Ilmu Pengetahuan Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria) Yakni Pelayanan Registrasi Tanah Yang Sederhana, Mudah, Cepat Dan Murah Untuk Penerbitan Sertipikat/Tanda Bukti Hak Atas Tanah

PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria) Adalah Pelayanan Pendaftaran Tanah Yang Sederhana, Mudah, Cepat Dan Murah Untuk Penerbitan Sertipikat/Tanda Bukti Hak Atas Tanah Pendaftaran tanah yakni rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, mencakup pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar , mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk dukungan surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

 Adalah Pelayanan Pendaftaran Tanah Yang Sederhana Ilmu Pengetahuan PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria) Adalah Pelayanan Pendaftaran Tanah Yang Sederhana, Mudah, Cepat Dan Murah Untuk Penerbitan Sertipikat/Tanda Bukti Hak Atas Tanah
Sertifikat Prona
Pendaftaran tanah yakni suatu kegiatan manajemen yang dilakukan pemilik terhadap hak atas tanah, baik dalam pemindahan hak ataupun dukungan dan pengakuan hak baru, kegiatan registrasi tersebut memperlihatkan suatu kejelasan status terhadap tanah.

Dalam Pasal 1 PP No. 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah disebutkan registrasi tanah yakni rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, mencakup pengumpulan pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk dukungan surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

I. Sertipikasi PRONA

Nama kegiatan pengakuan asset yang umum dikenal dengan PRONA, yakni abreviasi dari Proyek Operasi Nasional Agraria. PRONA yakni salah satu bentuk kegiatan pengakuan asset dan pada hakekatnya merupakan proses manajemen pertanahan yang meliputi; adjudikasi, registrasi tanah hingga dengan penerbitan sertipikat/tanda bukti hak atas tanah dan diselenggarakan secara massal. PRONA dimulai semenjak tahun 1981 menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981 Tentang Proyek Operasi Nasional Agraria. Berdasarkan keputusan tersebut, Penyelenggara PRONA bertugas memproses pensertipikatan tanah secara masal sebagai perwujudan daripada aktivitas Catur Tertib di Bidang Pertanahan.

Kegiatan PRONA pada prinsipnya merupakan kegiatan registrasi tanah pertama kali. PRONA dilaksanakan secara terpadu dan ditujukan bagi segenap lapisan masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah dan menyeselaikan secara tuntas terhadap sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis. Tujuan PRONA yakni memperlihatkan pelayanan registrasi pertama kali dengan proses yang sederhana, mudah, cepat dan murah dalam rangka percepatan registrasi tanah diseluruh indonesia dengan mengutamakan desa miskin/tertinggal, kawasan pertanian subur atau berkembang, kawasan penyangga kota, pinggiran kota atau kawasan miskin kota, kawasan pengembangan ekonomi rakyat.

PRONA merupakan salah satu wujud upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan ekonomi lemah hingga dengan menengah. Biaya pengelolaan penyelenggaraan PRONA, seluruhnya dibebankan kepada rupiah murni di dalam APBN pada alokasi DIPA BPN RI. Sedangkan biaya-biaya yang berkaitan dengan ganjal hak/alat bukti perolehan/penguasaan tanah, patok batas, materai dan BPHTB/PPh menjadi tanggung jawab Peserta PRONA.

Peserta PRONA berkewajiban untuk :
  1. Menyediakan/menyiapkan Alas hak/alat bukti perolehan/penguasaan tanah yang akan dijadikan dasar registrasi tanah sesuai ketentuan yang berlaku;
  2. Menunjukkan letak dan batas-batas tanah yang dimohon (dapat dengan kuasa);
  3. Menyerahkan Bukti Setor Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Bukti Setor Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PPh) bagi peserta yang terkena ketentuan tersebut; dan
  4. Memasang patok batas tanah sesuai ketentuan yang berlaku.

II. Kriteria Subyek PRONA

Subyek atau peserta PRONA yakni masyarakat golongan ekonomi lemah hingga dengan menengah. Masyarakat golongan ekonomi lemah hingga dengan menengah yang memenuhi persyaratan sebagai subyek/peserta PRONA yaitu pekerja dengan penghasilan tidak tetap antara lain petani, nelayan, pedagang, peternak, pengrajin, pelukis, buruh musiman dan lain-lain pekerja dengan penghasilan tetap :
  1. Pegawai perusahaan baik swasta maupun BUMN/BUMD dengan penghasilan per bulan sama atau di bawah Upah Minimum Regional (UMR) yang ditetapkan oleh masing-masing kabupaten/kota, yang dibuktikan dengan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan surat keterangan penghasilan dari perusahaan;
  2. Veteran, Pegawai Negeri Sipil pangkat hingga dengan Penata Muda Tk.I (III/d), prajurit TNI pangkat hingga dengan Kapten dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia pangkat hingga dengan Komisaris Polisi, dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan pangkat terakhir;
  3. Istri/suami veteran, istri/suami Pegawai Negeri Sipil, istri/suami prajurit Tentara Nasional Indonesia, istri/suami anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam aksara b), dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan pangkat terakhir dan sertifikat nikah;
  4. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, pensiunan TNI dan pensiunan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan pensiun;
  5. Janda/duda pensiunan Pegawai Negeri Sipil, janda/duda pensiunan Tentara Nasional Indonesia, janda/duda pensiunan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dibuktikan dengan foto copy Surat Keputusan pensiun janda/duda dan sertifikat nikah.

 

III. Kriteria Penetapan Lokasi PRONA

Di dalam penetapan lokasi PRONA perlu memperhatikan kondisi wilayah dan infrastruktur pertanahanan yang tersedia.

A. Kondisi Wilayah :

Lokasi Kegiatan PRONA diarahkan pada wilayah-Wilayah sebagai berikut :
  • desa miskin/tertinggal;
  • daerah pertanian subur atau berkembang;
  • daerah penyangga kota, pinggiran kota atau kawasan miskin kota;
  • daerah pengembangan ekonomi rakyat;
  • daerah lokasi peristiwa alam;
  • daerah permukiman padat penduduk serta memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan;
  • daerah diluar sekeliling transmigrasi;
  • daerah penyangga kawasan Taman Nasional;
  • daerah permukiman gres yang terkena pengembangan prasarana umum atau relokasi akhir peristiwa alam.

B.Infrastruktur Pertanahan

Penetapan lokasi wilayah desa/kelurahan PRONA, hendaknya memperhatikan ketersediaan infrastruktur pertanahan, antara lain :
  • Rencana Umum Tata Ruang Wilayah;
  • Inventarisasi Pengaturan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T);
  • Peta Penatagunaan Tanah;
  • Peta Pengukuran dan Pendaftaran Tanah (Fotogrametis);
  • Infrastruktur Titik Dasar Teknik dan Peta Dasar Pendaftaran;
  • Teknologi Informasi dan Komunikasi;
  • Mobil dan peralatan Larasita; dan
  • Infrastruktur lainnya.

IV. Kriteria Obyek PRONA

  1. Tanah sudah dikuasai secara fisik
  2. Mempunyai ganjal hak (bukti kepemilikan)
  3. Bukan tanah warisan yang belum dibagi
  4. Tanah tidak dalam keadaan sengketa
  5. Lokasi tanah berada dalam wilayah kabupaten lokasi peserta aktivitas yang dibuktikan dengan KTP
  6. Memenuhi ketentuan perihal luas tanah maksimal obyek PRONA.

 

V. LUAS dan JUMLAH TANAH OBYEK PRONA

A. Tanah Negara :

  • Tanah non pertanian dengan luas hingga dengan 2.000 m2 (dua ribu meter persegi), kecuali obyek PRONA yang berlokasi wilayah Kab/Kota Kantor Pertanahan tipe A hingga dengan luas 500 m2 (lima ratus meter persegi); dan
  • Tanah pertanian dengan luas hingga 2 ha (dua hektar).

B. Penegasan konversi/pengakuan hak :

  • Tanah non pertanian dengan luas hingga dengan 5.000 m2 (lima ribu meter persegi), kecuali obyek PRONA yang berlokasi wilayah Kab/Kota Kantor Pertanahan tipe A hingga dengan luas 1.000 m2 (seribu meter persegi); dan
  • Tanah pertanian dengan luas hingga 5 ha (lima hektar).

C. Jumlah bidang tanah :

Bidang tanah yang sanggup didaftarkan atas nama seseorang atau 1 (satu) peserta dalam kegiatan PRONA paling banyak 2 (dua) bidang tanah

 

VI. Tahapan Pelaksanaan PRONA

  1. Penyerahan DIPA;
  2. Penetapan Lokasi;
  3. Penyuluhan;
  4. Pengumpulan data (alat bukti/alas hak, Penetapan Peserta);
  5. Pengukuran dan Pemetaan;
  6. Pemeriksaan Tanah;
  7. Pengumuman;
  8. Penerbitan SK Hak/Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis (Penetapan Hak);
  9. Penerbitan sertipikat/Pembukuan Hak; dan
  10. Penyerahan Sertipikat

VII. SUMBER BIAYA PRONA

Mengenai biaya yang dikenakan untuk sertipikat tanah PRONA, hal itu diatur dalam Keputusan Meneg Agraria/Kepala Badan pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1995 perihal Perubahan Besarnya Pungutan Biaya Dalam Rangka Pemberian Sertipikat Hak Tanah yang Berasal Dari Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan Konversi Bekas Hak Tanah Adat, yang Menjadi Obyek Proyek Operasi Nasional Agraria (“Kepmeneg Agraria 4/1995”).

Biaya untuk pelaksanaan pengelolaan kegiatan PRONA bersumber dari rupiah murni pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang dialokasikan ke DIPA-BPN RI. Anggaran dimaksud mencakup biaya untuk:
  1. Penyuluhan;
  2. Pengumpulan Data (alat bukti/alas hak);
  3. Pengukuran Bidang Tanah;
  4. Pemeriksaan Tanah;
  5. Penerbitan SK Hak/Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis;
  6. Penerbitan Sertipikat;
  7. Supervisi dan Pelaporan.
Sedangkan biaya materai, pembuatan dan pemasanagan patok tanda batas, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PPh) bagi yang terkena ketentuan perpajakan menjadi beban kewajiban peserta program.

Pada Pasal 1 ayat (1) Kep Meneg Agraria 4/1995 menyatakan sebagai berikut :
"Pemberian hak-hak atas tanah negara kepada masyarakat, penegasan/pengakuan atas tanah-tanah hak budbahasa dan tanah-tanah lainnya yang ditentukan sebagai lokasi Proyek Operasi Nasional Agraria dalam rangka persertifikatkan tanah secara masal, dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara ibarat yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1975, dan kepada peserta hak-haknya dikenakan kewajiban membayar biaya administrasi".

Berdasarkan ketentuan tersebut, pensertipikatan tanah dalam rangka PRONA dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara, tapi peserta sertipikat tanah PRONA tetap harus membayar biaya administrasi. Hal ini juga sesuai dengan gosip yang tercantum dalam laman resmi Badan Pertanahan Nasional (bpn.go.id).

Perincian biaya manajemen PRONA sanggup dilihat dalam boks di bawah :

a. Pemberian hak atas tanah Negara:

1. Di kawasan pedesaan

Untuk luas tanah hingga dengan 2 Ha sebesar Rp 3.000,-

2. Di kawasan perkotaan

  1. Untuk jenis penggunaan pertanian yang luasnya kurang dari 2000 M2 sebesar Rp 5.000,-
  2. Untuk jenis penggunaan bukan pertanian yang luasnya hingga 2.000 M2 sebesar Rp 10.000,-

b. Asal tanah milik budbahasa :

1. Daerah pedesaan

Untuk luas tanah hingga 2 Ha sebesar Rp. 1.000,-

2. Di kawasan perkotaan

Untuk luas tanah hingga 2.000 M2 sebesar Rp 1.000,-

Di samping biaya administrasi, kepada setiap peserta hak atas tanah Negara dikenakan pula uang sumbangan untuk penyelenggaraan Landreform sebesar 50% dari biaya administrasi.

Setiap pemohon dikenakan biaya Panitia A sebesar Rp. 1250,- untuk tiap bidang apabila lokasi tanah dalam proyek terdiri dari 10 bidang; sebesar Rp. 2.500,- apabila lokasi tanah dalam proyek terdiri dari 5 hingga 9 bidang.

Untuk biaya registrasi hak dikenakan pungutan sebesar :

a. Untuk konversi hak budbahasa

  1. Rp 10.000,- untuk kawasan perkotaan;
  2. Rp. 1.000,- untuk kawasan pedesaan;

b. Untuk penegasan hak

  1. Rp. 10.000,- untuk kawasan perkotaan;
  2. Rp. 1.000,- untuk kawasan pedesaan;

c. Untuk tanah negara

  1. Rp. 10.000; untuk kawasan pedesaan;
  2. Rp. 1.000,- untuk kawasan pedesaan;
Untuk biaya formulir sertifikat, dikenakan pungutan sebesar Rp. 2.000,-.

Jadi, pengurusan sertipikat tanah PRONA memang dikenakan biaya yaitu biaya manajemen yang perinciannya telah kami jelaskan di atas.

Hal ini dikuatakan dengan adanya larangan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/BPN untuk melaksanakan pungutan biaya dalam pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan arahan Menteri ATR/BPN pada Surat Edaran Nomor 709/3.2/2016 Tentang Pungutan Pada Kegiatan PRONA, bahwa dalam rangka dukungan pelayanan kepada masyarakat dibidang pertanahan, khususnya untuk kegiatan PRONA dan kegiatan pengakuan asset tanah yang di biayai oleh APBN/APBD.

Dasar aturan :

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA),
  2. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981 perihal Proyek Operasi Nasional Agraria,
  3. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 tahun 1995 perihal Perubahan Besarnya Pungutan Biaya Dalam Rangka Pemberian Sertipikat Hak Tanah yang Berasal Dari Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan Konversi Bekas Hak Tanah Adat, yang Menjadi Obyek Proyek Operasi Nasional Agraria,
  4.  PP No. 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 

Referensi :

  1. Budi Harsono;Undang-Undang Pokok Agraria, Sejarah Penyusunan Isi dan Pelaksanaannya, Jambatan Jakarta,1961.
  2. Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan,Rajawali Pers, Jakarta, 2008
  3. Ali Sofwan Husein, Konflik Pertanahan Dimensi Keadilan dan Kepentingan Ekonomi, Pustaka Sinar Harapan Jakarta, 1997.

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment