Showing posts sorted by date for query sanksi-hukum-bagi-pemerintah-bila. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query sanksi-hukum-bagi-pemerintah-bila. Sort by relevance Show all posts

Ilmu Pengetahuan Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja Bersama (Pkb)

Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) - Manusia merupakan mahluk sosial sehingga dalam kesehariannya selalu berafiliasi dengan manusia-manusia yang lain. Karena seringnya terjadi interaksi anatar insan tersebut, maka diharapkan sesuatu yang bersifat mengatur dan mengikat manusia-manusia tersebut untuk selalu mematuhi aturan yang telah ditetapkan. Peraturan dibentuk untuk mengatur insan - insan yang terdapat dalam satu kelompok untuk menghindari perilaku brutal, mau menang sendiri dan lain-lain.

Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja Bersama  Ilmu Pengetahuan Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Peraturan Perusahaan & PKB
Secara umum, peraturan yaitu suatu perjanjian yang telah dibentuk untuk kepentingan umum, ihwal apa saja yang boleh dilakukan dan dilarang dilakukan.

Pengertian peraturan sangat banyak, tergantung dari cara pemikiran diri kita sendiri. Peraturan juga melatih kedisiplinan kita. Makara kalau kita tidak sanggup melaksanakan peraturan, otomatis kita dinilai tidak disiplin. Peraturan merupakan patokan untuk menilai apakah sebuah acara itu dimulai dengan baik. Peraturan merupakan pemikiran semoga insan hidup tertib dan teratur. Jika tidak terdapat peraturan, insan bisa bertindak sewenang-wenang, tanpa kendali, dan sulit diatur.

1. Peraturan Perusahaan

Peraturan perusahaan yaitu peraturan yang dibentuk secara tertulis oleh pengusaha yang memuat ketentuan ihwal syarat kerja serta tata tertib perusahaan. Peraturan Perusahaan dibentuk untuk menjadi pegangan bagi Perusahaan maupun karyawan yang berisikan ihwal hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tujuan memelihara korelasi kerja yang baik dan serasi antara pengusaha dan karyawan, dalam perjuangan bersama meningkatkan kesejahteraan karyawan dan kelansungan perjuangan perusahaan.

Peraturan Perusahaan harus sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 20 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan mengenai peraturan perusahaan diatur lebih lanjut pada Pasal 108 hingga dengan Pasal 115 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ihwal Ketenagakerjaan (“UU No.13/2003”) dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.16/MEN/XI/2011 ihwal Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (“Permenaker 16/2011”).

Tujuan dan manfaat pembuatan peraturan perusahaan yaitu :
  1. Dengan peraturan perusahaan yang masa berlakunya dua tahun dan setiap dua tahun harus diajukan perstujuannya kepada departemen tenaga kerja;
  2. Dengan adanya peraturan perusahaan minimal akan diperoleh kepastian adanya hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha;
  3. Peraturan perusahaan akan mendorong terbentuknya kesepakatan kerja bersama sesuai dengan maksud permen no. 2 tahun 1978 diatas;
  4. Setelah peraturan disyahkan oleh departemen tenaga kerja maka perusahaan wajib memberitahukan isi peraturan perusahaan; dan
  5. Pada perusahaan yang telah mempunyai kesepakatan kerja bersama tidak sanggup menggantinya dengan peratuean perusahaan.
Pengusaha yang mempekerjakan paling sedikit 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh wajib membuat peraturan perusahaan. Peraturan perusahaan mulai berlaku sehabis menerima akreditasi dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Pejabat yang ditunjuk dan peraturan perusahaan berlaku untuk jangka waktu paling usang 2 (dua) tahun serta wajib diperbaharui sehabis habis masa berlakunya.

Namun, kewajiban pembuatan Peraturan Perusahaan tidak berlaku apabila perusahaan telah mempunyai perjanjian kerja bersama. Adapun ketentuan di dalam Peraturan Perusahaan dilarang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta dilarang lebih rendah dari peraturan perundang-undangan terlebih Undang Nomor 13 Tahun 2003 ihwal Ketenagakerjaan. Peraturan Perusahaan harus disahkan oleh pejabat yang berwenang. Yang dimaksud sebagai pejabat yang berwenang yaitu sebagai berikut (“Pejabat”).

Setiap perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan jasa dan/atau barang baik nasional maupun multinasional dalam menjalankan administrasi dan operasionalnya sehari-hari yang berkaitan dengan ketenagakerjaan pastinya membutuhkan suatu peraturan perusahaan yang berlaku dan dipatuhi oleh seluruh karyawan semoga sanggup berjalan dengan baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengertian peraturan perusahaan menurut Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ihwal Ketenagakerjaan adalah peraturan yang dibentuk secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Peraturan perusahaan disusun oleh pengusaha dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang bersangkutan. Penyusunan peraturan perusahaan dilakukan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.

Peraturan perusahaan bertujuan untuk menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban Pekerja/Buruh, serta antara kewenangan dan kewajiban pengusaha, menawarkan pemikiran bagi pengusaha dan pekerja untuk melaksanakan kiprah kewajibannya masing-masing, membuat korelasi kerja harmonis, kondusif dan dinamis antara pekerja dan pengusaha, dalam perjuangan bersama memajukan dan menjamin kelangsungan perusahaan, serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Menurut Pasal 111 UU Ketenegakerjaan, Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat :
  1. hak dan kewajiban pengusaha;
  2. hak dan kewajiban pekerja/buruh;
  3. syarat kerja;
  4. tata tertib perusahaan; dan
  5. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
Peraturan perusahaan dalam waktu paling usang 30 (tiga puluh) hari kerja semenjak naskah peraturan perusahaan diterima harus sudah menerima akreditasi oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Apabila peraturan perusahaan telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 111 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, tetapi dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja belum mendapatkan akreditasi dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk, maka peraturan perusahaan dianggap telah mendapatkan pengesahan. Namun, apabila peraturan perusahaan belum memenuhi persyaratan dalam Pasal 111 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, maka Menteri atau pejabat yang ditunjuk harus memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha mengenai perbaikan peraturan perusahaan. Dan dalam waktu paling usang 14 (empat belas) hari kerja semenjak tanggal pemberitahuan diterima oleh pengusaha, pengusaha wajib memberikan kembali peraturan perusahaan yang telah diperbaiki tersebut kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 113 UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa perubahan peraturan perusahaan sebelum berakhir jangka waktu berlakunya hanya sanggup dilakukan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil pekerja/buruh. Hasil perubahan peraturan perusahaan harus menerima akreditasi dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan perusahaan, serta menawarkan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh.

Pasal 188 UU Ketenagakerjaan mengatur ketentuan hukuman pidana pelanggaran berupa denda paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) atas pelanggaran Pasal 111 ayat (3) UU Ketenagakerjaan mengenai jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan dan Pasal 114 UU Ketenagakerjaan ihwal kewajiban pengusaha untuk memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan perusahaan serta menawarkan naskah peraturan perusahaan kepada pekerja/buruh.

Tugas penyusunan Peraturan Perusahaan merupakan tanggung jawab dari Perusahaan. Sebelum disahkan oleh Menteri, penyusunan itu dilakukan oleh Perusahaan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari Karyawan terhadap draf Peraturan Perusahaan. Karena masukan dari Karyawan itu bersifat “saran” dan “pertimbangan”, maka pembuatan Peraturan Perusahaan tidak sanggup diperselisihkan – bila terjadi perbedaan pendapat antara Karyawan dan Perusahaan. Karena sifatnya saran dan pertimbangan, maka Karyawan sanggup juga untuk tidak menawarkan saran dan pertimbangan tersebut meskipun telah diminta oleh Perusahaan.

Pemilihan wakil Karyawan dalam rangka menawarkan saran dan pertimbangannya harus dilakukan dengan tujuan untuk mewakili kepentingan para Karyawan. Pemilihan itu dilakukan secara demokratis, yaitu dipilih oleh Karyawan sendiri terhadap Karyawan yang mewakili setiap unit kerja di dalam Perusahaan. Apabila di dalam Perusahaan telah terbentuk Serikat Pekerja, maka saran dan pertimbangan tersebut diberikan oleh pengurus Serikat Pekerja.

Untuk memperoleh saran dan pertimbangan dari wakil Karyawan, pertama-tama Perusahaan harus memberikan naskah rancangan Peraturan Perusahaan itu kepada wakil Karyawan – atau Serikat Pekerja. Saran dan pertimbangan tersebut harus sudah diterima kembali oleh Perusahaan dalam waktu 14 hari kerja semenjak tanggal diterimanya naskah rancangan Peraturan Perusahaan oleh wakil Karyawan. Jika dalam waktu 14 hari kerja itu wakil Karyawan tidak menawarkan saran dan pertimbangannya, maka Perusahaan sudah sanggup mengajukan akreditasi Peraturan Perusahaan itu tanpa saran dan pertimbangan dari Karyawan – dengan disertai bukti bahwa Perusahaan telah meminta saran dan pertimbangan dari wakil Karyawan namun Karyawan tidak memberikannya.

2. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda yaitu Arbeidsoverenkoms, mempunyai beberapa pengertian. Pasal 1601 a KUHPerdata menawarkan pengertian sebagai berikut :
Perjanjian kerja yaitu suatu perjanjian dimana pihak ke-1 (satu)/buruh atau pekerja mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melaksanakan pekerjaan dengan mendapatkan upah”.
Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14 menawarkan pengertian yakni :
Perjanjian kerja yaitu suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak”.

Perjanjian Kerja yaitu Suatu perjanjian yang dibentuk antara pekerja secara perorangan dengan pengusaha yang pada pada dasarnya memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak.Untuk mengetahui hak dan kewajiban secara niscaya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan ketenangan kerja maka perlu adanya suatu pedoman/aturan dalam pelaksanaan korelasi kerja.

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yaitu suatu kesepakatan secara tertulis dengan memakai bahasa Indonesia yang dibentuk secara bersama – sama antara pengusaha atau beberapa pengusaha dengan organisasi serikat pekerja/gabungan organisasi serikat pekerja yang sudah terdaftar pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.

Organisasi serikat pekerja ini minimal mempunyai anggota 50 % lebih dari seluruh Karyawan yang ada di perusahaan. Persyaratan ini harus dipenuhi alasannya yaitu kalau kurang maka sanggup berkoalisi dengan organisasi serikat pekerja hingga mencapai 50 % lebih atau sanggup juga meminta santunan dari karyawan lainnya.

Dalam hal suatu perusahaan terdapat lebih dari 1 serikat pekerja/buruh maka yang berhak mewakili pekerja/buruh yaitu serikat pekerja/buruh yang mempunyai anggota lebih dari 50 % dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut.

Adapun dasar dibuatnya perjanjian Kerja Bersama ini merujuk pada Undang – undang No. 18 Tahun 1956 yang diratifikasi dari Konvensi No. 98 Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mengenai berlakunya dasar - dasar dari hak untuk berorganisasi dan berunding bersama, Kemudian oleh pemerintah dikeluarkan :

Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang diatur mulai dari pasal 115 hingga dengan 135 ;
  1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Kep/48/Men/IV/2004 ihwal Tata Cara
  2. Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama;
  3. Kep.48/MEN/IV/2004, ihwal Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
Fungsi Perjanjian Kerja Bersama yaitu sarana untuk memuat dan menuangkan kesepakatan gres yang didasari atas kesepakatan antara serikat pekerja/buruh dengan pengusaha yang disebut Lex Special artinya sebuah prodak yang tidak diatur dalam Undang – undang maka beliau akan menjadi normatif bila mana sudah disepakati dan dituangkan dalam PKB serta telah diketahui oleh Dinas yang terkait dan mengikat kedua belah pihak untuk dilaksanakan.

Tujuan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama :
  1. Mempertegas dan memperjelas hak – hak dan kewajiban pekeja dan pengusaha;
  2. Memperteguh dan membuat korelasi industrial yang serasi dalam perusahaan;
  3. Menetapkan secara bersama syarat – syarat kerja keadaan industrial yang harmonis; dan
  4. Menentukan korelasi ketenagakerjaan yang belum diatur dalam peraturan perundang –undangan.
  1. Baik pekerja maupun pengusaha akan lebih memahami ihwal hak dan kewajiban masing – masing;
  2. Mengurangi timbulnya perselisihan korelasi industrial atau korelasi ketenagakerjaan sehingga sanggup menjamin kelancaran proses produksi dan peningkatan usaha;
  3. Membantu ketenangan kerja pekerja serta mendorong semangat dan kegaitan bekerja yang lebih tekun dan rajin; dan
  4. Pengusaha sanggup menganggarkan biaya tenaga kerja (labour cost) yang perlu dicadangkan atau diubahsuaikan dengan masa berlakunya PKB.
Perundingan Kerja Bersama dimulai dengan menyepakati Tata Tertib Perundingan yang sekurang - kurangnya memuat :
  1. Tujuan pembuatan tata tertib;
  2. Susunan tim perundingan;
  3. Lamanya masa perundingan;
  4. Materi perundingan;
  5. Tempat perundingan;
  6. Tata cara perundingan;
  7. Cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan;
  8. Sahnya perundingan; dan
  9. Biaya perundingan.
Biaya negosiasi pembuatan perjanjian kerja bersama menjadi beban pengusaha, kecuali disepakati lain oleh kedua belah pihak.

Tata Tertib Perundingan sangat penting ditetapkan alasannya yaitu hal ini menyangkut :
  1. Masalah hak dan kewajiban tim negosiasi masing – masing pihak (khususnya mengenai keringanan bagi tim perunding dari pihak serikat pekerja);
  2. Masalah legalitas tim perunding dari masing – masing pihak (khususnya menyangkut keabsahan status selaku tim perunding serta kewenangannya untuk mengambil keputusan);
  3. Masalah kewenangan ihwal siapa pembuat keputusan (decision maker) dari masing – masing tim perunding;
  4. Masalah tata cara akreditasi materi perundingan;
  5. Jadwal/waktu perundingan; dan
  6. Fasilitas bagi tim perunding selama negosiasi berjalan.
Tata Cara dalam Perundingan :
  • Baik tim perunding dari serikat pekerja maupun tim perunding dari perusahaan harus memutuskan seorang juru bicara.
  • Juru bicara dalam tim negosiasi tidak harus ketua tim negosiasi akan tetapi orang yang benar – benar dianggap mampu/menguasai budpekerti perundingan.
  • Setiap materi/konsep PKB yang akan dibahas harus disampaikan oleh juru bicara tim perundingan.
  • Setiap materi/konsep yang akan dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah negosiasi yang dilakukan oleh notulis.
  • Materi/konsep PKB yang telah dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah negosiasi yang dilakukan oleh notulis.
  • Materi/konsep PKB yang belum disepakati sanggup dipending/tunda untuk selanjutnya dibahas kembali sehabis seluruh konsep PKB selesai dirundingkan.
  • Dalam hal ternyata ada materi/konsep yang tidak sanggup disepakati maka sanggup melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan, antara lain :
  1. Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Kabupaten/Kota apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama hanya meliputi satu Kabupaten/Kota;
  2. Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Provinsi, apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu Kabupaten/Kota di satu Provinsi;
  3. Ditjen Pembina Hubungan Industrial pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu provinsi. Yang penyelesaiannya melalui mediasi dan akan dikeluarkan ajnuran oleh perantara tersebut, para pihak atau salah satu pihak tidak mendapatkan usulan perantara maka atas kesepakatan para pihak perantara melaporkan kepada Menteri untuk memutuskan langkah – langkah penyelesaian, kemudian menteri sanggup menunjuk pejabat untuk melaksanakan penyelesaian pembuatan PKB dan apabila tidak juga mencapai kesepakatan maka salah satu pihak sanggup mengajukan somasi ke Pengadilan Hubungan Industrial didaerah aturan tempat pekerja/buruh bekerja.
  • Setelah seluruh isi konsep PKB dirundingkan dan disepakati maka isi konsep PKB tersebut disalin kembali menurut yang telah disepakati untuk selanjutnya dilakukan penanda tanganan secara keseluruhan oleh kedua belah pihak.
  • Penandatangan PKB oleh serikat pekerja/buruh dilakukan oleh Ketua dan Sekretaris pengurus serikat pekerja/buruh dan dari pihak perusahaan dilakukan oleh Presiden direktur/Direktur utama perusahaan tersebut.
Setelah perjanjian kerja bersama disepakati dan ditandatangani oleh pengusaha dan wakil pekerja dalam hal ini oleh pengurus serikat pekerja (minimal ketua dan sekretaris) maka selanjutnya didaftarkan pada instansi pada instansi yang bertangung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan maksud :
  1. Sebagai alat monitoring dan penilaian pengaturan syarat – syarat kerja yang dilaksanakan di perusahaan;
  2. Sebagai tumpuan utama kalau terjadi perselisihan pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama.
Kerangka isi Perjanjian Kerja Bersama antara lain :
  • Mukadimah
  • Umum :
  1. Istilah – istilah,
  2. Pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan,
  3. Luasnya kesepakatan,
  4. Kewajiban pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan.
  • Pengakuan, Jaminan dan Fasilitas bagi Serikat Pekerja/Buruh
  1. Pengakuan hak – hak pengusaha dan Serikat Pekerja/BuruhJaminan bagi Serikat Pekerja/Buruh,
  2. Fasilitas bagi Serikat Pekerja/Buruh,
  3. Lembaga kolaborasi bipartit,
  4. Pendidikan dan penyuluhan korelasi industrial.
  • Hubungan Kerja
  1. Penerimaan pekerja baru,
  2. Masa percobaan,
  3. Surat keputusan pengangkatan,
  4. Golongan dan jabatan pekerja,
  5. Kesempatan berkarir,
  6. Pendidikan dan pembinaan kerja,
  7. Mutasi dan prosedurnya,
  8. Penilaian prestasi kerja,
  9. Promosi,
  10. Tenaga kerja asing.
  • Waktu kerja, istilah kerja dan lembur
  1. Hari kerja,
  2. Jam kerja, istirahat dan shift kerja,
  3. Lembur,
  4. Perhitungan upah lembur.
  • Pembebasan dari kewajiban bekerja
  1. Istirahat mingguan,
  2. Hari libur resmi,
  3. Cuti tahunan,
  4. Cuti besar,
  5. Cuti haid,
  6. Cuti hamil,
  7. Cuti sakit,
  8. Ijin meninggalkan pekerjaan dengan upah,
  9. Ijin meninggalkan pekerjaan tanpa upah.
  • Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
  1. Prinsip – prinsip K3,
  2. Hygienis perusahaan dan kesehatan,
  3. Pakaian kerja dan sepatu kerja,
  4. Peralatan kerja,
  5. Alat pelindung diri,
  6. Panitia pembina keselamatan kesehatan kerja.
  • Pengupahan
  1. Pengertian upah,
  2. Prinsip dasar dan sasaran,
  3. Dasar penetapan upah,
  4. Komponen upah,
  5. Waktu pemberian upah,
  6. Administrasi upah,
  7. Tunjangan jabatan,
  8. Tunjangan keluarga,
  9. Tunjangan keahlian,
  10. Tunjangan keahlian,
  11. Tunjangan perumahan,
  12. Tunjangan tempat kerja yang membahayakan keselamatan,
  13. Uang makan,
  14. Uang transport,
  15. Premi hadir,
  16. Premi shift,
  17. Premi produksi/bonus,
  18. Premi perjalanan dinas,
  19. \Tunjangan hari raya,
  20. Jasa produksi/bonus,
  21. Tunjangan masa kerja,
  22. Upah minimum,
  23. Skala upah,
  24. Penyesuaian upah,
  25. Kenaikan upah atas dasar premi,
  26. Kenaikan upah alasannya yaitu promosi, dan
  27. Pajak penghasilan.
  • Pengobatan dan perawatan
  1. Poliklinik perusahaan,
  2. Pengobatan diluar poliklinik,
  3. Perawatan dirumah sakit,
  4. Biaya bersalin,
  5. Pembelian beling mata,
  6. Pengobatan pada dokter spesialis,
  7. Keluarga berencana,
  8. Konsultasi psikologis & tes talenta anak.
  • Jaminan sosial
  1. Jaminan kecelakaan kerja,
  2. Jaminan kematian,
  3. Jaminan hari tuaDana pensiun
  • Kesejahteraan
  • Tata tertib kerja
  1. Kewajiban dasar pekerja,
  2. Larangan – larangan,
  3. Pelanggaran yang sanggup menyebabkan pemutusan korelasi kerja (PHK),
  4. Sanksi atas pelanggaran tata tertib kerja.
  • Pemutusan korelasi kerja
  • Penyelesaian keluh kesah pekerja : Tata cara penyelesaian keluh kesah.
  • Pelaksanaan dan penutup
  • Tanda tangan para pihak.
Syarat – syarat berlakunya antara lain :
  1. Satu perusahaan hanya sanggup dibentuk satu Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh diperusahaan yang bersangkuan;
  2. Apabila perusahan mempunyai cabang, maka dibentuk Perjanjian Kerja Bersama (PKB) induk yang berlaku disemua cabang perusahaan serta sanggup dibentuk PKB turunan yang berlaku di masing – masing cabang perusahaan;
  3. PKB induk memuat ketentuan – ketentuan yang berlaku umum di seluruh cabang perusahaan sedang PKB turunan yang dibentuk cabang memuat pelaksanaan PKB induk yang diubahsuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing – masing;
  4. Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup dan masing – masing mempunyai tubuh aturan sendiri, maka PKB dibentuk dan dirundingkan oleh masing – masing perusahaan.
Setelah ditandatangani oleh para pihak maka dilakukan Pendaftaran dengan dilampiri naskah perjanjian kerja bersama yang dibentuk rangkap tiga bermaterai cukup yang telah ditandatangani oleh pengusaha dan serikat pekerja/buruh. Setelah mendapatkan surat keputusan registrasi perjanjian kerja bersama , maka pengusaha dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dan memberitahukan pada seluruh pekerja/buruh ihwal isi perjanjian tersebut atau kalau ada beserta perubahannya.

Dalam Pasal 123 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan  menyatakan masa berlaku PKB paling usang 2 (dua) tahun dan sanggup diperpanjang paling usang 1 (satu) tahun menurut kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja. Perundingan pembuatan PKB berikutnya sanggup dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya PKB yang sedang berlaku. Apabila negosiasi tidak mencapai kesepakatan, maka PKB yang sedang berlaku, akan tetap berlaku untuk paling usang 1 (satu) tahun ke depan.

Dasar Hukum :

  1. Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
  2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.16/MEN/XI/2011 Tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama,
  3. Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh,
  4. Kep.48/MEN/IV/2004, Tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama,

Referensi :

  1. Asyhadie Zaeni, SH.,M.Hum.2008.Hukum Kerja. Jakarta. Raja Grafindo Persada,
  2. Lalu,S.H,M.Hum.2008.Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.Jakarta.
  3. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=himpunan-peraturan-ketenagakerjaan
  4. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=himpunan-peraturan-ketenagakerjaan
  5. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=himpunan-peraturan-ketenagakerjaan
  6. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=himpunan-peraturan-ketenagakerjaan

Ilmu Pengetahuan Polisi Cabul Yang Tukar Barang Tilang Dengan Bercinta Kena Hukuman Bahaya Pemecatan Melalui Sidang Aba-Aba Etik

Hukum Dan Undang Undang, Jawa Timur KASUS tukar barang denda tilang dengan relasi intim yang diduga dilakukan oleh oknum polantas Polresta Batu terhadap seorang wanita beberapa waktu lalu, mulai disidangkan.

Brigadir EN kemarin diseret ke meja sidang etik di Polda Jatim. Ancaman pemecatan menanti karena dianggap mencoreng institusi Polri.

Sidang etik tersebut berlangsung tertutup. Petugas Propam membacakan dakwaannya terkait dengan masalah yang diduga dilakukan Brigadir EN di sebuah pos polisi di Kota Batu.

"Sekalian semua saksi-saksinya dihadirkan," kata Kabidhumas Polda Jatim Kombespol R.P Argo Yuwono. 

 KASUS tukar barang denda tilang dengan relasi intim yang diduga dilakukan oleh oknum polantas Ilmu Pengetahuan Polisi Cabul Yang Barter Tilang Dengan Bercinta Kena Sanksi Ancaman Pemecatan Melalui Sidang Kode Etik
Mediasi korban dengan pihak Polres Baru Kamis (9/6). Polisi Cabul Brigadir EN Yang Barter Tilang Dengan Bercinta Kena Sanksi Ancaman Pemecatan Melalui Sidang Kode Etik
Dia mengatakan, masalah tersebut tidak melalui proses penyidikan petugas propam. Tapi eksklusif disidangkan oleh Pengawasan Profesi (waprof). Hal itu dilakukan alasannya ialah masalah tersebut sudah sangat terperinci sehingga tidak perlu mencari bukti-bukti lagi.

Argo mengatakan, hasil dari sidang aba-aba etik itu ialah hukuman. Paling berat ialah pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Salah satunya ialah perbuatan yang mencoreng institusi Polri. Ditanya apakah perbuatan Brigadir EN menyerupai yang dimaksud, Argo menjawab diplomatis. "Ya nanti terserah hakimnya," ucap Argo.

Seperti diberitakan, Brigadir EN dilaporkan alasannya ialah mengajak bercinta sebagai tukar barang atas pelanggaran kemudian lintas yang dilakukan siswi SMK. Tawaran itu dilakukan di pos polisi Kota Batu. Kasus itu terungkap sesudah korban berani mengadukan ke Propam. (eko/ami) 

Ulasan Apabila Anggota Polisi Melakukan Suatu Tindak Pidana, Sidang Etik atau Peradilan Umum Yang Terlebih Dahulu

Sidang KKEP terkait tindak pidana dilakukan sesudah terlebih dahulu dibuktikan pelanggaran pidananya melalui proses peradilan umum hingga dengan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan aturan tetap.

Perlu diketahui bahwa intinya anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia itu tunduk pada kekuasaan peradilan umum menyerupai halnya warga sipil pada umumnya. Demikian yang disebut dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 perihal Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU Kepolisian”). Hal ini menunjukkan bahwa anggota Kepolisian RI (“Polri”) merupakan warga sipil dan bukan termasuk subjek aturan militer.

Namun, alasannya ialah profesinya, anggota Polisi Republik Indonesia juga tunduk pada Peraturan Disiplin dan Kode Etik Profesi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 perihal Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (“PP 2/2003”). Sedangkan, aba-aba etik kepolisian diatur dalam Perkapolri Nomor 14 Tahun 2011 perihal Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 14/2011”).

Pada dasarnya, Polisi Republik Indonesia harus menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Pasal 3 aksara c PP 2/2003) dan menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang berafiliasi dengan kiprah kedinasan maupun yang berlaku secara umum (Pasal 3 aksara g PP 2/2003). Dengan melaksanakan tindak pidana, ini berarti Polisi Republik Indonesia melanggar peraturan disiplin.

Pelanggaran Peraturan Disiplin ialah ucapan, tulisan, atau perbuatan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar peraturan disiplin (Pasal 1 angka 4 PP 2/2003). Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ternyata melaksanakan pelanggaran Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dijatuhi hukuman berupa tindakan disiplin dan/atau eksekusi disiplin (Pasal 7 PP 2/2003).

Tindakan disiplin berupa teguran ekspresi dan/atau tindakan fisik (Pasal 8 ayat (1) PP 2/2003). Tindakan disiplin tersebut tidak menghapus kewenangan Atasan yang berhak menghukum (“Ankum”) untuk menjatuhkan Hukuman Disiplin.

Adapun eksekusi disiplin tersebut berupa [Pasal 9 PP 2/2003] :
  1. teguran tertulis;
  2. penundaan mengikuti pendidikan paling usang 1 (satu) tahun;
  3. penundaan kenaikan honor berkala;
  4. penundaan kenaikan pangkat untuk paling usang 1 (satu) tahun;
  5. mutasi yang bersifat demosi;
  6. pembebasan dari jabatan;
  7. penempatan dalam kawasan khusus paling usang 21 (dua puluh satu) hari.
Untuk pelanggaran disiplin Polri, penjatuhan eksekusi disiplin diputuskan dalam sidang disiplin [lihat Pasal 14 ayat (2) PP 2/2003].

Jadi, kalau polisi melaksanakan tindak pidana misalkan pemerkosaan, penganiyaan, dan pembunuhan (penembakan) terhadap warga sipil menyerupai yang Anda sebut, maka polisi tersebut tidak hanya telah melaksanakan tindak pidana, tetapi juga telah melanggar disiplin dan aba-aba etik profesi polisi.

Proses Hukum Oknum Polisi yang Melakukan Tindak Pidana, pelanggaran terhadap aturan disiplin dan aba-aba etik akan diperiksa dan bila terbukti akan dijatuhi sanksi. Penjatuhan hukuman disiplin serta hukuman atas pelanggaran aba-aba etik tidak menghapus tuntutan pidana terhadap anggota polisi yang bersangkutan [lihat Pasal 12 ayat (1) PP 2/2003 jo. Pasal 28 ayat (2) Perkapolri 14/2011]. Oleh alasannya ialah itu, polisi yang melaksanakan tindak pidana tersebut tetap akan diproses secara pidana walaupun telah menjalani hukuman disiplin dan hukuman pelanggaran aba-aba etik.

Adapun proses peradilan pidana bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum dilakukan berdasarkan aturan program yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Hal ini diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 perihal Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (“PP 3/2003”).

Kemudian soal Sidang Kode Etik. Perlu diketahui, Sidang Komisi Kode Etik Polisi Republik Indonesia (“Sidang KKEP”) ialah sidang untuk menyelidiki dan memutus kasus pelanggaran Kode Etik Profesi Polisi Republik Indonesia (“KEPP”) yang dilakukan oleh Anggota Polisi Republik Indonesia sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 7 Perkapolri 14/2011. Selain itu Sidang KKEP juga dilakukan terhadap pelanggaran Pasal 13 PP 2/2003.

Pasal 13 PP 2/2003:

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijatuhi eksekusi disiplin lebih dari 3 (tiga) kali dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, sanggup diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Lalu bagaimana proses peradilan bagi polisi yang melaksanakan tindak pidana tersebut? Apakah ia akan menjalani Sidang KKEP, sidang disiplin atau sidang pada peradilan umum terlebih dahulu? Seperti yang kami jelaskan di atas, penjatuhan hukuman disiplin serta hukuman atas pelanggaran aba-aba etik tidak menghapus tuntutan pidana terhadap anggota polisi yang bersangkutan [lihat Pasal 12 ayat (1) PP 2/2003 jo. Pasal 28 ayat (2) Perkapolri 14/2011].

Terkait sidang disiplin, tidak ada peraturan yang secara eksplisit memilih manakah yang terlebih dahulu dilakukan, sidang disiplin atau sidang pada peradilan umum. Yang diatur hanya bahwa sidang disiplin dilaksanakan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sesudah Ankum mendapatkan berkas Daftar Pemeriksaan Pendahuluan (DPP) pelanggaran disiplin dari provos atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Ankum [Pasal 23 PP 2/2003 dan Pasal 19 ayat (1) Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol.: Kep/44/IX/2004 perihal Tata Cara Sidang Disiplin Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 44/2004”)].

Sedangkan, untuk sidang KKEP, kalau hukuman administratif yang akan dijatuhkan kepada Pelanggar KKEP ialah berupa rekomendasi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (“PTDH”), maka hal tersebut diputuskan melalui Sidang KKEP sesudah terlebih dahulu dibuktikan pelanggaran pidananya melalui proses peradilan umum hingga dengan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan aturan tetap (Pasal 22 ayat (2) Perkapolri 14/2011).

Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH dikenakan melalui Sidang KKEP terhadap: (lihat Pasal 22 ayat (1) Perkapolri 14/2011)
  1. Pelanggar yang dengan sengaja melaksanakan tindak pidana dengan bahaya eksekusi pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih dan telah diputus oleh pengadilan yang berkekuatan aturan tetap; dan
  2. Pelanggar yang melaksanakan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) aksara e, aksara g, aksara h, dan aksara i.
Terkait dengan tindak pidana contohnya saja kita lihat ketentuan mengenai aturan pidana terkait pembunuhan dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang mana pembunuhan diancam dengan eksekusi pidana 15 tahun penjara (lebih dari 4 tahun), maka tentunya harus dilakukan proses peradilan umum terlebih dahulu sebelum sidang KKEP.

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
  2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 perihal Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 perihal Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 perihal Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; 
  5. Perkapolri Nomor 14 Tahun 2011 perihal Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  6. Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol.: Kep/44/IX/2004 perihal Tata Cara Sidang Disiplin Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Referensi :

  1. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-tindak-pidana-unsur-unsur
  2. http://jambiindependent.com

Ilmu Pengetahuan Joko Widodo Akan Terus Pantau Aktivitas Perhutanan Sosial

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Presiden Joko Widodo menyatakan akan menyidik agenda Perhutanan Sosial seluas 1.890,6 hektar kepada 1.685 kepala keluarga yang diberikan pemerintah dalam setahun ke depan. 

Hal itu disampaikan Jokowi ketika menawarkan surat keputusan Perhutanan Sosial di Lapangan Kantor Desa Wonoharjo, Kabupaten Boyolali, Sabtu (4/11/2017). 

 Presiden Joko Widodo menyatakan akan menyidik agenda Perhutanan Sosial seluas  Ilmu Pengetahuan Jokowi akan Terus Pantau Program Perhutanan Sosial
Presiden RI Joko Widodo. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean.
"Tapi bila sudah diberi menyerupai ini, bila nanti ditelantarkan, dibiarkan, ya nanti kami ambil lagi. Kalau sudah diberikan tolong semuanya harus produktif, ditanami yang bermanfaat. Jangan hingga dibiarkan tanahnya nganggur, lahannya nganggur. Setahun lagi saya cek nanti satu per satu," kata Presiden. 

Jokowi menyatakan, pinjaman Surat Keputusan Akses Hutan dalam agenda Kehutanan Sosial itu akan menciptakan masyarakat sanggup memberdayakan nilai hemat lahan sesuai dengan ketentuan hukum. SK Akses Hutan, kata dia, hanya berlaku bagi para kelompok tani untuk mengelola lahan selama 35 tahun.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengaku ingin menyidik pemanfaatan lahan di lapangan dan pendampingan oleh sejumlah bank negara dalam mendukung agenda Perhutanan Sosial.

Baca :
"Karena kami sudah berpuluh-puluh tahun urus ini dan belum berhasil. Saya minta yang ini harus berhasil. Kami harus yakin ini harus berhasil," tegas Presiden menyerupai dikutip Antara.

Jokowi mengingatkan kelompok tani untuk memanfaatkan lahan dengan menanam tumbuhan yang produktif sesuai dengan wilayahnya.

Ilmu Pengetahuan Pengertian, Fungsi, Obyek, Sejarah Pembentukan Dan Ruang Lingkup Sosiologi Hukum

Pengertian, Fungsi, Obyek, Sejarah Pembentukan Dan Ruang Lingkup Sosiologi Hukum Sosiologi berasal dari berasal dari bahasa latin yaitu socious yang berarti mitra atau teman dan logos yang berarti ilmu. Kaprikornus sosiologi ialah ilmu pengetahuan perihal masyarakat.
Hukum merupakan salah satu sarana perubahan sosial yang ada di dalam masyarakat. Terdapat suatu kekerabatan interaksi antara sektor aturan dan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Adanya perubahan aturan akan menghipnotis perubahan sosial yang ada di masyarakat begitupun sebaliknya perubahan soaial dalam masyarakat juga akan menghipnotis perubahan hukum. Perubahan kekuasaan juga besar lengan berkuasa terhadap perubahan hukum.

 I. Pengertian Sosiologi Hukum

Sosiologi Hukum merupakan cabang Ilmu yang termuda dari cabang ilmu Hukum yang lain, hal itu tampak pada Hasil karya perihal sosiologi aturan Yang hingga kini masih sangat sedikit. Hal itu di karenakan eksistensi sosiologi Hukum sebagai ilmu yang gres yang Berdiri sendiri, banyak di perihal oleh para ahli,baik hebat aturan ataupun hebat sosiologi. Sosiologi aturan merupakan suatu Cabang ilmu pengetahuan yang antara Lain meneliti mengapa insan patuh Pada aturan dan mengapa beliau gagal Untuk menaati aturan tersebut serta Faktor-faktor sosial lain yang mempengaruhinya. Sosiologi aturan merupakan suatu cabang dari sosiologi umum.

 Sejarah Pembentukan Dan Ruang Lingkup Sosiologi Hukum  Ilmu Pengetahuan Pengertian, Fungsi, Obyek, Sejarah Pembentukan Dan Ruang Lingkup Sosiologi Hukum
Sosiologi Hukum
Pengertian Sosiologi Hukum ini menganalisa bagaimana jalannya suatu Hukum dalam masyarakat, yang merupakan hal utama bagi para pengguna Hukum biar tahu betapa berpengaruhnya Hukum dalam suatu masyarakat, hal inilah yang membuat betapa harus kita mencar ilmu mengenai Sosiologi Hukum. Pengertian Sosiologi Hukum ini menganalisa bagaimana jalannya suatu Hukum dalam masyarakat, yang merupakan hal utama bagi para pengguna Hukum biar tahu betapa berpengaruhnya Hukum dalam suatu masyarakat, hal inilah yang membuat betapa harus kita mencar ilmu mengenai Sosiologi Hukum. 
Pengertian sosiologi aturan berdasarkan beberapa pakar :
  1. Menurut Soerjono Soekamto, Sosiologi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang antara lain meneliti mengapa insan patuh pada aturan dan mengapa beliau gagal untuk mentaati aturan tersebut, serta faktor-faktor sosial lain yang mempengaruhinya.
  2. Menurut Satjipto Rahardjo, Sosiologi aturan ialah ilmu yang mempelajari aturan bukan dalam bentuk pasal undang-undang, melainkan aturan yang dijalankan sehari-harinya atau tampak kenyataannya.

A. Karakteristik Sosiologi Hukum

Hukum ialah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis mempelajari kekerabatan timbal-balik antara aturan sebagai tanda-tanda sosial, dengan tanda-tanda gejala sosial lain. Studi yang demikian mempunyai beberapa karakteristik, yaitu :

1. Sosiologi aturan bertujuan untuk menawarkan klarifikasi terhadap praktek prektek hukum.

Sosiologi aturan bertujuan untuk memberi klarifikasi terhadap praktek-praktek aturan baik oleh para penegak aturan atau masyarakat, menyerupai dalam pembuatan undang-undang, praktek peradilan dan sebagainya.

Apabila praktek itu dibedakan kedalam pembuatan undang undang, penerapanya, dan pengadilannya, maka ia juga mempelajari bagaimana praktek yang terjadi dari kegiatan aturan tersebut. Dengan demikian makin terang sudah kiprah dari sosiologi aturan yaitu mempelajari tingkah laris insan dalam bidang hukum. Menurut Weber, tingkah laris ini mempunyai dua segi, yaitu “luar” dan “dalam”.
Dengan demikian sosiologi aturan tidak hanya mendapatkan tingkah laris yang tampak dari luar saja, tetapi juga meperoleh klarifikasi yang bersifat internal, yaitu meliputi motif-motif tingkah laris seseorang. Apabila di sini di sebut tingkah laris aturan maka sosiologi aturan tidak membedakan antara tingkah laris yang sesuai denagn aturan atau yang menyimpang dari kaidah hukum, keduanya merupakan obyek pengamatan dari ilmu ini.
Contohnya : Lampu Kuning di perempatan harusnya pelan-pelan, siap-siap berhenti, tapi dalam kenyataannya malah ngebut, Kemudian, lampu merah di perempatan, kalau tidak ada polisi, pengemudi terus jalan. Paradigma di Indonesia bahwa, Polisi, Hakim, Jaksa, sebagai aturan

2. Sosiologi aturan senantiasa menguji kekuatan empiris (empirical validity) dari suatu peraturan atau pernyataan hukum. 

Sosiologi aturan senantiasa menguji keabsahan empiris, dengan perjuangan mengetahui antara isi kaidah dan di dalam kenyataannya, baik data empiris maupun non empiris. Pernyataan yang bersifat khas di sini ialah “Bagaimanakah dalam kenyataannya peraturan tersebut?”, “Apakah kenyataan menyerupai yang tertera dalam suara perturan tersebut?”

Perbedaan yang besar antara Pendekatan tradisional yang normatif dan pendekatan sosiologis ialah bahwa yang pertama mendapatkan saja apa yang tertera pada peraturan hukum, sementara yang kedua menguji dengan data (empiris). Misalnya :terhadap putusan pengadilan, pernyataan notaris dan seterusnyaApakah sesuai dengan realitas empirisnya?

3. Sosiologi aturan tidak melaksanakan penilain terhadap hukum. 

Obyek yang diamatinya ialah tingkah laris yang menyimpang dan yang taat.perhatian utamanya ada pada sumbangan klarifikasi terhadap objek yang dipelajarinya. Tingkah laris yang Mentaati aturan atau yang menyimpang dari aturan sama-sama menjadi obyek dari bahasan ilmu ini. Pendekatan yang demikian itu adakala menimbulkan salah paham, seperti sosiologi aturan ingin membenarkan praktek-praktek yang melanggar hukum.

Pendekatan yang demikian itu kadang Kadang menimbulkan salah paham, seperti sosiologi aturan ingin membenarkan praktek praktek yang melanggar hukum. Sekali lagi bahwa sosiologi aturan tidak menawarkan penilaian, melainkan mendekati aturan Sebagai obyektifitas semata dan Bertujuan untuk menjelaskan terhadap Fenomena aturan yang nyata.

Semua sikap aturan dikaji dalam nilai yang sama tanpa melihat apakah itu benar, alasannya ialah sosiologi aturan sesungguhnya ialah seinwissenschaaft ( ilmu perihal kenyataan). Kaprikornus orang-orang sosiologi aturan dilarang apriori, rujukan : pelaku pidana tidak bisa dimaknai orang yang selalu jahat. 

B. Fungsi Hukum

Fungsi Hukum yaitu untuk menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat serta menuntaskan masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan sosial.
Menurut M. Friedman, Fungsi aturan yaitu sebagai berikut : 
  1. Rekayasa sosial (Social Engineering) As a tool of social engineering  (hukum sebagai alat perubahan sosial) artinya aturan berfungsi membuat kondisi social yang baru, yaitu dengan peraturan-peraturan aturan yang diciptakan dan dilaksanakan, terjadilah social engineering, terjadilah perubahan social dari keadaan hidup yang serba terbatas menuju di kehidupan yang sejahtera atau keadaan hidup yang lebih baik.
  2. Penyelesaian sengketa (dispute settlement) As a tool of justification ( aturan sebagai alat mengecek benar tidaknya tingkah laku) yakni aturan sebagai alat untuk mengecek benar tidaknya suatu tingkah laris dengan di ketahuinya ciri-ciri kebenaran yang dikehendaki oleh hukum, maka dengan cepat akan terlihat apabila ada sesuatu perbuatan yang menyimpang dari perbuatan itu.
  3. Pengawasan atau pengendalian sosial (Social Control) As a tool of social control (hukum sebagai kontrol sosial) yaitu mengontrol pemikiran dan langkah-langkah kita biar kita selalu terpelihara dan tidak melaksanakan perbuatan yang melanggar hukum.
Menurut Theo Huijbers, Fungsi Hukum yaitu untuk memelihara kepentingan umum di dalam masyarakat, menjaga hak hak manusia, mewujudkan keadilan dalam hidup bersama dan sarana rekayasa soaial (social engineering).

Menurut Sajipto Raharja, aturan tidak hanya digunakan untuk mengukuhkan pola-pola kebisaan dan tingkah laris yang terdapat di dalam masyarakat, tetapi juga untuk mengarahkan pada tujuan yang dikehendaki, mengahapuskan kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi membuat pola-pola kelakuan baru. Dengan demikian aturan dijadikan sebagai sumber.

Fungsi aturan dalam masyarakat berdasarkan Aubert, yaitu :
  1. Hukum berfungsi sebagai pengatur;
  2. Hukum berfungsi sebagai agen sumber daya;
  3. Hukum berfungsi sebagai sarana untuk menuntaskan konflik;
  4. Hukum berfungsi sebagai safeguart terhadap ekspektasi masyarakat
  5. Hukum berfungsi sebagai ekpresi dari impian dan nilai-nilai di dalam masyarakat
Sedangkan berdasarkan Podgorecki, Fungsi aturan dalam masyarakat ialah :
  1. Fungsi Integrasi. Bagaimana biar aturan terlaksana ( mutual expectation ) dalam masyarakat.
  2. Fungsi Petrifikasi. Bagaimana aturan menyeleksi sikap insan untuk mencapai tujuan sosial.
  3. Fungsi Reduksi. Bagaimana aturan menyeleksi sikap insan yang beranekaragam sehingga sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hukum berfungsi mereduksi kompleksitas menjadi pembuatan putusan-putusan tertentu.
  4. Fungsi Memotivasi. Hukum mengatur biar insan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat.
  5. Fungsi Edukasi. Selain menghukum dan memotivasi masyarakat, aturan juga melaksanakan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat.
Secara sistematis, fungsi aturan dalam perkembangan masyarakat yaitu sebagai berikut :
  1. Fungsi aturan sebagai alat pengatur tata tertib kekerabatan masyarakat, yang berarti bahwa aturan berfungsi memperlihatkan insan untuk menentukan yang baik atau yang buruk, sehingga segala sesuaut sanggup berjalan dengan tertib dan teratur.
  2. Fungsi aturan sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin.
  3. Hukum berfungsi untuk menentukan orang yang bersalah dan yang tidak bersalah, sanggup memaksa biar peraturan sanggup ditaati dengan bahaya hukuman bagi pelanggarnya.
  4. Fungsi aturan sebagai sarana penggerak pembangunan. Daya ikat memaksa dan aturan sanggup digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju.
  5. Hukum befungsi sebagai penentu alokasi wewenang secara terperinci siapa yang boleh melaksanakan pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya, siapa yang menentukan hukuman yang sempurna dan adil, menyerupai konsep aturan konstitusi negara.
  6. Fungsi aturan sebagai alat penyelesaian sengketa, yaitu memelihara kemampuan masyarakat untuk mengikuti keadaan dengan kondisi kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-hubungan esensial antara anggota masyarakat.
  7. Hukum berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Hukum sebagai petunjuk bertingkah laris maka masyarakat harus menyadari adanya perintah dan larangan dalam aturan sehingga fungsi aturan sebagai alat ketertiban masyarakat sanggup direalisasikan.
  8. Fungsi aturan sebagai alat untuk mewujudkan ketentraman sosial lahir dan batin. Hukum yang berisifat mengikat, memaksa dan dipaksakan oleh alat negara yang berwenang membuat orang takut unutk melaksanakan pelanggaran alasannya ialah ada bahaya hukumannya dan sanggup diterapkan tanpa tebas pilih. Dengan demikian, ketentraman akan tercapai.
  9. Hukum berfungsi juga sebagai alat kritik, artinya aturan tidak hanya mengawasi masyarakat, tetapi juga berperan mengawasi pejabat pemerintah, para penegak aturan dan aparatur negara. Dengan demikian, semua masyarakat harus taat kepada hukum.
  10. Fungsi aturan sebagai alat pemersatu bangsa dan negara, serta meningkatkan kewibawaan negara di mata dunia.
Dari fungsi fungsi aturan yang diungkapkan di atas, sanggup disimpulkan bahwa fungsi aturan yaitu sebagai alat pengatur tata teritb, sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin, sarana penggerak pembangunan, penentuan alokasi wewenang, alat penyelesaian sengketa, memelihara kemampuan masyarakat untuk mengikuti keadaan dengan kondisi kehidupan yang berubah, mengatur tata tertib di dalam masyarakat secara tenang dan adil, sanggup melayani kehendak negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagian rakyat, demi keadilan dan atau berfaedah bagi rakyat dengan cara menjaga kepentingan rakyat. Fungsi aturan sebagai penertib dan pengatur pergauan di dalam masyarakat serta menuntaskan masalah-masalah yang timbul.

C. Tujuan Hukum

Tujuan Hukum berdasarkan para hebat hukum, sebagai berikut :
  1. Menurut Professor Lj. Van Apeldoorn, Tujuan Hukum ialah untuk mengatur tata tertib di dalam masyarakat dengan tenang dan adil. Untuk kedamaian hukum, masyarakat yang adil harus diciptakan dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan yang bertentangan satu dan lainnya. 
  2. Menurut Van Apeldoorn, disamping tujuan tersebut, Tujuan aturan ialah mengatur pergaulan hidup insan secara damai. Hukum menghendaki perdamaian. Perdamaian di antara insan dipertahankan oleh aturan dengan melindungi kepentingan-kepentingan aturan insan tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda terhadap pihak yang merugikan.
  3. Menurut Subekti, Tujuan Hukum ialah untuk melayani kehendak negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi rakyat. Dalam melayani tujuan negara, aturan menawarkan keadilan dan ketertiban bagi masyarakatnya.
  4. Menurut J. Van Kan, Tujuan Hukum yaitu untuk menjaga kepentingan tiap-tiap insan biar tidak sanggup diganggu. Dengan tujuan ini, dicegah terjadinya sikap main hakim sendiri terhadap orang lain alasannya ialah tindakan itu dicegah oleh hukum.
  5. Purnadi dan Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa, Tujuan Hukum ialah untuk kedamaian hidup antarpribadi yang meliputi ketertiban eksternal, antarpribadi dan ketenangan internal pribadi.
  6. Tujuan Hukum berdasarkan S. M Amin ialah untuk mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
  7. Menurut Soejono Dirdjosisworo, Tujuan Hukum ialah untuk melindungi individu dalam berafiliasi dengan masyarakat, sehingga sanggup diharapkan terwujudnya keadaan aman, tertib dan adil.
  8. Roscoe Pound mengatakan bahwa aturan bertujuan untuk merekayasa masyarakat, artinya aturan sebagai alat perubahan sosial. Intinya ialah aturan sebagai sarana atau alat untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik, secara pribadi maupun di dalam hidup bermasyarakat.
  9. Tujuan Hukum berdasarkan pendapat Bellefroid ialah untuk menambah kesejahteraan umum atau kepentingan umum, yaitu kesejahteraan atau kepentingan semua anggota masyarakat.
  10. Van Kant menyampaikan Hukum Bertujuan untuk menjaga kepentingan insan biar tidak sanggup diganggu.
  11. Suharjo (Mantan menteri kehakiman), Tujuan Hukum ialah untuk mengayomi manusia, baik secara aktif maupun pasif. Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk membuat kondisi masyarakat di dalam proses yang berlangsung secara wajar. Adapun secara pasif ialah mengupayakan pencegahan atas upaya yang adikara dan penyalahgunaan hak secara tidak adil.
  12. Menurut Wasis Sp, Tujuan Hukum ialah mengatur dan mengendalikan kehidupan insan biar kehidupan selalu berada dalam keamanan, keadilan, ketentraman dan kesejahteraan.
  13. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa Tujuan Hukum diciptakan untuk meluruskan kehidupan insan dan menegakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat pada suatu negara yang merdeka dan berdaulat.
  14. Tujuan Hukum yang paling utama berdasarkan Sutjipto Rahardjo ialah membimbing insan pada kehidupan yang baik, aman, tenteram, adil, tenang dan penuh kasih sayang.
Pada hakikatnya tujuan aturan menghendaki keseimbangan kepentingan, ketertiban, keadilan, ketentraman, kebahagiaan, kedamaian dan kesejahteraan bagi setiap amnusia. Hukum menghendaki pelayanan kepentingan setiap orang, baik secara individual maupun kelompok tidak diganggu oleh orang atau kelompok lain yang selalu menonjolkan kepentingan pribadinya atau kepentingan kelompoknya, sehingga pada pada dasarnya tujuan aturan ialah terciptanya kebenaran dan keadilan.

Tujuan Hukum yang pokok yaitu untuk membuat tatanan masyarakat yang tertib, membuat ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban dalam masyarakat, diharapkan kepentingan insan akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya itu, aturan bertugas membagi hak dan kewajiban antarperorangan di dalam masyarakat, membangun wewenang dan mengatur cara memecahkan persoalan hukum, serta memelihara kepastian hukum.

Beberapa Teori Tujuan Hukum yang diungkapkan hebat mengenai tujuan hukum, antara lain :
  1. Teori Tujuan Hukum yang diungkapkan oleh Geny, tujuan Hukum ialah untuk mencapai keadilan. Tujuan aturan ditentukan oleh unsur keyakinan seseorang yang dinilai etis. Adil atau tidak, benar atau salah. Yang menjadi tumpuan dari teori ini, aturan berada pada tiap-tiap batin orang yang menjadi ukuran untuk menentukan warna keadilan dan kebenaran.
  2. Teori Tujuan Hukum yang diungkapkan oleh Jeremy Bentham, Hukum bertujuan untuk menawarkan manfaat bagi manusia. Pendapat ini dititikberatkan pada hal-hal yang bermanfaat bagi orang banyak dan bersifat umum tanpa memerhatikan soal keadilan. Teori ini memutuskan bahwa tujuan aturan ialah untuk menawarkan manfaat sebanyak-banyaknya. 

D. Obyek Sosiologi Hukum

Dalam menjalankan peraturan terang dibutuhkan suatu perangkat yang dijadikan satu dalam pandangan, pemikiran, asas, dan teori. Perangkat yang dijadikan dalam satu kesatuan tersebut disebut dengan sistem. Tak jauh juga dari hukum, aturan membutuhkan suatu sistem biar dalam pelaksanaannya sanggup berjalan dengan baik. Obyek dari sosiologi aturan ialah :
  1. Beroperasinya hukum di masyarakat (ius operatum) atau Law in Action & imbas timbal balik antara aturan dan masyarakat.
  2. Dari segi statiknya (struktur) : kaidah sosial, forum sosial, kelompok sosial& lapisan sosial.
  3. Dari segi dinamiknya ( proses sosial), interaksi dan perubahan sosial
Menurut Soetandyo mempelajari hukum sebagai alat Pengendali sosial (by government ) ialah :
  1. Mempelajari aturan sebagai kaidah sosial. Kaidah moral yang dilembagakan oleh pemerintah.
  2. Stratifikasi sosial dan hukum.
  3. Hubungan perubahan sosial dan perubahan hukum.
Menurut Soerjono Soekanto :
  1. Hukum dan struktur sosial masyarakat. Hukum merupakan Social Value masyarakat.
  2. Hukum, kaidah aturan dan kaidah sosial lainnya.
  3. Stratifikasi sosial dan hukum.
  4. Hukum dan nilai sosial budaya.
  5. Hukum dan kekerasan.
  6. Kepastian aturan dan keadilan hukum.
  7. Hukum sebagai alat untuk melaksanakan perubahan sosial.
Obyek sasaran Sosiologi Hukum ialah badan-badan yang terlibat dalam kegiatan penyelenggaraan hukum, menyerupai pengadilan, polisi, advokat, polisi, dan lain-lain. 

II. Sejarah Pembentukan Dan Perkembangan Sosiologi Hukum Di Indonesia

Teori Sosiologi Hukum ini dipelopori oleh Eugen Ehrlich ( Austria ), beliau membuat konsep ‘’living law’’ yang berarti aturan yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Hukum yang dibuat, harus sesuai dengan aturan yang hidup didalam masyarakat. Itulah sebuah pernyataan yang dikatakan Eugen Ehrlich. Kalimat singkat yang mempunyai makna dalam. Hakim sebagai salah satu dari pegawanegeri penegak hukum, dalam membuat keputusan harus mempertimbangkan dengan aturan yang hidup dalam masyarakat, menyerupai tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang nonor 48 tahun 2009 perubahan atas Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 perihal Kekuasaan Kehakiman, yaitu :
"Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai aturan dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat".

Menurut Ehrlich dalam bukunya yang berjudul “grendlegung der sociological rechts" (1913)¸ menyampaikan bahwa masyarakat ialah inspirasi umum yang sanggup digunakan untuk mengambarkan semua kekerabatan sosial, yakni keluarga, desa, lembaga-lembaga sosial, negara, bangsa, sistem ekonomi maupun sistem hukum dan sebagainya. Ehrlich memandang semua aturan sebagai aturan sosial, tetapi dalam arti bahwa semua kekerabatan aturan ditandai oleh faktor-faktor sosial ekonomis. Sistem hemat yang digunakan dalam produksi, distribusi, dan konsumsi bersifat menentukan bagi keperluan hukum.

Teori Ehrlich yang mengambil masyarakat sebagai inspirasi dasar pembentukan aturan menyampaikan bahwa semua aturan positif berakar dalam suatu aturan mendasar masyarakat. Hukum mendasar ialah apa yang menguasai seluruh hidup bersama. Hidup bersama pada masyarakat modern dikuasai oleh solidaritas sosial. Solidaritas sosial merupakan aturan mendasar masyarakat sekarang.

A. Sejarah Pembentukan Sosiologi Hukum

Anzilotti, pada tahun 1882 seorang pakar dari Itali yang permatakali memperkenalkan istilah Sosiologi hukum, yang lahir dari pemikiran di bidang filsafat hukum, ilmu aturan maupun sosiologi, sehingga sosiologi aturan merupakan refleksi inti dari pemikiran disiplin-disiplin tersebut. Pengaruh filsafat aturan dan ilmu-ilmu aturan masih terasa hingga ketika ini yang berupa masukan faktor-faktor dari aneka macam aliran atau mahzab-mahzab yaitu :
Aliran/Mahzab
Faktor-Faktor Yang Relevan
Aliran aturan alam (Aristoteles, Aquinas, Grotnis) 1. aturan dan moral 2. kepastian aturan dan keadilan yang dianggap sebagai tujuan dan syarat utama dari hukum
Mahzab Formalisme 1. Logika Hukum 2. Fungsi keajegan dari hukum
3. Peranan formil dari penegak/petugas/pejabat hukum
Mahzab kebudayaan dan sejarah 1. Kerangka kebudayaan dari hukum, kekerabatan antara aturan dengan sistem nilai-nilai. 2. Hukum dan perubahan-perubahan sosial
Aliran Utiliatarinism dan Sociological Jurisprudence (Bentham, Ihering, Ehrlich dan Pound) 1. Konsekuensi sosial dari aturan 2. Penggunaan yang tidak masuk akal dari pembentukan undang-undang
3. Klasifikasi tujuan dan kepentingan warga dan masyarakat serta tujuan sosial.
Aliran Sociological Jurisprudence dan Legal Realism (Ehrlich, Pound, Holmes, Llewellyn, Frank) 1. aturan sebagai prosedur pengendalian sosial 2. Faktor politik dan kepentingan dalam hukum
3. Stratifikasi sosial dan hukum
4.hubungan antara aturan tertulis/resmi dengan kenyataan hukum/hukum yang hidup.
5. aturan dan kebijaksanaan umum
6. Segi perikemanusiaan dari hukum
7. Studi perihal keputusan pengadilan dan pola perikelakuan (hakim).

Sosiologi hukum sebetulnya merupakan ilmu perihal kenyataan aturan yang ruang lingkupnya ialah :
  1. Dasar Sosial dari hukum, atas dasar anggapan bahwa aturan timbul serta tumbuh dari proses sosial lainnya.
  2. Efek Hukum terhadap tanda-tanda sosial lainnya dalam masyarakat.
Apabila yang dipersoalkan ialah perspektif penelitiannya, maka sanggup dibedakan :
  1. Sosiologi aturan teoritis, yang bertujuan untuk menghasilkan generalisasi/abstraksi sehabis pengumpulan data, investigasi terhadap keteraturan-keteraturan sosial dan pengembangan hipotesa-hipotesa.
  2. Sosiologi aturan empiris, yang bertujuan untuk menguji hipotesa-hipotesa dengan cara mempergunakan atau mengolah data yang dihimpun didalam keadaan yang dikendalikan secara sistematis dan metodologis.
Dari uraian tersebut, kesimpulannya ialah bahwa dalam kerangka akademis maka penyajian sosiologi aturan dimaksudkan sebagai suatu perjuangan untuk memungkinkan pembentukan teori aturan yang bersifat sosiologis.
Sejarah perkembangan sosiologi aturan antara lain di pengauruhi oleh beberapa pengikut aliran, yaitu :

1. Pengaruh Dari Filsafat Hukum

Pengaruhnya yang khas ialah dari istilah ‘Law In Action’, yaitu beraksinya atau berprosesnya hukum. Menurut Pound, bahwa aturan ialah suatu proses yang mendapatkan bentuk dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim atau pengadilan. Dengan maksud yaitu kegiatan untuk menetralisasikan atau merelatifkan dogmatif hukum. Juga aturan sebagai sarana untuk mengarahkan dan membina masyarakat.

2. Ilmu Hukum (Hans Kelsen)

Ajaran Kelsen “The Pure Theory of Law” (Ajaran Murni Tentang Hukum), mengakui bahwa aturan dipengaruhi oleh faktor-faktor politisi sosiologis, filosofis dan seterusnya. Kelsen juga mengemukakan bahwa setiap data aturan merupakan susunan daripada kaedah-kaedah (stufenbau), yang berisikan hal-hal sebagai berikut :
  • Suatu tata kaedah aturan merupakan sistem kaedah-kaedah aturan secara hierarkis.
  • Susunan kaedh-kaedah aturan yang sangat disederhanakan dari tingkat terbawah keatas, ialah :
  1. Kaedah-kaedah individuil dari badan-badan pelaksana aturan terutama pengadilan.
  2. Kaedah-kaedah umum didalam undang-undang atau aturan kebiasaan.
  3. Kaedah daripada konstitusi
  • Sahnya kaedah aturan dari golongan tingkat yang lebih rendah tergantung atau ditentukan oleh kaedah yang termasuk golongan tingkat yang lebih tinggi.

3. Sosiologi (Pengaruh ajaran-ajaran Durkheim dan Weber)

Durkheim beropini bahwa aturan sebagai kaedah yang bersanksi, dimana berat ringan hukuman tergantung pada sifat pelanggaran, anggapan serta keyakinan masyarakat perihal baik buruknya perikelakuan tertentu, peranan hukuman tersebut dalam masyarakat. Setiap kaedah aturan mempunyai tujuan berganda yaitu :
  • menetapkan dan merumuskan kewajiban-kewajiban,
  • menetapkan dan merumuskan sanksi-sanksi.
Sedangkan ajaran-ajaran yang menarik dari Max Weber ialah tipe-tipe ideal dari aturan yang sekaligus memperlihatkan suatu perkembangan yaitu :
  • hukum irrasionil dan materiel, dimana pembentuk undang-undang dan hakim mendasarkan keputusan-keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa mengacu pada suatu kaedah hukum.
  • hukum irrasionil dan formil, dimana pembentuk undang-undang dan hakim berpedoman pada kaedah-kaedah yang didasarkan pada wahyu dan ramalan-ramalan.
  • hukum irrasionil dan materiel dimana keputusan para pembentuk undang-undang dan hakim didasarkan ada kitab suci, idiologi atau kebijaksanaan penguasa.
  • hukum irrasionil dan formil, dimana aturan dibuat atas dasar konsep-konsep dari ilmu hukum.

B. Perkembangan Sosiologi Hukum Di Indonesia

Indonesia merupakan negara aturan yang menganut sistem aturan gabungan dengan sistem aturan utamanya sistem aturan Eropa Continental yang salah satu cirinya ialah adanya kodifikasi aturan yang sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Akan tetapi di indonesia juga masih banyak berlaku aturan hukum watak yang berbeda – beda sehingga kajian perihal sosiologi aturan menjadi sangat penting di negara ini.
Sosiologi aturan merupakan suatu disiplin ilmu dalam ilmu aturan yang mulai di kenal pada tahun 60-an. Kehadiran sosiologi aturan di Indonesia menawarkan suatu pemahaman gres bagi masyarakat mengenai aturan yang selama ini dilihat sebagai suatu sistem perundangan atau yang selama ini di kenal dengan pemahaman secara normatif.
Berikut ialah tokoh-tokoh yang banyak menawarkan imbas terhadap perkembangan sosiologi aturan di Indonesia :
a. Carl Marx
Menurut Marx aturan akan dipengaruhi oleh ekonomi. Misalnya dimasyarakat industri terjadi benturan stratifikasi sosial antara kelas borjuis (kaum yang mempunyai modal) dengan kaum priorentar (kaum yang tidak mempunyai modal), maka kaum borjuislah yang akan selalu menang sedangkan kaum priorentar akan selalu mengalami kekalahan. Pengusaha akan mempertahankan asset kemudian mereka masuk ke wilayah legislator dan terbentuklah Undang-Undang yang tidak menyesuaikan dengan kondisi masyarakat, bahkan cenderung merugikan masyarakat kecil.
 
b. Henry S. Maine
Menurut Henry S. Maine penghargaan individu bersifat warisan/ turun menurun, dan status sangat besar lengan berkuasa tapi dilihat kenyataan kini tidak berlaku alasannya ialah kini memakai penilaian dari kualitas individu jadi terjadilah pergeseran masyarakat dalam hukum.
 
c. Emiel Durkheim
Pemikiran Durkheim memakai teori solidaritas dalam memahami masyarakat yakni bahwa masyarakat terbentuk dari individu-individu sehingga terbentuklah sebuah masyarakat alasannya ialah adanya rasa saling membutuhkan dan rasa solidaritas. Solidaritas dibagi menjadi dua yaitu :
  • Solidaritas mekanik. Terjadi dimasyarakat kecil, yang masyarakatnya masih homogen. Misalnya bila ada salah satu masyarakat yang pergi maka tidak menghipnotis masyarakat tersebut.
  • Solidaritas organik. Terjadi di masyarakat besar dan modern, yakni bila ada yang pergi maka sangat menghipnotis masyarakat tersebut.
d. Max Weber
Menurut Max Weber melihat perkembangan aturan dari masyarakat klasik hingga masyarakat modern kini ini atau bisa dikatakan Hukum berdasarkan fatwa hingga aturan berdasarkan musywarah menyerupai sekarang. Max Weber membuat tiga sistem peradilan, yaitu :
  1. Peradilan Kudi yaitu menuntaskan setiap kasus atau persoalan dengan cara kekeluargaan atau perdamaian.
  2. Peradilan Empiris yaitu hakim memutuskan kasus dengan putusan-putusan terdahulu (yurisprudensi).
  3. Peradilan Rasional yaitu peradilan yang bekerja atas asas-asas organisasi yang sesuai dengan peradilan sekarang.  

 1. Sejarah Sosiologi Hukum Nasional

Sebelum 1976 di Unpad, lahir satu konsepsi aturan yang dikemukakan Prof Mochtar, sebagai tanggapan terhadap bapenas yaitu konsepsi aturan yang mendukung pembangunan “Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional” dan “Hukum". Masyarakatrakat, dan Pembinaan Hukum Nasional” tahun 1976, bahwa aturan tidak hanya meliputi asas dan kaidah yang mengatur hidup insan dalam mewujudkan berlakunya kaidah itu dalam kenyataan.
“Hukum dalam masyarakatrakat dan aturan pembangunan nasional tahun 1976 “Hukum keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hidup insan dalam masyarakatrakat termasuk forum dan proses didalam mewujudkan berlakunya aturan itu dalam kenyataan.
Menurut mazhab Unpad “hukum tidak hanya bertujuan untuk mencapai ketertiban dan keadilan saja, akan tetapi sanggup pula berfungsi sebagai saran untuk merubah / memperbaharui masyarakatrakat”. Pandangan itu menggabungkan pandangan normative dan sosiologis dalam training hukum, yang memandang bagaimana aturan sanggup berperan serta terutama didalam menghadapi situasi Negara Indonesia yang lagi melaksanakan pembangunan.
Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses yang menyangkut seluruh aspek aspek kehidupan manusia, yang hanya sanggup didekati dengan pendekatan sosiologis.

2. Sejarah Sosiologi Hukum Sebagai Ilmu Pengetahuan

Lahirnya dipengaruhi 3 disiplin ilmu :
  • Filsafat aturan hans kelsen, teori hirarki gunor dasar sosial (merupakan ruang lingkup filsafat);
  • Aliran positivisme : aliran filsafat aturan yang menjadi penyebab lahirnya Sosiologi Hukum. Dikemukakan oleh Hans Kelsen dengan Stufenbau des Recht-nya. Hukum itu dilarang bertentangan dengan ketentuan yang lebih atas derajatnya. Dimana urutannya ialah sebagai berikut : yang paling bawah itu = putusan tubuh pengadilan, atasnya = undang ajakan dan kebiasaan, atasnya lagi = konstitusi dan yang paling atas = grundnorm (dasar sosial daripada hukum);
  • Aliran filsafat aturan yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sosoiologi aturan yaitu :
  1. Mazhab sejarah : Carl von Savigny à aturan itu tidak dibuat, akan tetapi tumbuh dan berkembang bersama sama dengan masyarakatrakat,
  2. Aliran utility : Jeremy Betham à aturan itu harus bermanfaat bagi masyarakatrakat, guna mencapai hidup bahagia,
  3. Aliran sociological yurisprudence : Eugen Ehrlich à aturan yang dibuat, harus sesuai dengan aturan yang hidup didalam masyarakatrakat ( living law ),
  4. Aliran pragmatic legal realism : Roscoe Pound à “law as a tool of social engineering“
  5. Ilmu Hukum. Hukum sebagai tanda-tanda sosial, yang mendorong pertumbuhan sosiologi hukum, bahwa aturan harus dibersihkan dari anasir anasir sosiologis,
  6. Sosiologi yang berorientasi pada hukum. Emile Durkheim à setiap masyarakatrakat selalu ada solidaritas yaitu : Solidaritas mekanis : terdapat dalam masyarakatrakat sederhana, hukumnya bersifat represip yang diasosiasikan menyerupai dalam pidana. Solidaritas organis : terdapat dalam masyarakatrakat modern, hukumnya bersifat restitutif yang diasosiasikan menyerupai dalam perdata. Max Weber à teori ideal typenya : Irrasional formal, Irrasional materiel, Rasional formal : pada masyarakatrakat modern yang didasarkan pada konsep konsep ilmu hukum, Rasional materiel.

3. Yang Melatar Belakangi Lahirnya Sosiologi Hukum

Filsafat aturan yang menimbulkan lahirnya sosiologi aturan tersebut ialah aliran positivisme. Stratifikasi derajat aturan dimaksud ialah yang paling bawah putusan tubuh pengadilan, atasnya uu dan kebiasaan, atasnya lagi kontitusi dan yang paling atas grundnorm dasar/ basis social salah satu objek bahasan dalam social hukum. Hierarki aturan grundnorm kontitusi uu, kebiasaan dan putusan pengadilan.
Aliran filsafat aturan mendorong tumbuh berkembangnya sosiologi aturan yaitu :
  • Mazhab sejarah (hukum tumbuh dan berkembang bersama2 dengan masyarakat);
  • Aliran utility ( aturan harus bermanfaat bagi masyarakat, guna tercapainya kehidupan bahagia);
  • Aliran sociological jurisprudence (hukum yang dibuat harus sesuai dengan aturan yang hidup dalam masyarakatrakat);
  • Aliran prakmatic legal realism ( law as a tool of social engineering).
Ilmum hukum yaitu aturan sebagai tanda-tanda sosial, banyak mendorong pertumbuhan sosiologi hukum. Hans Kelsen menganggap aturan sebagai tanda-tanda normative. Sosiologi yg berorentasi aturan yaitu bahwa dalam setiap masyarakat, selalu ada solidaritas organisasi(masyarakat.modern, aturan bersifat restitutif menyerupai aturan perdata) dan solidaritas mekanis (masyarakat sederhada, aturan yg bersifat represif menyerupai aturan pidana). Max weber, ada 4 tipe ideal, yaitu irasional formal, irasional material, rasional material (berdasarkan konsep-konsep aturan ), dan rasional material. Letak dan ruang lingkup sosiologi aturan dua hal yaitu dasar-dasar sosial dari aturan / basis sosial dari aturan . aturan nasional berdasarkan sosialny, pancasila( gotong royong, musyawarah, dan kekeluargaan).

III. Ruang Lingkup & Kegunaan Sosiologi Hukum

Dalam dunia hukum, terdapat fakta lain yang tidak diselidiki oleh ilmu aturan yaitu pola-pola kelakuan (hukum) warga-warga masyarakat.

A. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Sosiologi Hukum juga meliputi 2 (dua) hal, yaitu :
  1. Dasar-dasar sosial dari hukum, contoh: aturan nasional Indonesia, dasar sosialnya ialah Pancasila, dengan ciri-cirinya : gotong-royong, musyawarah-kekeluargaan.
  2. Efek-efek aturan terhadap gejala-gejala sosial lainnya, rujukan : UU PMA terhadap tanda-tanda ekonomi, UU Pemilu dan Partai Politik terhadap tanda-tanda politik, UU Hak Cipta tahun 1982 terhadap tanda-tanda budaza, UU Perguruan Tinggi terhadap tanda-tanda pendidikan.
Tahap tersebut akan tercapai apabila para sosiolog tidak lagi berperan sebagai teknisi, akan tetapi lebih banyak menaruh perhatian pada ruang lingkup yang lebih luas. Pada tahap ini, seorang sosilog harus siap untuk menelaah pengertian legalitas biar sanggup menentukan wibawa moral dan untuk menjelaskan kiprah ilmu sosial dalam membuat masyarakat yang didasarkan pada keseimbangan hak dan kewajiban yang berorientasi pada keadilan ( Rule of Law berdasarkan Philip Seznick).
Batasan Ruang Lingkup maupun perspektif sosiologi hukum,maka dpt dikatakan,bahwa kegunaan sosiologi aturan ialah sebagai berikut :
  1. Sosiologi aturan mempunyai kegunaan untuk menawarkan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman terhadap aturan di dalam konteks sosial;
  2. Penguasaan konsep2 soskum menawarkan kemapuan-kemampuan utk mengadakan analisis terhadap efektifitas aturan dlm masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial, sarana untuk mengubah masyarakat dan sarana untuk mengatur interaksi Sosial biar mencapai keadaan2 sosial tertentu;
  3. Sosiologi aturan menawarkan kemungkinan-kemungkinan serta kemampuan untuk mengadakan penilaian terhadap efektifitas aturan di dalam masyarakat.

B. Kegunaan Sosiologi Hukum

Kegunaan sosiologi hukum ialah untuk :
  1. Mengetahui dan memahami perkembangan aturan positif (tertulis/tdk tertulis) di dlm ngr/masyarakat.
  2. Mengetahui efektifitas berlakunya aturan positif di dalam masyarakat.
  3. Mampu menganalisis penerapan aturan di dalam masyarakat.
  4. Mampu mengkonstruksikan fenomena aturan yg terjadi di masyarakat.
  5. Mampu mempetakan masalah-masalah sosial dalam kaitan dengan penerapan aturan di masyarakat.

C. Alasan Mempelajari Sosiologi Hukum

Alasan untuk mempelajari sosiologi aturan adalah :

1. Sosiologi Hukum mempunyai kegunaan dalam Praktik Hukum.

Seperti yang sudah saya bahas sebelumnya, ciri dan fungsi dari Sosiologi Hukum kemudian sanggup digunakan dalam praktik Hukum, dikarenakan apa yang dianalisa berupa empiris, maka dalam praktiknya sangat diperlukan, alasannya ialah berupa hal yang faktual dan tidak bersifat abstrak.

2. Pembahuruan dalam proses Hukum , Undang-Undang dan Kebijakan Sosial.

Dalam sebuah analisa Sosiologi Hukum, maka akan ditemukan mana Undang-Undang, Hukum maupun Kebijakan Sosial yang diterapkan telah berjalan dengan baik dan mana yang tidak. Hasil dari penganalisaan itu, kemudian sanggup dijadikan dasar dalam pengembangan ataupun pembahuruan dalam semua proses tadi. Dapat dilihat bagaimana Sosiologi Hukum sangat turut serta dalam pembangunan masyarakat Indonesia, terlebih lagi Indonesia berdasarkan Hukum.

3. Hukum memasuki masa Sosiologi.

Seperti yang dipelajari dalam Sejarah Hukum, dulunya Hukum dibuat atas dasar kemauan Raja ataupun golongan tertentu. Seiring dengan perkembangan zaman, Hukum yang bersifat dinamis kemudian berubah, hal inilah juga yang menjadi alasan mengapa kita mempelajari Sosiologi Hukum. Perubahan ini, meninjau bahwa pembuatan Hukum tidak saja hanya melibatkan apa yang dibutuhkan Negara tapi apa yang dibutuhkan dalam perkembangan masyarakat atau yang dikenal dengan istilah tinjauan empiris. Perkembangan Hukum inilah yang Menyebabkan Hukum masuk ke masa Sosiologi, alasannya ialah ditinjau dari apa yang dibutuhkan masyarakat.

4. Studi perihal Sosiologi dalam mempersiapkan Hukum.

Menjadi mahasiswa Hukum, hal inilah yang menjadi dasar dalam penelitian Hukum itu sendiri. Dikarenakan Subjek Hukum itu sendiri ialah Orang maka hal ini sangat erat hubungannya dengan interkasi. Studi Sosiologi inilah yg kerap Dijadikan Mahasiswa dalam analisa suatu penerapan Hukum.

5. Tujuan dari pembuatan Hukum yang efektif yang berfokus pada masyarakat.

Efektif atau tidak efektifnya suatu penerapan Hukum dlm masy. semua itu dpt diketahui lwt analisa empiris. Analisa Sosiologi akan mengemukakan apakah aturan tsb efektif dlm penggunaannya dlm masy ataukah masy. mengadakan kekebalan thdp hkm yg diterapkan.


VI. Perkembangan Paradigma Hukum Positif Dan Sistem Hukum

Perkembangan paradigma aturan dimulai adanya masyarakat industri. Masyarakat industri ialah masyarakat yang bersifat kompleks. Ciri- ciri masyarakatnya antara lain mempunyai profesi dan latarbelakang budaya yang berbeda-beda sehingga bila tidak ada peraturan aturan yang niscaya akan terjadi ketidak aturan sistem.

A. Perkembangan Paradigma Hukum

Dari latar belakang inilah lahir peraturan-peraturan yang mempunyai hukuman yang terang atau lebih dikenal sebagai aturan positif yang legalism ( bersifat legal) dan Formalism (bersifat formal). Isi dari pradigma positivisme antara lain :
  1. Everybody is equal before the law;
  2. Everybody is born free to pursuit its happiness; dan
  3. Hakim ialah netral atau hanya menjalankan fungsinya sebagai corong undang-undang atau peraturan yang berlaku.
Dalam perjalanannya pradigma positIivisme menerima beberapa reaksi, dan reaksi atas pradigma positivism di antaranya :
  1. Sociological jurisprudence;
  2. The realistic jurisprudence; dan
  3. The critical jurisprudence

 

B. Sistem Hukum

Menurut Friedman sistem aturan ialah seperangkat operasional aturan yang meliputi substansi hukum, struktur aturan dan budaya hukum.
  1. Substansi aturan meliputi : aturan, norma dan pola sikap (hukum yang tertulis dan aturan yang berlaku hidup dalam masyarakat).
  2. Struktur aturan meliputi : tatanan daripada elemen forum aturan (kerangka organisasi dan tingkatan dari forum kepolisian, kejaksaan, kehakiman, pemasyarakatan, kepengacaraan).
  3. Budaya aturan meliputi: nilai-nilai, norma-norma dan lembaga-lembaga yang menjadi dasar daripada sikap sikap hamba hukum.
 

Dasar Hukum : 

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Referensi :

  1. Zulkarnaen dan Beni Ahlmad Saebani, 2012. Hukum Konstitusi. Penerbit Pustaka Setia : Bandung. 
  2. Sajtipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 2000.
  3. C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cetakan kedelapan, Balai Pustaka, Jakarta, 1989.
  4. Lawrence M. Friedmaan, American Law In Introduction (Hukum Amerika Sebuah Pengantar), Scond Edition, Penerjemah : Wisnu Basuki, PT. Tata Nusa, Jakarta, 2001.
  5. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta : Liberty, 1986,
  6. Apeldoorn, van LJ; Inleiding tot de Studie van het Nederlandse Recht (Terjemahan Oetarid Sadino), Jakarta: Pradnya Paramita, 1976,
  7. Satjipto Raharjo. Hukum, Masyarakat dan Pembangunan. Bandung: Penerbit Alumni, 1976,
  8. Soedjono, D. Pokok-Pokok Sosiologi sebagai Penunjang Studi Hukum. Bandung : Penerbit Alumni, 1978.
  9. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-unsur-ciri-sifat-tujuan-dan 
  10. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-unsur-ciri-sifat-tujuan-dan 
  11. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-unsur-ciri-sifat-tujuan-dan