Showing posts sorted by date for query anggota-family-mca-mengaku-tak-tahu. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query anggota-family-mca-mengaku-tak-tahu. Sort by relevance Show all posts

Ilmu Pengetahuan Anggota The Family Mca Mengaku Tak Tahu Yang Disebarkan Yaitu Hoax

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Salah satu admin grup WhatsApp The Family MCA, Muhammad Luthfie mengaku tak tahu bahwa informasi yang ia sebarkan itu yaitu hoaks.

Hal itu diungkapkannya dikala konferensi pers perihal pengungkapan kasus penyebar ujaran kebencian dan hoaks yang dilakukan oleh kelompok Muslim Cyber Army di Gedung Siber Bareskrim Polri, Cideng, Tanah Abang, Rabu (28/2/2018).

 Salah satu admin grup WhatsApp The Family MCA Ilmu Pengetahuan Anggota The Family MCA Mengaku Tak Tahu yang Disebarkan yaitu Hoax
Lima tersangka kasus penyebar ujaran kebencian dan provokasi melalui media umum yang dikenal dengan The Family Muslim Cyber Army (MCA) diungkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (28/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico
"Kami dibilang hoaks atau bohong, alasannya yaitu kami tersangka. Ada perbedaan yang telah disampaikan oleh salah satu kepolisian, yang saya enggak tahu pangkatnya yang inisialnya S, beliau yang menyadarkan kami semua di sini," kata Luthfie.

Menurut Polisi, Luthfie yaitu penggagas di balik penyebaran hoaks dan ujaran kebencian ini. Ia lantas membentuk grup The United Muslim Cyber Army, Cyber Moeslim Defeat MCA, dan Sniper Team di Facebook.

Luthfie mengaku bersalah dan memberikan seruan maafnya. Ia berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

"Terutama bangsa Indonesia, yang dipimpin oleh jajaran paling tertinggi, kepada Mabes juga yang ada di sini, cyber crime, saya mengakui telah menyesal, dan tadi juga setuju teman-teman mengakui juga kepada saya, menyesal mereka semua," kata Luthfie lagi.

Sementara itu, seorang dosen yang diduga sebagai anggota United MCA, berinisial TAW mengaku tidak tergabung sebagai bab penyebaran hoaks sama sekali. Ia juga menyebut tidak termasuk bab MCA di grup Facebook ataupun pada Pilkada 2017 lalu.

"Saya nggak ngerti," katanya. "Tanya saja kepada mereka [penyidik]."

TAW diduga berbagi info hoaks mengenai dibunuhnya seorang muazin Majalengka oleh orang yang berpura-pura gila. Ia menyebarkannya melalui akun Facebook berjulukan Tara Devs Sams.

TAW ditangkap pada Senin (26/2/2018) dan dibawa ke Jakarta untuk ditahan bersama pelaku yang merupakan bab dari grup The Family of MCA.

Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Muhammad Fadil Imran memberikan bahwa anggota Muslim Cyber Army (MCA) melaksanakan komunikasi dengan aplikasi Zello semoga pembicaraan mereka tidak terdeteksi.

Fadil menyatakan, komunikasi ini dilakukan untuk memberikan kiprah dan pembinaan masing-masing anggota. Fadil menyatakan, selain Zello, penyampaian kiprah juga dilakukan melalui Facebook dan Telegram.

"Mereka dites produksi, visi-misi, dan sebagainya, dan punya kemampuan komputer apa. Supaya enggak keciduk, mereka pakai aplikasi Zello, yaitu sejenis aplikasi kayak handy talkie di handphone," tegas Fadil dikala dikutip dari Tirto.

Fadil menerangkan, MCA terbagi menjadi tiga grup di Facebook, yakni The United Muslim Cyber Army, Cyber Moeslim Defeat MCA, dan Sniper Team. Satu yang lain yaitu The Family MCA di aplikasi WhatsApp.

"Itu yang tadi United MCA itu yaitu lembaga grup WhatsApp yang semua bisa akses, nanti kan kelihatan mana yang bisa menjadi member sejati, mana yang cuma ikut-ikutan," jelas Fadil.

Baca :


Sampai sekarang, polisi belum bisa memastikan motif yang melandasi tindakan MCA. Namun, Fadil membuka kemungkinan adanya faktor politis dalam penyebaran hoaks yang dilakukan oleh MCA.

"Terkait motif dengan yang lainnya [masih didalami], 'kan digital forensik sedang berjalan. Kalau kami melaksanakan investigasi menurut tanya-jawab 'kan bisa ngelantur ke sana-ke mari, tapi kami ada pegangan scientific untuk melaksanakan integrasi terhadap mereka semua," katanya lagi. (***)

Ilmu Pengetahuan Muslim Cyber Army Diduga Punya Kepentingan Politik Di Pilkada 2018

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Polisi mengira ada kepentingan politik di balik tindakan Muslim Cyber Army mengembangkan hoaks penculikan ulama dan kebangkitan PKI.

Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Setyo Wasisto dalam keterangan kepada pewarta, Kamis (1/3/2018), memberikan dugaan itu menurut fakta bahwa menjelang Pilkada serentak 2018, setiap pihak yang ingin kekuasaan sedang berusaha menjatuhkan lawan politiknya.

 Polisi mengira ada kepentingan politik di balik tindakan Muslim Cyber Army mengembangkan ho Ilmu Pengetahuan Muslim Cyber Army Diduga Punya Kepentingan Politik di Pilkada 2018
Lima tersangka kasus penyebar ujaran kebencian dan provokasi melalui media umum yang dikenal dengan The Family Muslim Cyber Army (MCA) diungkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (28/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico
"Pasti ada [hubungan dengan Pilkada 2018], ini kan Pak Kapolri selalu mengingatkan bahwa awal tahun ini seluruh parpol telah memanaskan mesin politik. Semua yang berkepentingan yang terkait Pilkada memanaskan mesinnya tapi jangan hingga overheat," kata Setyo di Gedung Rupatama, Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta.

Polisi Republik Indonesia yakin bakal dapat mengungkap kasus ini hingga tuntas sehabis penyelidikan lebih mendalam. "Ini sedang kami dalami artinya bila ingin terbukti konspirasi, nanti akan terlihat, siapa berbuat apa, siapa bertanggungjawab kepada siapa, nanti akan ketahuan. Kami akan ungkap semua," tegas Setyo.

Kendati demikian, Polisi Republik Indonesia tak mau berspekulasi terkait nama-nama pemesan atau pemodal dari MCA. Menurut Setyo, Polisi Republik Indonesia butuh bukti dan data sebelum menyebutkan nama-nama mereka.

"Saya tidak dapat menyampaikan ada indikasi atau tidak, tetapi fakta yang ada bahwa kita sudah temukan beberapa orang yang terkait juga," ujar Setyo ketika dikutip dari Tirto.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Muhammad Fadil Imran juga mengaku, kemungkinan besar motif penyebaran hoaks MCA yaitu politik. Lantaran itu, Polisi Republik Indonesia terus memburu pelaku utama.

"Sangat terbuka motifnya politik, motif Pilkada [2018], dan sebagainya," terangnya kepada Tirto, Rabu kemarin.

Polisi telah membekuk 14 orang terduga penyebar hoaks dan ujaran kebencian pada medio 2017-2018. Mereka diduga berhubungan dengan Muslim Cyber Army.

Baca :


Nama Muslim Cyber Army mencuat pada Pilkada Jakarta 2017. Kala itu, MCA mengklaim sebagai kelompok yang memperjuangkan kepentingan umat Islam dan berupaya menggagalkan kemenangan pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.

Setelah Pilkada 2017, MCA tetap melaksanakan aktivitas untuk menjatuhkan oposisi politiknya. Saat ini, MCA menyerang pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. Cara kerja mereka dengan mengembangkan informasi penganiayaan ulama dan kebangkitan Partai Komunis Indonesia. (***)

Ilmu Pengetahuan Analisis Polri Perihal Contoh Penyebaran Hoaks Penyerangan Ulama

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polisi Republik Indonesia Brigjen Pol Fadil Imran menyampaikan penyebaran hoaks atau kabar bohong wacana penyerangan ulama di media umum sempat meningkat pesat selama Februari 2018.

"Terlihat adanya grafik peningkatan isu penganiayaan terhadap ulama di medsos [media sosial], yakni kurun waktu 2-27 Februari 2018," kata Fadil di Mabes Polisi Republik Indonesia Jakarta, pada Senin (5/3/2018) menyerupai dikutip Antara.

 Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polisi Republik Indonesia Brigjen Pol Fadil Imran menyampaikan penyebara Ilmu Pengetahuan Analisis Polisi Republik Indonesia Tentang Pola Penyebaran Hoaks Penyerangan Ulama
Lima tersangka kasus penyebar ujaran kebencian dan provokasi melalui media umum yang dikenal dengan The Family Muslim Cyber Army (MCA) dihadirkan dalam konferensi pers di Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (28/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico.
Namun, Fadil mencatat, semenjak 28 Februari sampai awal Maret 2018, terjadi penurunan signifikan penyebaran isu hoaks tersebut di media sosial.

"Lalu grafik menurun kemudian," kata Fadil.

Dia menerka penurunan tersebut terjadi sesudah polisi menangkap enam orang admin grup Muslim Cyber Army (MCA) di sejumlah kota berbeda, pada 27 Februari 2018. Mereka ialah Muhammad Luth (40), Rizki Surya Dharma (35), Ramdani Saputra (39), Yuspiadin (25), Ronny Sutrisno (40) dan Tara Arsih Wijayani (40).

Kelompok MCA diduga berperan aktif dalam penyebaran isu palsu wacana penyerangan terhadap ulama di medsos. Para anggota kelompok MCA itu sudah ditetapkan sebagai tersangka di kasus penyebaran ujaran kebencian dan isu provokatif.

Satgas Nusantara bentukan Mabes Polisi Republik Indonesia mencatat dari 45 kabar kasus penyerangan ulama, hanya tiga kasus yang benar-benar terjadi. Dua kasus muncul di Jawa Barat dan satu kasus di Jawa Timur.

"Dari 45 peristiwa, tiga kejadian betul-betul terjadi, 42 insiden hoaks," kata Ketua Satgas Nusantara, Irjen Gatot Eddy Pramono.

Baca :


Gatot menjelaskan kabar 42 insiden tersebut terbagi menjadi tiga kategori. Pertama, kabar insiden itu direkayasa. Kedua, kabar insiden tindak pidana umum namun diviralkan di media umum seperti korbannya ulama dan pelakunya orang gila.

Ketiga, berdasarkan Gatot, kabar itu memuat insiden yang tidak terjadi sama sekali namun disebarkan di media umum seperti terjadi penyerangan terhadap ulama. (***)

Ilmu Pengetahuan Komnas Ham Yakin Polri Dapat Tangani Terorisme Tanpa Koopssusgab

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menilai rencana mengaktifkan kembali Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) untuk menangani kasus terorisme ibarat yang terjadi beberapa waktu kemudian tidak diperlukan.

Sebab, skala ancaman dan ancaman ledakan dari bom yang dihasilkan masih cukup ditangani oleh kepolisian.

 Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menilai rencana mengaktifkan kembali Komando Operasi K Ilmu Pengetahuan Komnas HAM Yakin Polisi Republik Indonesia Bisa Tangani Terorisme Tanpa Koopssusgab
Polisi berjaga ketika penggeledahan rumah terduga teroris di Perum Mitrabatik, Kawalu, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (18/5/2018). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
"Yang kita hadapi bom enggak jelas, bom kampung, bom rusun. Saya tidak ngomong kualitas kebiadabannya tapi ini kualitas ancamannya. Kalau itu cukup dengan polisi ngapain kita ribut-ribut pakai Koopssusgab," ungkapnya dalam diskusi di daerah Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (19/5/2018).

Ia memandang ilham yang dicetuskan oleh kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko, itu terlalu reaksioner dan mengatakan kepanikan pemerintah.

Hal ini justru merugikan pihak pemerintah dan menguntungkan para pelaku teror. Apalagi jikalau kemudian tim campuran itu ingin beroperasi sebelum adanya payung aturan yang jelas.

"Mereka [teroris] melaksanakan kecil-kecil begitu, tapi reaksinya kita kegedean. Ini yang diharapkan oleh mereka. Kejebak kita dalam alur pemainan mereka," imbuh Choirul ibarat dilansir dari Tirto.

Ia juga mengingatkan bahwa tanpa payung aturan berupa Peraturan Presiden (Perpres), Koopssusgab dapat melanggar prinsip-prinsip HAM dan rakyat sipil dapat ikut menjadi korban.

“Kalau enggak ada [Perpres], komando ini dapat melaksanakan apa pun nanti dapat melanggar hukum,” imbuhnya.

Baca :

Lantaran itu lah, kata dia, Perpres diharapkan bukan hanya untuk melegitimasi keberadaan Koopssusgab melainkan juga mengatur waktu dan tujuan diaktifkannya pasukan elit campuran tersebut.

Dengan begitu, pasukan elite Tentara Nasional Indonesia itu akan punya batasan wewenang dan bekerja sementara untuk membantu kinerja kepolisian. (***)