Showing posts sorted by date for query kedudukan-hukum-pemilik-terhadap-benda. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query kedudukan-hukum-pemilik-terhadap-benda. Sort by relevance Show all posts

Ilmu Pengetahuan Sistematika Aturan Perdata

By Sugi Arto

 lantaran Hukum Dagang bahwasanya tidaklah lain dari Hukum Perdata Ilmu Pengetahuan Sistematika Hukum Perdata
Sistematika Hukum Perdata

Sistematika Hukum Perdata. Adanya Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek vanKoophandel, disingkat W.v.K.) di samping Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, disingkat B.W.) kini dianggap tidak pada tempatnya, lantaran Hukum Dagang bahwasanya tidaklah lain dari Hukum Perdata. Perkataan "dagang" bukanlah suatu pengertian hukum,melainkan suatu pengertian perekonomian. Di aneka macam negeri yang modern, contohnya di Amerika Serikat dan di Swis juga, tidak terdapat suatu Kitab Undang-undang Hukum Dagangtersendiri di samping pembukuan Hukum Perdata seumumnya. Oleh lantaran itu, kini terdapat suatu fatwa untuk meleburkan Kitab Undang-undang Hukum Dagang itu ke dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Memang, adanya pemisahan Hukum Dagang dari Hukum Perdata dalamperundang-undangan kita kini ini, hanya terbawa oleh sejarah saja,yaitu lantaran di dalam aturan Romawi yang merupakan sumber terpenting dari Hukum Perdata di Eropah Barat belumlah populer Hukum Dagang sebagaimana yang ter-letak dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang kita sekarang, alasannya memang perdagangan internasional juga sanggup dikatakan gres mulai berkembang dalam Abad Pertengahan. Hukum Perdata berdasarkan ilmu aturan kini ini, lazim dibagi dalam empat bagian, yaitu :
  1. Hukum ihwal diri seseorang,
  2. Hukum Kekeluargaan,
  3. Hukum Kekayaan dan
  4. Hukum warisan.
Hukum ihwal diri seseorang , memuat peraturan-peraturan ihwal insan sebagai subyek dalam hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk mempunyai hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu. Hukum Keluarga, mengatur perihal hubungan-hubungan aturan yang timbul dari kekerabatan kekeluargaan, yaitu : perkawinan beserta kekerabatan dalam lapangan aturan kekayaan antara suami dan isteri,hubungan antara orang renta dan anak, perwalian dan curatele. Hukum Kekayaan, mengatur perihal hubungan-hubungan aturan yang sanggup dinilai dengan uang. Jika kita menyampaikan ihwal kekayaan seorang, yang dimaksudkan ialah jumlah segala hak dan kewajiban orang itu, dinilai dengan uang. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang demikian itu, biasanya sanggup dipindahkan kepada orang lain. 

Hak-hak kekayaan, terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang dan hasilnya dinamakan hak mutlak dan hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu fihak yang tertentu saja dan hasilnya dinamakan hak perseorangan. Hak mutlak yang menunjukkan kekuasaan atas suatu benda yang sanggup terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak menunjukkan kekuasaan atas suatu benda yang sanggup terlihat, contohnya hak seorang pengarang atas karangannya, hak seoran gatas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak seorang pedagang untuk menggunakan sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dikodifikasikan di Indonesia pada tahun 1848 pada pada dasarnya mengatur kekerabatan aturan antara orang perorangan, baik mengenai kecakapan seseorang dalam lapangan hukum; mengenai hal-hal yang bekerjasama dengan kebendaan; mengenai hal-hal yang bekerjasama dengan perikatan dan hal-hal yang bekerjasama dengan pembuktian dan lewat waktu atau kadaluarsa.

Sistematika atau isi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang ada dan berlaku di Indonesia, ternyata bila dibandingkan dengan Kitab Undang-Undang aturan Perdata yang ada dan berlaku di negara lain tidaklah terlalu jauh berbeda. Hal ini dimungkinkan lantaran mengacu atau paling tidak mendapatkan efek yang sama, yaitu dari aturan Romawi (Code Civil).

Hukum Waris, mengatur hal ikhwal ihwal benda atau kekayaan seorang jikalau ia meninggal. Juga sanggup dikatakan, Hukum Waris itu mengatur akibat-akibat hubungan' keluarga terhadap harta peninggalan seseorang. Berhubung dengan sifatnya yang setengah-setengah ini, Hukum Waris lazimnya ditempatkan tersendiri. Bagaimanakah sistematik yang digunakan oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata? B.W. itu terdiri atas empat buku, yaitu :
  1. Buku I, yang berkepala "Perihal Orang", memuat aturan ihwal diri seseorang dan Hukum Keluarga;
  2. Buku II yang berkepala "Perihal Benda", memuat aturan perbendaan serta Hukum Waris;
  3. Buku III yang berkepala "Perihal Perikatan", memuat aturan kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak yang tertentu;
  4. Buku IV yang berkepala "Perihal Pembuktian dan Lewat waktu (Daluwarsa), memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
Adapun hal-hal yang diatur dalam KUH perdata sebagaimana berlaku di Indonesia ketika ini, (kecuali beberapa penggalan yang sudah dinyatakan tidak berlaku) yaitu sebagai berikut :

1. Buku Kesatu ihwal Orang ( van persoon ) yang terdiri dari 18 bab, yaitu mengatur :

  • I ihwal menikmati dan kehilangan hak-hak kewenangan
  • II ihwal akta-akta catatan sipil
  • III ihwal kawasan tinggal atau domisili
  • IV ihwal perkawinan
  • V ihwal hak-hak dan kewajiban-kewajiban suami dan isteri
  • VI ihwal persatuan harta kekayaan berdasarkan undang-undang dan pengurusannya
  • VII ihwal perjanjian kawin
  • VIII ihwal persatuan atau perjanjian kawin dalam perkawinan untuk kedua kali atau selanjutnya
  • IX ihwal perpisahan harta kekayaan
  • X ihwal pembubaran perkawinan
  • XI ihwal perpisahan meja dan ranjang
  • XII ihwal kebapaan dan keturunan bawah umur
  • XIII ihwal kekeluargaan sedarah dan semenda
  • XIV ihwal kekuasaan orang renta
  • XV ihwal menentukan,mengubah dan mencabut tunjangan-tunjangan nafkah
  • XVI kebelum-dewasaan dan perwalian
  • XVII ihwal beberapa perlunakan
  • XVIII ihwal pengampuan
  • XIX ihwal keadaan tak hadir

2. Buku kedua ihwal Kebendaan ( van zaken ),yang terdiri dari 21 bab, yang secara lengkapnya yaitu mengatur :

  • I ihwal kebendaan dan cara membeda-bedakannya
  • II ihwal kedudukan berkuasa (bezit) dan hak-hak yang timbul hasilnya
  • III ihwal hak milik ( eigendoom )
  • IV ihwal hak dan kewajiban antara pemilik-pemilik pekarangan yang satu sama lain bertetanggaan
  • V ihwal kerja rodi
  • VI ihwal dedikasi pekarangan
  • VII ihwal hak numpang karang
  • VIII ihwal hak perjuangan ( erfpacht )
  • IX ihwal bunga tanah dan hasil se persepuluh
  • X ihwal hak pakai hasil
  • XI ihwal hak pakai dan hak mendiami
  • XII ihwal perwarisan lantaran janjkematian
  • XIII ihwal surat wasiat
  • XIV ihwal pelaksanaan wasiat dan pengurus harta peninggalan
  • XV ihwal hak memikir dan hak istimewa untuk mengadakan registrasi harta peninggalan
  • XVI ihwal mendapatkan dan menolak suatu warisan
  • XVII ihwal pemisahan harta peninggalan
  • XVIII ihwal harta peninggalan yang tak terurus
  • XIX ihwal piutang-piutang yang diistimewakan
  • XX ihwal gadai
  • XXI ihwal hipotik

3. Buku Ketiga ihwal Perikatan ( van Verbintenis ) yang terdiri dari 18 bab, yaitu  :

  • I ihwal Perikatan-perikatan umumnya
  • II ihwal Perikatan-perikatan yang dilahirkan darikontrak atau persetujuan
  • III ihwal perikatan-perikatan yang dilahirkan demi undang-undang
  • IV ihwal hapusnya perikatan-perikatan
  • V ihwal jual-beli
  • VI ihwal tukar menukar
  • VII ihwal sewa-menyewa
  • VIII ihwal persetujuan-persetujuan untuk melaksanakan pekerjaan
  • IX ihwal komplotan
  • X ihwal hibah
  • XI ihwal penitipan barang
  • XII ihwal pinjam-pakai
  • XIII ihwal pinjam-meminjam
  • XIV ihwal bunga tetap atau bunga infinit
  • XV ihwal persetujuan-persetujuan untung-untungan
  • XVI ihwal derma kuasa
  • XVII ihwal penanggungan
  • XVIII ihwal perdamaian

4. Buku Keempat ihwal Pembuktian dan Kadaluarsa ( van bewijs en verjaring ) yang terdiri dari 7 bab, selengkapnya adalah  :

  • I ihwal pembuktian pada umumnya
  • II ihwal pembuktian dengan goresan pena
  • III ihwal pembuktian dengan saksi-saksi
  • IV ihwal persangkaan-persangkaan
  • V ihwal legalisasi
  • VI ihwal sumpah di muka Hakim
  • VII ihwal daluwarsa

Sebagaimana kita lihat, Hukum Keluarga di dalam B.W. itu dimasukkan dalam penggalan aturan ihwal diri seseorang, lantaran hubungan-hubungan keluarga memang besar lengan berkuasa besar terhadap kecakapan seseorang untuk mempunyai hak-hak serta kecakapannya untuk mempergunakan hak-haknya itu. Hukum Waris, dimasukkan dalam penggalan ihwal aturan perbendaan, lantaran dianggap Hukum Waris itu mengatur cara-cara untuk memperoleh hak atas benda-benda, yaitu benda-benda yang ditinggalkan seseorang. 

Perihal pembuktian dan lewat waktu (daluwarsa) bahwasanya yaitu soal aturan acara, sehingga kurang sempurna dimasukkan dalam B.W.yang pada asasnya mengatur aturan perdata materiil. Tetapi pernah ada suatu pendapat, bahwa aturan program itu sanggup dibagi dalam penggalan materiil dan penggalan formil. Soal-soal yang mengenai alat-alat pembuktian terhitung penggalan yang termasuk aturan program materiil yang sanggup diatur juga dalam suatu undang-undang ihwal aturan perdata materiil.

Sumber :

  1. Kitab Undang Undang Hukum Perdata
  2. Salim HS,PENGANTAR HUKUM PERDATA TERTULIS [BW]

Ilmu Pengetahuan Bentuk-Bentuk Perusahaan

Bentuk-Bentuk Perusahaan - Faktor-faktor pemilihan bentuk-bentuk perusahaan didasarkan pada :
  1. Jenis perjuangan yang akan dilaksanakan (jasa,industri,perdagangan),
  2. Rencana Pembagian laba,
  3. Jumlah modal yang dibutuhkan/tersedia,
  4. Volume produksi,
  5. Penentuan tanggung jawab terhadap modal bila mengalami kerugian,
  6. Prinsip-prinsip pengawasan,
  7. Besar kecilnya resiko yang dihadapi pemilik modal,
  8. Kelangsungan hidup perusahaa, dan
  9. Jangka waktu berdirinya perusahaan.
Penentuan tanggung jawab terhadap modal bila mengalami kerugian Ilmu Pengetahuan Bentuk-Bentuk Perusahaan
Bentuk-Bentuk Perusahaan
Bentuk-bentuk perusahaan di Indonesia yakni :
  • CV - Commanditaire Vennootschap– limited partnership
  • FA - Firma
  • Koperasi - Co-operative
  • Maatschap - Limited liability company
  • PK - Persekutuan Komanditer - limited partnership
  • PMA – Penenaman Modal Asing – foreign joint venture company
  • PMDN – Penanaman Modal Dalam Negeri – domestic capital investment company
  • Persekutuan Pedata - professional partnership
  • Perusahaan Umum (Perum) - state-owned company
  • Perusahaan Jawatan (Perjan) - state-owned company
  • PT – Perseroan Terbuka – limited liability company
  • P.T. Tbk. - Perseroan Terbatas, Terbuka – Stock limited company
  • UD - Usaha Dagang - Sole proprietorship
  • Yayasan - Foundation

1. Bentuk Perusahaan Berbadan Hukum 

Keberadaan tubuh perjuangan yang berbadan aturan dalam suatu perusahaan baik perusahaan kecil,menengah atau besar akan melindungi perusahaan dari segala tuntutan akhir acara yang dijalankan oleh perusahaan tersebut.

Badan Usaha Yang Berbadan Hukum adalah, bahwa :
  1. Subjek hukumnya yakni tubuh perjuangan itu sendiri, lantaran ia telah menjadi tubuh aturan yang juga termasuk subyek aturan di samping manusia.
  2. Harta kekayaa perusahaan terpisah dari harta kekayaan pribadi para pengurus/anggotanya. Akibatnya kalau perusahaannya pailit, yang terkena sita hanyalah harta perusahaan saja (harta pribadi pengurus /anggotanya tetap bebas dari sitaan)
Karakteristik suatu tubuh aturan yaitu terdapat pemisahan kekayaan pemilik dengan kekayaan tubuh usaha, sehingga pemilik hanya bertanggung jawab sebatas harta yang dimilikinya.

Badan Usaha yang berbentuk Badan Hukum terdiri dari :
  • Perseroan Terbatas (“PT”) 
  1. Memiliki ketentuan minimal modal dasar, dalam UU 40/2007 minimum modal dasar PT yaitu Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Minimal 25% dari modal dasar telah disetorkan ke dalam PT; 
  2. Pemegang Saham hanya bertanggung jawab sebatas saham yang dimilikinya; 
  3. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tertentu diwajibkan supaya suatu tubuh perjuangan berbentuk PT.
  • Perusahaan Negara
"Perusahaan Negara yakni perusahaan yang modalnya sebagian atau seluruhnya merupakan kekayaan negara yang dipisahkan maupun dari Anggaran Pendapatan danBelanja Negara (APBN). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 Tentang Perusahaan Negara terdiri dari Perusahaan Jawatan (Departemental Agency), Perusahaan Umum (Public Enterprises), dan Perusahaan Perseroan (Public Company). 

Perusahaan Negara lebih dikenal dengan istilah BUMN, BUMD atau PN, yaitu suatu perusahaan yang modalnya dimiliki oleh Negara. Perusahaan Negara ini sanggup berbentuk PT, yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 19/Prp/1960. Berikut yakni perbandingan antara PERJAN, PERUM dan PT. PERSERO:
  1. Perusahaan Jawatan (Departemental Enterprise) Perusahaan Jawatan yakni perusahaan yang seluruh modalnya termasuk potongan dari anggaran belanja yang menjadi hak dari suatu departemen;
  2. Perusahaan Umum (Public Enterprise) Perusahaan Umum yakni perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki negara dan dananya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan;
  3. Perusahaan Perseroan (Public Company) Perusahaan Perseroan yakni perusahaan yang seluruh atau sebagian modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
  •  Yayasan
Bergerak di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota;
Kekayaan Yayasan dipisahkan dengan kekayaan pendiri yayasan.
  • Koperasi
Beranggotakan orang-seorang atau tubuh aturan Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat berdasar atas asas kekeluargaan.

Sifat keanggotaan koperasi yaitu sukarela bahwa tidak ada paksaan untuk menjadi anggota koperasi dan terbuka bahwa tidak ada pengecualian untuk menjadi anggota koperasi.

2. Badan Usaha Bukan Berbentuk Badan Hukum

Lain halnya dengan tubuh perjuangan yang bukan berbentuk tubuh hukum, pada bentuk tubuh perjuangan ini, tidak terdapat pemisahan antara kekayaan tubuh perjuangan dengan kekayaan pemiliknya. Badan Usaha bukan berbentuk Badan Hukum adalah, dimana :
  1. Subjek hukumnya yakni orang-orang yang menjadi pengurusnya, jadi bukan tubuh aturan itu sendiri lantaran ia bukanlah aturan sehingga tidak sanggup menjadi subjek hukum.
  2. Harta perusahan bersatu dengan harta pribadi para pengurus/anggotanya. Akibatnya kalau perusahaannya pailit, maka harta pengurus/anggotanya ikut tersita juga.
Badan perjuangan bukan berbentuk tubuh aturan terdiri dari :
  • Persekutuan Perdata (Maatschap)
Persekutuan Perdata diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1618-1682. Menurut pasal 1618 KUH Perdata, Persekutuan Perdata merupakan “suatu perjanjian di mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam komplotan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya”. Para sekutu bertanggung jawab secara pribadi atas Persekutuan Perdata.

Menurut Pasal 1619 KUH Perdata yg berbunyi, “Semua perseroan perdata harus ditunjukan pada sesuatu yang halal dan diadakan untuk kepentingan bersama para anggotanya". Masing-masing anggota wajib memasukkan uang, barang atau perjuangan ke dalam perseroan itu.” Menurut pasal tersebut syarat Persekutuan Perdata yakni adanya pemasukan sesuatu ke dalam komplotan (inbreng), dan ada pula pembagian keuntungan dari hasil pemasukan tersebut. Suatu Persekutuan Perdata dibentuk berdasarkan perjanjian oleh para pihak yang mendirikannya. 

Dalam perjanjian itu para pihak berjanji memasukan sesuatu (modal) kedalam persekutuan, dan hasil dari perjuangan yang dijalankan (keuntungan) lalu dibagi diantara para pihak sesuai perjanjian. Perjanjian Persekutuan Perdata sanggup dibentuk secara sederhana, tidak memerlukan proses dan tata cara yang rumit serta sanggup dibentuk berdasarkan sertifikat dibawah tangan – perjanjian Persekutuan Perdata bahkan sanggup dibentuk secara lisan.
Unsur-unsur Maatschap yakni :
  • Dasar pembentukannya yakni perjanjian timbal balik.
  • Adanya inbreng (Pasal 1619 (2) KUHPerdata) artinya masing-masing sekutu diwajibkan memasukan uang, barang-barang dan lainnya ataupun kerajinannya ke dalam kasus itu. Wujud dari inbreng, sanggup berupa :
  1. Uang,
  2. Barang (benda-benda lain apa saja yang layak bagi pemasukan) Tenaga (baik tenaga fisik maupun pikiran).
  • Dengan tujuan membagi keuntungan di antara orang-orang yang terlibat.
Adapun cara mendirikan Maatschap (Persekutuan Perdata) berdasarkan Pasal 1618 KUHPPerdata, komplotan perdata didirikan atas dasar perjanjian dan tidak diharuskan secara tertulis sehingga perjanjiannya bersifat konsensual. Perjanjian mulai berlaku semenjak ketika perjanjian itu menjadi tepat atau semenjak ketika yang ditentukan dalam perjanjian (Pasal 1624 KUHPerdata).
Syarat-syarat mendirkan Persekutuan Perdata yang harus dilakukan dalam hal pendirian komplotan perdata yaitu :
  1. Perjanjian untuk mendirikan komplotan perdata harus memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata.
  2. Tidak tidak boleh oleh hukum.
  3. Tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum .
  4. Harus merupakan kepentingan bersama yang dikejar (keuntungan).
Berakhirnya suatu komplotan perdata disebabkan oleh :
  1. Lampaunya waktu yang telah diperjanjikan,
  2. Pengakhiran oleh salah satu atau beberapa sekutu,
  3. Musnahnya benda yang menjadi objek komplotan dan selesainya perbuatan yang menjadi pokok persekutuan,
  4. Kematian salah satu sekutu, adanya pengampuan atau dinyatakan kepailitan terhadap salah satu sekutu,
  5. Pengakhiran berdasarkan alasan yang sah,
  6. Selelainya perbuatan, dan
  7. Adanya pengampuan atau kepailitan terhadap salah satu sekutu.
Mengenain berakhirnya komplotan perdata diatur di dalam Pasal 1646-1652 KUHPerdata.
  • Firma (Fa)
Persekutuan firma yakni perserikatan yang diadakan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan menggunakan nama bersama (Pasal 16 KUHD). Para anggota mempunyai tanggung jawab renteng terhadap Firma.Karena firma merupakan potongan dari perkumpulan maka mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
  1. Kepentingan bersama,
  2. Kehendak bersama,
  3. Tujuan bersama, dan
  4. Kerja sama.
Sedangkan unsur yang dimiliki firma merupakan potongan dari perikatan perdata yaitu:
  1. Perjanjian timbal balik,
  2. Inbreng, dan
  3. Pembagian keuntungan
Persekutuan Firma merupakan potongan dari komplotan perdata, maka dasar aturan komplotan firma terdapat pada Pasal 16 hingga dengan Pasal 35 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan Pasal-Pasal lainnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang terkait.
Berdasarkan Pasal 16 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Firma (dari bahasa Belanda venootschap onder firma; secara harfiah: “perserikatan dagang antara beberapa perusahaan) atau sering juga disebut Fa, yakni sebuah bentuk komplotan untuk menjalankan perjuangan antara dua orang atau lebih dengan menggunakan nama bersama”.

Menurut pendapat lain, Persekutuan Firma yakni “setiap perusahaan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah nama bersama atau Firma sebagai nama yang digunakan untuk berdagang bersama-sama”. Ciri dan sifat firma yakni :
  • Apabila terdapat hutang tak terbayar, maka setiap pemilik wajib melunasi dengan harta pribadi.
  • Setiap anggota firma mempunyai hak untuk menjadi pemimpin.
  • Seorang anggota tidak berhak memasukkan anggota gres tanpa seizin anggota yang lainnya.
  • Keanggotaan firma menempel dan berlaku seumur hidup.
  • Seorang anggota mempunyai hak untuk membubarkan firma.
  • Pendiriannya tidak memelukan akte pendirian.
  • Mudah memperoleh kredit perjuangan
Pada komplotan dengan firma terdapat beberapa kebaikan dan keburukan yaitu :
  • Kebaikan Firma (Fa)
  1. Kebutuhan akan modal lebih modal gampang terpenuhi jikalau dibandingkan dengan prusahaan perseorangan, sehingga modal dalam firma lebih besar.
  2. Tergabungnya alasan-alasan rasional lantaran sebagian besar tindakan yang didasarkan oleh musyawarah menghasilkan kebenaran dan mendatangkan keuntungan.
  3. Perhatian sekutu yang sungguh-sungguh pada perusahaan dimana setiap sekutu komplotan dengan firma bertanggung jawab tidak hanya pada tindakan-tindakannya sendiri tetapi juga pada tindakan dari sekutu lain.
  • Keburukan Firma (Fa)
  1. Tanggung jawab yang tidak terbatas dari sekutu dalam hal terjadi kerugian pada komplotan dengan firma, artinya pada komplotan dengan firma pemisahan kekayaan pribadi dengan perusahaan tidak ada artinya, alasannya yakni bila kekayaan perusahaan tidak dapt memenuhi pembayaran utang-utang komplotan maka kekayaan pribadi pada sekutu menjadi jaminan, dengan kata lain setiap sekutu bertanggung jawab sepenuhnya.
  2. Pimpinan dipagang oleh lebih dari satu orang, hal ini sanggup menimbulkan perselisihan paham dalam hal kolaborasi dan pelaksanaan masing-masing kiprah sekutu.
  3. Adanya beberapa alasannya yakni komplotan dengan firma akan berakhir.
  4. Penanaman modal beku (frozen capital). Bagi orang yang menginventasikan modal pada komplotan dengan firma bila dilihat dari sudut liquiditas merupakan tempat penanaman modal yang kurang baik., lantaran gampang dalam hal inventasi tetapi agak sulit dalam hal menarik kembali modal yang telah disetor ke komplotan dengan firma (tidak sanggup setiap waktu).
Proses pembentukan firma bahwa tiap-tiap pesero/sekutu secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala perikatan dari Firma (Pasal 18 KUHD). Dalam Pasal 22 KUHD disebutkan bahwa komplotan firma harus didirikan dengan sertifikat otentik tanpa adanya kemungkinan untuk disangkalkan kepada pihak ketiga bila sertifikat itu tidak ada. Pembentukan Firma harus dilakukan secara autentik dengan cara menciptakan suatu perjanjian secara tertulis yang memperlihatkan kesepakatan di antara pendirinya untuk mendirikan suatu tubuh perjuangan yang berbentuk firma. Perjanjian inilah yang disebut dengan Akta Pendirian Firma.
Cara/langkah-langkah mendirikan Firma yakni sebagai berikut:
  • Para pihak yang berkehendak mendirikan Firma menyiapkan sertifikat yang didalamnya minimal memuat (Pasal 26 KUHD) :
  1. Nama lengkap, pekerjaan, dan tempat tinggal para pendiri Firma; Nama Firma yang akan didirikan (termasuk juga tempat kedudukan Firma);
  2. Keterangan kegiatan perjuangan yang akan dilakukan Firma di lalu hari;
  3. Nama Sekutu yang tidak berkuasa untuk menandatangani perjanjian atas nama Firma;
  4. Saat mulai dan berakhirnya Firma; dan
  5. Klausula-klausula yang berkaitan dengan korelasi antara pihak ketiga dengan Firma.
  • Akta tersebut dibentuk sebagai sertifikat otentik yang dibentuk di hadapan notaris (Pasal 22 KUHD),
  • Akta otentik tersebut selanjutnya didaftarkan pada register Kepaniteraan Pengadilan Negeri dimana Firma berkedudukan (Pasal 23 KUHD),
  • Akta yang telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri selanjutnya diumumkan dalam Berita Negara.
Proses registrasi Firma (Fa) dalam Pasal 23 KUHD menyebutkan "setelah sertifikat pendirian dibuat, maka harus didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam wilayah mana firma tersebut didirikan". Hal-hal yang perlu didaftarkan adalah:
  • Akta pendirian, atau
  • Ikhtisar resmi dari sertifikat pendirian tersebut (Pasal 26 KUHD), yang isinya antara lain:
  1. Nama, nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal para sekutu firma.
  2. Pernyataan firmanya dengan mengambarkan apakah komplotan itu umum ataukah terbatas pada suatu cabang khusus perusahaan tertentu dan dalam hal terakhir dengan mengambarkan cabang khusus itu.
  3. Penunjukan para sekutu yang tidak diperkenankan bertanda tangan atas nama firma.
  4. Saat mulai berlakunya komplotan dan ketika berakhirnya.
  5. Dan selanjutnya, pada umumnya bagian-bagian dari perjanjiannya yang harus digunakan untuk memilih hak-hak pihak ketiga terhadap para sekutu.
Selanjutnya ikhtisar resmi dari sertifikat pendirian tersebut harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia (Pasal 28 KUHD). Selama sertifikat pendirian belum didaftarkan dan diumumkan, maka pihak ketiga menganggap firma sebagai komplotan umum yang menjalankan segala macam usaha, didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas serta semua sekutu berwenang menandatangani banyak sekali surat untuk firma ini (Pasal 29 KUHD).
Pada umumnya Persekutuan Firma disebut juga sebagai perusahaan yang tidak berbadan aturan lantaran firma telah memenuhi syarat/unsur materiil namun syarat/unsur formalnya berupa ratifikasi atau legalisasi dari Negara berupa peraturan perundang-undangan belum ada. Hal inilah yang menimbulkan Persekutuan Firma bukan merupakan komplotan yang berbadan hukum.
Proses pembubaran Persekutuan Firma diatur dalam ketentuan Pasal 1646 hingga dengan Pasal 1652 KUHPerdata dan Pasal 31 hingga dengan Pasal 35 KUHD. Pasal 1646 KUHPerdata menyebutkan bahwa ada 5 hal yang menimbulkan Persekutuan Firma berakhir, yaitu :
  1. Jangka waktu firma telah berakhir sesuai yang telah ditentukan dalam sertifikat pendirian;
  2. Adanya pengunduran diri dari sekutunya atau pemberhentian sekutunya;
  3. Musnahnya barang atau telah selesainya perjuangan yang dijalankan komplotan firma;
  4. Adanya kehendak dari seorang atau beberapa orang sekutu; dan
  5. Salah seorang sekutu meninggal dunia atau berada di bawah pengampuan atau dinyatakan pailit.
Dalam Persekutuan Firma hanya terdapat satu macam sekutu, yaitu sekutu komplementer atau Firma. Sekutu komplementer menjalankan perusahaan dan mengadakan korelasi aturan dengan pihak ketiga sehingga bertanggung jawab pribadi untuk keseluruhan.
Pasal 17 KUHD menyebutkan bahwa dalam anggaran dasar harus ditegaskan apakah di antara para sekutu ada yang tidak diperkenankan bertindak keluar untuk mengadakan korelasi aturan dengan pihak ketiga. Meskipun sekutu kerja tersebut dikeluarkan wewenangnya atau tidak diberi wewenang untuk mengadakan korelasi aturan dengan pihak ketiga, namun hal ini tidak menghilangkan sifat tanggung jawab pribadi untuk keseluruhan, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 KUHD.
Perihal pembagian keuntungan dan kerugian dalam komplotan Firma diatur dalam Pasal 1633 hingga dengan Pasal 1635 KUHPerdata yang mengatur cara pembagian keuntungan dan kerugian yang diperjanjikan dan yang tidak diperjanjikan diantara pada sekutu.
Bunyi Pasal 1633 KUHPerdata tersebut yakni : “Jika dalam perjanjian perseroan tidak ditetapkan potongan masing-masing penerima dari keuntungan dan kerugian perseroan, maka potongan tiap penerima itu dihitung berdasarkan perbandingan besarnya sumbangan modal yang dimasukkan oleh masing-masing. Bagi penerima yang kegiatannya saja yang dimasukkan ke dalam perseroan, bagiannya dalam keuntungan dan rugi harus dihitung sama banyak dengan potongan penerima yang memasukkan uang atau barang paling sedikit”.
Dalam Pasal 1634 KUHPerdata dinyatakan : “Para penerima tidak boleh berjanji, bahwa jumlah potongan mereka masing-masing dalam perseroan sanggup ditetapkan oleh salah seorang dari mereka atau orang lain". Perjanjian demikian harus dianggap dari semula sebagai tidak tertulis dan dalam hal ini harus diperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 1633”.
Dan dalam Pasal 1635 dinyatakan : “Perjanjian yang memperlihatkan keuntungan saja kepada salah seorang daripada penerima yakni batal. Akan tetapi diperbolehkan diperjanjikan bahwa semua kerugian hanya akan ditanggung oleh salah seorang penerima atau lebih”.
Dalam hal cara pembagian keuntungan dan kerugian diperjanjikan oleh sekutu, sebaiknya pembagian tersebut diatur di dalam perjanjian pendirian persekutuan. Dengan batasan ketentuan tersebut tidak boleh memperlihatkan seluruh keuntungan hanya kepada salah seorang sekutu saja dan boleh diperjanjikan jikalau seluruh kerugian hanya ditanggung oleh salah satu sekutu saja. Penetapan pembagian keuntungan oleh pihak ketiga tidak diperbolehkan.
Apabila cara pembagian keuntungan dan kerugian tidak diperjanjikan, maka pembagian didasarkan pada perimbangan pemasukan secara adil dan seimbang dan sekutu yang memasukkan berupa tenaga kerja hanya dipersamakan dengan sekutu yang memasukkan uang atau benda yang paling sedikit
  • Persekutuan Komanditer (“CV”) 
Dalam Pasal 19 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), bahwa CV(Comanditaire Venootschaaf) yakni "perseroan yang terbentuk dengan cara meminjamkan uang, yang didirikan oleh seseorang atau beberapa orang persero yang bertanggung jawab secara tanggung renteng dan satu orang pesero atau lebih yang bertindak sebagai pemberi pinjaman uang". Pada beberapa rujukan lain, derma pinjaman modal atau biasa disebut inbreng, sanggup berbentuk selain uang, contohnya benda atau yang lainnya. 

Persekutuan Komanditer terdiri dari :
  1. Pesero Aktif, bertanggung jawab hingga dengan harta pribadi.
  2. Pesero Pasif/komanditer, bertanggung jawab sebesar modal yang telah disetorkan ke dalam CV.
Unsur-unsur CV sebagai perkumpulan yakni :
  1. Kepentingan bersama,
  2. Kehendak bersama,
  3. Tujuan bersama, dan
  4. Kerja sama.
Unsur-unsur CV sebagai komplotan perdata yakni :
  1. Perjanjian timbale balik,
  2. Inbreng, dan
  3. Pembagian keuntungan.
Unsur-unsur CV sebagai Firma (Fa) yakni :
  1. Menjalankan perusahaan (pasal 16 KUHD),
  2. Dengan nama bersama atau firma ( pasal 16 KUHD), dan
  3. Tanggung jawab sekutu (kerja) bersifat pribadi atau keseluruhan (pasal 18 KUHD)
Unsur kekhususan komplotan komanditer: Persekutuan komanditer merupaka komplotan firma dengan bentuk khusus. Bentuk khususnya yakni adanya sekutu komanditer (dimana sekutu komanditer tidak ada dalam komplotan firma)
 Dari pengertian di atas, sekutu dalam komplotan komanditer sanggup dibedakan menjadi dua, yaitu :
  • Sekutu aktif atau sekutu Komplementer, yakni sekutu yang menjalankan perusahaan dan berhak melaksanakan perjanjian dengan pihak ketiga. Artinya, semua kebijakan perusahaan dijalankan oleh sekutu aktif. Sekutu aktif sering juga disebut sebagai persero kuasa atau persero pengurus.
  • Sekutu Pasif atau sekutu Komanditer, yakni sekutu yang hanya menyertakan modal dalam persekutuan. Jika perusahaan menderita rugi, mereka hanya bertanggung jawab sebatas modal yang disertakan dan begitu juga apabila untung, uang mereka memperoleh terbatas tergantung modal yang mereka berikan. Status Sekutu Komanditer sanggup disamakan dengan seorang yang menitipkan modal pada suatu perusahaan, yang hanya menantikan hasil keuntungan dari inbreng yang dimasukan itu, dan tidak ikut campur dalam kepengurusan, pengusahaan, maupun kegiatan perjuangan perusahaan. Sekutu ini sering juga disebut sebagai persero diam.
Dalam KUH Dagang tidak ada aturan wacana pendirian, pendaftaran, maupun pengumumannya, sehingga komplotan komanditer sanggup diadakan berdasarkan perjanjian dengan verbal atau setuju para pihak saja (Pasal 22 KUH Dagang). Dalam praktik di Indonesia untuk mendirikan komplotan komanditer dengan dibuatkan sertifikat pendirian/berdasarkan sertifikat notaris, didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang berwenang dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI. Dengan kata lain mekanisme pendiriannya sama dengan mekanisme mendirikan komplotan firma. Didalam sertifikat pendiriannya itu harus dimuat anggaran dasar yang memilih tentang:
  1. Nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal para pendiri.
  2. Penetapan nama komplotan komanditer dan kedudukan hukumnya.
  3. Keterangan mengenai CV yang menyatakan sifat CV itu di lalu harinya akan bersifat khusus atau terbatas untuk menjalankan sebuah perusahaan cabang secara khusus.
  4. Nama sekutu yang tidak berkuasa menandatangani perjanjian atas nama persekutuan.
  5. Mulai dari berakhirnya komplotan komanditer.
  6. Klausul-klausul lain yang penting berkaitan dengan pihak ketiga terhadap sekutu pendiri.
  7. Pendaftaran sertifikat pendirian ke PN harus diberi tanggal.
  8. Pembentukan kas atau uang dari CV yang khusus disediakan bagi penagih dari pihak ketiga yang jikalau sudah kosong maka berlakulah tanggung jawab pribadi untuk keseluruhan.
  9. Pengeluaran satu atau beberapa sekutu dari wewenangnya untuk bertindak atas nama persekutuan.
  10. Maksud dan tujuan komplotan komanditer.
  11. Modal komplotan komanditer.
  12. Penunjukan siapa sekutu biasa dan sekutu komanditer.
  13. Hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing sekutu.
  14. Pembagian keuntungan dan kerugian sekutu.
 Berdasarkan perkembangannya, bentuk perseroan komanditer terbagi dalam beberapa jenis, yakni sebagai berikut:
  • Persekutuan komanditer murni
Bentuk ini merupakan komplotan komanditer yang pertama. Dalam komplotan ini hanya terdapat satu sekutu komplementer, sedangkan yang lainnya yakni sekutu komanditer.
  • Persekutuan komanditer adonan
Bentuk ini umumnya berasal dari bentuk firma bila firma membutuhkan tambahan modal. Sekutu firma menjadi sekutu komplementer sedangkan sekutu lain atau sekutu tambahan menjadi sekutu komanditer.
  • Persekutuan komanditer bersaham
Persekutuan komanditer bentuk ini mengeluarkan saham yang tidak sanggup diperjualbelikan dan sekutu komplementer maupun sekutu komanditer mengambil satu saham atau lebih. Tujuan dikeluarkannya saham ini yakni untuk menghindari terjadinya modal beku lantaran dalam komplotan komanditer tidak gampang untuk menarik kembali modal yang telah disetorkan.
  • Pertanggung balasan Hukum
Dalam melangsungkan kegiatan usahanya, acara bisnis CV dilakukan oleh para pesero aktifnya. Mereka-lah yang bertanggungjawab untuk melaksanakan tindakan pengurusan atau bekerja di dalam perseroan tersebut. Bahkan jikalau ditarik lebih jauh, para pesero komplementer ini juga sanggup dimintakan tanggung jawab secara tanggung renteng atas perikatan-perikatan perseroannya.
Di sisi lain, para pemberi modal atau pesero komanditer, tidak sanggup terlibat dalam menjalankan acara perusahaan. Hal tersebut diatur secara tegas di dalam Pasal 20 KUHD yang menjelaskan bahwa pesero komanditer ini tidak boleh melaksanakan tindakan pengurusan atau bekerja dalam perusahaan perseroan tersebut, meskipun ada derma kuasa sekalipun.
Implikasinya, pesero komanditer tidak perlu ikut memikul beban kerugian yang jumlahnya lebih besar dari modal yang disetorkannya ke perusahaan. Namun jikalau pesero komanditer terbukti ikut menjalankan perusahaan sebagaimana yang dilakukan pesero komplementer dan menimbulkan kerugian perusahaan, maka sesuai dengan Pasal 21 KUHD, pesero komanditer ikut bertanggung jawab secara tanggung renteng terhadap semua utang dan perikatan perseroan tersebut.
Pada komplotan dengan firma terdapat beberapa kebaikan dan keburukan yaitu :
  • Kebaikan Persekutuan Komanditer, yaitu :
  1. Proses pendirianya relatif mudah;
  2. Modal yang dikumpulkan sanggup lebih besar lantaran didirikan banyak pihak;
  3. Mudah memperoleh kredit pinjaman; dan
  4. Ada anggota aktif yang mempunyai tanggungjawab tidak terbatas dan ada yang pasif tinggal Menunggu keuntungan.
  • Keburukan Persekutuan Komanditer, yaitu :
  1. Kelangsungan hidup perusahaan CV tidak menentu; dan
  2. Sulit menarik kembali modal yang telah disetor.
Pada Pasal 1 (3) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan yang menyebutkan bahwa "Badan sebagai subjek pajak yakni sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melaksanakan perjuangan maupun yang tidak melaksanakan perjuangan yang mencakup perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, tubuh perjuangan milik negara atau kawasan dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk perjuangan tetap dan bentuk tubuh lainnya".

Dari definisi Badan di atas terang bahwa komplotan komanditer termasuk ke dalam subjek pajak. Sehingga secara umum CV juga berkewajiban mendaftarkan diri untuk mendapat NPWP atau Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana perseroan terbatas. 

Karena pada hakekatnya komplotan komanditer yakni komplotan perdata, maka berakhirnya komplotan komanditer yakni sama dengan komplotan perdata yang diatur dalam Pasal 1646 hingga dengan 1652 KUHPerdata.
Pasal 1646 KUH Perdata menyebutkan bahwa paling tidak ada 4 hal yang menimbulkan komplotan berakhir yaitu :
  1. Lewatnya masa waktu perjanjian persekutuan;
  2. Musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok persekutuan;
  3. Kehendak dari sekutu, dan
  4. Jika salah seorang sekutu meninggal atau ditaruh di bawah pengampuan atau dinyatakan pailit.
Berakhirnya CV,juga diatur dalam Pasal 31 KUHD yaitu :
  1. Berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar (Akta Pendirian);
  2. CV berakhir sebelum jangka waktu yang ditetapkan, akhir pengunduran diri atau pemberhentian sekutu;
  3. Akibat perubahan anggaran dasar (akta pendirian) di mana perubahan anggaran dasar ini menghipnotis kepentingan pihak ketiga terhadap CV.

 Dasar Hukum :  

  1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 Tentang Perusahaan Negara,
  2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 19/Prp/1960 Tentang Pengganti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 Tentang Perusahaan Negara,
  3. Kitab Undang-Undang Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BW
  4. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (WvK),   
  5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

Referensi : 

  1. Abdul Kadir Muhammad, 1996, Hukum Perseroan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.
  2. HMN. Purwosutjipto,1992, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1-8, Djambatan, Jakarta.
  3. Sutantyo R. Hadikusumo, Sumantoro, 1991, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan, Rajawali Press, Jakarta.
  4. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=perusahaan
  5. Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, 1987, Hlm. 79. 
  6. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=perusahaan  
  7. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=perusahaan
  8. Kansil, CST. 2001. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum dalam EKonomi) Bagian I. Pradnya Paramita, Jakarta.
  9. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=perusahaan 
  10. Rachmadi Usman, 2000. Hukum Ekonomi dalam Dinamika. Yang Menerbitkan Djambatan : Jakarta.
  11. Rai Widjaya. 2002. Hukum Perusahaan (edisi Revisi). Megapoin: Kesaint Blanc-IKAPI. Bekasi Jawa Barat. 

Ilmu Pengetahuan Berlakunya Kuhperdata (Burgerlijk Wetboek Atau Bw) Di Indonesia

Berlakunya KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek Atau BW) Di Indonesia  Hukum Perdata yakni ketentuan yang mengatur hak-hak dan kewajiban antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi aturan di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian aturan menjadi dua yakni aturan publik dan aturan privat atau aturan perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini. Hukum di Indonesia merupakan adonan dari sistem aturan hukum Eropa, aturan Agama dan aturan Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada aturan Eropa kontinental, khususnya dari Belanda lantaran aspek sejarah masa kemudian Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).

 dikenal pembagian aturan menjadi dua yakni aturan publik dan aturan privat atau aturan perdat Ilmu Pengetahuan Berlakunya KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek Atau BW) Di Indonesia
Berlakunya KUHPerdata (BW)
Tahun 1839, satu tahun semenjak berlakunya Burgerlijk Wetboek (BW) di Belanda, Raja Belanda membentuk panitia yang diketuai oleh Mr. Paul Scholten seorang sarjana aturan Belanda, untuk memikirkan bagaimana caranya supaya kodifikasi di negara Belanda sanggup pula digunakan untuk tempat jajahan, yaitu Hindia Belanda.

Setelah panitia Scholten ini bubar, Presiden Hooggerechtshof (HGH) atau MA di Hindia Belanda, waktu itu Mr. H.L. Wichers, ditugaskan membantu Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk memberlakukan Kitab Hukum yang gres itu, sambil memikirkan Pasal-Pasal yang mungkin masih perlu diadakan. Semua peraturan yang telah dirumuskan tersebut kemudian dengan Pengumuman Gubjen Hindia Belanda tanggal 3 Desember 1847, dinyatakan berlaku mulai pada 1 Mei 1848 di Hindia Belanda (baca: Indonesia). Pemberlakuan tersebut berdasarkan azas konkordansi (concordantie beginsel) yang diatur dalam Pasal 131 IS (Indische Staatsregeling) S. 1925 - 557, yang mengemukakan bahwa bagi setiap orang Eropah yang ada di Hindia Belanda diberlakukan aturan perdata yang berlaku di Belanda.

Berdasarkan S. 1847 - 23, BW (KUH Perdata) di Indonesia hanya berlaku terhadap :
  1. Orang-orang Eropa, yang mencakup : orang Belanda; orang yang berasal dari Eropa lainnya; orang Jepang, AS, Kanada, Afrika Selatan, dan Australia beserta bawah umur mereka.
  2. Orang-orang yang dipersamakan dengan orang Eropa, yakni mereka yang pada ketika BW berlaku memeluk agama Kristen.
  3. Orang-orang Bumiputra turunan Eropa.
Kemudian berdasarkan S. 1917 - 12 (mulai berlaku tanggal 1 Oktober 1917) kepada golongan Bumiputra dan golongan Timur Asing, dengan sukarela sanggup menundukkan dirinya kepada BW (dan KUH Dagang) baik sebagian maupun untuk seluruhnya. Berdasarkan azas konkordansi, maka kodifikasi aturan perdata Belanda menjadi pola bagi kodifikasi aturan perdata Eropa di Indonesia.

Dengan demikian anasir-anasir/unsur-unsur KUH Perdata Indonesia berasal dari :
  • Hukum Romawi,
  • Hukum Prancis kuno, dan
  • Hukum Belanda kuno.
BW di negara Belanda sendiri semenjak tahun 1838, telah beberapa kali mengalami perubahan dan ketika ini BW yang berlaku di negara Belanda sendiri yakni BW yang gres (telah diperbaharui).

Pada zaman Jepang dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942 atau 2602 Pasal 3 disebutkan bahwa : "Semua tubuh pemerintahan dan kekuasaannya, hukum, dan Undang-undang dari pemerintah yang dulu, tetap diakui buat sementara waktu asal saja tidak bertentangan dengan aturan pemerintah bala tentara Jepang".

Sesudah Jepang mengalah kepada sekutu dan Indonesia memproklamirkan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, maka berlakulah tatanan aturan negara RI, walaupun tatanan tersebut sebagian besar masih merupakan peninggalan Hindia Belanda. Berlakunya tatanan menyerupai itu yakni berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang memilih : "Semua peraturan yang ada hingga ketika Indonesia merdeka masih tetap berlaku selama belum diadakan yang gres berdasarkan Undang-undang ini". Kemudian dipertegas lagi dengan Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 1945 tanggal 10 Oktober 1945. Kemudian diikuti Pasal 192 Konstitusi RIS, dan Pasal 142 UUDS 1950.

BW yang berlaku di Indonesia semenjak 1848 itu merupakan produk pemerintah kolonial Belanda, lantaran itu sudah barang tentu dibentuk berdasarkan azas-azas dan kepentingan Belanda sendiri. Apabila ada azas-azas dalam BW itu yang berbeda dengan asas dan kepentingan bangsa Indonesia sendiri, maka hal itu sudah sepantasnya.

Azas-azas dalam KUH Perdata yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Indonesia tersebut yakni sebagai berikut :
  1. Adanya anggapan yang individualistis terhadap hak eigendoom (Pasal570);
  2. Adanya ketidakmampuan bertindak bagi perempuan yang bersuami dalam lapangan aturan kekayaan (Pasal 108 & 110 jo 1330);
  3. Adanya kebebasan untuk mengadakan kontrak (Pasal 1338);
  4. Adanya asas monogami mutlak dalam perkawinan (Pasal 27);
  5. Adanya sifat netral/sekuler/keduniawian pada aturan perdata (Pasal26).

KEDUDUKAN HUKUM KUH PERDATA DEWASA INI

BW (KUH Perdata) oleh penjajah Belanda dengan sengaja disusun sebagai tiruan belaka dari BW di Belanda dan diperlakukan pertama-tama bagi orang-orang Belanda yang ada di Indonesia.

Kemudian sehabis kita merdeka, dan juga sebelumnya, BW itu dirasakan kurang sesuai dengan nilai-nilai atau unsur-unsur yang menempel pada kepriba-dian Indonesia. Kemudian timbul gagasan gres menganggap BW itu hanya sebagai pedoman. Gagasan ini diajukan oleh Menteri Kehakiman, Sahardjo, SH pada sidang Badan Perancang dari Lembaga Pembina Hukum Nasional bulan Mei 1962. Dengan gagasan ini, penguasa terutama para hakim lebih leluasa untuk mengenyampingkan beberapa pasal dari BW yang tidak sesuai.

Lebih lanjut Wirjono Prodjodikoro mengatakan supaya BW sebagai anutan juga supaya dihilangkan sama sekali dari bumi Indonesia secara tegas, yaitu dengan suatu pencabutan, tidak dengan undang-undang melainkan secara suatu pernyataan resmi dari pemerintah atau dari Mahkamah Agung. Ternyata gagasan perihal kedudukan KUH Perdata ini disetujui oleh MA dan juga oleh para sarjana, sehingga dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 1963 yang ditujukan kepada seluruh Kepala Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia supaya beberapa pasal tertentu dari KUH Perdata dianggap tidak berlaku lagi.

Kondisi Hukum Perdata di Indonesia sanggup dikatakan masih bersifat beragam yaitu masih beraneka. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu :
  • Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia, lantaran negara kita Indonesia ini terdiri dari banyak sekali suku bangsa.
  • Faktor Hostia Yuridisyang sanggup kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu :
  1. Golongan Eropa dan yang dipersamakan,
  2. Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
  3. Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
  1. Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.
  2. Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu aturan yang semenjak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
  3. Bagi golongan timur ajaib (bangsa Cina, India, Arab) berlaku aturan masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, India, Arab) diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan aturan tertentu saja.
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibentuk untuk bangsa Indonesia menyerupai :
  • Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Katolik (Staatsblad 1933 no7.4).
  • Organisasi perihal Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 570 berafiliasi denag no 717).
Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu :
  • Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912),
  • Peraturan Umum perihal Koperasi (Staatsblad 1933 no 108),Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523),
  • Ordonansi perihal pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98).
Adapun Pasal-Pasal KUH Perdata yang dianggap tidak berlaku berdasarkan SEMA Nomor 3 Tahun 1963 tersebut yakni :
  1. Pasal 108 dan 110 perihal kewenangan isteri melaksanakan perbuatan hukum dan menghadap di muka Pengadilan;
  2. Pasal 284 ayat 3; mengenai ratifikasi anak yang lahir diluar perkawinan oleh seorang perempuan Indonesia asli. Dengan demikian, ratifikasi anak itu tidak lagi berakibat terputusnya perhubungan aturan antara ibu dan anak, sehingga juga perihal hal ini tidak ada lagi perbedaan diantara semua WNI;
  3. Pasal 1682; yang mengharuskan dilakukannya suatu penghibahan dengan sertifikat notaris. Dengan demikian penghibahan diantara semua WNI juga sanggup dilakukan dengan sertifikat hibah dibawah tangan;
  4. Pasal 1579; yang memilih bahwa dalam hal sewa menyewa barang, si pemilik sanggup menghentikan persewaan dengan mengatakan, akan menggunakan sendiri barangnya. Saat ini sanggup terjadi apabila pada waktu membentuk perjanjian sewa-menyewa telah disepakati;
  5. Pasal 1238; yang menyimpulkan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hanya sanggup diminta di muka hakim, apabila somasi didahului dengan suatu penagihan tertulis, melainkan sanggup dilakukan secara lisan.
  6. Pasal 1460; memilih bahwa suatu barang tertentu yang sudah dijanjikan dijual, semenjak ketika itu yakni tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan. Makara risiko dalam jual beli ditangan pembeli. Dengan tidak berlakunya pasal ini, maka harus ditinjau dari tiap-tiap keadaan, apakah tidak sepantasnya pertanggungan jawab atau resiko atas musnahnya barang-barang yang sudah dijanjikan dijual tetapi belum diserahkan, harus dibagi antara kedua belah pihak, yaitu si penjual dan si pembeli;
  7. Pasal 1603 x ayat 1 dan 2; yang mengadakan diskriminasi antara orang Eropah disatu pihak dan orang bukan Eropah dilain pihak mengenai perjanjian perburuhan.
Bertolak dari pendapat dan uraian di atas, maka cukup umur ini kedudukan KUH Perdata di Indonesia hanya merupakan rechtboek (buku hukum), bukan sebagai wetboek (buku Undang-undang). Oleh karenanya, berlakunya KUH Perdata hanya sebagai anutan saja. Sehingga biasa juga dikatakan KUH Perdata itu hanya suatu ketentuan yang tidak tertulis tetapi tertulis. Walaupun kenyataannya guna mengatasi kevacuuman (mengisi kekosongan dalam hukum) adanya ketentuan KUH Perdata itu secara a priori harus diberlakukan secara memaksa (dwingenrecht). Namun apabila ditinjau secara yuridis formil, KUH Perdata masih tetap sebagai aturan positip lantaran hingga pada ketika ini belum ada undang-undang dan peraturan resmi mencabutnya.

Saat ini ada UU yang mempengaruhi berlakunya KUH Perdata, yaitu yakni :
  1. Undang-undang nomor 5 tahun 1960 perihal Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), yang menyatakan " Buku Ke-II KUH Perdata dicabut, sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang masih berlaku pada mulai berlakunya UU ini".
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 perihal Perkawinan, contohnya isteri sanggup bertindak secara aturan (Pasal 31 ayat 2); cukup umur yakni mereka yang telah mencapai usia 18 tahun (Pasal 47 jo 50).
  3. Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang menyatakan tidak ada diskriminasi dalam ketenagakerjaan.
  4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan; menyatakan tidak berlaku peraturan hipotik terhadap hak atas tanah yang diatur dalam buku II KUH Perdata.
Dengan berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960 membawa konsekuensi berlakunya pasal-pasal KUH Perdata :
  • Ada pasal-pasal yang masih berlaku penuh, lantaran tidak mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Misalnya : Pasal 505, 509 - 518, 612, 613, 826, 827, 830 - 1130, 1131 - 1149, 1150 - 1160 KUH Perdata.
  • Ada pasal-pasal yang menjadi tidak berlaku lagi, yaitu pasal yang melulu mengatur mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Misalnya :
  1. Pasal perihal benda tak bergerak yang hanya berafiliasi dengan hak-hak atas tanah;
  2. Pasal-pasal perihal cara memperoleh hak milik melulu mengenai tanah;
  3. Pasal-pasal mengenai penyerahan benda-benda tak bergerak;
  4. Pasal 625 - 672, 673, 674 - 710, 711 - 719, 720 - 736, 737 - 755 KUH Perdata.
  • Ada pasal-pasal yang masih berlaku tetapi tidak penuh, dalam arti bahwa ketentuan-ketentuan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya tidak berlaku lagi dan masih berlaku sepanjang mengenai benda-benda lainnya.
Misalnya : - Pasal-Pasal perihal benda umumnya;
  • Pasal 503 - 505, 
  • Pasal 529 - 568, 
  • Pasal 570, 
  • Pasal 756, 
  • Pasal 818 KUH Perdata.

Dasar Hukum :

  1. Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, disingkat B.W.)
  2. Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912),
  3. Peraturan Umum perihal Koperasi (Staatsblad 1933 no 108),Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523),
  4. Ordonansi perihal pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98)

Daftar Pustaka :

  1. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-hukum-perdata
  2. J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1999
  3. Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, Raja Graffindo 
  4. Persada, Jakarta, 2004
  5. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-hukum-perdata
  6. Komariah, Hukum Perdata Edisi Revisi, UMM Press, Malang, 2010
  7. Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001
  8. Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian dan Dari Undang-Undang), Mandar Maju, Bandung, 1994
  9. R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra A Bardin, Bandung, 1999
  10. R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan, Bina Ilmu, Surabaya, 1979