Ilmu Pengetahuan Pelapor Eggi Sudjana; Pengacara Ancam Tuntut Rp1 Triliun

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Ketua Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia Sures Kumar melaporkan pengacara Eggi Sudjana ke Bareskrim Mabes Polisi Republik Indonesia atas dugaan tindak pidana membuatkan ujaran kebencian dan SARA. Eggi sebelumnya menyampaikan agama selain Islam bertentangan dengan sila pertama Pancasila karena tidak mempunyai konsep keesaan Tuhan.

Razman Arif Nasution, pengacara bagi Eggi Sudjana, menyatakan siap melaporkan balik pelapor kliennya atas dugaan pencemaran nama baik. Ia mengancam akan menuntut para pelapor kliennya dengan kompensasi uang senilai Rp 1 triliun jikalau Eggi tidak terbukti bersalah.
Ketua Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia Sures Kumar melaporkan pe Ilmu Pengetahuan Pelapor Eggi Sudjana; Pengacara Ancam Tuntut Rp1 Triliun
Eggi Sudjana. FOTO/Antaranews
“Kami lakukan konsep laporan pencemaran nama baik dan minta lakukan rehabilitasi dan kompensasi sesuai dengan undang-undang. Kalau kami menang, beliau sanggup bayar Rp 1 triliun, ya beliau bayarlah,” kata Razman ketika dihubungi Tirto, Sabtu (7/10/2017).

Razman mengatakan, Eggi tidak bermaksud menyinggung pemeluk agama lain di Indonesia. Eggi, berdasarkan Razman, memberikan pandangannya dalam kapasitas sebagai pemohon uji materi atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2/2017 wacana Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Pernyataan itu menjadi pecahan klarifikasi Eggi dalam menolak Perppu Ormas di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Razman, Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 wacana Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak sanggup menjerat Eggi. Sebab, Eggi tidak mendistribusikan, mentransmisikan, dan menjadikan kebencian ibarat yang dimaksud dalam Pasal 45a dan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang tersebut.

Sementara itu, terkait jeratan pasal Pasal 156a kitab undang-undang hukum pidana soal penistaan agama, ia menyampaikan kawasan dan waktu tidak sanggup menjerat kliennya. “Secara locus dan tempus, delik itu enggak kena,” tambah Arif.

Razman meminta para pelapor melihat pernyataan Eggi secara obyektif. Sebab berdasarkan Eggi, ibarat diutarakan Razman, pembubaran pedoman selain Islam yakni konsekuensi logis dari penerapan Perppu Ormas.

“Ketuhanan yang Maha Esa kalau ditafsirkan, kan, cuma orang Islam yang masuk,” kata Razman.

Razman mengatakan, jikalau Perppu Ormas dipaksakan, konsekuensi logis dari penerapannya yakni benturan-benturan di masyarakat. “Paling tidak, intelektualitas iman orang wacana pemahaman Pancasila dan sila 'Ketuhanan yang Maha Esa' itu diperdebatkan,” ujarnya.

Eggi Siapkan 10 Pengacara

Razman menyampaikan kliennya belum mendapatkan panggilan kepolisian. Namun, beliau menyampaikan Eggi siap diperiksa kapan pun. Selain itu, Razman juga telah menyiapkan 10 orang pengacara untuk menjadi kuasa aturan Eggi jikalau ia nanti dibawa ke meja hijau.

“Kalau ada panggilan, kami datangilah. Kami jelaskan. Enggak ada duduk kasus itu,” katanya.

Saat dikonfirmasi terpisah, Eggi kembali mengulang pernyataan kontroversialnya. Ia menyampaikan agama-agama selain Islam tidak mempunyai konsep Ketuhanan yang Maha Esa. Dalam konteks itu, agama-agama selain Islam sanggup dibubarkan alasannya bertentangan dengan sila pertama Pancasila.

Namun, Eggi Sudjana menegaskan pernyataan tidak dimaksudkan untuk membubarkan agama-agama non-Islam. Menurutnya Islam mengajarkan toleransi dan melarang pembubaran agama yang berbeda.

Menurut Eggi, pernyataan itu dilontarkan sebagai argumentasi penolakan terhadap Perppu Ormas. Jika Perppu Ormas diberlakukan, agama selain Islam sanggup dibubarkan alasannya sanggup dipahami bertentangan dengan sila pertama Pancasila.

“Penekanannya bukan pada kalimat ‘selain agama Islam harus dibubarkan’ tapi lebih kepada konsekuensi aturan jikalau Perppu No.2/2017 itu disahkan atau berkekuatan aturan tetap. Paham atau pedoman apapun yang bertentangan dengan Pancasila dibubarkan,” katanya.

Eggi juga memastikan dirinya akan melaporkan pihak-pihak yang mempolisikan dirinya atas pernyataan tersebut. "Ya dengan pasal 220 dan 317 KUHP," ujar Eggi.

Sejarawan dan Rohaniwan: Argumen Eggi Keliru

Meski diposisikan sebagai dasar atau argumentasi somasi Perppu Ormas, pernyataan Eggi tetap dianggap mengandung kekeliruan.

Secara historis, ucapan tersebut abai pada fakta bahwa sila "Ketuhanan yang Maha Esa" justru merupakan kemudahan dari penolakan kaum minoritas terhadap sila pertama versi Piagam Jakarta. Karena ada protes, 7 kata pada Piagam Jakarta yang berbunyi "Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" diganti menjadi "Ketuhanan yang Maha Esa" yang sanggup diterima semua kelompok agama.

"Ini alasannya alasan keutuhan negara Indonesia. Akhirnya PPKI menghilangkan kata-kata itu. Selain itu, dalam naskah UUD, lema "Allah" diganti "Tuhan" yang lebih umum," kata Muhammad Iqbal, sejarawan yang mengajar di IAIN Palangka Raya.

Andi Achdian, sejarawan lain, menjelaskan bahwa "esa" juga bukan bermakna "satu."

"Esa itu penggunaan yang umum dalam bahasa Sanskrit. Esa artinya bukan tunggal, satu. Itu ['tunggal,' merujuk pada] Eka. Kalau 'esa' artinya maha kuasa. Keesaannya merujuk pada kekuasaannya," kata Andi kepada Tirto.
Pendapat rohaniwan Kristen sekaligus guru besar filsafat STF Driyarkara, Franz Magnis-Suseno, juga senada dengan kedua sejarawan tersebut. Bagi Magnis, ucapan Eggi mengandung dua kesalahan besar.

Kesalahan pertama yakni kesalahan historis ketika memaknai Pancasila ibarat diuraikan Iqbal dan Andi. Kekeliruan kedua ada pada ranah teologis, ketika Eggi menafsirkan konsep Trinitas Kristen bertentangan dengan "Ketuhanan yang Maha Esa."

“Jadi, [Trinitas] bukan tiga dewa, [melainkan] satu Tuhan yang menyatakan diri dalam tiga wujud,” kata Romo Magnis. (***)

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment