Showing posts sorted by relevance for query pengertian-undang-undang-dasar-1945. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query pengertian-undang-undang-dasar-1945. Sort by date Show all posts

Ilmu Pengetahuan Undang Undang Dasar 1945

Undang Undang Dasar 1945 Undang Undang Dasar 1945 yaitu hukum dasar tertulis yang mengikat pemerintah, lembaga-lembaga negara, forum masyarakat, dan juga mengikat setiap warga negara Indonesia dimanapun mereka berada dan juga mengikat setiap penduduk yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia.


  dasar tertulis yang mengikat pemerintah Ilmu Pengetahuan Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang Dasar 1945

A. Pengertian Undang-Undang Dasar 1945

Dalam Penjelasan Umum Undang Undang Dasar 1945 angka I dinyatakan bahwa: “ Undang-undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar Negara itu. Undang-undang Dasar ialah aturan dasar yang tertulis, sedang disampingnya Undang-undang dasar itu berlaku juga aturan dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis”.

Dengan demikian sanggup ditarik kesimpulan, pengertian kata Undang-Undang Dasar berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, mempunyai pengertian yang lebih sempit daripada pengertian aturan dasar, Karena yang dimaksud Undang-undang Dasar yaitu aturan dasar yang tertulis, sedangkan pengertiann aturan dasar meliputi juga aturan dasar yang tidak tertulis.

Di samping istilah undang-undang dasar, dipergunakan juga istilah lain yaitu Konstitusi. Istilah konstitusi berasal dari bahasa inggris constitution atau dari bahasa Belanda Constitutie. Kata konstitusi mempunyai pengertian yang lebih luas dari Undang-undang dasar lantaran pengertian Undang-undang Dasar hanya meliputi konstitusi yang tertulis saja, selain itu masih terdapat konstitusi yang tidak tertulis, yang tidak tercakup dalam pengertian Undang-undang Dasar.

Selain aturan dasar yang tertulis yaitu Undang-Undang Dasar masih terdapat lagi aturan dasar yang tidak tertulis, tetapi berlaku dan dipatuhi oleh para pendukungnya, yaitu yang lazim disebut konvensi, yang berasal dari bahasa Inggris convention, yang dalam peristilahan ketatanegaraan disebut kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan. Misalnya , kebiasaan yang dilakukan oleh Presiden RI, setiap tanggal 16 agustus melaksanakan pidato kenegaraan di muka Sidang Paripurna DPR. Pada tahun 1945 hingga tahun 1949, lantaran adanya maklumat pemerintah tertanggal 14 November 1945, yang telah mengubah system pemerintahan dari cabinet presidensial ke cabinet parlementer. Tetapi apabila keadaan Negara ancaman atau genting, cabinet beruah menjadi presidensiil, dan sewaktu-waktu keadaan Negara menjadi kondusif kebinet berubeh kembali menjadi parlementer lagi. Terhadap tindakan-tindakan tersebut tidak ada peraturan yang tegas secara tertulis, pendapat umum cenderung melakukannya,, apabila tidak dilaksanakan, dianggap tidak benar.

Undang-Undang Dasar 1945 yaitu keseluruhan naskah yang terdiri dari Pembukaan dan Pasal-Pasal (Pasal II Aturan Tambahan). Pembukaan terdiri atas 4 Alinea, yang di dalam Alinea keempat terdapat rumusan dari Pancasila, dan Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 20 Bab (Bab I hingga dengan Bab XVI) dan 72 Pasal (Pasal 1 hingga dengan pasal 37), ditambah dengan 3 Pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Bab IV perihal DPA dihapus, dalam amandemen keempat klarifikasi tidak lagi merupakan kesatuan Undang-Undang Dasar 1945. Pembukaan dan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 merupakan satu kebulatan yang utuh, dengan kata lain merupakan bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak sanggup dipisahkan.

Dengan demikian pengertian Undang-Undang Dasar 1945 sanggup digambarkan sebagai berikut :
Undang-Undang Dasar 1945
PEMBUKAAN
Terdiri dari: 4 ALINEA
ALINEA 4 : Terdapat rumusan Sila-sila dari Pancasila dan PASAL-PASAL
Terdiri dari : Bab I s.d. Bab XVI (20 Bab) Pasal 1 s.d. Pasal 37 (72 Pasal), ditambah 3 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Pasal Aturan Tambahan.

B. Motivasi Adanya Undang-Undang Dasar 1945

Motivasi yang menjasi latar belakang pembuatan Undang-Undang Dasar bagi negara yang satu berbeda dengan negara yang lain; hal ini sanggup disebabkan lantaran beberapa hal, antara lain, sejarah yang dialami oleh bangsa yang bersangkutan, cara memperoleh kemerdekaan bangsanya, situasi dan kondisi pada ketika menjelang kemerdekaan bangsanya, dan lain sebagainya.

Menurut pendapat Bryce, hal-hal yang menjadi bantalan an sehingga suatu negara memilliki UUD, terdpat beberapa macam, sebagai berikut :
  1. adanya kehendak para warganegara yang bersangkutan supaya tejamin hak-haknya, dan bertujuan untuk mengatasi tindakan-tindakan para penguasa negara tersebut,
  2. adanya kehendak dari penguasa negara dan atau rakyatnya untuk menjamin supaya terdapat contoh atau system tertentu atas pemerintah negaranya,
  3. adanya kehendak para pembentuk negara gres tersebut supaya terdapat kepastian perihal cara penyelenggaraan ketatanegaraannya,
  4. adanya kehendak dari beberapa negara semula masing-masing bangkit sendiri, untuk menjalin kerjasama.
Berdasarkan pendapat Bryce tersebut di atas, motivasi adanya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang kini lebih dikenal Undang-Undang Dasar 1945 yaitu adanya kehendak para Pembentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia sesaat sehabis Proklamasi Kemerdekaan RI , tepatnya pada tanggal 18 agustus 1945. Hal ini ditujukan supaya terjamin penyelenggaraan Ketatanegaraan NKRI secara niscaya (adanya kepastiaan hukum), ibarat berdasarkan pendapat Bryce pada nomer 3 tersebut di atas, sehingga stabilitas nasional sanggup terwujud. Terwujudnya ketatanegaraan yang niscaya dan stabilitas nasional memberi makna bahwa system politik tertentu sanggup dipertahankan, yaitu system politik berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.

Suatu system politik, pada umumnya harus mempunyai kemempuan memenuhi lima fungsi utama, yaitu:
  • mempetahankan pola,
  • pengaturan dan penyelesaian ketegangan atau konflik,
  • penyesuaian,
  • pencapaian tujuan, dan
  • integrasi.
Dalam hal ini, system politik yang dianut oleh Undang-Undang Dasar 1945 dalam penyelenggaraan Pemerintahan Negara RI yaitu merupakan suatu contoh pemerintahan tertentu, dan apabila penyelenggaraan Pemerintahan Negara RI, tetap dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, maka berarti system politik negara RI mempunyai kemampuan berfungsi mempertahankan contoh tertentu, yaitu contoh penyelenggaraan Pemerintahan Negara RI ibarat ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945.

C. Kedudukan Undang-Undang Dasar 1945

Sebagai aturan dasar, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sumber aturan tertinggi dari keseluruhan produk aturan di Indonesia. Produk-produk aturan ibarat undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan presiden, dan lain-lainnya, bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah harus dilandasi dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akibatnya harus sanggup dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.

Tata urutan peraturan perundang-undangan pertama kali diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang lalu diperbaharui dengan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, dan terakhir diatur dengan Undang-undang No.10 Tahun 2004 perihal Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dimana dalam Pasal 7 diatur mengenai jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan yaitu yaitu sebagai berikut :
  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
  2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
  3. Peraturan Pemerintah,
  4. Peraturan Presiden,
  5. Peraturan Daerah. perda meliputi :
  • Peraturan Daerah Provinsi dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur;
  • Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota;
  • Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibentuk oleh tubuh perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Undang-Undang Dasar bukanlah satu-satunya atau keseluruhan hokum dasar, melainkan hanya merupakan sebagian dari aturan dasar, masih ada aturan dasar yang lain, yaitu aturan dasar yang tidak tertulis. Hukum dasar yang tidak tertulis tersebut merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara -meskipun tidak tertulis – yaitu yang biasa dikenal dengan nama ‘Konvensi’. Konvensi merupakan aturan perhiasan atau pengisi kekosongan aturan yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan ketatanegaaan, dimana Konvensi tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

D. Sifat Undang-Undang Dasar 1945

Undang-undang dasar hanya memuat 37 Pasal. Pasal-pasal lain hanya memuat peralihan dan tambahan. Maka rencana ini sangat singkat jikalau dibandingkan dengan undang-undang dasar Pilipina.

Maka telah cukup jikalau Undang-undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai isyarat kepada pemerintah sentra dan penyelenggara negara lainnya untuk menyelenggarakan kehidupan bernegara. Hukum dasar yang tertulis hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepeda undang-undang yang lebih gampang caranya membuat, merubah dan mencabut.

Perlu senantiasa diingat dinamika kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, jaman berubah, oleh lantaran itu dinamika kehidupan masyarakat dan negara tidak bisa dihentikan. Berhubungan dengan hal ini, tidak bijak jikalau tergesa-gesa memberi kristalisasi, meberi bentuk (Gestaltung) kepada pikiran-pikiran yang gampang berubah.

Sifat aturan yang tertulis itu mengikat. Oleh lantaran itu maakin supel (elastis) sifat aturan tersebut akan semakin baik. Makara kita harus menjaga supaya system Undang-Undang Dasar tidak ketinggalan jaman. Jangan hingga kita membuat Undang-undang yang gampang tidak sesuai dengan keadaan (verouderd).
Sifat-sifat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu sebagai berikut :
  • Oleh lantaran sifatnya tertulis, maka rumusannya jelas, merupakan suatu aturan yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara negara, maupun mengikat bagi setiap warga negara.
  • Sebagaimana tersebut dalam klarifikasi Undang-Undang Dasar 1945, bahwa Undang-Undang Dasar 1945 bersifat singkat dan supel, memuat aturan-aturan yaitu memuat aturan-aturan pokok yang setiap kali harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan jaman,serta memuat hak-hak asasi manusia.
  • Memuat norma-norma, aturan-aturan, serta ketentuan-ketentuan yang sanggup dan harus dilaksanakan secara konstitusional.
  • Undang-Undang Dasar 1945,dalam tertib aturan Indonesia,merupakan peraturan aturan positif yang tertinggi. Disamping itu, juga sebagai alat kontrol terhadap norma-norma aturan positif yang lebih rendah dalam hierarki tertib aturan Indonesia.


E. Fungsi Undang-Undang Dasar 1945

Setiap sesuatu dibentuk dengan mempunyai sejumlah fungsi. Demikian juga halnya dengan Undang-Undang Dasar 1945. Telah dijelaskan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 yaitu hukum dasar tertulis yang mengikat pemerintah, lembaga-lembaga negara, forum masyarakat, dan juga mengikat setiap warga negara Indonesia dimanapun mereka berada dan juga mengikat setiap penduduk yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia.

Sebagai aturan dasar, Undang-Undang Dasar 1945 berisi norma-norma dan aturan-aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua komponen tersebut di atas. Undang-undang Dasar bukanlah aturan biasa, melainkan aturan dasar, yaitu aturan dasar yang tertulis. Sebagai aturan dasar, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sumber aturan tertulis. Dengan demikian setiap produk aturan ibarat undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ataupun bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akibatnya kesemuanya peraturan perundang-undangan tersebut harus sanggup dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, dan muaranya yaitu Pancasila sebagai sumber dari segala sumber aturan negara (Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2004).

Dalam kedudukan yang demikian itu, Undang-Undang Dasar 1945 dalam kerangka tata urutan perundangan atau hierarki peraturan perundangan di Indonesia menempati kedudukan yang tertinggi. Dalam kekerabatan ini, Undang-Undang Dasar 1945 juga mempunyai fungsi sebagai alat kontrol, dalam pengertian Undang-Undang Dasar 1945 mengontrol apakah norma aturan yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan norma aturan yang lebih tinggi. Undang-Undang Dasar 1945 juga berperan sebagai pengatur bagaimana kekuasaan negara disusun, dibagi, dan dilaksanakan. Selain itu Undang-Undang Dasar 1945 juga berfungsi sebagai penentu hak dan kewajiban negara, pegawanegeri negara, dan warga negara.

F. Makna Undang-Undang Dasar 1945

Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu :
  1. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Menurut pengertian ini, difahami negara kesatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia dan seluruhnya,. Makara negara mengatasi segala paham golongan dan perseorangan. Negara menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya.
  2. Negara hendak mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat.
  3. Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atars kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh lantaran itu system negara yang terbentuk dalam undang-undang dasar harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan. Hal ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.
  4. Negara berdasar atas ke-Tuhanan yang Maha Esa berdasarkan dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. 
Oleh lantaran itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan Pemerintah dan Penyelenggara negara untuk memelihara kecerdikan pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh impian moral rakyat yang luhur.
Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan impian aturan (Rechtidee) yang menguasai aturan dasar Negara baik aturan yang tertulis (UUD) maupun aturan yang tidak tertulis. Undang-undang Dasar membuat pokok pikiran ini dalam Pasal-Pasalnya.


Sumber Hukum :

  1. Undang-Undang Dasar 1945
  2. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966
  3. Ketetapan MPR No. III/MPR/2000
  4. Undang-undang No.10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Referensi :

  1. Lawrence M. Friedmaan, American Law In Introduction (Hukum Amerika Sebuah Pengantar), Scond Edition, Penerjemah : Wisnu Basuki, PT. Tata Nusa, Jakarta, 2001.
  2. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta : Liberty, 1986, 
  3. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-undang-undang-dasar-1945
  4. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-undang-undang-dasar-1945
  5. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-undang-undang-dasar-1945
  6. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-undang-undang-dasar-1945

Ilmu Pengetahuan Pengertian, Fungsi Dan Kedudukan Uud 1945

Pengertian, Fungsi Dan Kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 - Undang-Undang Dasar 1945 ialah aturan dasar tertulis yang mengikat pemerintah, lembaga-lembaga negara, forum masyarakat, dan juga mengikat setiap warga negara Indonesia dimanapun mereka berada dan juga mengikat setiap penduduk yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia.

 ialah aturan dasar tertulis yang mengikat pemerintah Ilmu Pengetahuan Pengertian, Fungsi Dan Kedudukan Undang-Undang Dasar 1945
UUD 1945

A. Pengertian Undang-Undang Dasar 1945

Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945 angka I dinyatakan bahwa: “ Undang-undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar Negara itu. Undang-undang Dasar ialah aturan dasar yang tertulis, sedang disampingnya Undang-undang dasar itu berlaku juga aturan dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis”.

Dengan demikian sanggup ditarik kesimpulan, pengertian kata Undang-Undang Dasar berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, mempunyai pengertian yang lebih sempit daripada pengertian aturan dasar, Karena yang dimaksud Undang-undang Dasar ialah aturan dasar yang tertulis, sedangkan pengertiann aturan dasar meliputi juga aturan dasar yang tidak tertulis.

Di samping istilah undang-undang dasar, dipergunakan juga istilah lain yaitu Konstitusi. Istilah konstitusi berasal dari bahasa inggris constitution atau dari bahasa Belanda Constitutie. Kata konstitusi mempunyai pengertian yang lebih luas dari Undang-undang dasar lantaran pengertian Undang-undang Dasar hanya meliputi konstitusi yang tertulis saja, selain itu masih terdapat konstitusi yang tidak tertulis, yang tidak tercakup dalam pengertian Undang-undang Dasar.

Selain aturan dasar yang tertulis yaitu Undang-Undang Dasar masih terdapat lagi aturan dasar yang tidak tertulis, tetapi berlaku dan dipatuhi oleh para pendukungnya, yaitu yang lazim disebut konvensi, yang berasal dari bahasa Inggris convention, yang dalam peristilahan ketatanegaraan disebut kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan. Misalnya , kebiasaan yang dilakukan oleh Presiden RI, setiap tanggal 16 agustus melaksanakan pidato kenegaraan di muka Sidang Paripurna DPR. Pada tahun 1945 hingga tahun 1949, lantaran adanya maklumat pemerintah tertanggal 14 November 1945, yang telah mengubah system pemerintahan dari cabinet presidensial ke cabinet parlementer. Tetapi apabila keadaan Negara ancaman atau genting, cabinet beruah menjadi presidensiil, dan sewaktu-waktu keadaan Negara menjadi kondusif kebinet berubeh kembali menjadi parlementer lagi. Terhadap tindakan-tindakan tersebut tidak ada peraturan yang tegas secara tertulis, pendapat umum cenderung melakukannya,, apabila tidak dilaksanakan, dianggap tidak benar.

Undang-Undang Dasar 1945 ialah keseluruhan naskah yang terdiri dari Pembukaan dan Pasal-Pasal (Pasal II Aturan Tambahan). Pembukaan terdiri atas 4 Alinea, yang di dalam Alinea keempat terdapat rumusan dari Pancasila, dan Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 20 Bab (Bab I hingga dengan Bab XVI) dan 72 Pasal (Pasal 1 hingga dengan pasal 37), ditambah dengan 3 Pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Bab IV perihal DPA dihapus, dalam amandemen keempat klarifikasi tidak lagi merupakan kesatuan Undang-Undang Dasar 1945. Pembukaan dan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 merupakan satu kebulatan yang utuh, dengan kata lain merupakan bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak sanggup dipisahkan.

Dengan demikian pengertian Undang-Undang Dasar 1945 sanggup digambarkan sebagai berikut :
Undang-Undang Dasar 1945
PEMBUKAAN
Terdiri dari: 4 ALINEA
ALINEA 4 : Terdapat rumusan Sila-sila dari Pancasila dan PASAL-PASAL
Terdiri dari : Bab I s.d. Bab XVI (20 Bab) Pasal 1 s.d. Pasal 37 (72 Pasal), ditambah 3 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Pasal Aturan Tambahan.

B. Motivasi Adanya Undang-Undang Dasar 1945

Motivasi yang menjasi latar belakang pembuatan Undang-Undang Dasar bagi negara yang satu berbeda dengan negara yang lain; hal ini sanggup disebabkan lantaran beberapa hal, antara lain, sejarah yang dialami oleh bangsa yang bersangkutan, cara memperoleh kemerdekaan bangsanya, situasi dan kondisi pada ketika menjelang kemerdekaan bangsanya, dan lain sebagainya.

Menurut pendapat Bryce, hal-hal yang menjadi bantalan an sehingga suatu negara memilliki UUD, terdpat beberapa macam, sebagai berikut :
  1. adanya kehendak para warganegara yang bersangkutan semoga tejamin hak-haknya, dan bertujuan untuk mengatasi tindakan-tindakan para penguasa negara tersebut,
  2. adanya kehendak dari penguasa negara dan atau rakyatnya untuk menjamin semoga terdapat contoh atau system tertentu atas pemerintah negaranya,
  3. adanya kehendak para pembentuk negara gres tersebut semoga terdapat kepastian perihal cara penyelenggaraan ketatanegaraannya,
  4. adanya kehendak dari beberapa negara semula masing-masing bangkit sendiri, untuk menjalin kerjasama.
Berdasarkan pendapat Bryce tersebut di atas, motivasi adanya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang kini lebih dikenal Undang-Undang Dasar 1945 ialah adanya kehendak para Pembentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia sesaat sesudah Proklamasi Kemerdekaan RI , tepatnya pada tanggal 18 agustus 1945. Hal ini ditujukan semoga terjamin penyelenggaraan Ketatanegaraan NKRI secara niscaya (adanya kepastiaan hukum), ibarat berdasarkan pendapat Bryce pada nomer 3 tersebut di atas, sehingga stabilitas nasional sanggup terwujud. Terwujudnya ketatanegaraan yang niscaya dan stabilitas nasional memberi makna bahwa system politik tertentu sanggup dipertahankan, yaitu system politik berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.

Suatu system politik, pada umumnya harus mempunyai kemempuan memenuhi lima fungsi utama, yaitu:
  • mempetahankan pola,
  • pengaturan dan penyelesaian ketegangan atau konflik,
  • penyesuaian,
  • pencapaian tujuan, dan
  • integrasi.
Dalam hal ini, system politik yang dianut oleh Undang-Undang Dasar 1945 dalam penyelenggaraan Pemerintahan Negara RI ialah merupakan suatu contoh pemerintahan tertentu, dan apabila penyelenggaraan Pemerintahan Negara RI, tetap dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, maka berarti system politik negara RI mempunyai kemampuan berfungsi mempertahankan contoh tertentu, yaitu contoh penyelenggaraan Pemerintahan Negara RI ibarat ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945.

C. Kedudukan Undang-Undang Dasar 1945

Sebagai aturan dasar, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sumber aturan tertinggi dari keseluruhan produk aturan di Indonesia. Produk-produk aturan ibarat undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan presiden, dan lain-lainnya, bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah harus dilandasi dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada alhasil harus sanggup dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.

Tata urutan peraturan perundang-undangan pertama kali diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang lalu diperbaharui dengan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, dan terakhir diatur dengan Undang-undang No.10 Tahun 2004 perihal Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dimana dalam Pasal 7 diatur mengenai jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan yaitu ialah sebagai berikut :
  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
  2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
  3. Peraturan Pemerintah,
  4. Peraturan Presiden,
  5. Peraturan Daerah. perda meliputi : 
  • Peraturan Daerah Provinsi dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur;
  • Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota;
  • Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibentuk oleh tubuh perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Undang-Undang Dasar bukanlah satu-satunya atau keseluruhan hokum dasar, melainkan hanya merupakan sebagian dari aturan dasar, masih ada aturan dasar yang lain, yaitu aturan dasar yang tidak tertulis. Hukum dasar yang tidak tertulis tersebut merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara -meskipun tidak tertulis – yaitu yang biasa dikenal dengan nama ‘Konvensi’. Konvensi merupakan aturan aksesori atau pengisi kekosongan aturan yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan ketatanegaaan, dimana Konvensi tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

D. Sifat Undang-Undang Dasar 1945

Undang-undang dasar hanya memuat 37 Pasal. Pasal-pasal lain hanya memuat peralihan dan tambahan. Maka rencana ini sangat singkat bila dibandingkan dengan undang-undang dasar Pilipina.

Maka telah cukup bila Undang-undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai arahan kepada pemerintah sentra dan penyelenggara negara lainnya untuk menyelenggarakan kehidupan bernegara. Hukum dasar yang tertulis hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepeda undang-undang yang lebih gampang caranya membuat, merubah dan mencabut.

Perlu senantiasa diingat dinamika kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, jaman berubah, oleh lantaran itu dinamika kehidupan masyarakat dan negara tidak bisa dihentikan. Berhubungan dengan hal ini, tidak bijak bila tergesa-gesa memberi kristalisasi, meberi bentuk (Gestaltung) kepada pikiran-pikiran yang gampang berubah.

Sifat aturan yang tertulis itu mengikat. Oleh lantaran itu maakin supel (elastis) sifat aturan tersebut akan semakin baik. Makara kita harus menjaga supaya system Undang-Undang Dasar tidak ketinggalan jaman. Jangan hingga kita membuat Undang-undang yang gampang tidak sesuai dengan keadaan (verouderd).

Sifat-sifat Undang-Undang Dasar 1945 ialah sebagai berikut :
  • Oleh lantaran sifatnya tertulis, maka rumusannya jelas, merupakan suatu aturan yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara negara, maupun mengikat bagi setiap warga negara.
  • Sebagaimana tersebut dalam klarifikasi Undang-Undang Dasar 1945, bahwa Undang-Undang Dasar 1945 bersifat singkat dan supel, memuat aturan-aturan yaitu memuat aturan-aturan pokok yang setiap kali harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan jaman,serta memuat hak-hak asasi manusia.
  • Memuat norma-norma, aturan-aturan, serta ketentuan-ketentuan yang sanggup dan harus dilaksanakan secara konstitusional.
  • Undang-Undang Dasar 1945,dalam tertib aturan Indonesia,merupakan peraturan aturan positif yang tertinggi. Disamping itu, juga sebagai alat kontrol terhadap norma-norma aturan positif yang lebih rendah dalam hierarki tertib aturan Indonesia.

E. Fungsi Undang-Undang Dasar 1945

Setiap sesuatu dibentuk dengan mempunyai sejumlah fungsi. Demikian juga halnya dengan Undang-Undang Dasar 1945. Telah dijelaskan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 ialah aturan dasar tertulis yang mengikat pemerintah, lembaga-lembaga negara, forum masyarakat, dan juga mengikat setiap warga negara Indonesia dimanapun mereka berada dan juga mengikat setiap penduduk yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia.

Sebagai aturan dasar, Undang-Undang Dasar 1945 berisi norma-norma dan aturan-aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua komponen tersebut di atas. Undang-undang Dasar bukanlah aturan biasa, melainkan aturan dasar, yaitu aturan dasar yang tertulis. Sebagai aturan dasar, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sumber aturan tertulis. Dengan demikian setiap produk aturan sepertiundang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ataupun bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada alhasil kesemuanya peraturan perundang-undangan tersebut harus sanggup dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, dan muaranya ialah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber aturan negara (Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2004).

Dalam kedudukan yang demikian itu, Undang-Undang Dasar 1945 dalam kerangka tata urutan perundangan atau hierarki peraturan perundangan di Indonesia menempati kedudukan yang tertinggi. Dalam kekerabatan ini, Undang-Undang Dasar 1945 juga mempunyai fungsi sebagai alat kontrol, dalam pengertian Undang-Undang Dasar 1945 mengontrol apakah norma aturan yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan norma aturan yang lebih tinggi. Undang-Undang Dasar 1945 juga berperan sebagai pengatur bagaimana kekuasaan negara disusun, dibagi, dan dilaksanakan. Selain itu Undang-Undang Dasar 1945 juga berfungsi sebagai penentu hak dan kewajiban negara, pegawanegeri negara, dan warga negara.

F. Makna Undang-Undang Dasar 1945

Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu :
  1. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Menurut pengertian ini, difahami negara kesatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia dan seluruhnya,. Makara negara mengatasi segala paham golongan dan perseorangan. Negara menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya.
  2. Negara hendak mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat.
  3. Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atars kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh lantaran itu system negara yang terbentuk dalam undang-undang dasar harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan. Hal ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.
  4. Negara berdasar atas ke-Tuhanan yang Maha Esa berdasarkan dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Oleh lantaran itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan Pemerintah dan Penyelenggara negara untuk memelihara kecerdikan pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh keinginan moral rakyat yang luhur.

Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan keinginan aturan (Rechtidee) yang menguasai aturan dasar Negara baik aturan yang tertulis (UUD) maupun aturan yang tidak tertulis. Undang-undang Dasar membuat pokok pikiran ini dalam Pasal-Pasalnya.

Sumber Hukum :

  1. Undang-Undang Dasar 1945
  2. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966
  3. Ketetapan MPR No. III/MPR/2000
  4. Undang-undang No.10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Ilmu Pengetahuan Fungsi Undang Undang Dasar (Uud) 1945

Fungsi Undang Undang Dasar (UUD) 1945 Setiap sesuatu dibentuk dengan mempunyai sejumlah fungsi. Demikian juga halnya dengan Undang Undang Dasar 1945. Telah dijelaskan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 yaitu hukum dasar tertulis yang mengikat pemerintah, lembaga-lembaga negara, forum masyarakat, dan juga mengikat setiap warga negara Indonesia dimanapun mereka berada dan juga mengikat setiap penduduk yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia.

  Setiap sesuatu dibentuk dengan mempunyai sejumlah fungsi Ilmu Pengetahuan Fungsi Undang Undang Dasar (UUD) 1945
Fungsi Undang-Undang Dasar 1945
Sebagai aturan dasar, Undang-Undang Dasar 1945 berisi norma-norma dan aturan-aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua komponen tersebut di atas. Undang-undang Dasar bukanlah aturan biasa, melainkan aturan dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis. Sebagai aturan dasar, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sumber aturan tertulis.

Dengan demikian setiap produk aturan ibarat undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ataupun bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada risikonya kesemuanya peraturan perundang-undangan tersebut harus sanggup dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, dan muaranya yaitu Pancasila sebagai sumber dari segala sumber aturan negara (Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2004).

Dalam kedudukan yang demikian itu, Undang-Undang Dasar 1945 dalam kerangka tata urutan perundangan atau hierarki peraturan perundangan di Indonesia menempati kedudukan yang tertinggi. Dalam relasi ini, Undang-Undang Dasar 1945 juga mempunyai fungsi sebagai alat kontrol, dalam pengertian Undang-Undang Dasar 1945 mengontrol apakah norma aturan yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan norma aturan yang lebih tinggi. Undang-Undang Dasar 1945 juga berperan sebagai pengatur bagaimana kekuasaan negara disusun, dibagi, dan dilaksanakan. Selain itu Undang-Undang Dasar 1945 juga berfungsi sebagai penentu hak dan kewajiban negara, pegawapemerintah negara, dan warga negara.
Undang Undang Dasar 1945 sebagai sumber pokok sistem pemerintahan RI, terdiri atas :
  • Hukum Dasar Tertulis : Undang-Undang Dasar 1945 (Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan) 
  • Hukum Dasar Tidak Tertulis:
Undang-Undang Dasar yaitu merupakan agenda yang sengaja dibentuk yang memuat segala hal yang diaggap menjadi asas mendasar dari negara waktu itu, sehingga Undang- Undang Dasar tertulis menjamin kepastian hukum. Undang-Undang Dasar biasanya mengandung :
  1. Ketentuan-ketentuan wacana Organisasi negara dan pemerintahannya,
  2. Batas kiprah dan kekuasaan Negara dan aparatur Pemerintah,
  3. Hubungan antara Aparaturnya dengan warga negara dan sebaliknya,
  4. Kewajiban-kewajiban dan hak-hak pokok dari warga negaranya.
Sebagai aturan dasar Undang-Undang Dasar 1945 mengatur dan membatasi kekuasaan yang bersifat mengikat & harus menjadi pola bagi setiap kebijakan dalam kehidupan bernegara. Pemahaman bahan Undang-Undang Dasar 1945 mutlak dibutuhkan bagi segenap komponen bangsa baik para pejabat, pemimpin/tokoh masyarakat dan juga masyarakat umum.

Sosialisasi bahan Undang-Undang Dasar 1945 sehabis amandemen masih relatif sangat kurang. Diharapkan sanggup dirumuskan suatu metoda penyampaian dan klarifikasi bahan  UUD 1945 hasil amandemen yang bekerja efektif, teratur serta sanggup menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Pada masa pemerintahan ORBA banyak terjadi penyimpangan baik di bidang Hukum, Politik dan Ekonomi, alasannya tidak adanya kontrol terhadap jalannya kekuasaan, kurangnya semangat para pemimpin bangsa & adanya beberapa kelemahan dalam Undang-Undang Dasar 1945 sehingga impian bangsa yg terkandung dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tidak sanggup diwujudkan melalui prosedur bernegara yang terkandung didalam Pasal-Pasalnya.
  • Selama ini peranan Undang-Undang Dasar 1945 sangat penting :Sebagai simbol kemerdekaan dan perlawanan terhadap penjajah.
  • Sebagai lambang kesetiaan kepada NKRI dan lambang persatuan dan kesatuan bangsa.
  • Sebagai lambang perlawanan dalam menegakkan kebenaran dan keadilan.
Sistem Pemerintahan Republik Indonesia dijelaskan Undang-Undang Dasar 1945, terdiri atas 7 kunci pokok, yaitu :
  1. Indonesia yaitu negara yang menurut atas aturan Negara aturan Indonesia yaitu negara aturan material, yaitu disamping memenuhi syarat sebagai negara aturan formal ditambah dengan pemerintah bertanggung jawan atas kesejahteraan rakyatnya.
  2. Sistem Konstitusional: Pemerintahan menurut atas sistem konstitusional (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekusaan yang tidak terbatas). Sistem ini menegaskan bahwa cara pengendalian pemerintah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi.
  3. Kekuasaan negara yang tertinggi ditangan MPR Menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa kedaulatan yaitu ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian MPR yaitu mendatarisnya rakyat yang mempunyai kekuasaan tertinggi di Indonesia.
  4. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi di bawah MPR. Menurut klarifikasi Undang-Undang Dasar 45 dinyatakan bahwa dibawah majelis permusyawaratan rakyat Presiden ialah penyelenggara pemerintah tertinggi. Hal ini masuk akal alasannya Presiden yaitu mandataris MPR.
  5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada dewan perwakilan rakyat Dalam klarifikasi Undang-Undang Dasar 45 dinyatakan bahwa disamping Presiden ialah Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden harus bekerja sama dengan dewan perwakilan rakyat dalam menciptakan Undang-Undang.
  6. Menteri negara ialah pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada dewan perwakilan rakyat Dalam klarifikasi Undang-Undang Dasar 45 dinyatakan bahwa Presiden mengangkat dan memberhentikan Menteri Negara, sehingga kedudukan Menteri Negara tergantung kepada Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.
  7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas Penjelasan Undang-Undang Dasar 45 menyatakan bahwa meskipun Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada dewan perwakilan rakyat ia bukan diktator artinya kekuasaannya tidak terbatas.

Dasar Hukum :

Undang Undang Dasar 1945

Referensi :

  1. Lawrence M. Friedmaan, American Law In Introduction (Hukum Amerika Sebuah Pengantar), Scond Edition, Penerjemah : Wisnu Basuki, PT. Tata Nusa, Jakarta, 2001.
  2. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta : Liberty, 1986,  
  3. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-undang-undang-dasar-1945
  4. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-undang-undang-dasar-1945
  5. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-undang-undang-dasar-1945

Ilmu Pengetahuan Pengertian Undang Undang Dasar 1945

Pengertian Undang Undang Dasar 1945 Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945 angka I dinyatakan bahwa: “Undang-undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar Negara itu. Undang-undang Dasar ialah aturan dasar yang tertulis, sedang disampingnya Undang-undang dasar itu berlaku juga aturan dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis”.

undang  Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar Negara itu Ilmu Pengetahuan Pengertian Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang Dasar 1945
Dengan demikian sanggup ditarik kesimpulan, pengertian kata Undang-Undang Dasar berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, memiliki pengertian yang lebih sempit daripada pengertian aturan dasar, Karena yang dimaksud Undang-undang Dasar ialah aturan dasar yang tertulis, sedangkan pengertiann aturan dasar meliputi juga aturan dasar yang tidak tertulis.

Di samping istilah undang-undang dasar, dipergunakan juga istilah lain yaitu Konstitusi. Istilah konstitusi berasal dari bahasa inggris constitution atau dari bahasa Belanda Constitutie. Kata konstitusi memiliki pengertian yang lebih luas dari Undang-undang dasar sebab pengertian Undang-undang Dasar hanya meliputi konstitusi yang tertulis saja, selain itu masih terdapat konstitusi yang tidak tertulis, yang tidak tercakup dalam pengertian Undang-undang Dasar.

Selain aturan dasar yang tertulis yaitu Undang-Undang Dasar masih terdapat lagi aturan dasar yang tidak tertulis, tetapi berlaku dan dipatuhi oleh para pendukungnya, yaitu yang lazim disebut konvensi, yang berasal dari bahasa Inggris convention, yang dalam peristilahan ketatanegaraan disebut kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan.


Misalnya , kebiasaan yang dilakukan oleh Presiden RI, setiap tanggal 16 agustus melaksanakan pidato kenegaraan di muka Sidang Paripurna DPR. Pada tahun 1945 hingga tahun 1949, sebab adanya maklumat pemerintah tertanggal 14 November 1945, yang telah mengubah system pemerintahan dari cabinet presidensial ke cabinet parlementer. Tetapi apabila keadaan Negara ancaman atau genting, cabinet beruah menjadi presidensiil, dan sewaktu-waktu keadaan Negara menjadi kondusif kebinet berubeh kembali menjadi parlementer lagi. Terhadap tindakan-tindakan tersebut tidak ada peraturan yang tegas secara tertulis, pendapat umum cenderung melakukannya,, apabila tidak dilaksanakan, dianggap tidak benar.

Undang-Undang Dasar 1945 ialah keseluruhan naskah yang terdiri dari Pembukaan dan pasal-pasal (Pasal II Aturan Tambahan). Pembukaan terdiri atas 4 Alinea, yang di dalam Alinea keempat terdapat rumusan dari Pancasila, dan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 20 Bab (Bab I hingga dengan Bab XVI) dan 72 pasal (pasal 1 hingga dengan pasal 37), ditambah dengan 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Bab IV perihal DPA dihapus, dalam amandemen keempat klarifikasi tidak lagi merupakan kesatuan Undang-Undang Dasar 1945. Pembukaan dan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 merupakan satu kebulatan yang utuh, dengan kata lain merupakan bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak sanggup dipisahkan.
Dengan demikian pengertian Undang-Undang Dasar 1945 sanggup digambarkan sebagai berikut :
  • Undang-Undang Dasar 1945
  • PEMBUKAAN
  • Terdiri dari : 4 ALINEA
  • ALINEA 4 : Terdapat rumusan Sila-sila dari Pancasila dan PASAL-PASAL
  • Terdiri dari : Bab I s.d. Bab XVI (20 Bab) Pasal 1 s.d. Pasal 37 (72 Pasal), ditambah 3 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Pasal Aturan Tambahan

Sumber Hukum : 

Undang Undang Dasar 1945

Refeensi :

  1. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta : Liberty, 1986,
  2. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=perundang-undangan-statue

Ilmu Pengetahuan Sifat Undang Undang Dasar (Uud) 1945

Sifat Undang Undang Dasar (UUD) 1945 Sifat Undang Undang Dasar 1945 termasuk konstitusi yang Rigid (kaku) alasannya ialah Undang-Undang Dasar 1945 hanya sanggup diubah dengan cara tertentu secara khusus dan istimewa tidak menyerupai mengubah peraturan perundangan biasa. Hal ini dijelaskan dalam BAB XVI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR Pasal 37 ayat 1” Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota MPR harus hadir” dan Pasal 2 “Putusan Diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota yang hadir”. 

  hanya sanggup diubah dengan cara tertentu secara khusus dan istimewa tidak  menyerupai mengub Ilmu Pengetahuan Sifat Undang Undang Dasar (UUD) 1945
Sifat Undang-Undang Dasar 1945
Sifatnya masih sementara : alasannya ialah belum dibentuk oleh tubuh yang sesuai dengan fungsinya sebagai wakil rakyat, disamping alasannya ialah dalam pembuatannya dari perencanaan hingga dengan penetapannya dilakukan dengan tergesa-gesa.

Undang-undang dasar hanya memuat 37 Pasal. Pasal-pasal lain hanya memuat peralihan dan tambahan. Maka planning ini sangat singkat bila dibandingkan dengan undang-undang dasar Pilipina. Kaprikornus belum sanggup dilakasanakan sebagai mana mestinya, alasannya ialah dianggap sebagai masa peralihan.

Maka telah cukup bila Undang Undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai arahan kepada pemerintah sentra dan penyelenggara negara lainnya untuk menyelenggarakan kehidupan bernegara. Hukum dasar yang tertulis hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepeda undang-undang yang lebih gampang caranya membuat, merubah dan mencabut.

Perlu senantiasa diingat dinamika kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, jaman berubah, oleh alasannya ialah itu dinamika kehidupan masyarakat dan negara tidak sanggup dihentikan. Berhubungan dengan hal ini, tidak bijak bila tergesa-gesa memberi kristalisasi, meberi bentuk (Gestaltung) kepada pikiran-pikiran yang gampang berubah.

Sifat aturan yang tertulis itu mengikat. Oleh alasannya ialah itu maakin supel (elastis) sifat aturan tersebut akan semakin baik. Kaprikornus kita harus menjaga semoga system Undang-Undang Dasar tidak ketinggalan jaman. Jangan hingga kita menciptakan Undang-undang yang gampang tidak sesuai dengan keadaan (verouderd).
Sifat-sifat Undang-Undang Dasar 1945 ialah sebagai berikut:
  1. Oleh alasannya ialah sifatnya tertulis, maka rumusannya jelas, merupakan suatu aturan yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara negara, maupun mengikat bagi setiap warga negara.
  2. Sebagaimana tersebut dalam klarifikasi Undang-Undang Dasar 1945, bahwa Undang-Undang Dasar 1945 bersifat singkat dan supel, memuat aturan-aturan yaitu memuat aturan-aturan pokok yang setiap kali harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan jaman,serta memuat hak-hak asasi manusia.
  3. Memuat norma-norma, aturan-aturan, serta ketentuan-ketentuan yang sanggup dan harus dilaksanakan secara konstitusional.
  4. Undang-Undang Dasar 1945,dalam tertib aturan Indonesia,merupakan peraturan aturan konkret yang tertinggi. Disamping itu, juga sebagai alat kontrol terhadap norma-norma aturan konkret yang lebih rendah dalam hierarki tertib aturan Indonesia.

A. Sifat Undang-Undang Dasar REPUBLIK INDONESIA SERIKAT TAHUN 1949 

Sifat Undang-Undang Dasar REPUBLIK INDONESIA SERIKAT TAHUN 1949 merupakan konstitusi rigid alasannya ialah mempersyaratkan mekanisme khusus untuk perubahan atau amandemennya. Tertuang dalam BAB VI Perubahan, ketentuan-ketentuan peralihan dan ketentuan-ketentuan epilog serpihan satu perubahan, Pasal 190 ayat (1), (2), Pasal 191 Ayat (1), (2), (3), serpihan dua ketentuan-ketentuan peralihan Pasal 192 Ayat (1), (2), Pasal 193 Ayat (1),(2).
  • Bersifat sementara alasannya ialah berdasarkan ketentuan Pasal 186, kontituante bersama sama dengan pemerintah akan selekasnya menetapkan konstitusi RIS yang akan menggantikan konstitusi sementara ini.
  • Berisi mukadimah yang berisi 4 alinea, batang tubuh yang terdiri dari 6 serpihan dan 197 Pasal, serta sebuah lampiran.

B. Sifat UNDANG-UNDANG DASAR SEMENTARA TAHUN 1950 

Sifat UNDANG-UNDANG DASAR SEMENTARA TAHUN 1950 konstitusi rigid alasannya ialah dalam perubahannya mempersyaratkan mekanisme khusus sehingga tidak semudah menyerupai merubah peraturan perundang-undangan biasa. Diatur dalam Pasal 140 UUDS 1950 ayat 1-4.
Terdiri dari mukadimah dan batang tubuh, yang mencakup 6 serpihan dan 146 Pasal.

Ilmu Pengetahuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Dalam peraturan perundang-undangan, terdapat landasan aturan dalam terbentuknya peraturan perundang-undangan.

Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma aturan dibuat oleh forum negara atau pejabat berwenang dan mengikat secara umum atau ditetapkan oleh forum negara atau pejabat yang berwenang melalui mekanisme yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
 
 terdapat landasan aturan dalam terbentuknya  Ilmu Pengetahuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan perundang-undangan memuat aturan dan mekanisme kekerabatan antarwarga negara, antara warga negara dan negara, serta antara warga negara dengan pemerintah (pusat dan daerah), dan antarlembaga negara.

Peraturan perundang-undangan nasional yakni suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku di wilayah suatu negara, menyerupai negara Indonesia. Jadi, peraturan perundang-undangan nasional yakni aturan-aturan yang dibuat oleh lembaga-lembaga negara yang berwenang untuk dipatuhi oleh seluruh warga negara dalam lingkup nasional. Oleh lantaran itu, peraturan perundang-undangan berlaku bagi semua warga negara Indonesia tanpa terkecuali.

Peraturan perundangan ditujukan untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh lantaran itu, semua warga negara wajib menaati peraturan perundang-undangan.

Bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan perundang-undangan yang baik, maka perlu dibuat peraturan yang memuat mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan dengan cara metode yang pasti, baku dan standar yang mengikat segala aspek dalam forum yang berwenang untuk membetuk peraturan perundang-undangan. Pasal 22A Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945 menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan undang-undang yang diatur dengna undang-undang. Selanjutnya, dijabarkan dalam UU RI No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Di dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 12. Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dijelasan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan.
  • Pembentukan peraturan perundang-undangan yakni pembuatan peraturan perundang-undangan yang meliputi tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, legalisasi atau penetapan, dan pengundangan.
  • Peraturan perundang-undangan yakni peraturan tertulis yang memuat norma aturan yang mengikat secara umum dan di bentuk atau ditetapkan oleh forum negara atau pejabat yang berwenang melalui mekanisme yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
  • Program legislasi nasional yang selanjutnya disebut prolegna yakni instrumen perencanaan kegiatan pembentukan peraturan tempat provinsi atau peraturan tempat kabupaten/kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.
  • Program legislasi tempat yang disebut dengan progleda yakni instrumen perencanaan kegiatan pembentukan undang-undang yang disusun secara bersiklus terpadu dan sistematis.
  • Pengundangan yakni penempatan peraturan perundang-undangan dalam forum negara Republik Indonesia, gosip negara Republik Indonesia, suplemen gosip negara Republik Indonesia, forum daerah, suplemen lembaran tempat atau gosip daerah.
  • Materi muatan peraturan perundang-undangan yakni materi yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan jenis, fungsi dan hierarki peraturan perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan ini dikeluarkan oleh forum yang berwenang atau legislatif. Dengan demikian, terdapat struktur atau tata perundang-undangan dalam sebuah negara. Pada peraturan perundang-undanga yang dikeluarkan oleh forum yang lebih rendah harus mengacu atau dihentikan bertentangan dengan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh forum yang lebih tinggi. Contohnya, Peraturan Daerah provinsi yang mengatur wacana pendapatan tempat dihentikan bertentangan dengan UU yang ditetapkan forum perwakilan rakyat di pusat.

Semua peraturan perundang-undangan mempunyai sifat dan ciri-ciri, yaitu sebagai berikut :
  • Peratran perundang-undangan dalam wujud peraturan tertulis,
  • Peraturan perundang-undangan dibentuk, ditetapkan, dan di keluarkan oleh forum negara atau pejabat yang berwenang baik di tingkat sentra maupun didaerah,
  • Peraturan perundang-undangan berisi aturan contoh tingkah laris atau norma hukum,
  • Peraturan perundang-undangan mengikat secara umum dan menyeluruh.

A. Pengertian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Perpu adalah abreviasi dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau disingkat Perpu atau Perppu). Perpu yakni Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yakni sama dengan materi muatan Undang-Undang.

Perpu ditandatangani oleh Presiden. Setelah diundangkan, Perpu harus diajukan ke dewan perwakilan rakyat dalam persidangan yang berikut, dalam bentuk pengajuan RUU wacana Penetapan Perpu Menjadi Undang-Undang. Pembahasan RUU wacana penetapan Perpu menjadi Undang-Undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan RUU. dewan perwakilan rakyat hanya sanggup mendapatkan atau menolak Perpu.

Jika Perpu ditolak DPR, maka Perpu tersebut tidak berlaku, dan Presiden mengajukan RUU wacana Pencabutan Perpu tersebut, yang sanggup pula mengatur segala akhir dari penolakan tersebut.

Dalam (Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan), yang harus segera diatasi, lantaran pembentukan Undang-Undang memerlukan waktu yang relative lama. “noodverordeningsrecht” atau “hak Presiden untuk mengatur kegentingan yang memaksa” tidak selalu ada hubungannya dengan keadaan bahaya, tetapi cukup apabila berdasarkan keyakinan Presiden terdapat keadaan mendesak dan dibutuhkan peraturan yang mempunyai derajat Undang-Undang. Dan PERPU tidak sanggup ditangguhkan hingga dewan perwakilan rakyat melaksanakan pembicaraan pengaturan keadaan tersebut. Jangka waktu berlakunya PERPU ialah terbatas, lantaran harus dimintakan persetujuan oleh dewan perwakilan rakyat untuk dijadikan Undang-Undang ataukah dicabut.

Kedudukan Perrpu dalam hirarki peraturan perundang-undangan yakni sederajat dengan Undang-Undang. Demikian pula, materi muatan yang diatur dalam Perpu sama dengan materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Kewenangan Presiden untuk membentuk Perpu berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, hanya sanggup dilaksanakan apabila terdapat keadaan yang genting atau keadaan yang memaksa. Dengan demikian, Presiden tidak perlu menunggu persetujuan dari dewan perwakilan rakyat untuk membentuk Perrpu.

Namun sehabis Perpu disahkan, Presiden harus mengajukan kembali Perrpu tersebut dalam bentuk rancangan Undang-Undang wacana penetapan Perpu menjadi Undang-Undang kepada DPR. Pengajuan Perpu kepada dewan perwakilan rakyat harus dilakukan dalam persidangan berikutnya sehabis Perpu disahkan oleh Presiden. Yang dimaksud dengan persidangan berikutnya yakni masa persidangan Dewan Perwakilan Rakyat yang diantaranya hanya terdapat satu masa reses.

Apabila rancangan Undang-Undang wacana Penetapan Perrpu menjadi Undang-Undang ditolak oleh DPR, maka Perrpu tersebut tidak sanggup berlaku lagi. Untuk itu, Presiden harus mengajukan rancangan Undang-Undang wacana pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang juga sanggup memuat pengaturan terhadap segala akhir yang timbul dari penolakan perubahan Peerpu menjadi Undang-Undang.

Berdasarkan Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 ada tiga syarat sebagai parameter adanya “kegentingan yang memaksa” bagi Presiden untuk memutuskan PERPU yaitu :
  1. Adanya keadaan yaitu kebutuhanmendesak untuk menuntaskan kasus aturan secara cepat berdasarkan Undang-Undang;
  2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;
  3. Kekosongan aturan tersebut tidak sanggup diatasi dengan cara menciptakan Undang-Undang secara mekanisme biasa lantaran akan memerlukan waktu yang cukup usang sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

B. Fungsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Fungsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) intinya sama dengan fungsi dari undang-undang. Perbedaan keduanya terletak pada Pembuatnya, Undang-undang dibuat oleh Presiden gotong royong dengan dewan perwakilan rakyat dalam keadaan normal sedangkan PERPU dibuat oleh Presiden. Perbedaan lainnya yakni Undang-undang dibuat dalam suasana (keadaan) normal, sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dibuat dalam keadaan kegentingan yang memaksa.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (“Perpu”) disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) :
Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak memutuskan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.”

Penetapan Perpu yang dilakukan oleh Presiden ini juga tertulis dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 wacana Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (“UU 12/2011”)yang berbunyi :
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yakni Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.”

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) merupakan suatu peraturan yang bertindak sebagai suatu Undang-Undang. PERPU ditetapkan oleh Pemerintah dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, yang harus segera diatasi, lantaran pembentukan Undang-Undang memerlukan waktu yang relative lama.

Noodverordeningsrecht” atau “hak Presiden untuk mengatur kegentingan yang memaksa” tidak selalu ada hubungannya dengan keadaan bahaya, tetapi cukup apabila berdasarkan keyakinan Presiden terdapat keadaan mendesak dan dibutuhkan peraturan yang mempunyai derajat Undang-Undang. Dan PERPU tidak sanggup ditangguhkan hingga dewan perwakilan rakyat melaksanakan pembicaraan pengaturan keadaan tersebut.

Jangka waktu berlakunya PERPU ialah terbatas, lantaran harus dimintakan persetujuan oleh dewan perwakilan rakyat untuk dijadikan Undang-Undang ataukah dicabut.

  1. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang tegas-tegas menyebutnya,
  2. Pengaturan lebih lanjut secara umum aturan dasar lainnya dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945,
  3. Pengaturan lebih lanjut dalam ketetapan MPR yang tegas-tegas menyebutnya,
  4. Pengaturan di bidang materi konstitusi.
Fungsi Perpu yakni mengatur lebih lanjut sesuatu substansi dalam keadaan hal-ihwal kegentingan yang memaksa berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945, dengan ketentuan sebagai berikut:
  • Perpu harus diajukan ke dewan perwakilan rakyat dalam persidangan yang berikut;
  • DPR sanggup mendapatkan atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan;
  • Jika ditolak dewan perwakilan rakyat Perpu tersebut harus dicabut.
Fungsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) intinya sama dengan fungsi dari undang-undang. Perbedaan keduanya terletak pada Pembuatnya, undang-undang dibuat oleh Presiden gotong royong dengan dewan perwakilan rakyat dalam keadaan normal sedangkan PERPU dibuat oleh Presiden. Perbedaan lainnya yakni Undang-undang dibuat dalam suasana (keadaan) normal, sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dibuat dalam keadaan kegentingan yang memaksa.

Perpu dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 menyatakan bahwa jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas :
  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Peraturan Presiden;
  6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

C. Proses Penyususnan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Proses Penyusunan PERPU yakni sebagai berikut :
  1. PERPU harus diajukan ke dewan perwakilan rakyat dalam persidangan yang berikut (persidangan pertama dewan perwakilan rakyat sehabis PERPU ditetapkan oleh Presiden);
  2. Pengajuan PERPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pengajuan RUU wacana penetapan PERPU menjadi Undang-Undang;
  3. DPR hanya memperlihatkan persetujuan atau tidak memperlihatkan persetujuan terhadap PERPU;
  4. Dalam hal PERPU menerima persetujuan dewan perwakilan rakyat dalam rapat paripurna, PERPU tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang;
  5. Dalam hal PERPU tidak menerima persetujuan dewan perwakilan rakyat dalam rapat paripurna, PERPU tersebut harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku;
  6. Dalam hal PERPU harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dewan perwakilan rakyat atau Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang wacana Pencabutan PERPU;
  7. RUU wacana Pencabutan PERPU sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mengatur segala akhir aturan dari pencabutan PERPU;
  8. RUU wacana Pencabutan PERPU sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan menjadi Undang-Undang wacana Pencabutan PERPU dalam rapat paripurna yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (5).


D. Tata Cara Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Tata cara pembentukan perpu dalam Pasal 25 disebutkan sebagai berikut :
  • Peraturan pemerintah pengganti undang-undang harus diajukan pengajuan ke dewan perwakilan rakyat dalam persidangan berikut.
  • Pengjuan peraturan pemerintah pengganti undang-undang dilakukan dalam bentuk pengajuan rancangan undang-undang wacana penetapan perpu menjai undang-undang.
  • Dalam hal perpu ditolak dewan perwakilan rakyat maka perpu tersebut tidak berlaku.
  • Dalam hal perpu ditolak dewan perwakilan rakyat maka Presiden mengajukan RUU wacana pencabutan perpu.

1. Penolakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Oleh dewan perwakilan rakyat Dan Akibat Hukumnya

Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang merupakan salah satu sumber tertib aturan di Indonesia. Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang merupakan hak inisiatif dankewenangan yang diberikan oleh konstitusi kepada Presiden yang keberlakuannya mengikat layaknya Undang-Undang. 

Pertimbangan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang yakni hal ikhwal kegentingan yang memaksa, yang penilaiannya tergantung kepada subyektifitas Presiden. Terkait hal ihwal kegentingan yang memaksa ini, belum ada kriteria dan standar yang terang untuk suatu hal dikatakan kegentingan yang memaksa dalam hal bernegara. Untuk menghindari penyalahgunaan wewenang yang dibenarkan oleh Undang-Undang, maka dibutuhkan evaluasi dari Dewan Perwakilan Rakyat untuk memutuskan PERPU menjadi Undang-Undang. adapun evaluasi dariDewan Perwakilan Rakyat terhadap Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (Perpu) yakni disetujui atau ditolak. 

Permasalahan muncul ketika PERPU ditolak oleh Dewan PerwakilanRakyat. Bagaimana akhir hukumnya atas penolakan PERPU oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden harus mengajukan rancangan Undang-Undang pencabutan PERPU yang sanggup mengatur segala akhir dari penolakan tersebut. Sedangkan pengujian terhadap PERPU (Perpu) dalam konstitusi dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah terang diatur bahwa Dewan Perwakilan Rakyat melaksanakan evaluasi atau melaksanakan pengujian politik (political review) atas PERPU. Apabila disetujui menjadi Undang-Undang, maka Undang-Undang tersebut gres sanggup diuji oleh Mahkamah Konstitusi.

2. Menguji Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)

Landasan aturan dari PERPU yakni Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi :
  1. Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak memutuskan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
  2. Peraturan pemerintah itu harus menerima persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
  3. Jika tidak menerima persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Dari ketiga ayat dalam Pasal 22 jelas-jelas disebutkan peraturan pemerintah. Namun peraturan pemerintah berdasarkan Pasal 22 ini yakni sebagai pengganti undang-undang. Hal ini berarti bahwa apa yang kita sebut sebagai PERPU bukanlah undang-undang atau sederajat dengan undang-undang. PERPU yakni istilah yang diciptakan kemudian dan tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 22 ayat (2) memakai istilah peraturan pemerintah dan demikian juga dengan ayat (3). Dengan adanya ketentuan yang menyebutkan peraturan pemerintah dalam Pasal 22, maka menjadi terang bahwa berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 terdapat dua macam peraturan pemerintah, yaitu :
  1. Peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya (Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945), dan
  2. Peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang (Pasal 22 ayat (1)).
Karena keduanya yakni sama-sama peraturan pemerintah maka keduanya sudah barang tentu sederajat. Kaprikornus bahwa peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang itu memuat materi muatan yang merupakan materi muatan undang-undang tidak menjadikan PERPU itu setara dengan undang-undang. Baik Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 maupun Pasal 22 Ayat (1) memakai kata “menetapkan” untuk kedua macam peraturan pemerintah itu.

Hal ini terjadi lantaran Presiden yang memutuskan peraturan pemerintah untuk melaksakan undang-undang berdasarkan Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yakni juga Presiden yang sama dengan yang memutuskan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa berdasarkan Pasal 22 Ayat (1).

Berhubung Presiden yang memutuskan pertauran pemerintah sebagai pelaksanaan UU yakni presiden dan sama dengan presiden yang memutuskan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang maka derajat dari kedua peraturan pemerintah itu yakni sama. Kaprikornus peraturan pemerintah berdasarkan Pasal 5 Ayat (2) yakni sederajat dengan peraturan pemerintah berdasarkan Pasal 22 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

Memang ada kerancuan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan menyangkut kedudukan dari PERPU ini. Pasal 7 ayat (1) aksara b menempatkan PERPU sederajat dengan UU. Dalam Pasal 4 UU ini ditentukan bahwa “Peraturan Perundang-undangan yang diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang ini meliputi Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan di bawahnya.” Pasal 4 terlihat menyebutkan bahwa ada uu dan peraturan di bawahnya. Namun dengan Pasal 7 ayat (1) aksara b tersebut ternyata yang dimaksudkannya yakni bahwa PERPU itu sederajat dengan UU.

3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Tidak Sederajat Dengan Undang-Undang (UU)

Defenisi dari PERPU disebutkan dalam Pasal 1 angka (4) yaitu Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa.Pengertian tersebut tidak secara tegas menyebutkan bahwa ia sederajat dengan undang-undang. Sebagaimana disebutkan di atas, Pasal 7 Ayat (1) aksara b yang menempatkan PERPU sederajat dengan UU. Namun menjadi pertanyaan, jikalau PERPU sederajat dengan UU mengapa masih dibutuhkan persetujuan dewan perwakilan rakyat dan sehabis menerima persetujuan kemudian berkembang menjadi UU. Mestinya, kalau PERPU sederajat maka PERPU itu akan tetap berlaku sebagai PERPU dan tidak dibutuhkan lagi persetujuan DPR. Dalam Pasal 22 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 terang dinyatakan bahwa peraturan pemerintah itu harus mendapatkan persetujuan dewan perwakilan rakyat untuk masa sidang berikutnya.

Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan mengelaborasi lebih lanjut ketentuan dalam Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945 di dalam Pasal 25, yang berbunyi :
  1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
  2. Pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pengajuan rancangan undang-undang wacana penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang.
  3. Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut tidak berlaku.
  4. Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, maka Presiden mengajukan rancangan undang-undang wacana pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut yang sanggup mengatur pula segala akhir dari penolakan tersebut.
Sesuai Pasal 25 ayat (2) tersebut, pengajuan PERPU itu yakni dalam bentuk RUU wacana penetapan PERPU menjadi undang-undang. Ayat (3) memilih lebih lanjut bahwa dalam hal PERPU ditolak maka perpu tersebut tidak berlaku. Hal ini memperlihatkan bahwa dewan perwakilan rakyat lebih tinggi dari Presiden dalam hal keberlakuan lebih lanjut dari PERPU. Jika dewan perwakilan rakyat menyetujui PERPU tersebut maka PERPU itu diangkat menjadi UU. Hal ini terjadi lantaran berdasarkan Pasal 20 ayat (1) dewan perwakilan rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. JIka ketentuan dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dihubungkan dengan dan Pasal 22 ayat (2) maka akan terlihat bahwa PERPU tersebut tidak setara dengan UU.

Dengan demikian sanggup kita lihat bahwa PERPU itu bahwasanya tidak sederajat dengan UU dan oleh karenanya tidak sanggup diajukan pengujian ke MK. Bahwa PERPU ditempatkan sederajat dengan UU dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan menunjukkan adanya kebertentangan antara UU tersebut dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan hal itu perlu diuji.

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Bersifat Provisional

Suatu PERPU bersifat sementara hingga dewan perwakilan rakyat menyetujui dan jikalau menyetujui maka selanjutnya membentuk UU yang memutuskan PERPU sebagai UU. Jika ditolak maka PERPU itu harus tidak berlaku. Persetujuan dewan perwakilan rakyat itu harus diberikan pada masa persidangan berikutnya dari DPR. Dalam Penjelasan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan disebutkan “Yang dimaksud dengan "persidangan yang berikut" yakni masa persidangan Dewan Perwakilan Rakyat yang hanya diantarai satu masa reses.” Ini berarti bahwa sehabis hal ihwal kegentingan yang memaksa itu berakhir maka, PERPU itu harus diajukan ke dewan perwakilan rakyat dalam bentuk RUU pada masa sidang berikutnya. Penjelasan Pasal 25 ayat (1) menegaskan bahwa hanya diantarai satu masa reses.

Jadi waktu antara diundangkannya suatu PERPU dengan pengajuan untuk persetujuan ke dewan perwakilan rakyat tidak terlalu lama. Atau dengan kata lain kesementaraan itu ada batasannya waktunya dan waktu itu begitu singkat. Dalam kondisi sekarang, PERPU No. 4 tahun 2009 yang menjadi problem seyogyanya sudah harus diajukan kepada dewan perwakilan rakyat untuk mendapatkan persetujuan DPR. Jika disetujui maka akan jadi UU dan jikalau ditolak maka PERPU itu tidak berlaku lagi.

E. Uji Materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Kepada Mahkama Konstitusi  

Tugas dan Wewenang dari Mahkamah Konstusi berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 yakni :
  1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewewenangan forum Negara yang kewewenangannya diberikan oleh UUD1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan wacana hasil Pemilihan Umum.
  2. Wajib memberi keputusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden atau Wapres berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.
Wewenang Mahkamah Konstitusi meliputi :
  • Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 19451.
  • Memutus sengketa kewenangan antar forum negara 2. yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945.
  • Memutus pembubaran partai politik.3.
  • Memutus perselisihan wacana hasil pemilu.
Permasalahan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam melaksanakan mekansime pengujian suatu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) terhadap Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) harus diakui cukup sulit untuk dipecahkan. Sebagian para hebat aturan menyampaikan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tak sanggup diuji materi di Mahkama Konstitusi. Bahkan, mantan Ketua MK, Moh. Mahfud MD pernah berujar tegas soal itu. Perpu, kata Mahfud, hanya boleh diuji dengan legislatif review di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) bukan judicial review ke MK. Jadi, MK tidak akan menguji materi Perpu. Demikian kata Mahfud. Ini diperkuat oleh ketentuan letterlijk Pasal 24C Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebut "MK berwenang untuk menguji undang-undang terhadap UUD".

Namun, lantaran ’lisan’ dan argumen sang Ketua itu tak mengikat secara hukum, maka tak ada larangan bagi pihak-pihak yang mengajukan permohonan uji materi Perpu ke MK. Setidaknya, dua Perpu kini sedang ’parkir’ di MK menanti diputus. Keduanya yakni Perpu Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Perpu Nomor 4 tahun 2008 Tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).

1. Koridor Sistem Konstitusi

Tentang Perpu, yang perlu diperhatikan pertama kali sebelum yang lainnya yakni bagaimana Undang-Undang Dasar 1945 mengaturnya. Artinya, menyoal Perpu tentu harus meletakkannya dalam koridor sistem yang dibangun dalam Undang-Undang Dasar 1945. Ada tiga hal sangat penting yang perlu dicermati dalam hal ini.
  • Pertama, dalam Undang-Undang Dasar 1945, Perpu diatur dalam Pasal 22 yang diletakkan pada Bab VII wacana DPR. Konstruksi yang demikian harus dipahami betul mengingat ketentuan Pasal 22 bersahabat hubungannya dengan kewenangan dewan perwakilan rakyat sebagai pemegang kekuasaan legislatif. Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945 berisikan tiga hal, yaitu 1). pemberian kewenangan kepada Presiden untuk menciptakan Perpu, 2). Kewenangan itu hanya dipakai apabila terdapat keadaan genting dan memaksa, 3). Perpu harus menerima persetujuan dewan perwakilan rakyat pada persidangan berikutnya.
  • Kedua, Undang-Undang Dasar 1945 membedakan dengan terang Perpu dengan Peraturan Pemerintah (PP). PP sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) dibuat untuk tujuan menjalankan undang-undang. Sementara, Perpu yang diatur dalam Bab dewan perwakilan rakyat materi muatannya menyerupai yang diatur dalam undang-undang, bukan untuk melaksanakan undang-undang. Karenanya, jikalau terjadi kekosongan undang-undang, entah oleh lantaran apa sehingga materi undang-undang itu belum diproses untuk menjadi undang-undang sebagaimana tata cara yang berlaku, maka Pasal 22 menyediakan pranata khusus yaitu memperlihatkan kewenangan kepada Presiden untuk menciptakan Peraturan Pemerintah (sebagai) Pengganti Undang-Undang. Dalam hal ini, yang terpenting ialah adanya situasi dan kondisi mendesak yang membutuhkan aturan (undang-undang), sementara proses normal pembuatan undang-undang memerlukan waktu usang sehingga kebutuhan akan aturan yang mendesak itu tak sanggup diatasi. Sederhananya, Perpu diperlu kan apabila memenuhi tiga parameter, yakni : 
  1. Ada keadaan mendesak untuk menuntaskan kasus aturan secara cepat berdasarkan undang-undang,
  2. Terjadi kekosongan aturan lantaran undang-undang yang dibutuhkan untuk itu belum ada,
  3. Kekosongan aturan tidak teratasi jikalau harus menempuh mekanisme legislasi biasa yang perlu waktu usang sedangkan keadaan mendesak perlu cepat mendapatkan kepastian untuk diselesaikan.
  • Ketiga, pengertian kegentingan memaksa dalam Pasal 22 ayat (1) tak sanggup dimaknai hanya dengan mengkaitkannya dengan adanya keadaan ancaman sebagaimana dimaksud Pasal 12 Undang-Undang Dasar 1945. Keadaan ancaman memang sanggup mengakibatkan proses legislasi normal tidak sanggup dilaksanakan, tetapi itu bukan satu-satunya penyebab timbulnya kegentingan memaksa.

2. Dapat Diuji 

Berdasarkan dan berkutat pada sistem konstitusi di atas, Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Dalam keadaan kegentingan memaksa, Presiden berhak memutuskan peraturan pemerintah pengganti undang-undang" harus dimaknai sebagai berikut.
  • Pertama, Peraturan pemerintah pada Pasal itu yakni sebagai pengganti undang-undang. Artinya, materi yang diatur dalam peraturan pemerintah itu seharusnya diatur dalam wadah undang-undang. Tetapi lantaran kegentingan memaksa, Undang-Undang Dasar 1945 memperlihatkan hak kepada Presiden untuk menetapkannya, bukan kepada DPR. Kenapa bukan DPR? Karena apabila diserahkan ke DPR, proses dan mekanisme pengambilan keputusannya akan memakan waktu usang mengingat diperlukannya rapat-rapat dewan perwakilan rakyat dengan aneka macam tingkatan. Sehingga, kebutuhan aturan secara cepat terang tak dimungkinkan.
  • Kedua, frase ”Presiden berhak” pada Pasal 22 ayat (1) mengesankan adanya subyektifitas dan tergantung sepenuhnya pada Presiden dalam hal pembuatan Perpu. Memang, pembuatan Perpu di tangan Presiden yang bergantung pada evaluasi subyektifnya. Namun, itu tidak berarti evaluasi subyektif itu bersifat diktatorial dan tanpa dilandasi hal mendasar. Penilaian subyektif Presiden itu harus didasarkan pada keadaan obyektif berupa terpenuhinya tiga parameter adanya kegentingan memaksa.
Sebagai instrumen mengatasi kebutuhan aturan dalam kegentingan memaksa, maka tentu saja Perpu melahirkan norma hukum. Sebagai norma aturan baru, Perpu akan mengakibatkan :
  1. Status aturan baru,
  2. Hubungan aturan baru,
  3. Akibat aturan baru. Norma aturan lahir semenjak Perpu disahkan.
Hanya saja, nasibnya norma aturan itu sangat bergantung pada DPR, apakah mendapatkan atau menolak norma aturan Perpu. Meski demikian, sebelum dewan perwakilan rakyat beropini untuk menyetujui atau menolak Perpu, norma aturan itu yakni sah dan berlaku mengikat.

Oleh lantaran keberadaannya yang melahirkan norma aturan dengan kekuatan setara undang-undang itulah maka sudah seharusnya Perpu sanggup dimohonkan untuk diuji materi di MK. Singkat cerita, MK mestinya berwenang menguji Perpu terhadap Undang-Undang Dasar 1945 sebelum adanya persetujuan atau penolakan oleh DPR. Untuk Perpu pasca persetujuan dewan perwakilan rakyat tentu saja MK berwenang lantaran Perpu telah menjadi UU.

Terhadap nasib kedua Perpu, memang belum terbaca indikasinya. Yang pasti, putusan atas kasus itu yakni preseden. Tak perlu hingga jauh pada isi putusan MK apakah Perpu bertentangan atau tidak dengan Undang-Undang Dasar 1945, lantaran ketegasan yang dinyatakan dalam putusan bahwa MK berwenang menguji Perpu sudah merupakan ‘pahala’ besar bagi rakyat negeri ini.

3. Hak Subyektif “Terbatas” Presiden

“Keberanian” Presiden SBY mengeluarkan Perpu tidak lepas dari perdebatan wacana subyektifitas presiden dalam menafsirkan “hal kegentingan memaksa” yang diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945. Penafsiran subyektif Presiden dalam pasal 22 harus dibedakan dengan penafsiran obyektif yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Dasar 1945. Dalam kondisi ancaman atau tidak normal, Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 memperlihatkan kewenangan kepada presiden untuk melaksanakan tindakan khusus. Tindakan khusus yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945 diatur dalam Pasal 12 dan Pasal 22. Pasal 12 menyebutkan Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan risikonya keadaan ancaman ditetapkan dengan undang-undang. Undang-Undang Dasar 1945 dengan tergas mengamanatkan adanya undang-undang yang mengatur keadaan ancaman yang ketika ini diatur lebih lanjut dalam UU (Prp) No. 23 Tahun 1959 wacana Keadaan Bahaya. Terhadap keadaan ancaman yang diatur dalam UU (Prp) No. 23 Tahun 1959 ini, Presiden hanya sanggup menafsirkan secara obyektif. Dalam aturan tata negara tidak tertulis dikenal dengan doktrinnoodstaatsrecht.

Menurut Harun Al Rasyid (dalam Kleden & Waluyo, Ed., 1981: 76-77 dan 105), dalamnoodstaatsrecht, undang-undang keadaan ancaman selalu ada, pelaksanaan berlakunya keadaan ancaman dituangkan dalam keputusan presiden. Noodstaatsrecht harus dibedakan dari staatsnoodrecht. Menurut kepercayaan staatnoodrecht, jikalau negara dalam keadaan darurat kepala negara boleh bertindak apapun bahkan melanggar undang-undang dasar sekalipun demi untuk menyelamatkan negara. Staatnoodrecht merupakan hak darurat negara, bukan hukum. Di Indonesia, Dekrit Presiden 5 Juli 1949 yang memutuskan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945, menurut Prof. Wiryono didasarkan pada kepercayaan staatnoodrecht. Mahfud MD pembenaran dekrit tidak hanya didasarkan pada staatnoodrecht tetapi juga berdasarkan pada prinsip salus populis supreme lex (keselamatan rakyat yakni dasar aturan tertinggi). Akan tetapi, menurutM. Hatta, Prawoto Mangkusasmito (dalam Mahfud MD: 2001: 136) serta Yusril Ihza Mahendra (2001) yang menyetujui pendapat Prof. Logeman, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yakni sebuah revolusi aturan di bidang ketatanegaraan.

Menelisik ke belakang, ketentuan Pasal 22 (dan Pasal 12) merupakan teks orisinil Undang-Undang Dasar 1945 yang tidak diamandemen. Penjelasan Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945 mengambarkan bahwa, Pasal ini mengenai noodverordeningsrecht Presiden. Aturan sebagai ini memang perlu diadakan supaya supaya keselamatan negara sanggup dijamin oleh pemerintah dalam keadaan yang genting, yang memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun demikian, pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh lantaran itu, peraturan pemerintah dalam pasal ini, yang kekuatannya sama dengan undang-undang harus disahkan pula oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Indrianto Seno Adji (2002) mengatakan, dalam Hukum Tata Negara dikenal asas aturan darurat untuk kondisi darurat atau abnormale recht voor abnormale tijden. Asas ini kemudian menjadi hak prerogatif presiden menyerupai dalam ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Jimly Ashiddiqie (2006: 80-85), Perpu sebagai emergency legislation yang didasarkan pada alasan inner nootstand (keadaan darurat yang bersifat internal) dalam keadaan :
  1. mendesak dari segi substansi, dan
  2. genting dari segi waktunya.
Sementara itu, Bagir Manan dalam buku Teori dan Politik Konstitusi (2004) mengatakan, hal ihwal kegentingan yang memaksa" merupakan syarat konstitutif yang menjadi dasar kewenangan presiden dalam memutuskan perppu. Apabila tidak sanggup memperlihatkan syarat positif keadaan itu, presiden tidak berwenang memutuskan perppu. Perppu yang ditetapkan tanpa adanya hal ihwal kegentingan maka batal demi aturan (null and void), lantaran melanggar asas legalitas yaitu dibuat tanpa wewenang. Hal ihwal kegentingan yang memaksa juga harus memperlihatkan beberapa syarat adanya krisis, yang mengakibatkan ancaman atau kendala secara positif terhadap kelancaran menjalankan fungsi pemerintahan. Oleh lantaran itu, muatan perppu hanya terbatas pada pelaksanaan (administratiefrechtelijk).

Tentang muatan dan cakupan Perpu sendiri, Jimly Ashiddiqie membenarkan pendapat Bagir Manan, bahwa sifat inner notstand sebagai alasan pokok hanya sanggup dijadikan alasan ditetapkannya Perpu sepanjang berkaitan dengan kepentingan internal pemerintahan yang memerlukan pemberian payung aturan setingkat undang-undang. Beranjak dari hal-hal tersebut di atas, terang bahwa Presiden mempunyai keterbatasan dalam memakai hak subyektifnya dalam mengeluarkan perpu. Presiden hanya sanggup memakai haknya sepanjang berkaitan dengan kepentingan internal pemerintahan. perlu ditegaskan bahwa ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 wacana hak presiden menafsirankan keadaan darurat dan kegetingan memaksa bukan merupakan hak tanpa batas. Hak mengeluarkan perpu (atau bahkan Dekrit) tanpa batas akan menjadikan bangsa Indonesia berjalan mundur.

Mahkamah Konstitusi berhak dan berwenang untuk melaksanakan pengujian Perputerhadap Undang-Undang Dasar 1945. Kesimpulan tersebut dilatar belakangi oleh sudut perspektif dalam menginterprestasikan aturan secara subyektif.Sebagai negara hukum, sedianya tidak hanya bersandarkan pada konsep hukumtertulis sebagaimana diketahui Mahkamah Konstitusi tidak berhak menguji Perpudengan alasan tidak ditemukan pengaturan dalam Undang-Undang Dasar 1945, namun jugamemperhatikan sumber aturan lainnya menyerupai asas-asas hukum, prinsip Hak Asasi Manusia dan kepentingan sebagian besar masyarakat. Dengan memperhatikan pluralisme sumber aturan tersebut, suatu produk konstitusi sanggup senantiasa bertahan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.Diperlukannya pengujian adalalah untuk :
  1. Menghindari penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power);
  2. Menghindari kekakuan hukum; dan
  3. Menghindari kerugian yang sanggup berdampak luas pada masyarakat.


Dasar Hukum :

  1. Undang-Undang Dasar 1945.
  2. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
  3. Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan
  4. Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden.
  5. Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009

Referensi :

  1. Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan-Jenis,Fungsi dan Materi Muatan, Kanisius, 2011,hlm. 45-48, 65-66 dan 76-78.
  2. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-undang-undang
  3. Abdul Hamid Saleh Atamimi, “UUD 1945-TAP MPR- Undang-Undang”, dalam Padmo Wahjono, “Masalah Ketatanegaraan (himpunan tulisan)”,Ghalia Indonesia,1984,hlm.131.
  4. Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi (Serpihan Pemikiran Hukum, Media dan HAM), Konstitusi Press, 2006, hlm. 32.
  5. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-undang-undang
  6. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-undang-undangl
  7. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-undang-undang