Showing posts sorted by relevance for query acara-fgd-kekuasaan-kehakiman-perlu. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query acara-fgd-kekuasaan-kehakiman-perlu. Sort by date Show all posts

Ilmu Pengetahuan Program Fgd : Kekuasaan Kehakiman Perlu Ditata Kembali

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Pasca-amandemen Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, lembaga-lembaga yang menjalankan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam Bab IX, Pasal 24, 24A, 24B, dan 24C perlu ditata ulang, tapi bukan berarti kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945. Pemikiran itu mencuat dalam program focus group discussion (FGD) yang digelar Lembaga Pengkajian MPR RI di Hotel Java Paragon, Surabaya, Kamis, 24 November 2016.

Acara FGD yang dibuka Ketua Lembaga Pengkajian MPR RI Rully Chairul Azwar itu dilaksanakan melalui kolaborasi dengan Universitas Dr. Soetomo dan dihadiri belasan perguruan tinggi tinggi di Jawa Timur, menyerupai dari Malang, Jember, Bangkalan, Gresik, dan Madiun. Hadir sebagai narasumber di program ini mantan hakim MK Haryono, serta pakar aturan Himawan Estu Bagyo dan Abdul Wahid.

lembaga yang menjalankan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam Bab IX Ilmu Pengetahuan Acara FGD : Kekuasaan Kehakiman Perlu Ditata Kembali
Banyak problem yang menciptakan lembaga-lembaga penegak keadilan masih memperoleh penilaian negatif dari masyarakat.
Dalam sambutannya, Rektor Universitas Dr. Soetomo Bachrul Amiq menegaskan, meski pasca-amandemen kekuasaan kehakiman sudah dikelola dalam satu atap di Mahkamah Agung (MA), masih terjadi banyak problem yang menciptakan lembaga-lembaga penegak keadilan memperoleh penilaian negatif dari masyarakat. Contohnya, kekuasaan kehakiman yang belum bebas dari problem korupsi. “Padahal ini dihentikan terjadi alasannya di lembaga-lembaga ini orang mencari keadilan,” katanya.

Rully juga menyatakan, kekuasaan kehakiman dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 menjadi salah satu topik bahasan. Lembaga Pengkajian menangkap aspirasi masyarakat bahwa lembaga-lembaga penyelenggara kekuasaan kehakiman, menyerupai MA dan Mahkamah Konstitusi (MK), belum menjalankan fungsinya sesuai dengan yang dibutuhkan dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945. Demikian juga dengan Komisi Yudisial yang bertugas menjaga integritas lembaga-lembaga kehakiman, belum bisa menjalankan kewenangannya secara maksimal.

Dalam paparannya, Haryono memberikan ketidaksetujuannya kalau forum menyerupai MK dibubarkan. Kalaupun MK akan direevaluasi, berdasarkan dia, hal itu hanya terkait dengan kewenangannya. “Tapi yang dihentikan hilang dari MK ialah kewenangan judicial review dan penanganan sengketa antarlembaga tinggi negara. Terkait impeachment, itu biar urusan MA alasannya menyangkut pelanggaran pidana,” ujarnya.
Pembicara lain, Abdul Wahid, berpendapat, aturan terkait MK yang ada di Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 tidak perlu dirombak, tapi justru harus diperkuat. Ia mencontohkan dalam perkara impeachment, MK terkesan hanya menjadi forum pedoman alasannya keputusan terakhir tetap ada di MPR. “Ini kan terkesan tidak konsisten. Kita kan ingin pemakzulan itu didasari alasan hukum, tapi alasannya kata putus tetap ada di MPR, kesudahannya lebih berpengaruh aspek politisnya,” tuturnya ketika dirilis isu ini dari Tempo. (***

Mengenai Komisi Yudisial (KY), semua narasumber menyatakan KY belum cukup berpengaruh kewenangannya sehingga perlu diperkuat. Misalnya, konstitusi harus secara tegas mengatur supaya kewenangan pengawasan KY mencakup juga hakim konstitusi, tidak semata hakim agung. Selain itu, diusulkan supaya KY mempunyai kewenangan mengangkat serta memberhentikan hakim agung dan hakim konstitusi. (***)

Ilmu Pengetahuan Aturan : Upaya Menghapus Pasal Penistaan Agama

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Pasal-pasal penistaan agama sudah memakan banyak korban. Pasal ini bukan hanya mengkriminalkan orang-orang yang dianggap menista agama, tapi juga menimbulkan efek domino yang mengerikan: penganiayaan dan perburuan kelompok minoritas. Seperti terjadi pada orang Syiah dan Ahmadiyah.

Suatu hari, X, seorang sarjana yang kuliah delapan tahun di luar negeri, pulang ke Indonesia. Ia mendadak kaget ketika menemui kemarahan muslim Indonesia di mana saja: “Dalam khotbah Jum'at yang didengarnya seminggu sekali. Dalam majalah Islam dan pidato para mubaligh dan da'i.”

pasal penistaan agama sudah memakan banyak korban Ilmu Pengetahuan Hukum : Upaya Menghapus Pasal Penistaan Agama
Puluhan ribu massa dari Front Pembela Islam (FPI) dan sejumlah massa dari aneka macam ormas lainnya menggelar agresi menolak Ahok di ruas di sekitar Balaikota Jakarta, Jum'at, (14/10). TIRTO/Andrey Gromico
X juga melihat keberangan itu di “arsip proses pelarangan cerpen Ki Panji Kusmin, “Langit Makin Mendung”, cerpen yang diterbitkan majalah sastra Horison, Agustus 1968, dan jadi musabab HB Jassin, sang editor, dieksekusi satu tahun penjara dan dua tahun percobaan.

Cerpen yang bercerita ihwal Nabi Muhammad yang turun dari nirwana ke bumi itu menyinggung perasaan umat Islam Indonesia. Jassin dituntut dengan pasal penistaan agama. Penulisnya sendiri tak turut diseret ke tahanan lantaran Jassin melindunginya dengan tak mengungkap identitasnya.

Cerita X di atas dikutip dari esai Abdurrahman Wahid di Tempo, 28 Juni 1982 yang judulnya kemudian menjadi ungkapan ikonik: “Tuhan Tidak Perlu Dibela.”

Tak hanya menuliskan pendapatnya lewat esai, Gus Dur juga bersikap soal pasal penistaan agama. Ia pernah mengajukan uji bahan terhadap UU Nomor 1 ihwal Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama, bersama Musdah Mulia, Dawam Raharjo, dan Maman Imanul Haq. Namun, permohonan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi yang ketika itu dipimpin Mahfud MD.

Gus Dur menilai UU itu tidak sesuai dengan Pancasila dan cenderung disalahfungsikan sebagai senjata politik. Selain dianggap tidak perlu lantaran mengganggu kebebasan berpendapat, UU ini juga sudah banyak memakan korban. Jassin hanyalah pembuka.

Di Indonesia ada banyak korban, dan banyak orang serta kelompok yang peduli dan mengajukan uji bahan menyerupai Gus Dur, dan gagal juga. Sebut saja Tajul Muluk, pemimpin Syiah Sampang dan sejumlah LSM macam Masyarakat Setara, dan Demos.

Dari data yang dimiliki Andreas Harsono, peneliti pada Human Rights Watch (HRW), UU itu telah menjerat delapan orang pada masa Soeharto, dan bertambah banyak di rezim SBY sampai mencapai 130-an kasus. Ia juga masih terus memakan korban di kala Jokowi. Basuki Tjahja Purnama, Gubernur Nonaktif DKI Jakarta, juga salah satu yang terjepret pasal karet ini.

Itu sebabnya, pada 21 November kemarin HRW mendesak Presiden Jokowi untuk “mencabut aturan ini dan yang serupa dari Undang-Undang.” HRW menilai pasal penistaan agama di Indonesia telah melanggar hak asasi insan dan konstitusi Indonesia. Selain itu, pasal ini telah digunakan untuk mengkriminalkan kelompok agama minoritas dan agama tradisional. Misalnya, pengusiran yang dilakukan kepada 7 ribu anggota Gafatar atau sebelumnya Ahmadiyah.

Dari Internasional, pasal penistaan di Indonesia yang banyak makan korban tak hanya jadi perhatian HRW. Persatuan Bangsa-Bangsa juga pernah beberapa kali menyurati pemerintah Indonesia untuk mencabut perundangan yang terkait penistaan agama.

Masalah pasal penistaan agama ini rupanya tak hanya terjadi di Indonesia. Di Pakistan, 2012 lalu, seorang gadis 14 tahun ditahan dua ahad dan terancam dieksekusi mati atas tuduhan memperabukan lembaran Al-Quran. Di India, seorang laki-laki dikenai tuduhan penistaan agama lantaran menyangsikan keajaiban patung Kristus di Mumbai.
Di Yunani, seorang laki-laki ditahan dan kena pasal penistaan agama sehabis mengunggah screenshotsebuah laman Facebook lain yang menyindir Nasrani Ortodoks Monk. Desember 2015 lalu, Sudan bahkan mengeksekusi mati 25 laki-laki yang murtad dari agamanya.

Pada 2014 saja, Pew Research mencatat ada 26 persen negara di dunia punya pasal penistaan agama, sementara 13 persen lainnya mengatur kemurtadan. Angka tertinggi tiba dari Afrika dan Timur Tengah. Di sana, 18 dari 20 negara (90 persen) punya pasal penistaan agama, dan sebanyak 14 negara (70 persen) punya UU Kemurtadan. (***)

Ilmu Pengetahuan Politikus Korup Banyak Yang Lulus S-2 Dan S-3 Ujar Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif menyampaikan sangat banyak politikus yang tidak sanggup dijadikan panutan dan pola oleh masyarakat. Politikus itu terutama yang terjerat kasus korupsi, meskipun mereka pada umumnya berlatar pendidikan tinggi.

"Dari 600-an koruptor yang ditangkap KPK, yang mengenyam pendidikan S-2 hampir 200 orang dan S-3 ada 40 orang," ucap Laode dalam aktivitas peluncuran Produk dan Program PCB (Politik Cerdas Berintegrasi) di Hotel Luwansa, Kuningan, Jakarta, Kamis, 24 November 2016. "Kenyataan itu sangat miris alasannya yaitu Indonesia butuh politikus baik dan betul-betul menjadi teladan."

 Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi  Ilmu Pengetahuan Politikus Korup Banyak yang Lulus S-2 dan S-3 Ujar Wakil Ketua KPK Laode
Penampilan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, ketika memainkan alat musik saxophone di aktivitas Konser Suara Anti Korupsi di Pasar Festival, Jakarta, 18 November 2016. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Menurut Laode, kebanyakan koruptor mempunyai koneksi dengan kekuasaan dan partai politik. Untuk mengurangi sikap korup para politikus, KPK menciptakan instruksi etik politikus serta panduan rekrutmen dan kaderisasi partai politik.
"KPK, sejumlah sekolah tinggi tinggi, serta LIPI semenjak awal mendampingi aktivitas ini. Politikus mempunyai peranan penting dalam sistem demokrasi di Indonesia," ujarnya. "Tugas KPK bukan hanya melaksanakan penindakan, tapi juga melaksanakan pencegahan. Kami sadar mustahil kasus integritas dan korupsi hanya dikerjakan KPK, tapi harus kolaborasi dengan seluruh komponen bangsa, dan paling strategis itu politikus, alasannya yaitu mereka pemimpin," tuturnya ketika dilansir dari Tempo.

Program Politik Cerdas dan Berintegritas merupakan upaya KPK bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencegah korupsi, yang sampai sekarang masih merajalela di negeri ini.

Laode menyampaikan untuk membangun politik yang cerdas dan berintegritas harus dimulai dari sikap jujur calon politikus.

Terdapat empat substansi dalam naskah instruksi etik politikus. Pertama, masuk ke dalam dan menjadi bab penting dari Undang-Undang perihal Partai Politik. Kedua, menjadi salah satu persyaratan mutlak apabila negara akan menawarkan dana kepada partai politik yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Ketiga, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menimbulkan naskah ini sebagai sebagian dari persyaratan mutlak bagi parpol yang mendaftarkan diri sebagai tubuh aturan ke kementerian itu. Keempat, adanya tekanan masyarakat kepada partai-partai politik supaya naskah ini terinternalisasi di dalam jiwa, pikiran, serta tindakan para politikus dan parpol.

Peneliti senior LIPI, Syamsudin Haris, menuturkan kolaborasi KPK dengan LIPI sudah terjadi semenjak Juni lalu. "Pertanyaannya, mengapa parpol? Parpol yaitu pilar utama sistem demokrasi. Kalau parpol dan politikusnya tidak baik, sangat mungkin masa depan demokrasi ikut suram," kata Syamsudin. (***)

Ilmu Pengetahuan Wali Kota Madiun Ditahan Kpk, Para Penggerak Cukur Gundul

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Belasan penggerak yang tergabung dalam Wahana Komunikasi Rakyat (WKR) cukur gundul di depan Pasar Besar Madiun, Jawa Timur. Mereka mengungkapkan kegembiraanya sesudah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wali Kota Madiun Bambang Irianto yang menjadi tersangka dugaan korupsi penerimaan pembangunan pasar besar senilai Rp 76,523 miliar pada 2009 – 2012.

"Ini yakni nazar kami,’’ kata koordinator WKR, Budi Santoso, Kamis, 24 November 2016.

Budi mengapresiasi langkah KPK yang mengakibatkan Bambang sebagai tersangka dan kemudian menahannya. Apalagi indikasi perkara ini sudah mencuat pada awal 2012 dan ditangani oleh Kejaksaan Negeri Madiun.

 Belasan penggerak yang tergabung dalam Wahana Komunikasi Rakyat  Ilmu Pengetahuan Wali Kota Madiun Ditahan KPK, Para Aktivis Cukur Gundul
Aktivis Wahana Komunikasi Rakyat (WKR) melaksanakan agresi cukur gundul di depan Pasar Besar Kota Madiun, Jawa Timur, Kamis, 24 November 2016. Aksi ini sebagai ungkapan kegembiraan mereka sesudah KPK menahan Wali Kota Madiun Bambang Irianto alasannya yakni dugaan korupsi penerimaan hadiah dalam pembangunan pasar besar. (Dok. WKR)
Bambang menjadi tersangka alasannya yakni proses lelang dan pembangunan proyek pasar diduga melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2011 perihal perubahan atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 perihal Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Dugaan lain yakni terdapat pelanggaran jadwal pengerjaan, kualitas, serta model konstruksi bangunan. Kasus itu kemudian diambil alih oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Namun, pada Desember 2012 penyelidikan perkara tersebut dilarang alasannya yakni dinilai tida ada kerugian negara.

Kemudian, pada Agustus 2015, perkara dugaan korupsi Pasar Besar Madiun diusut KPK. Wali Kota Madiun Bambang Irianto hasilnya ditetapkan sebagai tersangka pada Oktober lalu. Rabu kemarin, 23 November 2016, forum antirasuah menahan Bambang. "Hal ini merupakan ‘tamparan’ keras bagi kejaksaan,’’ ujar Budi.

Paryono, penggerak lain dari WKR berharap biar perkara pembangunan pasar besar ini menjadi pelajaran semua pihak dalam memakai uang negara. Sehingga, perkara penyalahgunaan anggaran tidak lagi terjadi pada masa mendatang.

"Jangan hingga terulang dan ini menjadi pelajaran yang penting,’’ kata ia ketika dilansir dari Tempo.

Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, menyampaikan bahwa Bambang Irianto di rumah tahanan KPK C1 untuk 20 hari ke depan. Dalam perkara ini, jumlah tersangka dimungkinan bertambah. Sejumlah saksi masih dimintai keterangan oleh penyidik forum antirasuah.

"’Bisa saja (tersangka bertambah), ini kan masih terus berlanjut investigasi saksi-saksi,’’ kata Yuyuk.
Sejak pertengahan Oktober 2016, tim penyidik KPK telah menilik sejumlah saksi di Markas Komando Satuan Brigade Mobil Detasemen C Polda Jawa Timur di Jalan Yos Sudarso, Kota Madiun.

Mereka di antaranya terdiri dari pejabat maupun staf pemkot Madiun, staf PT Cahaya Terang Satata (perusahaan langsung Wali Kota Madiun Bambang Irianto) dan pihak kontraktor proyek Pasar Besar.

Sejak ketika itu hingga kini, tim penyidik KPK berungkali melaksanakan penggeledahan di sejumlah lokasi di Kota Madiun. Lokasi itu di antaranya, ruang kerja Wali Kota Madiun Bambang Irianto, rumah pribadinya, Dinas Pekerjaan Umum, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. (***)

Ilmu Pengetahuan Kasus Penistaan Agama, Ahok: Makin Cepat Sidang Makin Baik

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Tersangka dugaan penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mengapresiasi rencana Markas Besar Polisi Republik Indonesia yang melimpahkan berkas masalah dugaan penistaan agama kepada Kejaksaan Agung. "Saya kira bagus, semakin cepat sidang semakin bagus," kata Ahok di Rumah Lembang, rumah pemenangan Ahok-Djarot, di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 25 November 2016.

Inkumben calon Gubernur DKI ini menyampaikan proses aturan yang cepat dapat mengambarkan bahwa dirinya tidak ada niat sama sekali untuk menistakan fatwa mana pun. Ahok mengaku beliau juga mustahil menafsirkan fatwa agama siapa pun. Dengan masuknya berkas ke Kejaksaan Agung, maka permasalahan akan jelas.

 mengapresiasi rencana Markas Besar Polisi Republik Indonesia yang melimpahkan berkas masalah dugaan penistaan Ilmu Pengetahuan Kasus Penistaan Agama, Ahok: Makin Cepat Sidang Makin Baik
Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (tengah) menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani investigasi di Bareskim, Mabes Polri, Jakarta, 22 November 2016. TEMPO/M Iqbal Ichsan
"Itu terang nanti di sidang, dapat kita lihat. Saya mustahil menafsirkan fatwa orang lain. Apalagi menghina," ujar Ahok.

Ahok yakin beliau tidak bersalah dengan tuduhan menghina fatwa atau agama lain. Pasalnya, Ahok mengaku beliau mempunyai banyak kerabat dan rekan yang mempunyai latar belakang muslim, sehingga penistaan agama mustahil ia lakukan.

"Bagaimana mungkin saya menghina keluarga saya. Teman saya juga muslim semua, enggak mungkin saya menghina teman saya," tutur Ahok kepada Tempo.

Ahok, yang juga Gubernur DKI Jakarta nonaktif, telah menjalani investigasi perdananya sebagai tersangka di Markas Besar Polisi Republik Indonesia pada 22 November 2016. Ia dicecar 27 pertanyaan oleh penyidik Polri.
Pada Rabu, 16 November lalu, Polisi Republik Indonesia menetapkan Ahok sebagai tersangka masalah dugaan penistaan agama. Dia disangka dengan Pasal 156-A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 wacana Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.

Ahok diduga telah menistakan agama terkait dengan pernyataannya saat berpidato di Kepulauan Seribu pada final September lalu. Saat itu, Ahok menyebut supaya masyarakat tidak mau dibohongi menggunakan surat Al-Maidah ayat 51. Karena pernyataannya tersebut, Ahok dilaporkan ke Mabes Polri. (***)