Ilmu Pengetahuan Politikus Korup Banyak Yang Lulus S-2 Dan S-3 Ujar Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode
Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif menyampaikan sangat banyak politikus yang tidak sanggup dijadikan panutan dan pola oleh masyarakat. Politikus itu terutama yang terjerat kasus korupsi, meskipun mereka pada umumnya berlatar pendidikan tinggi.
"Dari 600-an koruptor yang ditangkap KPK, yang mengenyam pendidikan S-2 hampir 200 orang dan S-3 ada 40 orang," ucap Laode dalam aktivitas peluncuran Produk dan Program PCB (Politik Cerdas Berintegrasi) di Hotel Luwansa, Kuningan, Jakarta, Kamis, 24 November 2016. "Kenyataan itu sangat miris alasannya yaitu Indonesia butuh politikus baik dan betul-betul menjadi teladan."
Penampilan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, ketika memainkan alat musik saxophone di aktivitas Konser Suara Anti Korupsi di Pasar Festival, Jakarta, 18 November 2016. TEMPO/Eko Siswono Toyudho |
Menurut Laode, kebanyakan koruptor mempunyai koneksi dengan kekuasaan dan partai politik. Untuk mengurangi sikap korup para politikus, KPK menciptakan instruksi etik politikus serta panduan rekrutmen dan kaderisasi partai politik.
"KPK, sejumlah sekolah tinggi tinggi, serta LIPI semenjak awal mendampingi aktivitas ini. Politikus mempunyai peranan penting dalam sistem demokrasi di Indonesia," ujarnya. "Tugas KPK bukan hanya melaksanakan penindakan, tapi juga melaksanakan pencegahan. Kami sadar mustahil kasus integritas dan korupsi hanya dikerjakan KPK, tapi harus kolaborasi dengan seluruh komponen bangsa, dan paling strategis itu politikus, alasannya yaitu mereka pemimpin," tuturnya ketika dilansir dari Tempo.
Program Politik Cerdas dan Berintegritas merupakan upaya KPK bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencegah korupsi, yang sampai sekarang masih merajalela di negeri ini.
Laode menyampaikan untuk membangun politik yang cerdas dan berintegritas harus dimulai dari sikap jujur calon politikus.
Terdapat empat substansi dalam naskah instruksi etik politikus. Pertama, masuk ke dalam dan menjadi bab penting dari Undang-Undang perihal Partai Politik. Kedua, menjadi salah satu persyaratan mutlak apabila negara akan menawarkan dana kepada partai politik yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Ketiga, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menimbulkan naskah ini sebagai sebagian dari persyaratan mutlak bagi parpol yang mendaftarkan diri sebagai tubuh aturan ke kementerian itu. Keempat, adanya tekanan masyarakat kepada partai-partai politik supaya naskah ini terinternalisasi di dalam jiwa, pikiran, serta tindakan para politikus dan parpol.
Peneliti senior LIPI, Syamsudin Haris, menuturkan kolaborasi KPK dengan LIPI sudah terjadi semenjak Juni lalu. "Pertanyaannya, mengapa parpol? Parpol yaitu pilar utama sistem demokrasi. Kalau parpol dan politikusnya tidak baik, sangat mungkin masa depan demokrasi ikut suram," kata Syamsudin. (***)
0 komentar:
Post a Comment