Showing posts sorted by relevance for query kpk-periksa-mantan-deputi-bppn-terkait. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query kpk-periksa-mantan-deputi-bppn-terkait. Sort by date Show all posts

Ilmu Pengetahuan Komisi Pemberantasan Korupsi Periksa Mantan Deputi Bppn Terkait Korupsi Blbi

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menyelidiki mantan Deputi Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Taufik Mappaenre dalam penyidikan tindak pidana korupsi terkait masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

“Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi proteksi SKL kepada pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN dengan tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Rabu (18/10).

 akan menyelidiki mantan Deputi Badan Penyehatan Perbankan Nasional  Ilmu Pengetahuan KPK Periksa Mantan Deputi BPPN Terkait Korupsi BLBI
Gedung yang hanya terletak sekitar 300 meter dari gedung usang tersebut rencananya akan mulai ditempati tamat 2015 atau awal 2016 tergantung penyelesaian dan kesiapan gedung yang mempunyai tinggi 16 lantai. Gedung tersebut mulai dibangun semenjak Desember 2013 dengan nilai kontrak Rp195 miliar direncanakan mempunyai 70 ruang investigasi dan gedung penjara yang bisa menampung 50 orang, 40 laki-laki dan sepuluh wanita/Aktual.

Dalam penyidikan masalah dengan tersangka Syafruddin Temenggung, KPK telah menyelidiki puluhan saksi. Sebelumnya, Syafruddin Temenggung juga telah diperiksa satu kali pada 5 September 2017 lalu.

Saat itu, penyidik gres menggali info wacana pengangkatan, tugas, dan fungsi tersangka sebagai mantan sekretaris Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

KPK pun pada Jumat (13/10) dijadwalkan menyelidiki Syafruddin Temenggung untuk kedua kalinya sebagai tersangka, namun yang bersangkutan tidak hadir dan meminta penjadwalan ulang melalui Penasihat Hukumnya.
Sebelumnya, menurut audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI kerugian keuangan negara masalah indikasi korupsi terkait penerbitan SKL terhadap BDNI sebesar Rp4,58 triliun.

KPK telah mendapatkan hasil Audit investigatif itu tertanggal 25 Agustus 2017 yang dilakukan BPK terkait perhitungan kerugian negara dalam kasus tindak pidana korupsi proteksi SKL kepada pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN, demikian dilansir dari Aktual. (***)

Ilmu Pengetahuan Rapor Merah Pemerintahan Joko Widodo Soal Penegakan Ham

3 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah berjalan selama tiga tahun. Harapan besar ditujukan pada mereka untuk menuntaskan masalah-masalah akut di Indonesia, termasuk mengenai penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dalam Pemilu kemudian jadi salah satu kesepakatan kampanye.

Sayangnya, poin ini dinilai belum terpenuhi. Amnesty International Indonesia dalam diskusi publik "Evaluasi Kinerja HAM 3 Tahun Pemerintahan Jokowi" yang diadakan di Menteng, Jakarta Pusat, siang ini (19/10/2017) misalnya, menyimpulkan bahwa pemerintah masih belum bisa menjamin, melindungi, serta menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

 Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah berjalan selama tiga tahun Ilmu Pengetahuan Rapor Merah Pemerintahan Jokowi Soal Penegakan HAM
Spanduk protes agresi masa yang ingin menyerang kantor LBH Jakarta usai program musik, puisi, dan stand-up comedy di kantor LBH Jakart, Minggu (17/9). tirto.id/Arimacs Wilander
"Bisa dikatakan Jokowi mempunyai rapor merah untuk urusan HAM," ungkap Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia.

Kesimpulan ini ditarik dari banyak sekali kejadian yang terjadi dalam tiga tahun terakhir. Amnesty International Indonesia mengaku bahwa mereka terus mendapat laporan mengenai pelanggaran HAM di banyak sekali daerah. Pelanggaran ini mencakup pembatasan kebebasan berekspresi, berkeyakinan, beragama, dan berkumpul secara damai.

Berkaitan dengan pembatasan berekspresi, Amnesty International Indonesia menyebutkan masalah pemenjaraan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama ialah salah satu contohnya. Pemenjaraan Ahok pertanda bahwa pasal-pasal penodaan agama dipakai di banyak sekali produk hukum, menyerupai UU ITE dan Pasal 156 KUHP.

Berdasarkan catatan Amnesty International Indonesia, jumlah pemidanaan yang bekerjasama dengan penodaan agama meningkat di masa pemerintahan Jokowi dibanding ketika kala SBY.

"Hingga dikala ini, kami mencatat paling sedikit terdapat 16 orang yang telah divonis pengadilan untuk masalah penodaan agama," kata Usman.

Tak hanya menyorot masalah Ahok, Amnesty International Indonesia juga menyinggung Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), organisasi yang difatwa sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Mereka menganggap pemerintah tidak bisa menghalau amuk massa yang menyerang komunitas Gafatar di Menpawah, Kalimantan Barat. Komunitas Gafatar juga tidak sebatas diserang, tapi juga diusir ke banyak sekali wilayah.

Selain Gafatar, masalah serupa contohnya terjadi pada kelompok Ahmadiyah di Lombok, dan Syiah di Sidoarjo.

Pelanggaran HAM juga terjadi dikala tempat-tempat ibadah ditutup paksa menyerupai Gereja GKI Taman Yasmin di Bogor dan Gereja HKBP Filadelfia di Bekasi. Kedua tempat ibadah itu sudah ditutup semenjak 2008, namun pemerintah hingga kini belum sanggup membukanya lagi alasannya ditentang kelompok-kelompok lokal.

Tak hanya di Bogor dan Bekasi, 10 gereja juga ditutup pemerintah Aceh akhir tekanan massa. Satu gereja di Suka Makmur bahkan hingga dibakar massa.

Kemudian, pelanggaran HAM juga terjadi ketika diskusi-diskusi terkait kejadian 1965 dibubarkan. Penyerangan ini, kata Usman, menciptakan para penyintas yang berupaya mencari kebenaran dan keadilan ketakutan. Pada balasannya ini jelek untuk mengusahakan rekonsiliasi.

Janji penuntasan pelanggaran HAM masa kemudian semakin tidak terang realisasinya alasannya langkah Jokowi yang justru kontradiktif dengan mengangkat Wiranto -- yang punya andil dalam pelanggaran HAM di Timor Timur -- sebagai Menkopolhukam.

"Ini ironis," kata Usman.

Hal lain yang disorot Amnesty International Indonesia ialah sanksi mati. Menurut catatan Amnesty International, pemerintahan Jokowi dikala ini telah mengeksekusi mati 18 narapidana. Jumlah tersebut mendekati 21 sanksi mati yang dilakukan SBY dalam dua periode pemerintahan. Bagi Amnesty International, sanksi mati dalam pemerintahan Jokowi kerap cacat hukum.
Agak berbeda dengan Usman, Komisioner Komnas HAM, Sandra Moniaga, menyampaikan bahwa santunan HAM di masa pemerintahan Jokowi telah mengalami perkembangan. "Tapi untuk kasus-kasus HAM masa lalu, masih belum terjamah," kata Sandra, dalam kesempatan yang sama.

Sandra meminta masyarakat tetap optimis pemerintah bisa menuntaskan dilema ini. Karena pada dasarnya, terang Sandra, penyelesaian masalah HAM membutuhkan waktu, demikian dilansir dari Tirto.id. (***)

Ilmu Pengetahuan Buwas: Bnn Tak Boleh Menembak Di Tempat, Kata Siapa?

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Badan Narkotika Nasional (BNN) menegaskan untuk tetap menembak di kawasan bandar dan pengedar narkoba yang tidak mengalah demi menjaga keselamatan generasi penerus bangsa dari ancaman narkoba, kata Kepala BNN Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso.

"Mereka bilang, BNN dilarang menembak di tempat. Kata siapa?," ungkapnya dalam pemusnahan narkoba dan peresmian Satuan Tugas Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di Lapangan Merdeka, Medan, Sumatera Utara, Kamis (18/10/2017).

 menegaskan untuk tetap menembak di kawasan bandar dan pengedar narkoba yang tidak mengalah Ilmu Pengetahuan Buwas: BNN Tak Boleh Menembak di Tempat, Kata Siapa?
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Budi Waseso (kiri) mengatakan sejumlah barang bukti narkotika jenis sabu beserta tersangka di kantor BNN pusat, cawang, jakarta timur, rabu (4/5). Tirto/ Andrey Gramico.
Kondisi peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dan materi obat berbahaya (narkoba) di Tanah Air, berdasarkan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kabareskrim Mabes Polri) itu, sangat memprihatinkan dan mengancam keamanan bangsa dan negara.

BNN mencatat selama ini ada sekira 15.000 orang Indonesia mati setiap tahun akhir terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.

Dengan ancaman yang sudah di depan mata tersebut, dinilainya, sudah sangat masuk akal kalau diharapkan tindakan yang tegas dalam menghentikan acara yang dilakukan bandar dan pengedar narkoba.

Salah satu tindakan tegas yang dilakukan, Budi Waseso yang kerap dipanggil Buwas ini menyatakan, yaitu menembak mati bandar dan pengedar barang-barang yang sanggup merusak mental dan kesehatan manusia.

Apalagi, dia menyatakan bahwa lebih banyak didominasi pengedar narkoba tersebut selalu mengulangi perbuatannya sesudah menjalani masa eksekusi sebab hanya berorientasi pada laba materi tanpa mempedulikan kelangsungan generasi bangsa.

"Bandar yang mati masih kurang banyak. Mereka sudah membunuh ribuan orang, sedangkan bandar, hanya puluhan orang," kata Buwas, membandingkan antara jumlah korban jiwa akhir narkoba dengan bandarnya yang dihukum mati.

Oleh sebab itu, Budi Waseso menegaskan kembali bahwa pihaknya tidak akan mempedulikan tantangan yang dihadapi dalam memberantas narkoba, termasuk pendapat banyak sekali pihak yang menyatakan BNN tidak berhak menembak bandar dan pengedar narkoba.

BNN, dikemukakannya, diberikan senjata api dalam menjalankan tugas, malah dengan peluru tajam dengan tujuan untuk menembak mati bandar dan pengedar narkoba, menyerupai diberitakan Antara.

Ia pun selalu menekankan, supaya anggota BNN di seluruh Indonesia untuk tidak pernah merasa ragu-ragu dalam menembak bandar dan pengedar narkoba, yang selalu mencari celah melawan aturan tanpa kenal menyerah.
Dengan gaya berkelakar, Buwas pun menyebutkan bahwa petugas BNN tidak akan berdosa kalau menembak mati bandar dan pengedar narkoba dengan tujuan menyelamatkan jutaan manusia, terutama kalangan generasi muda.

"Kalau wafat nanti, kemudian ditanya malaikat alasan membunuh orang. Tinggal jawab, saya memang membunuh, tapi membunuh orang yang telah membunuh ribuan orang, nanti dilepaskan malaikat," pungkas Komjen Pol Budi Waseso, sambil disambut tawa akseptor acara di Lapangan Merdeka, Medan, demikian dikutip dari Tirto.id. (***)

Ilmu Pengetahuan Fahd El Fouz Dan Samsu Umar Dihukum Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Hari Ini

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi Bupati Buton non-aktif Samsu Umar Abdul Samiun selaku terpidana masalah suap Ketua MK ke Lapas Klas I Sukamiskin Bandung, Jawa Barat, dan terpidana masalah korupsi Al Alquran Fahd El Fouz ke Lapas Klas 1 Cipinang, Jakarta Timur.

"Hari ini, Kamis, 19 Oktober 2017, dilakukan sanksi terhadap Samsu Umar Abdul Samiun dan Fahd El Fouz," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis (19/10/2017).

aktif Samsu Umar Abdul Samiun selaku terpidana masalah suap Ketua MK ke Lapas Klas I Sukamis Ilmu Pengetahuan Fahd El Fouz dan Samsu Umar Dieksekusi oleh KPK Hari Ini
Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Fahd El Fouz menjalani sidang perdana sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/7). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean.
Ia menjelaskan Samsu Umar Abdul Samiun dihukum ke Lapas Klas I Sukamiskin Bandung menurut Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 83/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Jkt.Pst tertanggal 27 September 2017.

"Sedangkan, Fahd El Faouz dihukum ke Lapas Klas 1 Cipinang Jakarta Timur menurut Putusan Pengadilan Tipikor Nomor 91/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Jkt.Pst tertanggal 28 September 2017," kata Febri.

Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Rabu (27/9/2017) menjatuhkan vonis tiga tahun dan sembilan bulan penjara penjara ditambah denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Samsu Umar Abdul Samiun alasannya yaitu menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.



Suap senilai Rp1 miliar diberikan untuk menghipnotis putusan kasus perselisihan pilkada Kabupaten Buton pada 2011.

Sedangkan, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Kamis (28/9/2017) menjatuhkan vonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Fahd El Fouz. Ia terbukti mendapatkan suap Rp3,41 miliar dalam kasus masalah korupsi pengadaan laboratorium komputer MTs dan Al Alquran tahun anggaran 2011-2012 di Kementerian Agama, demikian dikutip dari Tirto.id. (***)

Ilmu Pengetahuan Selain Usikan Uji Bahan Mk, Hti Resmi Layangkan Somasi Ke Ptun

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Setelah mengajukan permohonan uji materi di Mahkamah Konstitusi pada 18 Juli lalu, kali ini Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengajukan somasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara pada 13 Oktober lalu.

"Baru dimajukan dan didaftarkan Jumat kemarin," kata Yusanto kepada Tirto, Rabu (18/10/2017) malam.

Berdasarkan info kasus di website PTUN Jakarta, somasi bernomor 211/G/2017/PTUN.JKT meminta SK Nomor AHU-30.A.01.08 Tahun 2017 wacana pencabutan ormas tersebut ditunda pelaksanaannya. Selain itu, HTI meminta SK Menkum HAM itu ditunda pelaksanaannya sampai ada putusan berkekuatan aturan tetap.

Massa dari aneka macam ormas islam melaksanakan agresi unjuk rasa di Bundaran Patung Kuda menolak terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 wacana Perubahan Atas UU Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, Jakarta, Selasa (18/7). tirto.id/Andrey Gromico.
Dalam gugatannya, HTI meminta ke pihak tergugat yaitu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk:

Mengabulkan somasi penggugat untuk seluruhnya;
Menyatakan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017, batal dan tidak memiliki kekuatan aturan mengikat dengan segala akhir hukumnya;
Memerintahkan tergugat mencabut Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017;
Menghukum tergugat membayar biaya yang timbul dalam kasus a quo.

Ismail mengatakan, registrasi ke PTUN gres dilakukan sebab masih fokus ke somasi mereka di Mahkamah Konstitusi. Saat ini, HTI juga sedang melaksanakan permohonan uji materi terhadap Perppu nomor 2 tahun 2017 wacana pembubaran ormas untuk menguji beberapa pasal maupun keseluruhan dari ketentuan dalam Perppu Ormas tersebut.

Perppu tersebut menjadi landasan pemerintah menghapus keberadaan HTI di Indonesia. Namun, sehabis mempertimbangkan situasi, mereka karenanya mengajukan somasi ke PTUN sebab putusan Kemenkumham masih memenuhi syarat.

Menurut kuasa aturan HTI Yusril Ihza Mahendra, HTI selaku pemohon, meminta MK untuk membatalkan seluruh Perppu Nomor 2 Tahun 2017, atau setidaknya beberapa pasal yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Yusril menyampaikan rumusan di dalam Perppu ormas tersebut dinilai tidak terang terutama terkait dengan pembubaran ormas yang menganut atau berbagi paham yang bertentangan dengan Pancasila.

"Menurut irit kami, kemungkinan dapat dipakai diktatorial oleh penguasa," kata Yusril, demikian dikutip dari Tirto.id. (***)

Ilmu Pengetahuan Dedi Mulyadi Diperiksa Polda Jabar Soal Sk Derma Golkar Ke Emil

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Penyidik Polda Jabar hari ini menyidik Bupati Purwakarta, sekaligus Ketua DPD Golkar Jawa Barat, Dedi Mulyadi sebagai saksi di perkara penyebaran surat derma pimpinan sentra partainya untuk Ridwan Kamil (Emil) di Pilgub Jabar 2018.

Kasus ini menjadi urusan polisi lantaran dilaporkan oleh pengurus DPD Golkar Jawa Barat ke Polda Jabar pada Senin (25/9/2017). Laporan itu menuding Surat Keputusan (SK) DPP Golkar wacana derma ke Emil itu palsu.

 Penyidik Polda Jabar hari ini menyidik Bupati Purwakarta Ilmu Pengetahuan Dedi Mulyadi Diperiksa Polda Jabar Soal SK Dukungan Golkar ke Emil
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang juga Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat berorasi menanggapi beredarnya surat rekomendasi yang diduga palsu, di Bandung, Jawa Barat, Selasa (26/9/2017). ANTARA FOTO/Agus Bebeng.
Dedi mengaku penyidik Polda Jabar mengajukan tujuh pertanyaan kepada dirinya. Mayoritas mengenai kronologi penyebaran surat "palsu" tersebut.

"Pertanyaannya sekitar surat itu dari mana, jam berapa, di mana. Saya sudah jawab saya menerima surat itu tanggal 21 September 2017," ujar Dedi di Mapolda Jabar, pada Kamis (18/10/2017) ibarat dikutip Antara.

Dedi mengetahui keberadaan surat tersebut dari grup aplikasi pesan WhatsApp yang dikirim oleh sekretaris Golkar Jabar, Ade Barkah.

"Pak Ade sanggup dari Ketua Golkar Garut, ketua DPD Golkar Garut sanggup dari grup di luar (kalangan) partai Golkar, grup whatsapp partai lain," kata dia.

Dedi menyangsikan keabsahan dari surat tersebut alasannya tidak ada nomor surat, cap, dan tanggal surat itu diterbitkan. Dalam prosedur partai, berdasarkan Dedi, setiap petunjuk dari DPP Golkar mengenai derma terkait Pilkada niscaya ditembuskan ke DPD Provinsi. Setelah itu, dari DPD tingkat Provinsi gres diserahkan ke pihak yang didukung.

"Jadi jika pun sudah keluar surat, belum ada penyerahan dari DPD satu, (dukungan untuk) yang bersangkutan itu belum sah. Jadi, sahnya itu bukan dikeluarkannya surat. Sahnya itu, saat diserahkan surat rekomendasi kepada yang bersangkutan oleh DPD satu," ujar Dedi.

Secara pribadi, beliau mengaku tidak begitu dirugikan terhadap beredarnya surat derma DPP Golkar untuk Emil tersebut. Namun, beliau khawatir stigma negatif akan mengarah ke partai berlambang beringin tersebut apabila benar surat palsu itu sengaja disebar.

"Saya tidak rugi apa-apa, yang rugi itu Golkar, bahwa penataan organisasinya ibarat bukan partai modern. Karena dalam sebuah partai modern, surat itu dilarang dulu keluar sebelum diserahkan kepada yang bersangkutan (kandidat yang didukung)," ujar dia.

Tak usang usai laporan itu resmi diterima kepolisian, pada 25 September 2017, Wakil Ketua DPD Golkar Jawa Barat, MQ Iswara menyatakan pelapor resmi perkara ini adalah Bagian Hukum dan HAM DPD Golkar Jabar. Kasus ini dipolisikan alasannya telah memicu keresahan di kalangan kader Golkar Jabar.
Menurut Iswara, di beberapa daerah, kader Golkar memasang bendera setengah tiang sebagai agresi protes saat kabar kemunculan surat itu menyebar. Bahkan, di Kabupaten Bandung, ada kader Golkar melaksanakan agresi pengembalian kartu keanggotaan.

Iswara menjelaskan mulut kekecewaan ini masuk akal dilakukan oleh para kader Golkar di Jawa Barat. Hal ini mengingat para kader partai ini di Jawa Barat selama ini mengusulkan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi untuk maju Pilgub Jabar sebagai Calon Gubernur. (***)

Ilmu Pengetahuan Gugusan Duduk Kasus Pembentukan Densus Tipikor

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Wacana pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) Polisi Republik Indonesia rawan politisasi dan mengancam eksistensi mereka sendiri sebagai forum penegak aturan yang independen.

Menurut Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, Densus ini rawan politisasi alasannya ialah gagasan dan latar belakang pendirian yang berbeda dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Densus berasal dari gagasan segelintir wakil rakyat sehabis bergulirnya Pansus Hak Angket KPK. Sementara KPK, di satu sisi, berasal dari harapan masyarakat yang ingin melihat Indonesia bebas dari korupsi.

 Wacana pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi  Ilmu Pengetahuan Deretan Masalah Pembentukan Densus Tipikor
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan Ketua KPK Agus Rahardjo ketika konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta. tirto.id/Andrey Gromico
"Lembaga kepolisian akan menjadi korban politisasi," kata Fickar kepada Tirto, Kamis (19/10/2017).

Dengan alasan yang sama, Fickar mengapresiasi Kejaksaan Agung yang menolak Densus Tipikor. "Ini juga bisa dimaknai semoga tidak terjebak pada proses politisasi pemberantasan korupsi," kata Fickar. "Selain untuk menghindari pelanggaran aturan yang mungkin terjadi," tambahnya.

Selain dilema politis, Fickar juga melihat bahwa pembentukan Densus ini bermasalah secara kelembagaan. Kewenangan Densus ini, katanya, berpotensi tumpang tindih dengan forum yang sudah ada. Belum lagi alokasi dana Rp 2,6 triliun yang dinilai merupakan pemborosan.

Ditinjau dari perspektif aturan pun bermasalah. Fickar menilai yang semestinya memiliki tim khusus untuk memeriksa tindak pidana korupsi ialah Kejaksaan Agung, dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 ihwal Kejaksaan Republik Indonesia. Sementara fungsi lain, kata Fickar, hanyalah pelengkap. HIR (Herziene Indonesich Reglement) sebagai aturan program pidana sebelum KUHAP, menurutnya, justru menempatkan fungsi investigasi pendahuluan (penyidikan atau penyelidikan) sebagai pembantu fungsi penuntutan.

"Berdasarkan UU 16/2004, Kejaksaan Agung punya kewenangan untuk menyelidiki dan sekaligus menuntut perkara-perkara tindak pidana khusus termasuk tindak pidana korupsi," kata Fickar.

Kalaupun Densus Tipikor tetap ingin dibentuk, maka perlu ada pembiasaan Undang-Undang terlebih dulu. Tanpa itu, Densus tidak akan bisa bekerja maksimal. Pernyataan Kejaksaan Agung yang menolak bergabung semakin menguatkan dugaan bahwa forum ini bisa layu sebelum waktunya. Sebab tanpa ada Kejaksaan Agung, maka kerja Densus hanya serupa tubuh kepolisian biasa yang masih bergantung pada Jaksa Penuntut Umum untuk penuntutan.

Kendala aturan lainnya ialah adanya PP No. 12 Tahun 2017 ihwal Pengawasan dan Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah juncto Inpres No.3 dan No. 1 Tahun 2016 ihwal Percepatan Proyek Strategis Nasional. Aturan ini memerintahkan Jaksa Agung dan Kapolri untuk lebih mendahulukan proses manajemen terhadap proyek yang ditengarai menjadikan kerugian negara.

Proses administratif tersebut pada balasannya memungkinkan oknum pelaksana proyek yang menjadikan kerugian negara itu mengembalikan kerugian tanpa melalui tuntutan pidana korupsi.

"PP dan Inpres ini sedikit banyak akan menghambat kiprah dan fungsi Densus Tipikor. Artinya hal-hal ibarat ini akan mengintervensi independensi Densus sebagai penegak hukum," kata Fickar.

Argumen Fickar sepenuhnya bertolak belakang dengan yang diungkapkan Ketua Komisi III dewan perwakilan rakyat RI Bambang Soesatyo. Menurutnya, pembentukan Densus Tipikor harus didukung sepenuhnya. Dia malah tidak memedulikan pihak-pihak yang punya posisi berseberangan.

"Biarkan anjing menggonggong, khafilah terus berlalu," kata Bambang kepada Tirto.

Politikus Golkar ini menyebut pembentukan Densus Tipikor tidak untuk menggantikan KPK, sebagaimana yang dikhawatirkan banyak orang. Sebaliknya, Densus dibuat untuk membantu KPK memberantas korupsi hingga ke daerah-daerah. Sebab katanya, Polisi Republik Indonesia telah memiliki jaringan hingga ke tingkat desa, sesuatu yang tidak dimiliki KPK.

Berbeda lagi dengan Fickar, Bambang menganggap bahwa tidak ada peraturan apapun yang dilanggar dalam pembentukan Densus. "Karena Densus menggunakan model Densus Anti teror 88. Maka tidak diharapkan UU gres atau perubahan UU. Cukup menggunakan Surat Keputusan Kapolri," kata Bambang.

Proposal pembentukan Densus Tipikor disampaikan oleh Kapolri Tito Karnavian kepada Komisi III dewan perwakilan rakyat RI. Ia mengatakan dua prosedur kerja. Pertama, menggabungkan Densus Tipikor dengan Jaksa Penuntut Umum dalam satu atap. Kedua, Densus Tipikor akan disamakan dengan Densus 88.


Wacana pembentukan Densus Tipikor ini menuai pro dan kontra. wapres Jusuf Kalla bahkan telah mengeluarkan pernyataan menolak pembentukan Densus Tipikor alasannya ialah dikhawatirkan menghambat kinerja pejabat tempat dan ada tumpang tindih dengan KPK.

Namun, Kapolri Tito Karnavian tetap bersikukuh membentuk Densus Tipikor dengan alasan percepatan pemberantasan korupsi sesuai dengan amanat Presiden Jokowi, demikian dikutip dari Tirto.id.