imran menyampaikan penyebaran hoaks atau kabar bohong wacana penyerangan ulama di media umum sempat meningkat pesat selama Februari 2018.

"Terlihat adanya grafik peningkatan isu penganiayaan terhadap ulama di medsos [media sosial], yakni kurun waktu 2-27 Februari 2018," kata Fadil di Mabes Polisi Republik Indonesia Jakarta, pada Senin (5/3/2018) menyerupai dikutip Antara.

 Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polisi Republik Indonesia Brigjen Pol Fadil Imran menyampaikan penyebara Ilmu Pengetahuan Analisis Polisi Republik Indonesia Tentang Pola Penyebaran Hoaks Penyerangan Ulama
Lima tersangka kasus penyebar ujaran kebencian dan provokasi melalui media umum yang dikenal dengan The Family Muslim Cyber Army (MCA) dihadirkan dalam konferensi pers di Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (28/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico.
Namun, Fadil mencatat, semenjak 28 Februari sampai awal Maret 2018, terjadi penurunan signifikan penyebaran isu hoaks tersebut di media sosial.

"Lalu grafik menurun kemudian," kata Fadil.

Dia menerka penurunan tersebut terjadi sesudah polisi menangkap enam orang admin grup Muslim Cyber Army (MCA) di sejumlah kota berbeda, pada 27 Februari 2018. Mereka ialah Muhammad Luth (40), Rizki Surya Dharma (35), Ramdani Saputra (39), Yuspiadin (25), Ronny Sutrisno (40) dan Tara Arsih Wijayani (40).

Kelompok MCA diduga berperan aktif dalam penyebaran isu palsu wacana penyerangan terhadap ulama di medsos. Para anggota kelompok MCA itu sudah ditetapkan sebagai tersangka di kasus penyebaran ujaran kebencian dan isu provokatif.

Satgas Nusantara bentukan Mabes Polisi Republik Indonesia mencatat dari 45 kabar kasus penyerangan ulama, hanya tiga kasus yang benar-benar terjadi. Dua kasus muncul di Jawa Barat dan satu kasus di Jawa Timur.

"Dari 45 peristiwa, tiga kejadian betul-betul terjadi, 42 insiden hoaks," kata Ketua Satgas Nusantara, Irjen Gatot Eddy Pramono.

Baca :


Gatot menjelaskan kabar 42 insiden tersebut terbagi menjadi tiga kategori. Pertama, kabar insiden itu direkayasa. Kedua, kabar insiden tindak pidana umum namun diviralkan di media umum seperti korbannya ulama dan pelakunya orang gila.

Ketiga, berdasarkan Gatot, kabar itu memuat insiden yang tidak terjadi sama sekali namun disebarkan di media umum seperti terjadi penyerangan terhadap ulama. (***)

Ilmu Pengetahuan Komnas Ham Yakin Polri Dapat Tangani Terorisme Tanpa Koopssusgab

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menilai rencana mengaktifkan kembali Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) untuk menangani kasus terorisme ibarat yang terjadi beberapa waktu kemudian tidak diperlukan.

Sebab, skala ancaman dan ancaman ledakan dari bom yang dihasilkan masih cukup ditangani oleh kepolisian.

 Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menilai rencana mengaktifkan kembali Komando Operasi K Ilmu Pengetahuan Komnas HAM Yakin Polisi Republik Indonesia Bisa Tangani Terorisme Tanpa Koopssusgab
Polisi berjaga ketika penggeledahan rumah terduga teroris di Perum Mitrabatik, Kawalu, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (18/5/2018). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
"Yang kita hadapi bom enggak jelas, bom kampung, bom rusun. Saya tidak ngomong kualitas kebiadabannya tapi ini kualitas ancamannya. Kalau itu cukup dengan polisi ngapain kita ribut-ribut pakai Koopssusgab," ungkapnya dalam diskusi di daerah Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (19/5/2018).

Ia memandang ilham yang dicetuskan oleh kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko, itu terlalu reaksioner dan mengatakan kepanikan pemerintah.

Hal ini justru merugikan pihak pemerintah dan menguntungkan para pelaku teror. Apalagi jikalau kemudian tim campuran itu ingin beroperasi sebelum adanya payung aturan yang jelas.

"Mereka [teroris] melaksanakan kecil-kecil begitu, tapi reaksinya kita kegedean. Ini yang diharapkan oleh mereka. Kejebak kita dalam alur pemainan mereka," imbuh Choirul ibarat dilansir dari Tirto.

Ia juga mengingatkan bahwa tanpa payung aturan berupa Peraturan Presiden (Perpres), Koopssusgab dapat melanggar prinsip-prinsip HAM dan rakyat sipil dapat ikut menjadi korban.

“Kalau enggak ada [Perpres], komando ini dapat melaksanakan apa pun nanti dapat melanggar hukum,” imbuhnya.

Baca :

Lantaran itu lah, kata dia, Perpres diharapkan bukan hanya untuk melegitimasi keberadaan Koopssusgab melainkan juga mengatur waktu dan tujuan diaktifkannya pasukan elit campuran tersebut.

Dengan begitu, pasukan elite Tentara Nasional Indonesia itu akan punya batasan wewenang dan bekerja sementara untuk membantu kinerja kepolisian. (***)