Showing posts with label Hukum Tata Negara. Show all posts
Showing posts with label Hukum Tata Negara. Show all posts

Ilmu Pengetahuan Heru Winarko Gantikan Posisi Akal Waseso Kepala Bnn

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Presiden Joko Widodo melantik Heru Winarko sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) menggantikan Komjen Pol Budi Waseso yang memasuki masa pensiun.

Pelantikan itu dilakukan di Istana Negara menurut Keputusan Presiden Nomor 14/M Tahun 2018 ihwal Pemberhentian dan Pengangkatan Kepala BNN tertanggal 28 Februari 2018.

 Presiden Joko Widodo melantik Heru Winarko sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional  Ilmu Pengetahuan Heru Winarko Gantikan Posisi Budi Waseso Kepala BNN
Heru Winarko sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) yang baru, menggantikan Komjen Pol Budi Waseso yang memasuki masa pensiun/Aktual.
Heru juga mengucapkan sumpah jabatan yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo yang berbunyi: “Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan setia dan taat kepada Undang-Undang Dasar 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya demi darma bakti saya kepada bangsa dan negara. Bahwa saya dalam menjalankan kiprah jabatan akan menjunjung sopan santun jabatan bekerja dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Semoga Allah SWT menunjukkan fasilitas dan kekuatan dalam menjalankan amanah,” Heru sebelumnya yaitu Deputi Penindakan KPK yang dilantik pada 15 Oktober 2015.

Lulusan Akademi Kepolisian pada 1985 itu juga pernah menjabat sebagai staf Menkopolhukam bidang ideologi dan konstitusi.

Baca :


Pada 2012, Heru menjabat sebagai Kapolda Lampung maupun bertugas di Direktorat Ekonomi Khusus Mabes Polisi Republik Indonesia pada 2009 dan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Mabes Polisi Republik Indonesia pada 2010.

Heru juga telah dianugerahi sejumlah tanda jasa antara lain Satya Lencana Kesetiaan VIII, Satya Lencana Kesetiaan XVI, Satya Lencana Kesetiaan XXIV, Satya Lencana Dwidja Sistha, Satya Lencana Karya Bhakti, Satya Lencana Ksatria Tamtama dan Bintang Bhayangkara Nararya. Sumber: Aktual. (***)

Ilmu Pengetahuan Mk: Dpr Jarang Hadiri Sidang Uji Materi

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Mahkamah Konstitusi (MK) melalui juru bicaranya Fajar Laksono Soeroso, tidak menampik bahwa pihak dewan perwakilan rakyat memang seringkali tidak menghadiri sidang uji bahan di MK.

“Meskipun sudah dipanggil secara patut, namun pihak dewan perwakilan rakyat memang jarang menghadiri sidang uji bahan di MK dengan atau tanpa alasan,” kata Fajar ketika memperlihatkan paparan di Bogor, Jawa Barat, ditulis Kamis (1/3).

 melalui juru bicaranya Fajar Laksono Soeroso Ilmu Pengetahuan MK: dewan perwakilan rakyat Jarang Hadiri Sidang Uji Materi
Suasana ketika Rapat Paripurna Pengesahan RUU MD3 menjadi UU di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/2/18). Rapat Paripurna dewan perwakilan rakyat resmi mengesahkan RUU No 17/2014 wacana MPR, DPR, DPRD dan DPD menjadi Undang Undang. AKTUAL/Tino Oktaviano
Lebih lanjut Fajar menjelaskan bahwa keterangan dewan perwakilan rakyat dan Presiden sangat diharapkan untuk menjelaskan asal permintaan dari berlaku suatu norma.

“Seringkali keterangan dewan perwakilan rakyat kami terima secara tertulis, jadi mereka mengirimkan keterangan secara tertulis ke MK alasannya yaitu berhalangan hadir,” kata Fajar ketika dikutip dari Aktual.

Namun dalam beberapa perkara, dewan perwakilan rakyat bahkan pernah sama sekali tidak hadir di persidangan untuk memperlihatkan keterangan sebagai pembentuk undang-undang, meskipun sudah dipanggil secara patut, dan tidak memperlihatkan keterangan meskipun secara tertulis.

“Ya pernah tidak hadir sama sekali dalam beberapa masalah dan tidak memperlihatkan keterangan, tapi uji bahan harus tetap berlanjut,” kata Fajar.

Baca :


Pada jadinya MK harus tetap memutus satu masalah meskipun tanpa disertai keterangan dari dewan perwakilan rakyat sebagai pembentuk undang-undang.

“MK tetap sanggup memutus masalah meskipun tanpa keterangan DPR, alasannya yaitu terkadang dewan perwakilan rakyat dan Pemerintah mempunyai keterangan yang sejalan meskipun berbeda konteks,” kata Fajar lagi. (***)

Ilmu Pengetahuan Peneliti: Mk Tidak Dikehendaki Secara Politik

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Kepala Bidang Penelitian dan Pengkajian Perkara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono Soeroso menyampaikan kehadiran Mahkamah Konstitusi (MK) di banyak sekali negara pada umumnya tidak dikehendaki secara politik.

“Karena kewenangannya yang besar, kehadiran MK umumnya tidak dikehendaki secara politik,” kata Fajar di Bogor, Rabu (28/2).

 Kepala Bidang Penelitian dan Pengkajian Perkara Mahkamah Konstitusi  Ilmu Pengetahuan Peneliti: MK Tidak Dikehendaki Secara Politik
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)/Aktual.
Fajar menjelaskan hal itu ketika memperlihatkan paparan dalam program Sosialisasi Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara bagi Wartawan Indonesia yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi bekerja sama dengan Dewan Pers.

Kewenangan MK yang besar, kata Fajar, sanggup menyatakan bahwa suatu undang-undang kehilangan kekuatannya yang mengikat, sehingga MK memainkan peranan yang penting dan bahkan secara aturan mempunyai superioritas legal tertentu dalam hubungannya dengan lembaga-lembaga lain atau cabang kekuasaan lain.

“Bayangkan saja, putusan MK oleh sembilan orang hakim konstitusi sanggup membatalkan undang-undang yang dibuat oleh ratusan politikus di legislatif,” kata Fajar.

MK di banyak sekali negara mempunyai kekuatan untuk memengaruhi legislasi, bahkan melalui putusan sanggup memperlihatkan mandat bagi pembentuk undang-undang.

Baca :


“Karena tidak dikehendaki secara politik, para politikus kerap mengabaikan putusan MK, bahkan tidak jarang pembuat undang-undang kemudian menciptakan ketentuan yang bertolak belakang dari putusan MK,” kata Fajar ketika dilansir dari Aktual.

“Kadang mereka menentukan hakim konstitusi yang kurang berkualitas sebagai upaya melemahkan MK,” pungkas Fajar. (***)

Ilmu Pengetahuan Mahfud Md: Substansi Konstitusi Untuk Lindungi Ham

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, menyampaikan konstitusi mempunyai dua substansi yang salah satunya yakni derma hak asasi manusia.

“Substansi dari konstitusi itu ada dua yaitu derma terhadap hak asasi insan dan sistem pemerintahan,” kata Mahfud di Bogor, Selasa (27/2).

Mahfud menjelaskan hal itu ketika menawarkan paparan dalam program Sosialisasi Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara bagi Wartawan Indonesia yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi berhubungan dengan Dewan Pers.

 Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD Ilmu Pengetahuan Mahfud MD: Substansi Konstitusi Untuk Lindungi HAM
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD
“Sistem pemerintahan sebagai substansi dari konstitusi, dibuat untuk melindungi hak asasi manusia,” terang Mahfud.

Sistem pemerintahan dijelaskan Mahfud berfungsi untuk menawarkan batasan pada kekuasaan terutama terkait dengan lingkup dan waktu dari kekuasaan tersebut.

Oleh alasannya yakni itu konstitusi disebut sebagai induk aturan di sebuah negara, lantaran seluruh problem aturan di Indonesia akan dikembalikan kepada konstitusi, terang Mahfud.

“Karena substansinya yakni hak asasi insan dan sistem pemerintahan, maka konstitusi ini menjadi aturan tertinggi atau induk hukum,” tambah Mahfud.

Baca :


Mahfud menjelaskan konstitusi di Indonesia juga tidak sanggup dilepaskan dari demokrasi, mengingat demokrasi yakni bab dari hak asasi manusia.

“Konstitusi itu simbol dari kedaulatan rakyat, ia menyeimbangkan antara demokrasi dan nomokrasi,” kata Mahfud ketika dikutip dari Aktual. (***)

Ilmu Pengetahuan Mk Tak Dapat Fatwakan Pencalonan Jusuf Kalla Di Pilpres 2019

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta Mahkamah Konstitusi (MK) memperlihatkan anutan terkait boleh atau tidaknya Jusuf Kalla (JK) maju kembali sebagai calon wakil presiden dalam pemilu 2019. Sebab kata Tjahjo, aturan yang ada dikala ini multitafsir.

"Kalau perlu, minta anutan MK sebab kan menyangkut tata negara," kata Tjahjo di kantornya, Senin (26/2/2018) lalu.

Aturan soal masa jabatan presiden/wakil presiden diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal tersebut tertulis: "Presiden dan Wapres memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya sanggup dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan."

 Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta Mahkamah Konstitusi  Ilmu Pengetahuan MK Tak Bisa Fatwakan Pencalonan Jusuf Kalla di Pilpres 2019
Wakil Presiden Jusuf Kalla memperlihatkan keterangan pers di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (13/2/2018). tirto.id/Lalu Rahadian
Pasal hasil amandemen itu sanggup jadi pembenaran bahwa presiden atau wakil presiden "dapat dipilih kembali" asalkan masa jabatannya tak berturut-turut. Dan JK, sebagaimana diketahui, jadi wakil presiden untuk dua periode putus: antara 2004-2009 dan 2014-2019.

Namun anjuran Tjahjo mustahil dilaksanakan MK. Kepala Bidang Penelitian dan Pengkajian Perkara sekaligus juru bicara MK, Fajar Laksono Soeroso, menyampaikan jika institusinya tidak sanggup memperlihatkan anutan soal itu. Sebab, kata Fajar, itu bukan kewenangan mereka.

"Kewenangan MK hanya lima: menguji Undang-undang terhadap Undang-undang Dasar; memutus sengketa kewenangan forum negara; memutus pembubaran partai politik; memutus perselisihan perihal hasil pemilu; memutus impeachment [pelanggaran yang dilakukan presiden/wakil presiden]. Di luar dari itu tidak sanggup memberi anutan apapun," katanya di Pusdiklat MK RI, Rabu (28/2/2018).

Fajar secara tidak eksklusif menyanggah pernyataan politisi menyerupai Tjahjo yang ingin MK turun tangan menangani polemik ini. Ia mengaku "bingung" kenapa institusi yang dijuluki the guardian of constitution itu harus dilibatkan dalam perdebatan.

"Kalau pun mau ada anutan menyerupai itu, Mahkamah Agung (MA) sanggup melakukannya. Dimungkinkan dalam aturan," katanya. "Di MK tidak ada itu," kata Fajar kembali menegaskan dikala dikutip dari Tirto.

Namun terlepas dari statusnya sebagai salah satu pejabat MK, Fajar menyampaikan polemik ini bergotong-royong tidak perlu sebab aturan yang mengatur masa jabatan presiden/wakil presiden bergotong-royong sudah jelas. Katanya, kalimat "hanya untuk satu kali masa jabatan" yang ada dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 berarti membatasi masa jabatan hanya untuk dua periode, entah secara berturut-turut atau tidak.

"Ini bergotong-royong sudah terang, tidak sanggup disebut remang-remang," katanya.

Baca :


Hal senada diungkapkan Mantan Ketua MK, Mahfud MD. Katanya, secara historis Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk dalam rangka membatasi kekuasaan.

"Tidak peduli [masa jabatan itu] beraturan atau tidak," kata Mahfud, Selasa (27/2/2018).

Semangat dari amandemen pasal itu ialah koreksi total atas Orde Baru yang memungkinkan seseorang menjabat sebagai presiden selama tiga dekade lebih. (***)