Showing posts with label Agraria. Show all posts
Showing posts with label Agraria. Show all posts

Ilmu Pengetahuan Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria) Yakni Pelayanan Registrasi Tanah Yang Sederhana, Mudah, Cepat Dan Murah Untuk Penerbitan Sertipikat/Tanda Bukti Hak Atas Tanah

PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria) Adalah Pelayanan Pendaftaran Tanah Yang Sederhana, Mudah, Cepat Dan Murah Untuk Penerbitan Sertipikat/Tanda Bukti Hak Atas Tanah Pendaftaran tanah yakni rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, mencakup pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar , mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk dukungan surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

 Adalah Pelayanan Pendaftaran Tanah Yang Sederhana Ilmu Pengetahuan PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria) Adalah Pelayanan Pendaftaran Tanah Yang Sederhana, Mudah, Cepat Dan Murah Untuk Penerbitan Sertipikat/Tanda Bukti Hak Atas Tanah
Sertifikat Prona
Pendaftaran tanah yakni suatu kegiatan manajemen yang dilakukan pemilik terhadap hak atas tanah, baik dalam pemindahan hak ataupun dukungan dan pengakuan hak baru, kegiatan registrasi tersebut memperlihatkan suatu kejelasan status terhadap tanah.

Dalam Pasal 1 PP No. 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah disebutkan registrasi tanah yakni rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, mencakup pengumpulan pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk dukungan surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

I. Sertipikasi PRONA

Nama kegiatan pengakuan asset yang umum dikenal dengan PRONA, yakni abreviasi dari Proyek Operasi Nasional Agraria. PRONA yakni salah satu bentuk kegiatan pengakuan asset dan pada hakekatnya merupakan proses manajemen pertanahan yang meliputi; adjudikasi, registrasi tanah hingga dengan penerbitan sertipikat/tanda bukti hak atas tanah dan diselenggarakan secara massal. PRONA dimulai semenjak tahun 1981 menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981 Tentang Proyek Operasi Nasional Agraria. Berdasarkan keputusan tersebut, Penyelenggara PRONA bertugas memproses pensertipikatan tanah secara masal sebagai perwujudan daripada aktivitas Catur Tertib di Bidang Pertanahan.

Kegiatan PRONA pada prinsipnya merupakan kegiatan registrasi tanah pertama kali. PRONA dilaksanakan secara terpadu dan ditujukan bagi segenap lapisan masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah dan menyeselaikan secara tuntas terhadap sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis. Tujuan PRONA yakni memperlihatkan pelayanan registrasi pertama kali dengan proses yang sederhana, mudah, cepat dan murah dalam rangka percepatan registrasi tanah diseluruh indonesia dengan mengutamakan desa miskin/tertinggal, kawasan pertanian subur atau berkembang, kawasan penyangga kota, pinggiran kota atau kawasan miskin kota, kawasan pengembangan ekonomi rakyat.

PRONA merupakan salah satu wujud upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan ekonomi lemah hingga dengan menengah. Biaya pengelolaan penyelenggaraan PRONA, seluruhnya dibebankan kepada rupiah murni di dalam APBN pada alokasi DIPA BPN RI. Sedangkan biaya-biaya yang berkaitan dengan ganjal hak/alat bukti perolehan/penguasaan tanah, patok batas, materai dan BPHTB/PPh menjadi tanggung jawab Peserta PRONA.

Peserta PRONA berkewajiban untuk :
  1. Menyediakan/menyiapkan Alas hak/alat bukti perolehan/penguasaan tanah yang akan dijadikan dasar registrasi tanah sesuai ketentuan yang berlaku;
  2. Menunjukkan letak dan batas-batas tanah yang dimohon (dapat dengan kuasa);
  3. Menyerahkan Bukti Setor Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Bukti Setor Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PPh) bagi peserta yang terkena ketentuan tersebut; dan
  4. Memasang patok batas tanah sesuai ketentuan yang berlaku.

II. Kriteria Subyek PRONA

Subyek atau peserta PRONA yakni masyarakat golongan ekonomi lemah hingga dengan menengah. Masyarakat golongan ekonomi lemah hingga dengan menengah yang memenuhi persyaratan sebagai subyek/peserta PRONA yaitu pekerja dengan penghasilan tidak tetap antara lain petani, nelayan, pedagang, peternak, pengrajin, pelukis, buruh musiman dan lain-lain pekerja dengan penghasilan tetap :
  1. Pegawai perusahaan baik swasta maupun BUMN/BUMD dengan penghasilan per bulan sama atau di bawah Upah Minimum Regional (UMR) yang ditetapkan oleh masing-masing kabupaten/kota, yang dibuktikan dengan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan surat keterangan penghasilan dari perusahaan;
  2. Veteran, Pegawai Negeri Sipil pangkat hingga dengan Penata Muda Tk.I (III/d), prajurit TNI pangkat hingga dengan Kapten dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia pangkat hingga dengan Komisaris Polisi, dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan pangkat terakhir;
  3. Istri/suami veteran, istri/suami Pegawai Negeri Sipil, istri/suami prajurit Tentara Nasional Indonesia, istri/suami anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam aksara b), dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan pangkat terakhir dan sertifikat nikah;
  4. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, pensiunan TNI dan pensiunan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan pensiun;
  5. Janda/duda pensiunan Pegawai Negeri Sipil, janda/duda pensiunan Tentara Nasional Indonesia, janda/duda pensiunan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan pensiun janda/duda dan sertifikat nikah.

 

III. Kriteria Penetapan Lokasi PRONA

Di dalam penetapan lokasi PRONA perlu memperhatikan kondisi wilayah dan infrastruktur pertanahanan yang tersedia.

A. Kondisi Wilayah :

Lokasi Kegiatan PRONA diarahkan pada wilayah-Wilayah sebagai berikut :
  • desa miskin/tertinggal;
  • daerah pertanian subur atau berkembang;
  • daerah penyangga kota, pinggiran kota atau kawasan miskin kota;
  • daerah pengembangan ekonomi rakyat;
  • daerah lokasi peristiwa alam;
  • daerah permukiman padat penduduk serta memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan;
  • daerah diluar sekeliling transmigrasi;
  • daerah penyangga kawasan Taman Nasional;
  • daerah permukiman gres yang terkena pengembangan prasarana umum atau relokasi akhir peristiwa alam.

B.Infrastruktur Pertanahan

Penetapan lokasi wilayah desa/kelurahan PRONA, hendaknya memperhatikan ketersediaan infrastruktur pertanahan, antara lain :
  • Rencana Umum Tata Ruang Wilayah;
  • Inventarisasi Pengaturan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T);
  • Peta Penatagunaan Tanah;
  • Peta Pengukuran dan Pendaftaran Tanah (Fotogrametis);
  • Infrastruktur Titik Dasar Teknik dan Peta Dasar Pendaftaran;
  • Teknologi Informasi dan Komunikasi;
  • Mobil dan peralatan Larasita; dan
  • Infrastruktur lainnya.

IV. Kriteria Obyek PRONA

  1. Tanah sudah dikuasai secara fisik
  2. Mempunyai ganjal hak (bukti kepemilikan)
  3. Bukan tanah warisan yang belum dibagi
  4. Tanah tidak dalam keadaan sengketa
  5. Lokasi tanah berada dalam wilayah kabupaten lokasi peserta aktivitas yang dibuktikan dengan KTP
  6. Memenuhi ketentuan perihal luas tanah maksimal obyek PRONA.

 

V. LUAS dan JUMLAH TANAH OBYEK PRONA

A. Tanah Negara :

  • Tanah non pertanian dengan luas hingga dengan 2.000 m2 (dua ribu meter persegi), kecuali obyek PRONA yang berlokasi wilayah Kab/Kota Kantor Pertanahan tipe A hingga dengan luas 500 m2 (lima ratus meter persegi); dan
  • Tanah pertanian dengan luas hingga 2 ha (dua hektar).

B. Penegasan konversi/pengakuan hak :

  • Tanah non pertanian dengan luas hingga dengan 5.000 m2 (lima ribu meter persegi), kecuali obyek PRONA yang berlokasi wilayah Kab/Kota Kantor Pertanahan tipe A hingga dengan luas 1.000 m2 (seribu meter persegi); dan
  • Tanah pertanian dengan luas hingga 5 ha (lima hektar).

C. Jumlah bidang tanah :

Bidang tanah yang sanggup didaftarkan atas nama seseorang atau 1 (satu) peserta dalam kegiatan PRONA paling banyak 2 (dua) bidang tanah

 

VI. Tahapan Pelaksanaan PRONA

  1. Penyerahan DIPA;
  2. Penetapan Lokasi;
  3. Penyuluhan;
  4. Pengumpulan data (alat bukti/alas hak, Penetapan Peserta);
  5. Pengukuran dan Pemetaan;
  6. Pemeriksaan Tanah;
  7. Pengumuman;
  8. Penerbitan SK Hak/Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis (Penetapan Hak);
  9. Penerbitan sertipikat/Pembukuan Hak; dan
  10. Penyerahan Sertipikat

VII. SUMBER BIAYA PRONA

Mengenai biaya yang dikenakan untuk sertipikat tanah PRONA, hal itu diatur dalam Keputusan Meneg Agraria/Kepala Badan pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1995 perihal Perubahan Besarnya Pungutan Biaya Dalam Rangka Pemberian Sertipikat Hak Tanah yang Berasal Dari Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan Konversi Bekas Hak Tanah Adat, yang Menjadi Obyek Proyek Operasi Nasional Agraria (“Kepmeneg Agraria 4/1995”).

Biaya untuk pelaksanaan pengelolaan kegiatan PRONA bersumber dari rupiah murni pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang dialokasikan ke DIPA-BPN RI. Anggaran dimaksud mencakup biaya untuk:
  1. Penyuluhan;
  2. Pengumpulan Data (alat bukti/alas hak);
  3. Pengukuran Bidang Tanah;
  4. Pemeriksaan Tanah;
  5. Penerbitan SK Hak/Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis;
  6. Penerbitan Sertipikat;
  7. Supervisi dan Pelaporan.
Sedangkan biaya materai, pembuatan dan pemasanagan patok tanda batas, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PPh) bagi yang terkena ketentuan perpajakan menjadi beban kewajiban peserta program.

Pada Pasal 1 ayat (1) Kep Meneg Agraria 4/1995 menyatakan sebagai berikut :
"Pemberian hak-hak atas tanah negara kepada masyarakat, penegasan/pengakuan atas tanah-tanah hak budbahasa dan tanah-tanah lainnya yang ditentukan sebagai lokasi Proyek Operasi Nasional Agraria dalam rangka persertifikatkan tanah secara masal, dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara ibarat yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1975, dan kepada peserta hak-haknya dikenakan kewajiban membayar biaya administrasi".

Berdasarkan ketentuan tersebut, pensertipikatan tanah dalam rangka PRONA dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara, tapi peserta sertipikat tanah PRONA tetap harus membayar biaya administrasi. Hal ini juga sesuai dengan gosip yang tercantum dalam laman resmi Badan Pertanahan Nasional (bpn.go.id).

Perincian biaya manajemen PRONA sanggup dilihat dalam boks di bawah :

a. Pemberian hak atas tanah Negara:

1. Di kawasan pedesaan

Untuk luas tanah hingga dengan 2 Ha sebesar Rp 3.000,-

2. Di kawasan perkotaan

  1. Untuk jenis penggunaan pertanian yang luasnya kurang dari 2000 M2 sebesar Rp 5.000,-
  2. Untuk jenis penggunaan bukan pertanian yang luasnya hingga 2.000 M2 sebesar Rp 10.000,-

b. Asal tanah milik budbahasa :

1. Daerah pedesaan

Untuk luas tanah hingga 2 Ha sebesar Rp. 1.000,-

2. Di kawasan perkotaan

Untuk luas tanah hingga 2.000 M2 sebesar Rp 1.000,-

Di samping biaya administrasi, kepada setiap peserta hak atas tanah Negara dikenakan pula uang sumbangan untuk penyelenggaraan Landreform sebesar 50% dari biaya administrasi.

Setiap pemohon dikenakan biaya Panitia A sebesar Rp. 1250,- untuk tiap bidang apabila lokasi tanah dalam proyek terdiri dari 10 bidang; sebesar Rp. 2.500,- apabila lokasi tanah dalam proyek terdiri dari 5 hingga 9 bidang.

Untuk biaya registrasi hak dikenakan pungutan sebesar :

a. Untuk konversi hak budbahasa

  1. Rp 10.000,- untuk kawasan perkotaan;
  2. Rp. 1.000,- untuk kawasan pedesaan;

b. Untuk penegasan hak

  1. Rp. 10.000,- untuk kawasan perkotaan;
  2. Rp. 1.000,- untuk kawasan pedesaan;

c. Untuk tanah negara

  1. Rp. 10.000; untuk kawasan pedesaan;
  2. Rp. 1.000,- untuk kawasan pedesaan;
Untuk biaya formulir sertifikat, dikenakan pungutan sebesar Rp. 2.000,-.

Jadi, pengurusan sertipikat tanah PRONA memang dikenakan biaya yaitu biaya manajemen yang perinciannya telah kami jelaskan di atas.

Hal ini dikuatakan dengan adanya larangan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/BPN untuk melaksanakan pungutan biaya dalam pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan arahan Menteri ATR/BPN pada Surat Edaran Nomor 709/3.2/2016 Tentang Pungutan Pada Kegiatan PRONA, bahwa dalam rangka dukungan pelayanan kepada masyarakat dibidang pertanahan, khususnya untuk kegiatan PRONA dan kegiatan pengakuan asset tanah yang di biayai oleh APBN/APBD.

Dasar aturan :

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA),
  2. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981 perihal Proyek Operasi Nasional Agraria,
  3. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 tahun 1995 perihal Perubahan Besarnya Pungutan Biaya Dalam Rangka Pemberian Sertipikat Hak Tanah yang Berasal Dari Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan Konversi Bekas Hak Tanah Adat, yang Menjadi Obyek Proyek Operasi Nasional Agraria,
  4.  PP No. 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 

Referensi :

  1. Budi Harsono;Undang-Undang Pokok Agraria, Sejarah Penyusunan Isi dan Pelaksanaannya, Jambatan Jakarta,1961.
  2. Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan,Rajawali Pers, Jakarta, 2008
  3. Ali Sofwan Husein, Konflik Pertanahan Dimensi Keadilan dan Kepentingan Ekonomi, Pustaka Sinar Harapan Jakarta, 1997.

Ilmu Pengetahuan Pengertian Aturan Agraria

Pengertian Hukum Agraria Istilah agrarian berasal dari kata Akker (Bahasa Belanda), Agros (Bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, Agger (Bahasa Latin) berarti tanah atau sebidang tanah, Agrarius (Bahasa Latin) berarti perladangan, persawahan, pertanian, Agrarian (Bahasa Inggris) berarti tanah untuk pertanian. 

 yang lebih dikenal dengan sebutan Undang Ilmu Pengetahuan Pengertian Hukum Agraria
Pengertian Hukum Agraria
Dalam Undang-undang No.5 Tahun 1960 perihal Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, disahkan tanggal 24 September 1960, yang lebih dikenal dengan sebutan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tidak memperlihatkan pengertian Agraria, hanya memperlihatkan ruang lingkup agrarian sebagaimana yang tercantum dalam konsideran, pasal-pasal maupun penjelasannya. Ruang lingkup Agraria berdasarkan UUPA mencakup bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia agraria diartikan sebagai urusan pertanahan atau tanah pertanian atau urusan pemilikan tanah

Pengertian aturan agraria dalam arti sempit ialah sebuah aturan tanah yang hanya mengatur duduk masalah pertanian, atau mengenai permukaan tanah dan kulit bumi saja.

Pengertian Hukum agraria dalam arti luas ialah seluruh kaidah aturan baik yang tertulis ataupun tidak tertulis yang mengatur duduk masalah bumi, air dalam batas-batas tertentu dan ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung didalam bumi.

Pengertian agraria secara luas sanggup kita temukan dalam Pasal 1 ayat (2) UUPA, mencakup bumi, air dan ruang angkasa. Lebih lanjut: Bumi mencakup permukaan bumi, badan bumi di bawahnya, dan yang berada di bawah air (Pasal 1 ayat (4) UUPA).

Berikut ini ialah definisi aturan agraria berdasarkan dari beberapa mahir :
Ada beberapa mahir aturan yang mengemukaakn pendapatnya mengenai aturan agraria, yaitu :

1. Mr. Boedi Harsono

Hukum agraria ialah suatu kaidah-kaidah aturan yang mengatur mengenai bumi, air dalam batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terdapat di dalam bumi, baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis.

2. Drs. E. Utrecht SH

Hukum agraria sebagai aturan istimewa memungkinkan pejabat manajemen bertugas mengurus permasalahan perihal agraria untuk melaksanakan kiprah mereka.

3. Bachsan Mustafa SH

Hukum agraria merupakan himpunan peraturan yang mengatur perihal bagaimana para pejabat pemerintah menjalankan kiprah mereka dibidang keagrariaan. 

Sumber Hukum :

Undang Undang Nomor5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

Referensi :

  1. Adrian Sutedi,2006, Peralihan hak atas tanah dan pendaftarannya, Jakarta:Sinar Grafika.
  2. A.P. Parlindungan,1999, Pendaftaran tanah di Indonesia, Bandung: CV.Mandar maju.
  3. Adrian Sutedi, 2008, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum (Dalam pengadaan tanah untuk pembangunan), Jakarta:Sinar Grafika.

Ilmu Pengetahuan Aturan Agraria Dalam Arti Luas, Sempit Dan Azas-Azas Aturan Agraria

Hukum Agraria Dalam Arti Luas, Sempit Dan Azas-Azas Hukum Agraria Istilah agrarian berasal dari kata Akker (Bahasa Belanda), Agros (Bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, Agger (Bahasa Latin) berarti tanah atau sebidang tanah, Agrarius (Bahasa Latin) berarti perladangan, persawahan, pertanian, Agrarian (Bahasa Inggris) berarti tanah untuk pertanian.
 Pengertian Hukum Agraria Dalam Arti Luas Dan Sempit Ilmu Pengetahuan Hukum Agraria Dalam Arti Luas, Sempit Dan Azas-Azas Hukum Agraria
Hukum Agraria

1. Pengertian Hukum Agraria Dalam Arti Luas Dan Sempit

Dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, disahkan tanggal 24 September 1960, yang lebih dikenal dengan sebutan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tidak menunjukkan pengertian Agraria, hanya menunjukkan ruang lingkup agrarian sebagaimana yang tercantum dalam konsideran, pasal-pasal maupun penjelasannya. Ruang lingkup Agraria berdasarkan UUPA mencakup bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya..

Pengertian Hukum Agraria dalam Arti luas dikaitkan dengan Pasal 2 ayat 1 dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, maka sasaran Hukum Agraria meliputi: Bumi, Air dan Ruang Angkasa termasuk Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya sebagai lazimnya disebut dengan Sumber-sumber Alam.

Pengertian agraria dalam arti sempit, hanyalah mencakup permukaan bumi yang disebut tanah, sedangkan pengertian agraria dalam arti luas ialah mencakup bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Pengertian tanah yang dimaksudkan disini buka dalam pengertian fisik, melainkan tanah dalam pengertian yuridis, yaitu hak. Pengertian agraria yang dimuat dalam UUPA ialah pengertian UUPA dalam arti luas.

Karenanya Pengertian Hukum Agraria indonesia dalam arti luas, merupakan suatu kelompok dari aneka macam aturan yang mengatur Hak-hak Penguasaan atas Sumber-sumber Alam Indonesia yang mencakup :
  1. Hukum Pertanahan, bidang aturan yang mengatur Hak-hak Pengaturan Atas Tanah;
  2. Hukum Pengairan, aturan aturan yang mengatur mengenai Hak-hak Atas Air;
  3. Hukum Pertambangan, aturan yang mengatur mengenai Hak-hak Penguasaan Atas Bahan Galian;
  4. Hukum Kehutanan, yang mengatur aturan mengenai Hak-hak Penguasaan Atas Hutan dan Hasil Hutan; dan
  5. Hukum Perikanan, bab aturan yang mengatur Hak-hak Penguasaan Atas Ikan dan lain-lain dan Perairan Darat lainnya.
Berdasarkan Pengertian Hukum Agraria secara luas di atas sanggup disimpulkan bahwa Pengertian Hukum Agraria dalam arti Luas ialah aturan-aturan aturan di Indonesia yang diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria yang meliputi: Hukum Pertanahan, Hukum Pengairan, Hukum Pertambangan, Hukum Kehutanan dan Hukum Perikanan.

Definisi aturan agraria berdasarkan beberapa andal :
Ada beberapa andal aturan yang mengemukaakn pendapatnya mengenai aturan agraria, yaitu :
  • Mr. Boedi Harsono

Hukum agraria ialah suatu kaidah-kaidah aturan yang mengatur mengenai bumi, air dalam batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terdapat di dalam bumi, baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis.
  • Drs. E. Utrecht SH

Hukum agraria sebagai aturan istimewa memungkinkan pejabat manajemen bertugas mengurus permasalahan perihal agraria untuk melaksanakan kiprah mereka.
  • Bachsan Mustafa SH

Hukum agraria merupakan himpunan peraturan yang mengatur perihal bagaimana para pejabat pemerintah menjalankan kiprah mereka dibidang keagrariaan.

2. Azas-Azas Hukum Agraria

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia agraria diartikan sebagai urusan pertanahan atau tanah pertanian atau urusan pemilikan tanah

Pengertian aturan agraria dalam arti sempit ialah sebuah aturan tanah yang hanya mengatur problem pertanian, atau mengenai permukaan tanah dan kulit bumi saja.

Pengertian Hukum agraria dalam arti luas ialah seluruh kaidah aturan baik yang tertulis ataupun tidak tertulis yang mengatur problem bumi, air dalam batas-batas tertentu dan ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung didalam bumi.

Ada beberapa asas aturan agraria yang berlaku di Indonesia, diantaranya :
  • Asas nasionalisme

Asas nasionalisme menyatakan hanya warga Negara Indonesia saja yang memiliki hak milik atas tanah dan hubungan antara bumi dan ruang angkasa tanpa membedakan pria atau perempauan baik warga negara orisinil ataupun keturunan.
  • Asas dikuasai oleh Negara

Asas dikuasai oleh Negara menyatakan bahwa bumi, air dan ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara.
  • Asas aturan etika yang disaneer

Asas aturan etika yang disaneer menyatakan bahwa aturan etika yang sudah higienis dari dari segi negatif sanggup dipakai sebagai aturan agrarian.
  • Asas fungsi social

Asas fungsi social menyatakan bahwa penggunaan tanah dilarang bertentangan dengan norma kesusilaan dan keagamaan dan juga hak-hak orang lain serta kepentingan umum.
  • Asas kebangsaan atau (demokrasi)

Asas kebangsaan menyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak milik tanah.
  • Asas non diskriminasi (tanpa pembedaan)

Asas non diskriminasi merupakan asas yang mendasari aturan agraria.
  • Asas gotong royong

Asas bahu-membahu menyatakan bahwa segala perjuangan bersama berdasarkan kepentingan bersama dalam rangka mewujudkan kepentingan nasional dalam bentuk gotong royong.
  • Asas unifikasi

Menurut Asas unifikasi Hukum agraria disatukan menjadi satu UU yang berlaku bagi seluruh Warga Negara Indonesia.
  • Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)

Asas pemisahan horizontal menyatakan ada pemisahan hak kepemilikan antara pemilik tanah dengan benda dan bangunan yang ada di atasnya.

Dasar Hukum :

Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

Referensi :

  1. Ali Achmad Chomzah, 2003. Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia). Yang Menerbitkan Prestasi Pustakaraya: Jakarta.
  2. Budi Harsono;Undang-Undang Pokok Agraria, Sejarah Penyusunan Isi dan Pelaksanaannya, Jambatan Jakarta,1961.
  3. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-hukum-agraria

Ilmu Pengetahuan Penerbitan Hgb Pulau D Reklamasi Jakarta Digugat Walhi Dan Nelayan

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Walhi dan 15 orang nelayan menggugat penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) Pulau D, salah satu daratan buatan hasil Reklamasi Teluk Jakarta, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, pada Selasa (21/11/2017).

Pihak penggugat menilai penerbitan HGB Pulau D, yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara pada 23 Agustus kemudian itu, melanggar prosedur.

"Dalam penerbitan HGB (Pulau D) ini ada suatu proses yang salah," kata Tigor Gemdita Hutapea, pelopor Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara) yang menjadi kuasa aturan penggugat, pada hari ini.

 orang nelayan menggugat penerbitan Hak Guna Bangunan  Ilmu Pengetahuan Penerbitan HGB Pulau D Reklamasi Jakarta Digugat Walhi dan Nelayan
Aktifitas pembangunan gedung-gedung di Pulau D Reklamasi Teluk Jakarta, Jakarta, Selasa (31/10/2017). tirto.id/Arimacs Wilander.
Ia menjelaskan, dalam proses reklamasi, penerbitan HGB yaitu tahap terakhir dari perizinan. Tapi, sebelumnya harus ada serentetan mekanisme yang wajib dilalui, menyerupai Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), pembuatan Perda Zonasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZP3K), Izin Lokasi, Izin Lingkungan, dan Izin Pelaksanaan.

"Tapi yang terjadi izin KLHS tidak ada, Perda RZP3K tidak ada, pribadi lompat ke Izin Lokasi, Izin Lingkungan, Izin Pelaksanaan dan HGB," kata Tigor. "Ini yang kedepannya sanggup berakibat kerusakan lingkungan, dan pemanfaatan yang bermasalah.”

Tigor juga menuding proses penerbitan HGB Pulau D dilakukan secara kilat dan asal-asalan. Ia mencontohkan terdapat beberapa kejanggalan dalam SK HGB yang ditandatangani Kepala BPN Jakarta Utara, Kasten Situmorang.

"HGB ini dibentuk secara kilat dan asal-asalan, kenapa? Permohonan tanggal 23 [Agustus 2017] kemudian terbit pada hari itu juga. Tapi, tanggal 24 [Agustus 2017] mereka melaksanakan pengukuran, dan hasil pengukuran dimasukkan ke dalam pertimbangan HGB," kata Tigor.

Dalam Surat Keputusan HGB Pulau D, BPN Jakarta Utara memasukkan 22 peraturan sebagai pertimbangan yuridis. Namun, Tigor menyangsikan kebenaran klaim BPN ini.

"Ketika pertimbangan itu masuk, ia harus mengecek 22 pertimbangan yuridis ini. Apa sehari ini cukup waktunya?" Kata ia menyerupai diberitakan Tirto.

Baca :
Adapun Iwan, pelopor Koalisi Nelayan Tradisional mempertanyakan ketegasan Pemprov DKI Jakarta untuk menindak bangunan-bangunan tak berizin di pulau-pulau hasil reklamasi. "Pemerintah belum tegas dan (belum) mengadili itu," ujarnya.

Dia mengeluh, "Kenapa pengembang berdiri bangunan begitu megahnya begitu luasnya tidak ada izinya dibiarkan begitu saja? Apakah pengembang kebal hukum?"

Sebelum ada somasi ke PTUN, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta telah mengajukan surat keberatan terhadap penerbitan Surat Keputusan HGB Pulau D ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Namun, sampai sekarang belum ada jawaban lebih lanjut.

"Sebelumnya kami sudah kasih permohonan keberatan ke Pak Menteri [Agraria dan Tata Ruang] langsung, tapi sudah tiga bulan belum ada tanggapan," kata Nelson Simamora dari LBH Jakarta.(***)

Ilmu Pengetahuan Pengurusan Akta Tanah Mudah, Cepat Dan Mulai Kini Biaya Yang Diharapkan Hanya Rp. 50.000,

Pengurusan Sertifikat Tanah Mudah, Cepat Dan Mulai Sekarang Biaya Yang Diperlukan Hanya Rp. 50.000, Dalam sistem Hukum Agraria di Indonesia dikenal ada beberapa macam hak penguasaan atas tanah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1961 wacana Pokok Agraria, yaitu antara lain: Hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan.

Pada dasarnya istilah “sertifikat” itu sendiri berasal dari bahasa Inggris (certificate) yang berarti ijazah atau Surat Keterangan yang dibentuk oleh Pejabat tertentu. Dengan proteksi surat keterangan berarti Pejabat yang bersangkutan telah memperlihatkan status wacana keadaan seseorang.

Istilah “Sertifikat Tanah” dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai surat keterangan tanda bukti pemegang hak atas tanah dan berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dengan penerbitan akta hak atas tanah bahwa telah menunjukan bahwa seseorang itu memiliki hak atas suatu bidang tanah, ataupun tanah seseorang itu dalam kekuasaan tanggungan, menyerupai akta Hipotek atau Kreditverband, berarti tanah itu terikat dengan Hipotek atau Kreditverband (Budi Harsono:1998).

Pengertian Sertifikat Tanah sanggup dilihat dasarnya yaitu dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Pasal 19, menyebutkan bahwa :
  • Ayat (1) Untuk menjamin kepastian aturan oleh pemerintah diadakan registrasi tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  • Ayat (2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) Pasal ini mencakup :
  1. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah;
  2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
  3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Dengan berdasar ketentuan Pasal 19 UUPA, khususnya ayat (1) dan (2), sanggup diketahui bahwa dengan registrasi tanah/pendaftaran hak-hak atas tanah, sebagai akhir hukumnya maka pemegang hak yang bersangkutan akan diberikan surat tanda hak atas tanah dan berlaku sebagai alat pembuktian yang besar lengan berkuasa terhadap pemegang hak atas tanah tersebut.

Sertifikat Tanah atau Sertifikat Hak Atas Tanah atau disebut juga Sertifikat Hak terdiri salinan Buku Tanah dan Surat Ukur yang dijilid dalam 1 (satu) sampul. Sertifikat tanah memuat :
  1. Data fisik: letak, batas-batas, luas, keterangan fisik tanah dan beban yang ada di atas tanah;
  2. Data yuridis: jenis hak (hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak pengelolaan) dan siapa pemegang hak.
Istilah “sertifikat” dalam hal dimaksud sebagai surat tanda bukti hak atas tanah sanggup kita temukan di dalam Pasal 13 ayat (3) dan (4) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1961, bahwa :
  • Ayat (3) Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur sesudah dijahit secara gotong royong dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria, disebut Sertifikat dan diberikan kepada yang berhak”.
  • Ayat (4) Sertifikat tersebut pada ayat (3) pasal ini yaitu surat tanda bukti hak yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria”.
Serifikat hak atas tanah ini diterbitkan oleh Kantor Agraria Tingkat II (Kantor Pertanahan) seksi registrasi tanah. Pendaftaran itu baik untuk registrasi pertama kali (recording of title) atau pun registrasi berkelanjutan (continious recording) yang dibebankan oleh kekuasaan hak menguasai dari negara dan tidak akan pernah diserahkan kepada instansi yang lain. Sertifikat tanah yang diberikan itu sanggup berfungsi sebagai alat bukti hak atas tanah, apabila dipersengketakan.

Berdasarkan keadaan bahwa pada dikala ini banyak terjadi sengketa di bidang pertanahan, sehingga menuntut kiprah maksimal dan profesionalisme yang tinggi dari petugas Kantor Pertanahan yang secara eksplisit tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai pembatasan waktu untuk menuntaskan proses registrasi tanah di Kantor Pertanahan maupun pengenaan hukuman kepada petugas Kantor Pertanahan apabila melaksanakan kesalahan dalam pelaksanaan seluruh dan atau setiap proses dalam registrasi tanah. Hal ini bersahabat kaitannya dengan hakikat dari akta tanah itu sendiri, yaitu:
  1. Memberikan kepastian aturan mengenai hak-hak baik oleh insan secara perorangan maupun suatu tubuh hukum;
  2. Merupakan alat bukti yang besar lengan berkuasa bahwa subjek aturan yang tercantum dalam akta tersebut yaitu pemegang hak sesungguhnya, sebelum dibuktikan sebaliknya atau telah lewat jangka waktu 5 (lima) tahun semenjak penerbitan akta tanah;
  3. Memberikan kepastian mengenai subjek dan objek hak atas tanah serta status hak atas tanah tersebut. 

 Cepat Dan Mulai Sekarang Biaya Yang Diperlukan Hanya Rp Ilmu Pengetahuan Pengurusan Sertifikat Tanah Mudah, Cepat Dan Mulai Sekarang Biaya Yang Diperlukan Hanya Rp. 50.000,
Sertifikat Tanah
Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ferry Mursyidan Baldan ATR/BPN, dengan mengurus sendiri tanpa ada perwakilan atau bahkan juga calo, sistem penerbitan akta justru lebih mudah.

"Pertama, tiba ke loket BPN, kelak di beri barcode atau PIN. Bila ketemu si A, si B, ya kita sulit (mencarinya), " tutur Ferry di Garut, Jawa Barat, Rabu (13/4/2016).

Ia menerangkan, bila orang-orang mengurusi sendiri ke loket Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta disuruh membayar beberapa dana, minta buktinya.

Pasalnya, semua besaran biaya service pertanahan sudah ditata dalam Ketentuan Pemerintah (PP) Nomer 128 Th. 2015 mengenai Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

PP ini jadi standard biaya yang diputuskan untuk manajemen mengurusi tanah, yakni Rp 50. 000.

Waktu orang-orang telah memperoleh barcode atau PIN, semestinya manajemen usai maksimal tujuh hari. Bila pada hari ke-8 belum usai, orang-orang sanggup memberikan kembali pada BPN.

"Kami sanggup lacak alhasil ada barcode dengan cara on-line. Maka dari itu, bila beli tanah, bertanya BPN, " papar Ferry.

Oknum BPN

Disamping itu, berkaitan ada oknum BPN yang memohon beberapa biaya diluar dari ketetapan yang berlaku, Ferry menyatakan akan memperlihatkan sanksi.

Pemungutan dana diluar dari ketetapan ini, berdasarkan dia, masuk dalam kelompok k0rupsi serta mesti selekasnya ditindak.

Karenanya, Ferry mengimbau orang-orang agar tidak lagi memikirkan negatif problem BPN yang senantiasa memungut dana besar atau keluarkan akta dalam waktu lama.

"Bila kita terus-menerus memikirkan BPN usang mengurusinya, itu ciri-ciri orang yang biasanya menghindari ke BPN. Kami tantang tiba sendiri ke BPN, segera serta janganlah diwakili, " ucap Ferry.

Dalam hal ini, Presiden Jokowi menyampaikan Mengurus Sertifikat Tanah Gratis & Cepat, Pejabat yang Bikin Sulit Saya Copot, dikala ini birokrasi dilarang menyulitkan masyarakat, khususnya petani, nelayan, serta pelaku perjuangan kecil, mikro, dan menengah.

Menurut Jokowi, pejabat di tingkat mana pun harus mendukung perjuangan masyarakat. Kalau tidak, Presiden tak segan mengganti para pejabat tersebut.

"Sudah bukan waktunya lagi menciptakan sulit. Kalau ada pejabat yang menyulit-nyulitkan, copot, ganti yang baru," katanya dikala memperlihatkan sambutan dalam peluncuran “Program Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat” di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Senin, 11 April 2016.

Jokowi menyampaikan bahwasanya dikala ini para petani, nelayan, atau pelaku perjuangan kecil yang ingin mendapat modal dari bank sudah mudah.

Jokowi mencontohkan, Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari bank milik BUMN menerapkan tingkat bunga yang rendah, yakni hanya 9 persen. Bahkan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah 7 persen.

Jokowi meminta masyarakat memanfaatkan akomodasi itu. "Jangan lari ke rentenir lagi. Kalau sulit pinjam ke BNI, BRI, Mandiri, sulitnya apa? Sampaikan, sulitnya di mana," ujarnya.

Presiden menyampaikan kementerian-kementerian juga harus menyediakan kebutuhan petani atau nelayan. Menurut dia, Kementerian Pertanian harus fokus pada kebutuhan rakyat. Ia mencontohkan, kalau petani membutuhkan bibit, Kementerian Pertanian harus menyediakan bibit, bukan traktor.

Presiden menyampaikan birokrasi yang hanya menyulitkan petani atau nelayan tidak sanggup ditoleransi alasannya hanya menyulitkan rakyat kecil. "Jadi kini harus kerja bareng semua," ucapnya.

Sumber Hukum : 

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1961 Tentang Pokok Agraria,
  2.  Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah.
Referensi : Kompas.Com