Showing posts sorted by relevance for query lbh-masyarakat-gelar-kampanye-anti. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query lbh-masyarakat-gelar-kampanye-anti. Sort by date Show all posts

Ilmu Pengetahuan Lbh Masyarakat Gelar Kampanye Anti Eksekusi Mati

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Menjelang peringatan Hari Anti Hukuman Mati Sedunia yang jatuh pada 10 Oktober mendatang, LBH Masyarakat menggelar program bertajuk "A Day For Forever". Acara ini dilangsungkan di Conclave, Jalan Wijaya, Jakarta Selatan, pada Sabtu (7/10/2017). 

Hadir dalam program “A Day For Forever” ini, pihak-pihak yang pernah bekerjasama dengan terpidana mati ibarat Yuni Asri dari Komnas Perempuan, Romo Carolus, rohaniwan yang kerap mendampingi terpidana mati dan keluarganya, serta Devy Christa, putri Merri Utami, terpidana mati kasus narkotika yang ditahan semenjak 2001. 
 Menjelang peringatan Hari Anti Hukuman Mati Sedunia yang jatuh pada  Ilmu Pengetahuan LBH Masyarakat Gelar Kampanye Anti Hukuman Mati
LBH Masyarakat menggelar program bertajuk "A Day For Forever" di Conclave, Jalan Wijaya, Jakarta Selatan. tirto.id/Patresia
Dalam kesempatan tersebut, Devy menceritakan pengalamannya sebagai putri Merri yang telah melewati belasan tahun hidup tanpa kehadiran ibunya. Suasana emosional pun sempat terjadi ketika Devy mulai bercerita, disambung oleh testimoni Romo Carolus. Dari kacamata para pembicara, sanksi mati dikatakan tidak hanya merupakan pelanggaran hak hidup, tetapi juga membawa dampak bagi orang-orang terdekatnya.

"Siksaan bukan hanya dialami oleh terpidana mati, keluarga juga merasa tersiksa," demikian dinyatakan oleh Romo Carolus. Menunggu proses eksekusi, lanjutnya, bukan hanya mendatangkan pengaruh psikologis jago bagi terpidana mati, tetapi juga keluarga mereka yang dengan cemas berharap sanksi tidak jadi dilakukan. 

Dalam kasus-kasus terpidana mati buruh migran wanita yang ditangani Komnas Perempuan, para terpidana merupakan tulang punggung keluarga. Vonis mati yang dijatuhkan kepada mereka bukan hanya akan menghilangkan nyawa satu orang, tetapi juga memperparah kondisi ekonomi keluarga yang ditinggalkan. 

Yuni menambahkan, "Kita (Indonesia) ini jadi menerapkan double standard. Di satu sisi, ketika buruh migran terkena kasus dan dijatuhi sanksi mati di negara tempatnya bekerja, kita menentang habis-habisan. Sementara, di dalam negeri sendiri, sanksi mati masih diterapkan." 

Inilah yang berdasarkan Yuni mempersulit posisi tawar-menawar Indonesia dengan negara-negara daerah beberapa buruh migran divonis mati. Di samping itu, keterlambatan menunjukkan derma aturan kepada para buruh migran terpidana mati juga dipandangnya menjadi hambatan lain dalam upaya menghindarkan sanksi mati. 
Ketiga pembicara berharap sanksi mati segera dihapuskan alasannya ialah merugikan pihak-pihak lain di luar terpidana sendiri. "Stop sanksi mati, hapuskan sanksi mati dari Indonesia! Hukuman mati di Indonesia sudah nggak tepat, sudah kuno, dan nggak dapat diterapkan lagi di sini," tutup Yuni ketika dilansir dari Tirto.id.

Acara A Day For Forever juga diisi dengan pemutaran film Curumim, dokumenter karya Marcos Prado wacana Marco Archer, terpidana mati asal Brasil yang dihukum di Indonesia pada Januari 2015. Selain itu, disajikan pula pertunjukan seni sebelum dan setelah program bincang-bincang, ibarat stand up comedy, pembacaan puisi, serta penampilan musik. (***)

Ilmu Pengetahuan Ketua Ma Didesak Mundur Usai Ada Hakim Terlibat Suap Lagi

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Hakim Agung Gayus Lumbuun menyikapi dengan keras kembali tertangkapnya seorang hakim dalam masalah suap. Akhir pekan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tersangka akseptor suap, yakni Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sulawesi Utara, Hakim Sudiwardono.

Gayus menyatakan sudah saatnya Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali dengan sukarela mundur untuk tetap menjaga kehormatan dan kewibawaan institusi MA dan jajaran peradilan di bawahnya. Langkah itu, berdasarkan dia, demi mengembalikan dogma masyarakat pada aturan dan keadilan.
 Hakim Agung Gayus Lumbuun menyikapi dengan keras kembali tertangkapnya seorang hakim dala Ilmu Pengetahuan Ketua MA Didesak Mundur Usai Ada Hakim Terlibat Suap Lagi
(Ilustrasi) Hakim Agung Gayus Lumbuun (tengah) menjawab pertanyaan wartawan seusai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (11/10/2016). ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma.
Pendapat Gayus itu didasarkan pada Maklumat Ketua MA RI Nomor 01/Maklumat/IX/2017 tanggal 11 September 2017. Maklumat itu menegaskan dan memastikan bahwa tidak akan ada lagi hakim dan aparatur di bawah MA yang melaksanakan perbuatan merendahkan wibawa, kehormatan dan wibawa MA dan peradilan di bawahnya.

Menurut Gayus, berdasar maklumat itu, MA akan memberhentikan pimpinan Mahkamah Agung atau pimpinan tubuh peradilan di bawahnya secara berjenjang dari jabatannya selaku atasan eksklusif apabila ditemukan bukti bahwa pengawasan dan pelatihan tersebut tidak berjalan secara bersiklus dan berkesinambungan.

Dalam keterangan tertulisnya, menyerupai dikutip Antara, berdasarkan Gayus, untuk menyikapi problem ini, forum normatif tertinggi dalam bentuk musyawarah di MA ialah pleno lengkap Hakim Agung.

Dia menambahkan seluruh jajaran peradilan di bawah MA juga harus segera dievaluasi. Menurut dia, penilaian itu penting dilakukan di semua Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT), sampai MA alasannya ialah banyak masalah penyimpangan yang muncul belakangan.

Dia mengeluhkan banyak temuan penyimpangan yang terjadi secara masif di lingkungan peradilan, baik dengan pelaku aparatur kepaniteraan maupun hakim. Kasus penangkapan Hakim Sudiwardono menambah panjang daftar penyimpangan pegawanegeri peradilan tersebut.

Gayus beropini kasus-kasus penyimpangan pegawanegeri peradilan akan sering terjadi lagi apabila posisi pimpinan masih diduduki oleh orang-orang usang yang belum dievaluasi kinerjanya. Dia mengusulkan MA perlu segera mengganti pemegang posisi pimpinan PN maupun PT yang mempunyai kinerja dan rekam jejak buruk.

Dia menyimpulkan, ada situasi memburuk alasannya ialah banyak aparatur pengadilan, baik panitera maupun hakim, di tingkat PN dan PT terjerat masalah suap. Dia curiga banyak aparatus pengadilan sudah tidak takut lagi mengabaikan aturan hukum, sopan santun dan integritas yang sepatutnya mereka hormati dan taati.

KPK sudah mengumumkan menahan Aditya Anugrah Moha, politikus Partai Golkar dan anggota Komisi XI dewan perwakilan rakyat RI, semenjak Minggu dini hari (8/10/2017). Di masalah yang sama, Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono juga ikut ditahan.

Aditya dan Sudiwardono teringkus dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di sebuah hotel di tempat Pecenongan, Jakarta Pusat, pada Jumat malam (6/10/2017). OTT itu mengamankan bukti uang senilai 64 ribu dolar Singapura dari total janji sogokan sebesar Rp1 miliar menyerupai dikutip dari Antara.
Aditya Moha dan Sudiwardono sudah ditetapkan, masing-masing sebagai tersangka pemberi dan akseptor suap. Berdasar temuan sementara KPK, donasi suap ini diduga untuk menghipnotis putusan banding dalam masalah korupsi yang melibatkan Marlina Moha Siahaan selaku Bupati kabupaten Bolaang Mongondow periode 2001-2006 dan 2006-2015. Uang juga diberikan semoga Marlina tidak perlu ditahan. Marlina sudah divonis bersalah 5 tahun penjara dalam masalah korupsi TPAPD Bolaang Mongondow. Ia ialah ibu dari Aditya Moha.

Pemberian uang dari Aditya kepada Sudiwardono sudah dilakukan semenjak pertengahan Agustus 2017, yaitu sebesar 60 ribu dolar Singapura di Manado. Pada Jumat kemarin (6/10/2017), Aditya kembali menyerahkan suap senilai 30 ribu dolar Singapura di pintu darurat salah satu hotel di Jakarta. Penyidik KPK masih menemukan ada uang 11 ribu dolar Singapura di kendaraan beroda empat Aditya. (***)

Ilmu Pengetahuan Aditya Moha Politikus Golkar Dan Ketua Pt Manado Ditahan Kpk

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta)  Aditya Anugrah Moha, politikus Partai Golkar dan anggota Komisi XI dewan perwakilan rakyat RI, resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semenjak Minggu dini hari (8/10/2017). Di masalah yang sama, Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sulawesi Utara (PT Sulut) Sudiwardono juga ikut ditahan oleh KPK.

Aditya dan Sudiwardono sebelumnya teringkus dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di sebuah hotel di tempat Pecenongan, Jakarta Pusat, pada Jumat malam (6/10/2017). Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengumumkan OTT masalah suap itu juga mengamankan barang bukti uang senilai 64 ribu dolar Singapura dari total kesepakatan sogokan sebesar Rp1 miliar.
 politikus Partai Golkar dan anggota Komisi XI dewan perwakilan rakyat RI Ilmu Pengetahuan Aditya Moha Politikus Golkar dan Ketua PT Manado Ditahan KPK
Aditya Anugrah Moha, Politikus Golkar yang terjaring OTT masalah suap pada Jumat (6/10/2017).
"Keduanya ditahan selama 20 hari pertama mulai hari ini (Minggu). Tersangka AAM (Aditya Anugrah Moha) ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK di gedung KPK. Sedangkan SDW (Sudiwardono) di rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur," kata Febri di Gedung KPK Jakarta, pada Minggu dini hari menyerupai dikutip Antara.

Aditya Moha dan Sudiwardono sudah ditetapkan, masing-masing sebagai tersangka pemberi dan akseptor suap. KPK menerka suap itu berkaitan dengan putusan banding kasus korupsi Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Bolaang Mongondow tahun 2010.

Saat keluar dari gedung KPK, Aditya mengaku dirinya hanya ingin memperjuangkan nasib ibunya, mantan Bupati Bolaang Mongondow Marlina Moha Siahaan. Kader muda Partai Golkar ini mengakui kesalahannya.

"Saya berusaha semaksimal mungkin. Niat saya baik, tapi mungkin cara yang belum terlalu tepat. Saya berusaha maksimal demi nama seorang ibu," kata Aditya sebelum masuk ke kendaraan beroda empat tahanan.

Ia juga meminta maaf kepada para pendukungnya. Dia menyatakan, "Saya selaku langsung dan tentu atas nama apa yang menjadi amanah dan kepercayaan, memberikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat dan tentunya di dapil saya Sulut, khususnya di Bolaang Raya."
Berdasar temuan sementara KPK, pertolongan suap ini diduga untuk mempengaruhi putusan banding dalam kasus korupsi yang melibatkan Marlina Moha Siahaan selaku Bupati kabupaten Bolaang Mongondow periode 2001-2006 dan 2006-2015. Marlina sudah divonis bersalah 5 tahun penjara dalam kasus korupsi TPAPD Bolaang Mongondow. Uang juga diberikan biar Marlina tidak perlu ditahan.

Pemberian uang dari Aditya kepada Sudiwardono sudah dilakukan semenjak pertengahan Agustus 2017, ialah sebesar 60 ribu dolar Singapura di Manado. Pada Jumat kemarin (6/10/2017), Aditya kembali menyerahkan suap senilai 30 ribu dolar Singapura di pintu darurat salah satu hotel di Jakarta. Penyidik KPK masih menemukan ada uang 11 ribu dolar Singapura di kendaraan beroda empat Aditya. (***)

Ilmu Pengetahuan Mendagri Siapkan Plt Bupati Kukar Pengganti Rita Widyasari

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menyiapkan Wakil Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Edi Damansyah sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Rita Widyasari. Hal itu menyusul ditahannya Rita usai diperiksa sebagai tersangka dugaan akseptor gratifikasi di kabupaten tersebut.

“Kami menunggu data resminya, lalu menyiapkan Plt Bupati Kutai Kartanagera alasannya yaitu kalau kepala kawasan ditahan maka tidak sanggup melakukan tugasnya sehari-hari,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, menyerupai dikutip Antara, Minggu (8/10/2017).
 telah menyiapkan Wakil Bupati Kutai Kartanegara  Ilmu Pengetahuan Mendagri Siapkan Plt Bupati Kukar Pengganti Rita Widyasari
Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari mengamati maket gedung Merah Putih KPK ketika menunggu investigasi di KPK, Jakarta, Jumat (6/10/2017). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasar

Tjahjo menuturkan, Plt disiapkan sebagai antisipasi terjadinya kekosongan kepemimpinan Kabupaten Kutai Kartanegara. Hal ini dilakukan supaya pelayanan terhadap masyarakat tidak terpengaruh meskipun Rita Widyasari ditahan komisi antirasuah.

Kendati demikian, mantan Sekretaris Jenderal DPP PDIP itu menegaskan, pihaknya tetap menjunjung tinggi dan mengutamakan asas praduga tak bersalah alasannya yaitu belum ada vonis atau keputusan resmi dari pengadilan.

“Sama dengan kasus di Kota Batu, Kota Cilegon, Kabupaten Batubara dan kawasan lainnya yang tersangkut kasus di KPK, kami masih mengutamakan asas praduga tak bersalah. Kalau ditahan maka ditunjuk wakilnya untuk Plt hingga simpulan vonis hukumnya,” kata Tjahjo.

Pada Jumat (6/10/2017), Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari resmi menjadi menghuni rumah tahanan KPK yang gres di gedung Merah Putih. Rita ditahan seusai diperiksa sebagai tersangka dugaan suap dan penerimaan gratifikasi.
"Terkait dengan penerimaan gratifikasi dan peningkatan kekayaan di LHKPN RIW selama menjabat, RIW ditahan untuk 20 hari ke depan di Cabang Rutan KPK Gedung Merah Putih," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta ketika dilansir dari Tirto.id.

Dalam kasus tersebut, Rita Widyasari dan dua orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan penerimaan gratifikasi di Kabupaten Kutai Kertanegara.

Selain diduga mendapatkan gratifikasi, Rita juga diduga mendapatkan suap dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun. (***)

Ilmu Pengetahuan Pelapor Eggi Sudjana; Pengacara Ancam Tuntut Rp1 Triliun

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Ketua Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia Sures Kumar melaporkan pengacara Eggi Sudjana ke Bareskrim Mabes Polisi Republik Indonesia atas dugaan tindak pidana membuatkan ujaran kebencian dan SARA. Eggi sebelumnya menyampaikan agama selain Islam bertentangan dengan sila pertama Pancasila karena tidak mempunyai konsep keesaan Tuhan.

Razman Arif Nasution, pengacara bagi Eggi Sudjana, menyatakan siap melaporkan balik pelapor kliennya atas dugaan pencemaran nama baik. Ia mengancam akan menuntut para pelapor kliennya dengan kompensasi uang senilai Rp 1 triliun jikalau Eggi tidak terbukti bersalah.
Ketua Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia Sures Kumar melaporkan pe Ilmu Pengetahuan Pelapor Eggi Sudjana; Pengacara Ancam Tuntut Rp1 Triliun
Eggi Sudjana. FOTO/Antaranews
“Kami lakukan konsep laporan pencemaran nama baik dan minta lakukan rehabilitasi dan kompensasi sesuai dengan undang-undang. Kalau kami menang, beliau sanggup bayar Rp 1 triliun, ya beliau bayarlah,” kata Razman ketika dihubungi Tirto, Sabtu (7/10/2017).

Razman mengatakan, Eggi tidak bermaksud menyinggung pemeluk agama lain di Indonesia. Eggi, berdasarkan Razman, memberikan pandangannya dalam kapasitas sebagai pemohon uji materi atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2/2017 wacana Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Pernyataan itu menjadi pecahan klarifikasi Eggi dalam menolak Perppu Ormas di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Razman, Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 wacana Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak sanggup menjerat Eggi. Sebab, Eggi tidak mendistribusikan, mentransmisikan, dan menjadikan kebencian ibarat yang dimaksud dalam Pasal 45a dan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang tersebut.

Sementara itu, terkait jeratan pasal Pasal 156a kitab undang-undang hukum pidana soal penistaan agama, ia menyampaikan kawasan dan waktu tidak sanggup menjerat kliennya. “Secara locus dan tempus, delik itu enggak kena,” tambah Arif.

Razman meminta para pelapor melihat pernyataan Eggi secara obyektif. Sebab berdasarkan Eggi, ibarat diutarakan Razman, pembubaran pedoman selain Islam yakni konsekuensi logis dari penerapan Perppu Ormas.

“Ketuhanan yang Maha Esa kalau ditafsirkan, kan, cuma orang Islam yang masuk,” kata Razman.

Razman mengatakan, jikalau Perppu Ormas dipaksakan, konsekuensi logis dari penerapannya yakni benturan-benturan di masyarakat. “Paling tidak, intelektualitas iman orang wacana pemahaman Pancasila dan sila 'Ketuhanan yang Maha Esa' itu diperdebatkan,” ujarnya.

Eggi Siapkan 10 Pengacara

Razman menyampaikan kliennya belum mendapatkan panggilan kepolisian. Namun, beliau menyampaikan Eggi siap diperiksa kapan pun. Selain itu, Razman juga telah menyiapkan 10 orang pengacara untuk menjadi kuasa aturan Eggi jikalau ia nanti dibawa ke meja hijau.

“Kalau ada panggilan, kami datangilah. Kami jelaskan. Enggak ada duduk kasus itu,” katanya.

Saat dikonfirmasi terpisah, Eggi kembali mengulang pernyataan kontroversialnya. Ia menyampaikan agama-agama selain Islam tidak mempunyai konsep Ketuhanan yang Maha Esa. Dalam konteks itu, agama-agama selain Islam sanggup dibubarkan alasannya bertentangan dengan sila pertama Pancasila.

Namun, Eggi Sudjana menegaskan pernyataan tidak dimaksudkan untuk membubarkan agama-agama non-Islam. Menurutnya Islam mengajarkan toleransi dan melarang pembubaran agama yang berbeda.

Menurut Eggi, pernyataan itu dilontarkan sebagai argumentasi penolakan terhadap Perppu Ormas. Jika Perppu Ormas diberlakukan, agama selain Islam sanggup dibubarkan alasannya sanggup dipahami bertentangan dengan sila pertama Pancasila.

“Penekanannya bukan pada kalimat ‘selain agama Islam harus dibubarkan’ tapi lebih kepada konsekuensi aturan jikalau Perppu No.2/2017 itu disahkan atau berkekuatan aturan tetap. Paham atau pedoman apapun yang bertentangan dengan Pancasila dibubarkan,” katanya.

Eggi juga memastikan dirinya akan melaporkan pihak-pihak yang mempolisikan dirinya atas pernyataan tersebut. "Ya dengan pasal 220 dan 317 KUHP," ujar Eggi.

Sejarawan dan Rohaniwan: Argumen Eggi Keliru

Meski diposisikan sebagai dasar atau argumentasi somasi Perppu Ormas, pernyataan Eggi tetap dianggap mengandung kekeliruan.

Secara historis, ucapan tersebut abai pada fakta bahwa sila "Ketuhanan yang Maha Esa" justru merupakan kemudahan dari penolakan kaum minoritas terhadap sila pertama versi Piagam Jakarta. Karena ada protes, 7 kata pada Piagam Jakarta yang berbunyi "Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" diganti menjadi "Ketuhanan yang Maha Esa" yang sanggup diterima semua kelompok agama.

"Ini alasannya alasan keutuhan negara Indonesia. Akhirnya PPKI menghilangkan kata-kata itu. Selain itu, dalam naskah UUD, lema "Allah" diganti "Tuhan" yang lebih umum," kata Muhammad Iqbal, sejarawan yang mengajar di IAIN Palangka Raya.

Andi Achdian, sejarawan lain, menjelaskan bahwa "esa" juga bukan bermakna "satu."

"Esa itu penggunaan yang umum dalam bahasa Sanskrit. Esa artinya bukan tunggal, satu. Itu ['tunggal,' merujuk pada] Eka. Kalau 'esa' artinya maha kuasa. Keesaannya merujuk pada kekuasaannya," kata Andi kepada Tirto.
Pendapat rohaniwan Kristen sekaligus guru besar filsafat STF Driyarkara, Franz Magnis-Suseno, juga senada dengan kedua sejarawan tersebut. Bagi Magnis, ucapan Eggi mengandung dua kesalahan besar.

Kesalahan pertama yakni kesalahan historis ketika memaknai Pancasila ibarat diuraikan Iqbal dan Andi. Kekeliruan kedua ada pada ranah teologis, ketika Eggi menafsirkan konsep Trinitas Kristen bertentangan dengan "Ketuhanan yang Maha Esa."

“Jadi, [Trinitas] bukan tiga dewa, [melainkan] satu Tuhan yang menyatakan diri dalam tiga wujud,” kata Romo Magnis. (***)

Ilmu Pengetahuan Suap Aditya Moha Pada Hakim Sudiwardono Pakai Instruksi Pengajian

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Modus praktik suap, yang melibatkan Anggota dewan perwakilan rakyat Fraksi Golkar, Aditya Anugrah Moha dan Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara (PT Sulut) Hakim Sudiwardono, juga menggunakan instruksi komunikasi belakang layar sebagaimana sejumlah masalah serupa lainnya.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif menyampaikan pertemuan di antara dua tersangka suap itu direncanakan dengan menggunakan instruksi kata “pengajian”.

"Istilah 'pengajian' tampaknya memang antara pemberi (Aditya) dan akseptor (Sudiwardono) yang sudah dinyatakan sebagai tersangka,” kata Laode di Gedung KPK Jakarta, pada Sabtu (7/10/2017) menyerupai dikutip Antara.
 yang melibatkan Anggota dewan perwakilan rakyat Fraksi Golkar Ilmu Pengetahuan Suap Aditya Moha Pada Hakim Sudiwardono Pakai Kode Pengajian
Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono (tengah) berjalan keluar menggunakan rompi tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Minggu (8/10/2017) dini hari. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean.
Laode menirukan kalimat dalam komunikasi keduanya, “Untuk bertemu mereka menggunakan istilah itu (pengajian), 'nanti pengajiannya kapan? Kamis malam, tapi besok saja Jumat malam, pengajiannya sudah siap'. Untuk bertemu itu dikamuflase dengan pengajian."

Aditya dan Sudiwardono teringkus dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di sebuah hotel di kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat, pada Jumat malam (6/10/2017). OTT itu mengamankan bukti uang senilai 64 ribu dolar Singapura dari total komitmen sogokan sebesar Rp1 miliar, yang diserahkan dengan uang 100 ribu dolar Singapura.

Aditya Moha dan Sudiwardono sudah ditetapkan, masing-masing sebagai tersangka pemberi dan akseptor suap.

Berdasar temuan sementara KPK, dukungan suap ini diduga untuk mensugesti putusan banding dalam masalah korupsi yang melibatkan Marlina Moha Siahaan selaku Bupati kabupaten Bolaang Mongondow periode 2001-2006 dan 2006-2015. Marlina sudah divonis bersalah 5 tahun penjara dalam masalah korupsi TPAPD Bolaang Mongondow. Uang juga diberikan supaya Marlina tidak perlu ditahan.

"Apakah ada hubungan ibunya (Marlina Moha) atau tidak, masih dalam proses penyelidikan termasuk apakah ada hubungan dengan pengadilan tingkat pertama masih dalam proses," kata Laode ketika dikutip dari Antara.

Pemberian uang dari Aditya kepada Sudiwardono sudah dilakukan semenjak pertengahan Agustus 2017, ialah sebesar 60 ribu dolar Singapura di Manado. Pada Jumat kemarin (6/10/2017), Aditya kembali menyerahkan suap susulan di pintu darurat salah satu hotel di Jakarta. Penyidik KPK juga menemukan ada uang 11 ribu dolar Singapura di kendaraan beroda empat Aditya.

Sebagai akseptor suap, Sudiwardono disangkakan pasal Pasal 12 aksara c atau pasal 12 aksara a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.

Pasal itu menyebut mengenai hakim yang mendapatkan hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau kesepakatan tersebut diberikan untuk mensugesti putusan masalah yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan bahaya pidana penjara paling usang 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan sebagai pemberi, Aditya Moha disangkakan pasal 6 ayat 1 aksara a atau pasal 5 ayat 1 aksara a atau b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.

Pasal itu menyebut orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mensugesti putusan masalah yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan bahaya penjara minimal 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara serta denda Rp750 juta. (***)