Showing posts sorted by date for query bentuk-perlindungan-hukum-bagi-mereka. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query bentuk-perlindungan-hukum-bagi-mereka. Sort by relevance Show all posts

Paket Lengkap Kajian Wacana Santunan Hukumbagi Konsumen Terhadap Produk Makanan Bersertifikat Halal


Abstract: Saat  ini banyak makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik beredar luas di pasaran. Konsumen seringkali kurang mengetahui apakah produk yang digunakannya halal ataukah haram. Tanda halal sering disalahgunakan oleh pelaku perjuangan untuk menarik minat konsumen dalam membeli suatu produk, walaupun produk dimaksud belum pernah diperiksa forum pemeriksa halal dan belum mempunyai akta halal sehingga konsumen merasa dirugikan sebab barang haram diberi tanda halal. Hal inilah yang perlu untuk segera diatasi, salah satunya ialah dengan mengeluarkan Undang-undang No. 33 Tahun 2014 perihal Jaminan Produk Halal. Metode pendekatan yang akan dipakai dalam penelitian ini ialah pendekatan yuridis empiris. Penelitian ini akan dilakukan di kota Semarang  lokasi penelitian sebagai sampel didasarkan atas metode penentuan pourposive sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, kuesioneir, dan studi kepustakaan. Data yang dikumpulkan mencakup data primer maupun data sekunder. Data hasil penelitian baik itu, data primer maupun data sekunder, akan dianalisis secara kualitatif. Hasil dari penelitian ini ialah Bentuk Perlindungan Hukum kepada konumen terhadap produk masakan yang bersertifikat halal di masyarakat ialah dengan cara memperlihatkan sosialisasi kepada masyarakat semenjak usia dini, sampai kepada masyarakat umum. Masyarakat sebagai Konsumen juga berhak untuk mendapat isu yang benar perihal produk masakan yang bersertifikat halal yang mereka perlukan . Hal ini terkait dengan keselamatan konsumen Muslim, baik secara akidah, rohaniah maupun jasmaniah , dalam mengkonsumsi produk masakan sangat bergantung pada isu produk masakan tersebut.   Upaya yang dilakukan Pemerintah terkait dengan produk masakan yang bersertifikat Halal  di masyarakat yaitu dengan jalan mengeluarkan UU No : 33 Tahun 2014 perihal Jaminan Produk Halal, yang akan diberlakukan 3 tahun kemudian sebagai masa transisi  (2019 ). Dimana sebelum adanya Undang-Undang ini santunan akta halal pada produk masakan bersifat voluntary     ( sukarela ), sedangkan dengan adanya UU No: 33 Tahun 2014 ini santunan akta halal bersifat mandatory  ( wajib ). Bagi Pelaku perjuangan yang melanggar akan dikenakan sanksinya.
Keywords: Perlindungan Konsumen, produk makanan, seritifikat halal
Penulis: Dharu Triasih, B. Rini Heryanti, Doddy Kridasaksana
Kode Jurnal: jpmanajemendd161122

Ilmu Pengetahuan Pelaku Perjuangan Atau Bisnis

Pelaku Usaha Atau Bisnis - Pengertian Pelaku Usaha yaitu - Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan pelaku perjuangan yaitu "setiap orang perorangan atau tubuh usaha, baik yang berbentuk tubuh aturan maupun bukan tubuh aturan yang didirikan dan berkedudukan atau melaksanakan aktivitas dalam wilayah aturan Republik Indonesia, baik sendiri maupun tolong-menolong melalui perjanjian menyelenggarakan aktivitas perjuangan dalam banyak sekali bidang ekonomi". 

 Tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan pelaku perjuangan yaitu  Ilmu Pengetahuan Pelaku Usaha Atau Bisnis
Pelaku Usaha Atau Bisnis
Ketentuan di atas sanggup kita jabarkan ke dalam beberapa syarat, yakni:
  • Bentuk atau wujud dari pelaku perjuangan :
  1. Orang perorangan, yakni setiap individu yang melaksanakan aktivitas usahanya secara seorang diri;
  2. Badan usaha, yakni kumpulan individu yang secara tolong-menolong melaksanakan aktivitas usaha. Badan perjuangan selanjutnya sanggup dikelompokkan kedalam dua kategori, yakni :
  • Badan hukum. Menurut hukum, tubuh perjuangan yang sanggup dikelompokkan ke dalam kategori tubuh aturan yaitu yayasan, perseroan terbatas dan koperasi.
  • Bukan tubuh hukum. Jenis tubuh perjuangan selain ketiga bentuk tubuh perjuangan diatas sanggup dikategorikan sebagai tubuh usahan bukan tubuh hukum, mirip firma, atau sekelompok orang yang melaksanakan aktivitas perjuangan secara insidentil. Misalnya, pada dikala kendaraan beroda empat Anda mogok lantaran terjebak banjir, ada tiga orang cowok yang mengatakan untuk mendorong kendaraan beroda empat Anda dengan syarat mereka diberi imbalan Rp. 50.000,-. Tiga orang ini sanggup dikategorikan sebagai tubuh perjuangan bukan tubuh hukum.
Badan perjuangan tersebut harus memenuhi salah satu kriteria ini:
  • Didirikan dan berkedudukan di wilayah aturan Negara Republik Indonesia.
  • Melakukan aktivitas di wilayah hukun Negara Republik Indonesia
Perbedaan antara didirikan, berkedudukan dan melaksanakan aktivitas yaitu bahwa Didirikan dekat kaitannya dengan tubuh hukum. Misalnya PT A, berdasarkan anggaran dasarnya didirikan di Indonesia. Sedangkan berkedudukan cakupannya lebih luas dari didirikan. Selain terdapat pada tubuh hukum, juga menempel pada non tubuh hukum, baik individu maupun sekelompok orang. Ini sanggup ditemukan di tanda pengenal, mirip KTP atau surat izin praktek. Lalu istilah melaksanakan aktivitas lebih luas dibanding berkedudukan. Sebagai misalnya akhir-akhir ini sering kita jumpai tabib-tabib dari Tiongkok melaksanakan pengobatan di Indonesia. Mereka bukan tubuh hukum, sehingga tidak didirikan di Indonesia. Mereka juga tidak berkedudukan di Indonesia. Namun mereka tetap harus tunduk pada UU PK.Pertanyaan selanjutnya. Mengapa dipakai kata-kata di wilayah aturan Negara Republik Indonesia, bukan di Indonesia? Karena di wilayah aturan Negara Republik Indonesia pengertiannya lebih luas. Selain di Indonesia, juga meliputi daerah-daerah lain dimana aturan Indonesia berlaku, mirip di kapal maritim atau pesawat Indonesia dan di kedutaan besar Indonesia di negara lain.
  • Kegiatan usaha tersebut harus didasarkan pada perjanjian.
  • Di dalam banyak sekali bidang ekonomi. Pengertian ini sangat luas, bukan hanya pada bidang produksi.
Dengan demikian jelaslah bahwa pengertian pelaku perjuangan berdasarkan UU PK sangat luas. Yang dimaksud dengan pelaku perjuangan bukan hanya produsen, melainkan hingga pihak terakhir yang menjadi mediator antara produsen dan konsumen, mirip agen, distributor dan pengecer (konsumen perantara).

Pada dasarnya, terdapat tiga jenis pelaku bisnis :
  1. Pedagang: orang yang melaksanakan usaha.
  2. Pebisnis atau pengusaha: orang yang melaksanakan bisnis.
  3. Entrepreneur: orang yang melaksanakan wirausaha.

1. Karakteristik pedagang:

  1. Bidang usahanya biasanya tunggal, atau hanya satu.
  2. Tidak mempunyai pegawai atau karyawan.
  3. Minim penemuan dan pengembangan usaha.
  4. Hanya menjalankan rutinitas usaha.
  5. Pendapatan hanya dari satu sumber, sehingga apabila sedang lesu, penghasilan berkurang.

2. Karakteristik pengusaha:

  1. Sudah mempunyai karyawan atau staf.
  2. Sudah mempunyai struktur dan sistem bisnis.
  3. Memiliki sejumlah usaha.
  4. Hanya fokus di pengembangan usaha.
  5. Masih minim penemuan dan kreativitas.
  6. Pendapatan tidak hanya dari satu sumber sehingga sudah bisa saling menutupi.
  7. Meski ada sedikit perjuangan pengembangan, pengusaha masih menjalani rutinitas perjuangan dengan penghasilan tetap.
  8. Bila dibiarkan terus usahanya tanpa inovasi, usang kelamaan akan hancur tergerus perkembangan zaman.
Seperti yang sudah saya utarakan di atas, perkembangan zaman harus diantisipasi, supaya produk tetap laris dari masa ke masa, dan sanggup menghadapi semua pesaing, serta selalu memenuhi impian konsumen, contoh: bisnis bermula dari kaset tape, menjadi VCD, DVD, hingga hardisk. Bayangkan bila Anda sebagai penjual atau biro kaset tape yang tidak berinovasi, tentu akan tertinggal dan lama-lama gulung tikar.

3. Karakteristik entrepreneur:

  1. Sudah mempunyai karyawan atau staf.
  2. Sudah menjalankan bisnis secara sistematis dan terstruktur.
  3. Memiliki sejumlah usaha.
  4. Memiliki nafsu dan mabuk menyebarkan usaha.
  5. Berambisi memperluas bisnis.
  6. Memiliki penemuan dan kreativitas dalam usahanya.
  7. Pandai mengambil peluang usaha.
  8. Pendapatan bisa dari banyak sekali sumber usahanya.
  9. Rajin mencari terobosan-terobosan baru.
Ketika kita berpikir wacana pengusaha, yang terlintas adalah, Donald Trump, Bill Gates, atau jutawan dan miliader lainnya. Namun, mulai kini baiknya kita mula membiasakan diri, mengubah persepsi kita menjadi: Anda dan saya, kita semua.

Sebagai masyarakat umum atau biasa, janganlah berpikir bahwa bisnis itu hanya milik para pengusaha, tetapi berpikirlah bahwa kita juga bisa. Kegagalan dalam bisnis memang hal yang biasa, namun meminimalkan kegagalan pun sangat mungkin dilakukan. Perlu diingat juga bahwa semua bisnis mempunyai lifecycle, atau mirip putaran roda. Setelah habis kemujarabannya, kita harus mulai lagi mabuk bisnis, yaitu mencoba segala jenis bisnis baru, biar tahu mana yang paling baik untuk menyembuhkan diri dari kemabukan.

Bila bisnis diibaratkan sebagai minuman memabukkan, maka ciri khas seseorang yang mabuk bisnis yaitu :
  • Bisnis yang sedang dijalani stagnan atau gagal.
  • Berambisi untuk terus mencari bisnis baru.
  • Melahap semua peluang yang ada tanpa mengukur kemampuan diri.
  • Berhenti pada bisnis yang sesuai dan menguntungkan, tapi akan mabuk lagi manakala menemui kebuntuan. Untuk itu, kita usahakan untuk segera sadar sebelum kita mabuk berat/ tidak sadarkan diri dalam bisnis, lantaran akan berakibat fatal. Mabuk mempunyai konotasi yang negatif, dan tidak baik bagi tubuh, mirip mabuk cinta, mabuk kerja, termasuk mabuk cari uang, maka dari itu, jangan hingga kita mabuk bisnis.
Kita tahu pemerintah kini sedang mabuk dengan segala macam permasalahan, baik bencana, pertempuran elite politik dan persiapan menuju 2014. Apa mungkin bisa fokus memikirkan pembaca, yaitu para generasi muda yang tengah mencari jati diri? Maka dari itu, kita harus bisa memandirikan diri, baik dengan donasi pemerintah maupun tidak.

Kebanyakan para pencari bisnis sudah mabuk seminar, lantaran semua seminar dicoba “diminum” hingga over dosis, sehingga sampai-sampai resah memilih bisnis apa yang hendak dijalani. Dalam berbisnis, jangan hingga kita salah minum, lantaran bila sudah mabuk berat, susah menyadarkannya. Dibutuhkan waktu yang lama, lantaran bisnis memang bukan sesuatu yang mudah.

Bisnis memabukkan yang harus dihindari :
  1. Usaha dengan modal besar tapi minim kreativitas.
  2. Mengikuti semua seminar perjuangan yang hanya berisi imingiming sehingga kita jadi tidak fokus dan tidak yakin dengan bisnis kita sendiri.
  3. Usaha dengan melibatkan keluarga (sebisa mungkin dihindari).
  4. Memilih dan menjalankan perjuangan yang sama sekali di luar kemampuan kita.
  5. Mencoba ditulari virus perjuangan dari orang yang mempunyai “golongan darah” yang berbeda (Beda jenis usahanya).
Minuman atau makanan yang memabukkan identik dengan sumber daya insan (SDM) dan jenis usaha. Kalau makan banyak tapi tidak didukung air SDM yang memadai, kita bisa tersedak, seret di leher, bahkan ekstremnya, bisa mati. Kalau mabuk bisnis, bisa-bisa kita gulung tikar. Oleh lantaran itu, masing-masing calon pengusaha harus punya takaran minuman tersendiri. Kalau perlu, dituangkan oleh orang yang ahli, yang nyambung, dan mempunyai chemistry yang baik dengan kita. 

Dasar Hukum

 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Referensi : 

  1.  Kansil, CST. 2001. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum dalam EKonomi) Bagian I. Pradnya Paramita, Jakarta. 
  2. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-jenis-dan-fungsi-badan-usaha
  3.  https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-jenis-dan-fungsi-badan-usaha
  4. Neni Sri Imaniyati. 2009. Hukum BIsnis: Telaah wacana Pelaku dan Kegiatan Ekonomi. Graha ILmu. Yogyakarta. 
  5.  https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-jenis-dan-fungsi-badan-usaha
  6. Sanusi Bintang & Dahlan, 2000, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Ilmu Pengetahuan Aturan Bisnis

Hukum Bisnis - Berbicara mengenai bisnis, istilah tersebut berasal dari bahsa inggris bussiness yang artinya ialah sebuah usaha. Selain itu, terdapat pula pengertian bisnis yang diberikan oleh para ahli.

 istilah tersebut berasal dari bahsa inggris bussiness yang artinya ialah sebuah  Ilmu Pengetahuan Hukum Bisnis
Hukum Bisnis

A. Pengertian Hukum Bisnis


Menurut Hughes dan Kapoor yaitu suatu kegiatan perjuangan individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapat laba dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

Selanjutnya yaitu pengertian bisnis berdasarkan Brown dan Petrello yang menyebutkan bahwa bisnis atau suatu forum yang menghasilkan barang dan jasa yang diharapkan oleh masyarakat menghasilkan barang dan jasa yang diharapkan oleh masyarakat.

Menurut Munir Fuady, pengertian aturan binis yaitu suatu perangkat atau kaidah aturan termasuk upaya penegakannya yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dari para enterpreneur dalam risiko tertentu dengan perjuangan tertentu dengan motif untuk mendapat keuntungan.

Menurut Dr. Johannes Ibrahim, SH, M.Hum, dalam persepsi insan modern, pengertian aturan bisnis yaitu seperangkat kaidah aturan yang diadakan untuk mengatur serta menuntaskan banyak sekali problem yang timbul dalam acara antar manusia, khususnya dalam bidang perdagangan.
Pengertian hukum bisnis lebih sering diidentikkan dengan aturan ekonomi. Padahal pengertian aturan bisnis berada di ruang lingkup yang lebih kecil daripada aturan ekonomi. Pengertian aturan bisnis sangat jarang diketahui oleh alasannya yaitu pengertian aturan bisnis hanya menjadi kepentingan bagi para penggelut dunia bisnis atau akademisi dan mahasiswa yang konsentrasi pada jurusan aturan bisnis.

Latar belakang munculnya aturan bisnis alasannya yaitu kegiatan perekonomian yang sehat lahir melalui kegiatan bisnis, perdagangan ataupun perjuangan yang sehat. Kegiatan ekonomi yang sehat tentu saja mempunyai aturan yang menjamin terjadinya bisnis, perdagangan ataupun perjuangan yang sehat.

Hukum Bisnis yaitu suatu perangkat kaidah aturan yang mengatur perihal tata cara pelaksanaan urusan atau kegiatan dagang, industri, atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dari pra entrepreneur dalam resiko tertentu dengan perjuangan tertentu dengan motif yaitu untuk mendapat laba tertentu.

Hukum bisnis sanggup dipahami sebagai aturan yang mengatur perihal acara ekonomi. Aktivitas tersebut berupa perdagangan, pelayanan jasa, dan keuangan yang dilaksanakan secara terus menerus, bertujuan mendapat keuntungan. Aktivitas ekonomi itulah yang disebut sebagai bisnis. Kegiatan perjuangan atau acara ekonomi tersebut dijalankan oleh perorangan atau tubuh usaha. Seiring berkembangnya jaman, cara insan melaksanakan kegiatan ekonomi juga semakin beragam. Di zaman dulu, orang melaksanakan kegiatan ekonomi secara sederhana, menyerupai berdagang. Dewasa ini kegiatan ekonomi bisa dilakukan dengan mendirikan tubuh perjuangan atau tubuh hukum.

Pengertian aturan bisnis secara umum yaitu peraturan-peraturan tertulis yang dibuat oleh pemerintah dengan maksud untuk mengatur, mengawasi dan melindungi seluruh kegiatan bisnis, mencakup kegiatan industri, perdagangan dan pelaksanaan jasa serta semua hal yang berafiliasi dengan kegiatan keuangan dan kegiatan bisnis lainnya. Hukum bisnis merupakan peraturan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kemudian lintas kegiatan ekonomi supaya tercipta keamanan dan ketertiban dalam bidang ekonomi Indonesia. Apabila kaidah aturan dalam bidang bisnis ini dilanggar, maka akan diberikan hukuman yang tegas.

B. Sumber Hukum Bisnis


Yang dimaksud dengan sumber aturan bisnis disini yaitu dimana kita bisa menemukan sumber aturan bisnis itu. Yang mana nantinya sumber aturan tersebut dijadikan sebagai dasar aturan berlakunya aturan yang digunakan dalam menjalankan bisnis tersebut.

Sumber aturan bisnis yang utama/pokok yaitu Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yaitu :
  1. Asas kontrak (perjanjian) itu sendiri yang menjadi sumber hukum utama, dimana masing-masing pihak terikat untuk tunduk kepada kontrak yang telah disepakati (kontrak yg dibuat diberlakukan sama dengan Undang-undang).
  2. Asas kebebasan berkontrak, dimana para pihak bebas untuk membuat dan memilih isi dari kontrak yang mereka sepakati.
Secara umum sumber hukum bisnis (sumber aturan perundangan) tersebut yaitu :
  1. Hukum Perdata (KUHPerdata)
  2. Hukum Dagang (KUHDagang)
  3. Hukum Publik (Pidana Ekonomi/KUHPidana)
  4. Peraturan Perundang-undangan diluar KUHPerdata, KUHPidana, KUHDagang
Menurut Munir Fuady, sumber-sumber aturan bisnis yaitu :
  1. Perundang-undangan
  2. Perjanjian
  3. Traktat
  4. Jurisprudensi
  5. Kebiasaan
  6. Pendapat sarjana aturan (doktrin)
Sumber-sumber aturan bisnis :

1. Perundang-Undangan

Undang-undang yaitu peraturan negara yang dibuat oleh alat perlengkapan negara yang berwenang dan mengikat masyarakat. Produk aturan tertulis yang sengaja diciptakan oleh pihak yang berwenang untuk mengatur kehidupan masyarakat, termasuk dibidang ekonomi dan bisnis.

Sumber aturan perudangan sanggup dibagi menjadi :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (WvK)

KUHD mengatur banyak sekali perikatan yang berkaitan dengan perkembangan lapangan aturan perusahaan. Sebagai peraturan yang telah terkodifikasi, KUHD masih terdapat kekurangan dimana kekurangan tersebut diatur dengan peraturan perundang-undangan yang lain.

KUHD Indonesia dibawa oleh orang Belanda ke tanah air kita sekitar satu kurun yang lalu. Pada awalnya KUHD hanya berlaku bagi orang Eropa yang berada di Indonesia berdasarkan asas konkordansi. Kemudian diberlakukan pula bagi orang-orang timur asing, namun tidak diberlakukan seluruhnya untuk orang Indonesia (hanya penggalan tertentu saja).

KUHD yang mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1848 terbagi atas dua kitab dan 23 bab. Kitab I terdiri atas 10 dan kitab 2 terdiri dari 13 bab.

Hukum Dagang (KUH Dagang), contohnya kewajiban pembukuan, perusahaan komplotan (Firma, CV), asuransi, pengangkutan, surat berharga, pedagang perantara, keagenan/distributor, dll).

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

KUH Perdata di adakan di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1948 berdasarkan asas konkordansi. KUH Perdata yang ada di Indonesia berasal dari KUH Perdata Netherlands yang dikodofikasikan pada tanggal 5 Juli 1830 dan mulai berlaku di Netherlands pada tanggal 31 Desember 1830.

KUH Perdata Belanda ini berasal atau bersumber dari KUH Perdata Perancis dan Code Civil ini bersumber pula pada kodifikasi aturan Romawi Corpus Iuris Civilis dari Kaisar Justinianus (527-565).

Bagian-bagian dari KUH Perdata yang mengatur perihal Hukum Dagang ialah sebagian terbesar dari Kitab III dan sebagian kecil dari Kitab II. Hal-hal yang diatur dalam Kitab III KUH Perdata ialah mengenai perikatan-perikatan umumnya dan perikatan-perikatan yang dilahirkan dari persetujuan dan undang-undang seperti:
Persetujuan jual beli (contract of sale),
Persetujuan sewa menyewa (contract of hire),
Persetujuan pinjaman uang (contract of loan).

Hukum Perdata (KUHPerdata), contohnya aturan perjanjian (kontrak), hak-hak kebendaan, sebagai sumber terjadinya bisnis.

c. Peraturan Perundang-Undangan

Selain KUHD dan KUHPerdata, masih terdapat beberapa peraturan perundang-undangan lain yang mengatur Hukum Dagang, diantaranya :
  1. UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,
  2. UU No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas (PT),
  3. UU No. 7 Tahun 1987 Tentang Hak Cipta,
  4. UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
  5. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
  6. UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (Go Public),
  7. UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (PMA/PMDN)
  8. UU No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta,
  9. UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
  10. Hukum Publik (Pidana Ekonomi/Bisnis), contohnya kejahatan-kejahatan di bidang ekonomi/bisnis : Penyeludupan, illegal logging, korupsi,
  11. PP No 28 Tahun 1999 Tentang Merger, Konsolidasi Dan Akuisisi Bank.

2. Kebiasaan

Kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus dan tidak terputus dan sudah diterima oleh masyarakat pada umumnya serta pedagang pada khususnya, sanggup digunakan juga sebagai sumber aturan pada Hukum Dagang. Hal ini sesuai dengan Pasal 1339 KUH Perdata bahwa perjanjian tidak saja mengikat yang secara tegas diperjanjikan, tetapi juga terikat pada kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan perjanjian tersebut. Contohnya perihal tunjangan komisi, jual beli dengan angsuran, dan sebagainya.

3. Yurisprudensi

Yurisprudensi yaitu putusan-putusan Hakim atau Pengadilan yang telah berkekuatan aturan tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan kasasi, atau putusan Mahkamah Agung sendiri yang sudah berkekuatan aturan tetap.

4.Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional diadakan dengan tujuan supaya pengaturan perihal problem Hukum Dagang sanggup diatur secara seragam oleh masing-masing aturan nasional dari negara-negara penerima yang terikat dalam perjanjian internasional tersebut. Untuk sanggup diterima dan mempunyai kekuatan aturan yang mengikat maka perjanjian internasional tersebut harus diratifikasi oleh masing-masing negara yang terikat dalam perjanjian internasional tersebut.

Macam perjanjian internasional :
  • Traktat yaitu perjanjian bilateral yang dilakukan oleh dua negara saja. Contohnya: traktat yang dibuat oleh Indonesia dengan Amerika yang mengatur perihal tunjangan proteksi hak cipta yang kemudian disahkan melalui Keppres No.25 Tahun 1989,
  • Konvensi yaitu perjanjian yang dilakukan oleh beberapa negara. Contohnya Konvensi Paris yang mengatur perihal merek.

5. Perjanjian Yang Dibuat Para Pihak

Berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata disebutkan perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dalam hal ini, persetujuan, perjanjian ataupun kesepakatan memegang peranan bagi para pihak. Contohnya dalam pasal 1477 KUH Perdata yang memilih bahwa selama tidak diperjanjikan lain, maka penyerahan terjadi di daerah dimana barang berada pada ketika terjadi kata sepakat. Misalkan penyerahan barang diperjanjikan dengan klausula FOB (Free On Board) maka penyerahan barang dilaksanakan ketika barang sudah berada di atas kapal.

6. Doktrin

Pendapat sarjana aturan (doktrin) yaitu pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana aturan yang populer dalam ilmu pengetahuan hukum. Doktrin ini sanggup menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusannya.

Misalnya hakim dalam menyidik kasus atau dalam pertimbangan putusannya sanggup menyebut kepercayaan dari hebat aturan tertentu. Dengan demikian hakim dianggap telah menemukan hukumnya melalui sumber aturan yang berupa kepercayaan tersebut.

C. Tujuan, Fungsi Dan Kegiatan Hukum Bisnis


Hukum yang diberlakukan mempunyai tujuan yang dikenal dengan tujuan hukum. Menurut L.J. Van Apeldroorn, tujuan aturan yaitu mengatur pergaulan hidup secara damai. Selain mempunyai tujuan, hukum juga mempunyai fungsi. Fungsi aturan mengacu pada tujuan hukum. beberapa fungsi aturan di antaranya aturan sebagai sarana penyelesaian pertikaian, pencapaian keadilan lahir batin dan sebagai sarana pembaharuan masyarakat.

Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, dalam buku aspek aturan dalam Ekonomi dan Bisnis, mengemukakan bahwa bisnis yaitu suatu perjuangan dagang atau sebagai perusahaan komersial, profesi, atau perdagangan yang didirikan dengan tujuan untuk mendapat keuntungan. Suatu bisnis diciptakan oleh para Enterpreneur yang menempatkan uangnya dalam rasio tertentu guna mempromosikan perjuangan tertentu dengan motif untuk mendapat laba yang besar.

Berkaitan dengan sarana pembaharuan masyarakat, aturan harus bisa merubah sikap dari masyarakat itu sendiri, dari masyarakat yang tidak teratur menjadi masyarakat yang teratur.

Dari tujuan aturan tersebut maka tujuan aturan bisnis pun dalam suatu perusahaan mengacu pada tujuan hukum. Tujuan dari aturan bisnis yaitu adanya keadilan, ketertiban, dan kepastian aturan bagi pelaku bisnis dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.

Fungsi Hukum Bisnis

  1. Sebagai sumber info yang mempunyai kegunaan bagi praktisi bisnis,
  2. Untuk memahami hak-hak dan kewajibannya dalam praktik bisnis,
  3. Agar terwujud tabiat dan sikap acara dibidang bisnis yang berkeadilan, wajar, sehat dan dinamis (yang dijamin oleh kepastian hukum).

Kegiatan Bisnis

Berikut ini yaitu beberapa kegiatan bisnis.
  1. Usaha sebagai kegiatan perdagangan (commerce), yaitu seluruh kegiatan jual beli yang dilakukan oleh perorangan dan tubuh hukum. Kegiatan perdagangan ini bisa dilakukan di dalam dan di luar negeri. Tujuan dari perjuangan perdagangan ini untuk mendapat keuntungan. Contohnya yaitu dealer, agen, grosir, toko dan lain sebagainya.
  2. Usaha sebagai kegiatan industri, yaitu kegiatan yang memproduksi, menghasilkan barang atau jasa yang mempunyai kegunaan bagi masyarakat. Contohnya industri pertaniain, perkebunan, pertambangan, pabrik semen, pakaian dan sebagainya.
  3. Usaha sebagai kegiatan melaksanakan jasa, yaitu kegiatan melaksanakan jasa atau mnyediakan jasa yang dilakukan secara perorangan atau tubuh usaha. Contohnya jasa perhotelan. Konsultan, asuransi, pariwisata, pengacara, akuntan dan sebagainya.
Dari beberapa kegiatan bisnis yang diungkapkan diatas, maka sanggup disimpulkan pengertian aturan bisnis secara sederhana, yakni sebagai peraturan yang dibuat untuk mengatur kegiatan bisnis. Agar kegiatan itu dijalankan dengan adil.

Kegiatan bisnis secara umum sanggup bedakan 3 bidang perjuangan yaitu :
  1. Bisnis dalama arti kegiatan perdagangan (Commerce), yaitu : keseluruhan kegiatan jual beli yang dilakukan oleh orang-orang dan badan-badan, baik di dalam negeri maupun diluar negeri ataupun antara negara untuk tujuan memperoleh keuntungan. Contoh : Produsen (pabrik), dealer, agen, grosir, toko, dsb.
  2. Bisnis dalam arti kegiatan industri (Industry) yaitu kegiatan memperoduksi atau menghasilkan barang-barang yang niilainya lebih mempunyai kegunaan dari asalnya. Contoh : Industri perhutanan, perkebunan, pertambangan, penggalian batu, pembuatan gedung, jembatan, pabrik makanan, pakaian, kerajinan, pabrik mesin, dsb.
  3. Bisnis dalam arti kegiatan jasa-jasa (Service), yaitu : kegiatan yang menyediakan jasa-jasa yang dilakukan baik oleh orang maupun badan. Contoh : Jasa perhotelan, konsultan, asuransi, pariwisata, pengacara, (lawyer), penilai (Appraisal), akuntan, dll.

D. Ruang Lingkup Hukum Bisnis 


Hukum bisnis (Business Law) merupakan istilah yang sudah terkenal.Hukum bisnis merupakan keseluruhan aturan fositif yang mengatur hak dan kewajiban yang timbul dari banyak sekali perikatan dalam acara bisnis. Hukum positif di Indonesia merupakan keseluruhan aturan sebagai suatu sistem yang berlaku di Negara Republik Indonesia.

Hukum Bisnis selalu ada ketika pertama kali pelaku bisnis melaksanakan kegiatan perjuangan yang dimulai dengan kesepakatan tertulis yang tertuang dalam suatu bentuk perjanjian berbentuk tertulis yang lazim dinamakan kontrak. Agar kontrak yang dibuat parah pihak menjadi sah, maka harus dilihat dalam KUHPerdata, yaitu Buku III KUHPerdata perihal perikatan.

Setelah kontrak di buat dan di setujui maka tidak jarang pelaku bisnis membuat sebuah wadah demi melancarkan maksud dan tujuan dalam kontrak tersebut, antara lain pembentukan wadah tersebut mencakup perusahaan perseorangan, komplotan perdata, firma, komplotan comanditer (CV), perseroan terbatas (PT), serta koperasi.

Secara garis besar yang merupakan ruang lingkup dari aturan bisnis, antara lain sebagai berikut :
  • Kontrak bisnis,
  • Bentuk-bentuk tubuh perjuangan (PT, CV, Firma),
  • Perusahaan go publik dan pasar modal,
  • Jual beli perusahaan,
  • Penanaman modal/investasi (PAM/PMDN),
  • Kepailitan dan likuidasi,
  • Merger, konsolidasi dan akuisisi,
  • Perkreditan dan pembiayaan,
  • Jaminan hutang,
  • Surat-surat berharga,
  • Ketenagakerjaan/perburuhan,
  • Hak Kekayaan Intelektual, yaitu Hak Paten (UU No. 14 tahun 2001, Hak Merek UU No. 15 tahun 2001, Hak Cipta (UU No. 1 19 tahun 2002), Perlindungan Varietas Tanaman (UU No. 29 tahun 2000), Rahasia Dagang (UU No. 30 tahun 2000 ), Desain Industri, (UU No. 31 tahun 2000), dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (UU No. 32 tahun 2000),
  • Larangan monopoli dan persaingan perjuangan tidak sehat,
  • Perlindungan konsumen (UU No.8/1999),
  • Keagenan dan distribusi.Asuransi (UU No. 2/1992),
  • Perpajakan,
  • Penyelesaian sengketa bisnis,
  • Bisnis internasional,
  • Hukum pengangkutan (dart, laut, udara),
  • Alih Teknologi – perlu proteksi dan jaminan kepastian aturan bagi pemilik teknologi maupun pengguna teknologi menyerupai mengenai bentuk dan cara pengalihan teknologi ajaib ke dalam negeri,
  • Hukum perindustrian/industri pengolahan,
  • Hukum Kegiatan perusahan multinasional (ekspor – inport),
  • Hukum Kegiatan Pertambangan,
  • Hukum Perbankan (UU No. 10/1998) dan surat-surat berharga,
  • Hukum Real estate/perumahan/bangunan,
  • Hukum Perjanjian internasional/perdagangan internasional,
  • Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 15 tahun 2002. 
 

  E. Peranan Penting Hukum Bisnis Dalam Suatu perjuangan


Dewasa ini acara bisnis berkembang begitu pesatnya dan terus merambah ke banyak sekali bidang, baik menyangkut barang maupun jasa. Bisnis merupakan salah satu pilar penopang dalam upaya mendukung perkembangan ekonomi dan pembangunan.

Dalam melaksanakan bisnis mustahil pelaku bisnis terlepas dari aturan alasannya yaitu aturan sangat berperan mengatur bisnis supaya bisnis bisa berjalan dengan lancar, tertib, kondusif sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan akhir adanya kegiatan bisnis tersebut, pola aturan bisnis yaitu undang-undang proteksi konsumen (UU No. 8 tahun 1999).

Dalam undang-undang proteksi konsumen dalam pasal disebut diatur perihal kewajiban pengusaha mencantumkan lebel halal dan kadaluarsa pada setiap produk yang ia keluarkan. Dengan kewajiban tersebut konsumen terlindungi kesehatannya alasannya yaitu ada jaminan proteksi jikalau produk sudah daluarsa. Begitu juga dengan konsumen umat islam adanya lebel halal akan terjamin dari mengkonsumsi produk haram.

Contoh-contoh aturan yang mengatur dibidang bisnis, aturan perusahaan (PT, CV, Firma), kepailitan, pasar modal, penanaman modal PMA/PMDN, kepailitan, likuidasi, merger, akuisisi, perkreditan, pembiayaan, jaminan hutang, surat berharga, aturan ketenagakerjaan/perburuhan, hak kekayaan intelektual, aturan perjanjian (jual beli/transaksi dagang), aturan perbankan, aturan pengangkutan, aturan investasi, aturan teknologi, proteksi konsumen, aturan anti monopoli, keagenan, distribusi, asuransi, perpajakan, penyelesaian sengketa bisnis, perdagangan internasional/WTO, kewajiban pembukuan, dll.

Dengan demikian terang aturan-aturan aturan tesebut diatas sangat diharapkan dalam dunia bisnis. Aturan-aturan aturan itu diharapkan alasannya yaitu :
  • Pihak-pihak yang terlibat dalam persetujuan/perjanjian bisnis itu membutuhkan sesuatu yang lebih daripada sekadar janji serta itikad baik saja.
  • Adanya kebutuhan untuk membuat upaya-upaya aturan yang sanggup digunakan seandainya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, tidak memenuhi janjinya.
Disinilah tugas aturan bisnis tersebut. Untuk itu pemahaman aturan bisnis cukup umur ini dirasakan semakin penting, baik oleh pelaku bisnis dan kalangan pembelajar hukum, praktisi aturan maupun pemerintah sebagai pembuat regulasi kebijakan yang berkaitan dengan dunia usaha. Hal ini tidak terlepas dari semakin intens dan dinamisnya aktifitas bisnis dalam banyak sekali sektor serta mengglobalnya sistem perekonomian.

Menurut Ismail Saleh dalam bukunya “HUKUM DAN EKONOMI” 1990,:
”Memang benar ekonomi merupakan tulang punggung kesejehateraan masyarakat dan memang benar bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu tiang-tiang penopang kemajuan suatu bangsa namun tidak sanggup disangkal bahwa aturan merupakan pranata yang pada karenanya memilih bagaimana kesejehateraan yang dicapai tersebut sanggup dinikmati secara merata, bagaimana keadilan sosial sanggup diwujudkan dalam kehidupan masyarakat dan bagaimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sanggup membawa kebahagiaan rakyat banyak”.

Berdasarkan hal diatas sangatlah terlihat bahwa aturan sangat penting dalam dunia ekonomi/bisnis sebagai alat pengatur bisnis tersebut. Kemajuan suatu ekonomi/bisnis tidak akan berarti kalau kemajuan tidak berdampak pada kesejahteraan dan keadilan yang dinikmati secara merata oleh rakyat. Negara harus menjamin semua itu. Agar tidak ada terjadi pengusaha besar lengan berkuasa menindas pengusaha lemah, yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin, sehingga tidak ada keseimbangan dalam tatanan kehidupan masyarakat. Disinilah tugas aturan membatasi hal tersebut. Maka dibuat perangkat aturan yang mengatur dibidang bisnis tersebut (hukum bisnis).

Dengan telah dibuatnya aturan bisnis tersebut (peraturan perundang-undangan) imbasnya yaitu aturan bisnis tersebut harus diketahui/dipelajari oleh pelaku bisnis sehingga bisnisnya berjalan sesuai dengan koridor aturan dan tidak mempraktikkan bisnis yang bisa merugikan masyarakat luas (monopoli dan persaingan perjuangan tidak sehat).

Bagaimanapun juga adanya pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan banyak sekali bentuk kerjasama bisnis. Kerjasama bisnis yang terjadi sangat beraneka ragam tergantung pada bidang bisnis apa yang sedang dijalankan. Keanekaragaman kerjasama bisnis ini tentu saja melahirkan kasus serta tantangan gres alasannya yaitu aturan harus siap untuk sanggup mengantisipasi setiap perkembangan yang muncul.

F. Manfaat Mempelajari Hukum Bisnis Oleh Pelaku Bisnis


Sebagian orang mungkin menganggap bahwa aturan atau aturan perihal bisnis terkadang menimbulkan hambatan bagi pelaku perjuangan untuk meraih untung sebesar-besarnya.Tapi bila diselami ternyata hal itu tidaklah benar. Justru aturan bisnis menawarkan pengaturan untuk melindungi konsumen, pelaku usaha, dan masyarakat. Diharapkan tidak ada pihak yang mengambil laba sendiri dengan melanggar hak orang lain.

Salah satu pola konkritnya yaitu jikalau anda seorang investor atau sekutu pasif sebuah CV maka anda akan sangat membutuhkan keamanan bagi uang anda yang menjadi objek kerja sama, maka jikalau anda menguasai aturan kontrak maka upaya menawarkan keamanan bagi uang anda bisa maksimal dengan kontrak yang mempunyai standarisasi yang jelas, contohnya dengan nokta riil maka perjanjian tersebut harus dianggap orisinil sepanjang tidak bisa dibuktikan sebaliknya. Kemampuan anda menawarkan jaminan proteksi investasi melalui kontrak terhadap investor akan menjadi pertimbangan besar lengan berkuasa akan menginvestasikan modalnya kepada perusahaan anda alasannya yaitu harus dipahami semua orang menginginkan uangnya kondusif dengan kata lain harus ada kejujuran, profesionalitas dan perlindungan.

Misalnya lagi, melihat UU Konsumen menawarkan beberapa hak dan kewajiban bagi pelaku perjuangan maupun konsumen.Dengan kata lain di situ tidak cuma terdapat aturan dan hukuman akan tetapi juga ketentuan mengenai standarisasi yang harus dipenuhi setiap pelaku perjuangan sehingga apabila dijalankan dengan baik maka ada perwujudan profesionalitas pelayanan bagi konsumen, proteksi pelaku perjuangan dan peningkatan daya saing dengan perusahaan ajaib dari segi pelayanan. Inipun akan menjadi pertimbangan bagi investor alasannya yaitu investor biasanya menginginkan kolaborasi dengan perusahaan yang mempunyai prospek ke depan sekaligus profesional. Jika dilihat, investor atau rekanan lebih mengutamakan bekerja sama dengan perusahaan yang profesional. Patuh kepada aturan dan profesional menjadi pertimbangan investor, penanam modal dan rekanan selain pada nilai laba perusahaan alasannya yaitu bagaimanapun uang yang kondusif sekaligus terhindar dari kasus menjadi aspek penting dalam pertimbangan seseorang melaksanakan bisnis. Sehingga aturan bisnis bahwasanya bukan hanya embel-embel bagi pelaku perjuangan akan tetapi menjadi penggalan penting terhadap berlakunya bisnis alasannya yaitu merupakan sebuah proteksi tidak hanya bagi konsumen akan tetapi juga antar pelaku perjuangan dan investor.

Dari sudut pandang Kekayaan Intelektual juga sangat penting dikuasai pelaku perjuangan alasannya yaitu di sana terdapat pengaturan sekaligus proteksi seorang pemegang hak kekayaan intelektual untuk mempergunakan hak intelektualnya untuk menjalankan usahanya di dalamnya terdapat merek, desain industri, paten, dll.

Jika dalam penyelesaian sengketa bisa menambah wawasan contohnya tidak hanya lewat pengadilan tetapi juga arbitrase dan penyelesaian alternatif yang juga mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Sumber Hukum :

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata),
  2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (WvK),
  3. UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,
  4. UU No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas (PT),
  5. UU No. 7 Tahun 1987 Tentang Hak Cipta,
  6. UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
  7. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
  8. UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (Go Public),
  9. UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (PMA/PMDN)
  10. UU No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
  11. UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Referensi :

  1. Kansil, CST. 2001. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum dalam EKonomi) Bagian I. Pradnya Paramita, Jakarta.
  2. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-jenis-dan-fungsi-badan-usaha
  3. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-jenis-dan-fungsi-badan-usaha
  4. Neni Sri Imaniyati. 2009. Hukum BIsnis: Telaah perihal Pelaku dan Kegiatan Ekonomi. Graha ILmu. Yogyakarta.
  5. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-jenis-dan-fungsi-badan-usaha
  6. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-jenis-dan-fungsi-badan-usaha 
  7. Sanusi Bintang & Dahlan, 2000, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung.
  8. Handri Rahardo, SH. 2009. Hukum Perusahaan. Pustaka Yustisia. Yogyakarta.
  9. Kansil, CST. 2001. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum dalam EKonomi) Bagian I. Pradnya Paramita, Jakarta.
  10. __________. 2001. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum dalam EKonomi) Bagian II. Pradnya Paramita, Jakarta.
  11. Marbun. 2009. Membuat Perjanjian yang Aman dan Sesuai Hukum. Puspa Swara. Jakarta.
  12. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-jenis-dan-fungsi-badan-usaha
  13. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-jenis-dan-fungsi-badan-usaha

Ilmu Pengetahuan Fungsi Pembaharuan Hukum

Fungsi Pembaharuan Hukum Peraturan perundang-undangan merupakan instrumen yang efektif dalam pembaharuan aturan (law reform) dibandingkan dengan penggunaan aturan kebiasaan atau aturan yurisprudensi. Telah dikemukakan, pembentukan peraturan perundang-undangan sanggup direncanakan, sehingga pembaharuan aturan sanggup pula direncakan. Peraturan perundang-undangan tidak hanya melaksanakan fungi pembaharuan terhadap peraturan perundang-undangan (yang telah ada). Peraturan perundang-undangan sanggup pula dipergunakan sebagai sarana memperbaharui yurisprudensi. 

  merupakan instrumen  yang efektif dalam pembaharuan aturan  Ilmu Pengetahuan Fungsi Pembaharuan Hukum
Fungsi Pembaharuan Hukum
Hukum kebiasaan atau aturan watak pada fungsi pembaharuan terhadap peraturan perundang-undangan antara lain dalam rangka mengganti peraturan perundang-undangan dari masa pemerintahan Hindia Belanda. Tidak pula kalah pentingnya memperbaharui peraturan perundang-undangan nasional (dibuat sehabis kemerdekaan) yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan baru. Di bidang aturan kebiasaan atau aturan watak peraturan perundang-undangan berfungsi mengganti aturan kebiasaan atau aturan watak yang tidak sesuai dengan kenyataan-kenyataan baru. Pemanfaat peraturan perundang-undangan sebagai instrumen pembaharuan aturan kebiasaan atau aturan watak sangat bermanfaat, lantaran dalam hal-hal tertentu kedua aturan yang disebut belakangan tersebut sangat rigid terhadap perubahan.

Apabila diteliti semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan dengan perubahan, bagaimanapun kita mendefenisikan pembangunan itu dan apapun ukuran yang kita pergunakan bagi masyarakat dalam pembangunan. Peranan aturan dalam pembangunan ialah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan suasana tenang dan teratur.

Istilah “pembaharuan hukum” bahwasanya mengandung makna yang luas meliputi sistem hukum. Menurut Friedman, sistem aturan terdiri atas :
  • struktur aturan (structure), 
  • substansi/materi aturan (substance), dan 
  • budaya aturan (legal culture). 
Sehingga, bicara pembaharuan hukum maka pembaharuan yang dimaksudkan ialah pembaharuan sistem aturan secara keseluruhan. Karena luasnya cakupan sistem hukum, maka dalam goresan pena ini, hanya dibatasi pada salah satu elemen aturan yakni substansi/materi hukum. Namun demikian, dalam uraian berikutnya istilah “pembaharuan hukum” tetap dipertahankan yang bahwasanya mengandung makna yang lebih khusus atau sepadan dengan istilah “pembentukan hukum”.

Dalam prosesnya, pembangunan ternyata ikut membawa konsekwensi terjadinya perubahan-perubahan atau pembaharuan pada aspek-aspek sosial lain termasuk didalamnya pranata hukum. Artinya, perubahan yang dilakukan (dalam bentuk pembangunan) dalam perjalanannya menuntut adanya perubahan-perubahan dalam bentuk hukum. Perubahan aturan ini mempunyai arti yang positif dalam rangka membuat aturan gres yang sesuai dengan kondisi pembangunan dan nilai-nilai aturan masyarakat.

Pada satu pihak, pembaharuan aturan merupakan upaya untuk merombak struktur aturan usang (struktur aturan pemerintahan penjajah) yang umumnya dianggap bersifat eksploitatif dan diskriminatif. Sedangkan pada pihak lain, pembaharuan aturan dilaksanakan dalam kerangka atau upaya memenuhi tuntutan pembangunan masyarakat.

Bidang aturan diakui mempunyai tugas yang sangat strategis dalam memacu percepatan pambangunan suatu negara. Usaha ini tidak semata-mata dalam rangka memenuhi tuntutan pembangunan jangka pendek tetapi juga meliputi pembangunan menengah dan jangka panjang. Meskipun disadari, setiap dikala aturan bisa berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang menghendakinya.

Di negara- negara berkembang, pembaharuan aturan merupakan prioritas utama. Oleh lantaran itu, di negara-negara berkembang ini pembaharuan aturan senantiasa mengesankan adanya peranan ganda.
  • Pertama, merupakan upaya untuk melepaskan diri dari bundar struktur aturan colonial. Upaya tersebut terdiri atas pengahapusan, penggantian, dan penyesuaian ketentuan aturan warisan colonial guna memenuhi tuntutan masyarakat nasional. 
  • Kedua, pembaharuan aturan berperan dalam mendorong proses pembangunan, terutama pembangunan ekonomi yang memang diharapkan dalam rangka mengejar ketertinggalan dan negara-negara maju, dan yang lebih penting ialah demi peningkatan kesejahteraan masyarakat warga negara.
Saat ini di Indonesia masih terdapat banyak peraturan aturan yang sudah tidak up to date namun tetap dipertahankan. Dalam rangka menyonsong kala mendatang terperinci peraturan-peraturan aturan tersebut memerlukan revisi dan kalau perlu dirubah total dengan materi yang mencerminkan tanda-tanda dan fenomena masyarakat dikala ini. Masalahnya ialah apakah proses perubahan atau pembaharuan aturan yang berlangsung di Indonesia telah dilakukan sesuai dengan kaedah-kaedah normative dan atau sesuai dengan nilai-nilai aturan dalam masyarakat? Sebagaimana disarankan oleh para andal hukum. Pertanyaan ini perlu diajukan mengingat fungsi aturan tidak semata-mata sebagai alat kontrol sosial (social control), tetapi juga mempunyai fungsi sebagai sarana rekayasa atau pembaharuan sosial.

Pada kala reformasi pada bulan Mei 1998 yang kemudian membawa perubahan pada banyak sekali tatanan bernegara yang sanagt drastis. Hampir seluruh wajah forum kenegaraan mengalami penyesuaian atau pembiasaan terhadap peruabahan itu. Salah satu di antaranya ialah forum yudikatif yaitu Mahkamah Agung yang dalam sejarahnya kerap mendapat sorotan tajam dari banyak sekali lapisan masyarakat termasuk media (pers).

Sorotan terhadap forum yudikatif (Mahkamah Agung) didasari oleh kenyataan bahwa kinerja forum Mahkamah Agung (MA) serta forum telah menerapkan seni administrasi penegakan aturan yang cenderung bersifat positif instrumentalis. Pada masa kini ini aturan telah menjadi alat yang sangat ampuh bagi pelaksanaan ideologi dan aktivitas negara.

Banyak kalangan berpandangan bahwa lemahnya kinerja Mahkamah Agung selama ini tidak semata-mata disebabkan oleh kuramg efektifnya court management peradilan, akan tetapi juga tanggapan efek sistem pemerintahan terhadap seni administrasi penegakan hukumnya.

Namun di kala reformasi ini, eksistensi Mahkamah Agung yang merupakan peradilan tertinggi dalam melaknakan kekuasaan kehakiman yang merdeka mengalami kemajuan yang signifikan terutama pada level pengaturan hukum. Hal ini ditandai dengan perubahan UU Nomor 14 Tahun 1970 menajdi UU Nomor 35 Tahun 1999 wacana Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan terakhir lahir pula UU Nomor 4 Tahun 2004 wacana Kekuasaan kehakiman.

Sebagai tanggapan dari lahrnya UU Nomor 4 Tahun 2004 wacana Kekuasaan Kehakiman, maka pada tingkat Mahkamah Agung sendiri telah dilakukan perubahan undang-undang dari UU Nomor 14 Tahun 1970 menjadi UU Nomor 5 tahun 2004 wacana Mahkamah Agung.

Eksistensi Mahkamah Agung sebagai forum pengawasan peradilan juga sangat ditentukan oleh hakim-hakim agung yang merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai aturan yang hidup di kalangan rakyat. Sehingga dengan demikian hakim harus terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal, mencicipi dan bisa menyelami perasaan aturan dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam posisi ini hakim agung sanggup menunjukkan putusan yang sesuai dengan aturan dan rasa keadilan Mahkamah Agung.

Dewasa ini dengan undang-undang yang gres (UU Nomor 4 Tahun 2004 dan UU Nomor 5 tahun 2004) tugas dan fungsi Mahkamah Agung kembali menjadi sorotan dan ujian, apakah kasus-kasus yang bernuansa politik sanggup diselesaikan dengan mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Harapan seluruh bangsa Indonesia di kala reformasi ini ialah para hakim agung yang bekerja di Mahkamah Agung harus bisa menjawab sikap apriori dan kesangsian masyarakat. Bahwa mereka terpilih menjadi hakim agung lantaran mempunyai kapasitas dan kapabilitas. Salah satu syarat untuk mewujudkan itu ialah bagaimana memberdayakan fungsi pengawasan Mahkamah Agung yang telah diberikan negara kepadanya.

Reformasi Hukum Kekuasaan Kehakiman

Terjadinya reformasi di negara kita salah satunya disebabkan oleh perubahan nilai terhadap sikap politik, ekonomi, dan hukum. Letiga aspek ini dalam posisinya masing-masing saling mempengaruhi. Seperti yang dikemukakan oleh Abdul Hakim G Nusantara, (1988:219) bahwa krisis aturan juga mensugesti pertumbuhan ekonomi dan politik.

Menurut Mahfud MD (2000:27) ciri-ciri reformasi aturan sanggup diurai yaitu :
  • Pertama, ciri demokratisasi yang dibagi ke dalam tga aspek, yaitu:
  1. aspek politik yang menyangkut berbabagi gosip nasional ibarat amandemen Undang-Undang Dasar 1945, pengadilan KKN, perubahan UU bidang politik, pencabutan dwifungsi ABRI, otonomi daerah,
  2. aspek ekonomi antara lain UU Nomor 5 Tahun 1999 wacana Larangan praktek monopoli dan persaingan curang, UU Nomor 38 Tahun 1999 wacana donasi konsumen, PP 17 Tahun 1998 wacana BPPN, UU Nomor 4 Tahun 1996 wacana Hak Tanggungan, UU Nomor 4 Tahun 1998 wacana Kepailitan, UU Nomor 42 Tahun 1999 wacana Jaminan Fidusia, dan
  3. aspek aturan yang menyangkut banyak sekali kegiatan penegakan aturan ibarat pemebarantasan KKN, pengamanan lingkugan hidup melalui UUI Nomor 23 Tahun 1997 wacana Pengelolaan Lingkungan Hidup, pengayoman dan donasi HAM melalui UU Nomor 39 Tahun 1999 wacana HAM dan UU Nomor 26 Tahun 2000 wacana Pengadilan HAM;
  • Kedua, ciri transparansi, yakni suatu prinsip  bahwa forum pelayanan umum wajib melaksanakan public accountability yang terbuka, ibarat hak untuk memperoleh informasi melalui UU Nomor 40 Tahun 1999 wacana Pers;
  • Ketiga, ciri profesionalisme, suatu syarat kemmapuan profesi untuk meningkatkan pelayana umum. 
Salah satu substansi reformasi aturan di Indonesia termasuk reformasi kekuasaan kehakiman berdasarkan Muladi (2002:170) ialah politik aturan negara berkaitan dengan pembaharuan hukum. Jika sebelum kala reformasi, pembaharuan aturan diartikan sebagai perjuangan sistematik untuk menggantikan pelbagai produk aturan kolonial dengan produk aturan nasional, maka sekarang, selain perjuangan tersebut terus dilanjutkan perlu pula perjuangan sistematik untuk melaksanakan demokratisasi sistem hukum. Hal ini meliputi langkah-langkah mendasar berupa amandemen konsitusi, menagtur sistem politik, membuat good gevernance, melaksanakan promosi dan donasi HAM, meningkatkan partisipasi masyarakat dan sebagainya.

Politik aturan harus dirumuskan secara mendasar dalam kerangka sistem aturan yang meliputi elemen-elemen: struktur hukum; substansi hukum, kultur (budaya hukum). Jika terkait dengan budaya aturan hal itu bersinggungan dengan proses penciptaan kesadaran aturan (Muladi, 2002:272).

Kesulitan merubah budaya aturan suatu negara, bangsa atau masyarakat memang benar adanya lantaran hal ini berkaitan dengan sistem aturan yang diterapkan. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Wagatsuma dan Rosset dalam John O Haley (1996:500) bahwa fenomena budaya “permintaan maaf” sangat mensugesti sistem aturan masyarakat Jepang.

Konsep-konsep di atas (struktur hukum, substansi aturan dan budaya hukum) menjadi prasyarat bagi terlaksananya negara aturan ibarat yang dikemukakan oleh Abdul Hakim Garuda Nasution (1998:220) bahwa ada tujuh syaratnya, yaitu:
  1. Adanya suatu sistem pemerintah negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat; kedaulatan rakyat diwujudkan melalui pemilu yang akan menentukan anggota dewan perwakilan rakyat dan MPR.
  2. Adanya pembagian kekuasaan yang seimbang antara lembaga-lembaga pemerintah yaitu Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif.
  3. Adanya tugas social control anggota masyarakat untuk turut mengawasi pelaksanaan kebijakan pemerintah.
  4. Berlakunya asas supremasi hukum, bahwa tindakan pemerintah senatiasa didasarkan atas aturan positif yang berlaku.
  5. Adanya forum peradilan yang bebas dan berdikari dengan diikuti tugas masyarakat melaksanakan sosial control.
  6. Adanya jaminan untuk donasi HAM.
  7. Adanya sistem perekonomian yang menjamin pembangunan yang merata bagi kekamkmuran warga negara. Dewasa ini dengan lahirnya UU Nomor 4 Tahun 2004 tetang Kekuasaan Kehakiman yang sanggup dianggap sebagai kepingan mendasar dari reformasi kekuasaan kehakiman di Indonesia haruslah menambah semangat dan keinginan masyarakat dalam menikmati sepak terjang peradilan yang bebas.
Pada tataran lain, ciri-ciri reformasi aturan dan supremasi aturan perlu dikembangkan untuk peningkatan wacana kondisi sosial yang berkembang dikala ini sebagai tanggapan penerapan sistem aturan pada zaman orde gres yang cenderung bersifat postivist nstrumentalistik. Sehingga pengkajian Jurisprudensi perlu dilakukan secara khusus untuk menemukan kaidah-kaidah aturan dalam banyak sekali jurisprudensi itu yang bersifat responsif progresif serta berorientasi pada terciptanya unsur-unsur kepastian hukum, unsur kemanfaatan, unsur-unsur adil dan unsur-unsur patut.

Untuk membuat independensi kekuasaan kehakiman, maka syaratnya ialah terselenggaranya pemerintahan demokrasi di bawah rule or law dengan ciri-ciri ibarat yang dikemukakan Purwoto S Ganda Subrata (1998:45) yaitu:
  1. Perlindungan konstitusional,
  2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak,
  3. Pemilhan umum yang bebas,
  4. Kebebasan menyatakan pendapat,
  5. Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi, dan
  6. Pendidikan kewarganegaraan.

 

Sumber Hukum :

  1. Undang-Undang wacana Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nmor 4 tahun 2004. LN Tahun 2004 Nomor 8. Tambahan LN Nomor 4358.
  2. Undang-Undang wacana Mahkkamah Agung. Undang-Undang Nomor 5 tahun 2004. LN Tahun 2004 Nomor 9. Tambahan LN Nomor 4359.

Daftar Referensi :

  1. Abdul Hakim G Nusantara, 1988. Politik Hukum Indonesia. Jakarta: LBHI 
  2. David Greenberg, 1983. Donald Black’s Sociology of Law: A Crigue, dalam Law Society Review, The Journal of the Law and Society Association: Volume 17 Number 2, 
  3. Gunther Teubner, 1987. Substantive and Replexive Elements In Modern Law. The Journal of The Law and Society Association. Volume 17. Numebr 2,
  4. John O Haley, 1986. Comment: The Implications od Apology dalam Law and Society Review, The Journal of the Law and Society Association. Volume 20. No 4,
  5. Muladi. 2002. Demokratisasi, Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, Jakarta: Habibie Centre,
  6. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=fungsi-peraturan-perundang-undangan
  7. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=fungsi-peraturan-perundang-undangan
  8. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=fungsi-peraturan-perundang-undangan
  9. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=fungsi-peraturan-perundang-undangan 
  10. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=fungsi-peraturan-perundang-undangan

Ilmu Pengetahuan Fungsi Internal Peraturan Perundang-Undangan

Fungsi Internal Peraturan Perundang-Undangan Fungsi internal ialah fungsi peraturan perundang-undangan sebagai subsistem hukum terhadap sistem kaidah aturan pada umumnya. Secara internal, peraturan perundang-undangan menjalankan beberapa fungsi :

Fungsi  internal ialah fungsi peraturan perundang Ilmu Pengetahuan Fungsi Internal Peraturan Perundang-Undangan
Fungsi Internal Peraturan Perundang-Undangan

a. Fungsi Penciptaan Hukum

Fungsi Penciptaan Hukum - Pemikiran tentang hukum dalam beberapa tahun terakhir ini telah banyak mengalami perubahan sebagai akhir dari perubahan besar dalam masyarakat, teknologi dan tekanan-tekanan yang disebabkan pertambahan penduduk. Hukum sebagai kaidah sosial, tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku disuatu masyarakat. Bahkan sanggup di katakan bahwa aturan itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Hukum yang baik ialah aturan yang sesuai dengan aturan yang hidup (living law) dalam masyarakat, tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Indonesia sebagai negara aturan yang menganut sistim “civil law”, yang merupakan warisan dari kolonial Belanda sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam sistim civil law ini, aturan yang tertulis ialah merupakan primadona sebagai sumber hukum.

Selama ini, baik dalam wacana akademik maupun dalam politik aturan lazim didapati suatu kata ungkapan yaitu “hukum sebagai sarana atau aturan sebagai sarana pembaharuan masyarakat“. Ungkapan tersebut terkait dengan konsep Roscoo Pound yang menyebutkan aturan sebagai alat rekayasa sosial (law as tools social of enggineering).

Sudikno Mertokusumo menyatakan, kegiatan kehidupan insan itu sangat luas. Tidak terhitung jumlah dan jenisnya. Sehingga tidak mungkin tercakup dalam semua peraturan perundang-undangan dengan tuntas dan jelas. Oleh karenanya wajar, kalau tidak ada peraturan perundang-undangan yang sanggup meliputi keseluruhan kehidupan manusia. Dengan demikian, dikarenakan hukumnya tidak jelas, maka harus dicari dan ditemukan.

Konsep aturan sebagai sarana pembaharuan masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Prof. Muchtar Kusumaatmaja bahwa sumber utama kaidah aturan itu di Indonesia ialah aturan yang tertulis atau undang-undang atau peraturan perundang-undangan.

Penciptaan aturan (rechtschepping) yang melahirkan sistem kaidah aturan yang berlaku umum dilakukan atau terjadi melalui beberapa cara yaitu melalui putusan hakim (yurisprudensi). Kebiasaan yang tumbuh sebagai praktek dalam kehidupan masyarakat atau negara, dan peraturan perundang-undangan sebagai keputusan tertulis pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berlaku secara umum. Secara tidak langsung, aturan sanggup pula terbentuk melalui ajaran-ajaran aturan (doktrin) yang diterima dan dipakai dalam pembentukan hukum.

Di Indonesia, peraturan perundang-undangan merupakan cara utama penciptaan hukum. Peraturan perundang-undangan merupakan sendi utama sistem aturan nasional. Pemakaian peraturan perundang-undangan sebagai sendi utama sistem aturan nasional lantaran :
  1. Sistem aturan Indonesia – sebagai akhir sistem aturan Hindia Belanda – lebih menampakkan sistem aturan kontinental yang mengutamakan bentuk sistem aturan tertulis (geschrevenrecht, written law).
  2. Politik pembangunan aturan nasional mengutamnakan penggunaan peraturan perundang-undangan sebagai Instrumen utama. Bandingkan dengan aturan yurisprudensi dan aturan kebiasaan. Hal ini antara lain lantaran pembangunan aturan nasional yang memakai peraturan perundang-undangan sebagai instrument sanggup disusun secara berencana (dapat direncanakan).
Dalam rangka fungsi hakim guna menemukan dan membuat hukum, ada beberapa metode melaksanakan inovasi aturan itu yaitu :
  1. Dengan melaksanakan penafsiran analogi,
  2. Dengan melaksanakan ekspansi dan penghalusan hukum, dan
  3. Dengan melaksanakan penafsiran a countrario.
Metode ini dipergunakaan dengan memperhatikan keperluan dalam rangka menemukan makna yang sempurna semoga tujuan undang-undang atau peraturan perundang-undangan sanggup tercermin secara tepat, benar, adil serta masuk akal dalam memecahkan suatu insiden hukum.

Menemukan dan membuat aturan harus pula dikonstruksikan sebagai upaya hakim yang harus memutus terhadap suatu masalah yang dihadapkan kepadanya, aturan aturan yang ada tidak tersedia untuk dijadikan sebagai dasar. Dengan demikian, kiprah hakim dalam menemukan dan membuat aturan diharapkan bilamana terjadi kekosongan hukum. Perluasan ini, sekaligus memberi arti bahwa pengertian aturan tidak semata-mata hanyalah aturan yang tertulis (undang-undang), tetapi juga yurisprudensi dan aturan yang tidak tertulis lainnya.

Selama ini, baik dalam wacana akademik maupun dilapangan praktik hukum, kurang sekali perhatian terhadap peranan hakim sebagai instrumen pembaharu hukum. Seperti dikemukakan diatas, undang-undanglah yang dianggap sebagai instrumen paling utama dalam pembaharuan undang-undang. Oleh karenanya menanamkan pengertian kepada pegawanegeri penegak aturan kita khususnya para hakim, pada umumnya dihentikan dipandang sebagai suatu yang berdiri sendiri. Hal yang sangat penting ialah mengubah orientasi dan metode pendidikan tinggi hukum, tanpa perubahan orientasi dan metode pendidikan tinggi hukum, para sarjana aturan tidak cukup dibekali mengenai peranan besar yang diharapkan.

b. Fungsi Pembaharuan Hukum

Peraturan perundang-undangan merupakan instrumen yang efektif dalam pembaharuan aturan (law reform) dibandingkan dengan penggunaan aturan kebiasaan atau aturan yurisprudensi. Telah dikemukakan, pembentukan peraturan perundang-undangan sanggup direncanakan, sehingga pembaharuan aturan sanggup pula direncakan. Peraturan perundang-undangan tidak hanya melaksanakan fungi pembaharuan terhadap peraturan perundang-undangan (yang telah ada). Peraturan perundang-undangan sanggup pula dipergunakan sebagai sarana memperbaharui yurisprudensi.

Hukum kebiasaan atau aturan susila pada fungsi pembaharuan terhadap peraturan perundang-undangan antara lain dalam rangka mengganti peraturan perundang-undangan dari masa pemerintahan Hindia Belanda. Tidak pula kalah pentingnya memperbaharui peraturan perundang-undangan nasional (dibuat sesudah kemerdekaan) yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan baru. Di bidang aturan kebiasaan atau aturan adat, peraturan perundang-undangan berfungsi mengganti aturan kebiasaan atau aturan susila yang tidak sesuai dengan kenyataan-kenyataan baru. Pemanfaat peraturan perundang-undangan sebagai instrumen pembaharuan aturan kebiasaan atau aturan susila sangat bermanfaat, lantaran dalam hal-hal tertentu kedua aturan yang disebut belakangan tersebut sangat rigid terhadap perubahan.

Apabila diteliti semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan dengan perubahan, bagaimanapun kita mendefenisikan pembangunan itu dan apapun ukuran yang kita pergunakan bagi masyarakat dalam pembangunan. Peranan aturan dalam pembangunan ialah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan suasana tenang dan teratur.\
Istilah “pembaharuan hukum” sebetulnya mengandung makna yang luas meliputi sistem hukum. Menurut Friedman, sistem aturan terdiri atas :
  1. struktur aturan (structure),
  2. substansi/materi aturan (substance), dan
  3. budaya aturan (legal culture).
Sehingga, bicara pembaharuan aturan maka pembaharuan yang dimaksudkan ialah pembaharuan sistem aturan secara keseluruhan. Karena luasnya cakupan sistem hukum, maka dalam goresan pena ini, hanya dibatasi pada salah satu elemen aturan yakni substansi/materi hukum. Namun demikian, dalam uraian berikutnya istilah “pembaharuan hukum” tetap dipertahankan yang sebetulnya mengandung makna yang lebih khusus atau sepadan dengan istilah “pembentukan hukum”.

Dalam prosesnya, pembangunan ternyata ikut membawa konsekwensi terjadinya perubahan-perubahan atau pembaharuan pada aspek-aspek sosial lain termasuk didalamnya pranata hukum. Artinya, perubahan yang dilakukan (dalam bentuk pembangunan) dalam perjalanannya menuntut adanya perubahan-perubahan dalam bentuk hukum. Perubahan aturan ini mempunyai arti yang positif dalam rangka membuat aturan gres yang sesuai dengan kondisi pembangunan dan nilai-nilai aturan masyarakat.

Pada satu pihak, pembaharuan aturan merupakan upaya untuk merombak struktur aturan usang (struktur aturan pemerintahan penjajah) yang umumnya dianggap bersifat eksploitatif dan diskriminatif. Sedangkan pada pihak lain, pembaharuan aturan dilaksanakan dalam kerangka atau upaya memenuhi tuntutan pembangunan masyarakat.

Bidang aturan diakui mempunyai kiprah yang sangat strategis dalam memacu percepatan pambangunan suatu negara. Usaha ini tidak semata-mata dalam rangka memenuhi tuntutan pembangunan jangka pendek tetapi juga meliputi pembangunan menengah dan jangka panjang. Meskipun disadari, setiap dikala aturan bisa berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang menghendakinya.

Di negara- negara berkembang, pembaharuan aturan merupakan prioritas utama. Oleh lantaran itu, di negara-negara berkembang ini pembaharuan aturan senantiasa mengesankan adanya peranan ganda.
  • Pertama, merupakan upaya untuk melepaskan diri dari bulat struktur aturan colonial. Upaya tersebut terdiri atas pengahapusan, penggantian, dan penyesuaian ketentuan aturan warisan colonial guna memenuhi tuntutan masyarakat nasional.
  • Kedua, pembaharuan aturan berperan dalam mendorong proses pembangunan, terutama pembangunan ekonomi yang memang diharapkan dalam rangka mengejar ketertinggalan dan negara-negara maju, dan yang lebih penting ialah demi peningkatan kesejahteraan masyarakat warga negara.
Saat ini di Indonesia masih terdapat banyak peraturan aturan yang sudah tidak up to datenamun tetap dipertahankan. Dalam rangka menyonsong masa mendatang terang peraturan-peraturan aturan tersebut memerlukan revisi dan kalau perlu dirubah total dengan materi yang mencerminkan tanda-tanda dan fenomena masyarakat dikala ini. Masalahnya ialah apakah proses perubahan atau pembaharuan aturan yang berlangsung di Indonesia telah dilakukan sesuai dengan kaedah-kaedah normative dan atau sesuai dengan nilai-nilai aturan dalam masyarakat? Sebagaimana disarankan oleh para hebat hukum. Pertanyaan ini perlu diajukan mengingat fungsi aturan tidak semata-mata sebagai alat kontrol sosial (social control), tetapi juga mempunyai fungsi sebagai sarana rekayasa atau pembaharuan sosial.

Pada masa reformasi pada bulan Mei 1998 yang kemudian membawa perubahan pada banyak sekali tatanan bernegara yang sanagt drastis. Hampir seluruh wajah forum kenegaraan mengalami penyesuaian atau pembiasaan terhadap peruabahan itu. Salah satu di antaranya ialah forum yudikatif yaitu Mahkamah Agung yang dalam sejarahnya kerap mendapat sorotan tajam dari banyak sekali lapisan masyarakat termasuk media (pers).

Sorotan terhadap forum yudikatif (Mahkamah Agung) didasari oleh kenyataan bahwa kinerja forum Mahkamah Agung (MA) serta forum telah menerapkan taktik penegakan aturan yang cenderung bersifat positif instrumentalis. Pada masa kini ini aturan telah menjadi alat yang sangat ampuh bagi pelaksanaan ideologi dan kegiatan negara.

Banyak kalangan berpandangan bahwa lemahnya kinerja Mahkamah Agung selama ini tidak semata-mata disebabkan oleh kuramg efektifnya court management peradilan, akan tetapi juga akhir imbas sistem pemerintahan terhadap taktik penegakan hukumnya.

Namun di masa reformasi ini, eksistensi Mahkamah Agung yang merupakan peradilan tertinggi dalam melaknakan kekuasaan kehakiman yang merdeka mengalami kemajuan yang signifikan terutama pada level pengaturan hukum. Hal ini ditandai dengan perubahan UU Nomor 14 Tahun 1970 menjadi UU Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan terakhir lahir pula UU Nomor 4 Tahun 2004 wacana Kekuasaan kehakiman.

Sebagai akhir dari lahirnya UU Nomor 4 Tahun 2004 wacana Kekuasaan Kehakiman, maka pada tingkat Mahkamah Agung sendiri telah dilakukan perubahan undang-undang dari UU Nomor 14 Tahun 1970 menjadi UU Nomor 5 tahun 2004 wacana Mahkamah Agung.

Eksistensi Mahkamah Agung sebagai forum pengawasan peradilan juga sangat ditentukan oleh hakim-hakim agung yang merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai aturan yang hidup di kalangan rakyat. Sehingga dengan demikian hakim harus terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal, mencicipi dan bisa menyelami perasaan aturan dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam posisi ini hakim agung sanggup memperlihatkan putusan yang sesuai dengan aturan dan rasa keadilan Mahkamah Agung.

Dewasa ini dengan undang-undang yang gres (UU Nomor 4 Tahun 2004 dan UU Nomor 5 tahun 2004) kiprah dan fungsi Mahkamah Agung kembali menjadi sorotan dan ujian, apakah kasus-kasus yang bernuansa politik sanggup diselesaikan dengan mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Harapan seluruh bangsa Indonesia di masa reformasi ini ialah para hakim agung yang bekerja di Mahkamah Agung harus bisa menjawab sikap apriori dan kesangsian masyarakat. Bahwa mereka terpilih menjadi hakim agung lantaran mempunyai kapasitas dan kapabilitas. Salah satu syarat untuk mewujudkan itu ialah bagaimana memberdayakan fungsi pengawasan Mahkamah Agung yang telah diberikan negara kepadanya.

c. Fungsi Integrasi Pluralisme Sistem Hukum

Pada dikala ini, di Indonesia masih berlaku banyak sekali system aturan (empat macam sistem hukum), yaitu: “sistem aturan kontinental (Barat), sistem aturan adat, sistem aturan agama (khususnya lslam) dan sistem aturan nasional”.
Pluralisme sistem aturan yang berlaku sampai dikala ini merupakan salah satu warisan kolonial yang harus ditata kembali. Penataan kembali banyak sekali sistem aturan tersebut tidaklah dimaksudkan meniadakan banyak sekali sistem aturan – terutama sistem aturan yang hidup sebagai satu kenyataanyang dianut dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat. Pembangunan sistem aturan nasional ialah dalam rangka mengintegrasikan banyak sekali sistem aturan tersebut sehingga tersusun dalam satu tatanan yang serasi satu sama lain. Mengenai pluralisme kaidah aturan sepenuhnya bergantung pada kebutuhan aturan masyarakat. Kaidah aturan sanggup berbeda antara banyak sekali kelompok masyarakat, tergantung pada keadaan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.

d. Fungsi Kepastian Hukum

Kepastian hukum (rechtszekerheid, legal certainty) merupaken asas penting dalam tindakan aturan (rechtshandeling) dan penegakan aturan (hendhaving, uitvoering). Telah menjadi pengetahuan umum, bahwa peraturan perundang-undangan depat memperlihatkan kepastian aturan yang lebih tinggi dan pada aturan kebiasan, aturan adat, atau aturan yurisprudensi. Namun, perlu diketahui, kepastian aturan peraturan perundang-undangan tidak semata-mata diletakkan pada bentuknya yang tertulis (geschreven, written).
Untuk benar-benar menjamin kepastian hukum, peraturan perundang-undangan selain harus memenuhi syarat-syarat formal, harus memenuhi syarat-syarat lain, yaitu :
  1. Jelas dalam perumusannya (unambiguous).
  2. Konsisten dalam perumusannya -baik secara intern maupun ekstern. Konsisten secara intern mengandung makna bahwa dalam peraturan perundang-undangan yang sama harus terpelihara kekerabatan sietematik antara kaidah-kaidahnya, kebakuan susunan dan bahasa. Konsisten secara eketern, ialah adanya kekerabatan “harmonisasi” antara banyak sekali peraturan perundang-undangan.
  3. Penggunaan bahasa yang sempurna dan gampang dimengerti.Bahasa peraturan perundang-undangan haruslah bahasayang umum dipergunakan masyarakat. Tetapi ini tidak berarti bahasa aturan tidak penting. Bahasa aturan baik dalam arti struktur, peristilahan, atau cara penulisan tertentu harus dipergunakan secara ajeg lantaran merupakan kepingan dan upaya menjamin kepastian hukum. Melupakan syarat-syarat di atas, peraturan perundang-undangan mungkin menjadi lebih tidak niscaya dibandingkan dengan aturan kebiasaan, aturan adat, atau aturan yurisprudensi.
Dalam menegakkan aturan ada tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu:
  1. kepastian hukum,
  2. kemanfaatan, dan
  3. keadilan.
Ketiga unsur tersebut harus ada kompromi, harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang. Tetapi dalam praktek tidak selalu gampang mengusahakan kompromi secara proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut. Tanpa kepastian aturan orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan pada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan aturan alhasil kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil.

Kepastian aturan ini sanggup diwujudkan melalui penoramaan yang baik dan terang dalam suatu undang-undang dan akan terang pulah penerapanya. Dengan kata lain kepastian aturan itu berarti sempurna hukumnya, subjeknya dan objeknya serta bahaya hukumanya. Akan tetapi kepastian aturan mungkin sebaiknya tidak dianggap sebagai elemen yang mutlak ada setiap saat, tapi sarana yang dipakai sesuai dengan situasi dan kondisi dengan memperhatikan asas manfaat dan efisiensi.

Penegakan aturan pada prinsipnya harus sanggup memberi manfaat atau berdaya guna (utility) bagi masyarakat, namun di samping itu masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan aturan untuk mencapai suatu keadilan. Kendatipun demikian tidak sanggup kita pungkiri, bahwa apa yang dianggap berkhasiat (secara sosiologis) belum tentu adil, begitu juga sebaliknya apa yang dirasakan adil (secara filosopis), belum tentu berkhasiat bagi masyarakat.

Dalam kondisi yang demikian ini, masyarakat hanya menginginkan adanya suatu kepastian hukum, yaitu adanya suatu peraturan yang sanggup mengisi kekosongan aturan tanpa menghiraukan apakah aturan itu adil atau tidak. Kenyataan sosial ibarat ini memaksa pemerintah untuk segera membuat peraturan secara mudah dan pragmatis, mendahulukan bidang-bidang yang paling mendesak sesuai dengan tuntutan masyarakat tanpa asumsi strategis, sehingga melahirkan peraturan-peraturan yang bersifat tambal sulam yang daya lakunya tidak bertahan lama. Akibatnya kurang menjamin kepastian aturan dan rasa keadilan dalam masyarakat.

Sebaiknya mekanisme dan mekanisme untuk memilih prioritas revisi atau pembentukan undang-undang baru, masyarakat harus mengetahui sedini mungkin dan tidak memancing adanya resistensi dari masyarakat, maka setidak-tidaknya dilakukan dua macam pendekatan yaitu pendekatan sistem dan pendekatan kultural politis.

Melalui pendekatan sistem prioritas revisi atau pembentukan undang-undang baru, harus dilihat secara konstekstual dan konseptual yang bertalian erat dengan dimensi-dimensi geopolitik, ekopolitik, demopolitik, sosiopolitik dan kratopolitik. Dengan kata lain politik aturan tidak berdiri sendiri, lepas dari dimensi politik lainnya, apalagi kalau aturan diharapkan bisa berperan sebagai sarana rekayasa sosial. Kepicikan pandangan yang hanya melihat aturan sebagai alat pengatur dan penertib saja, tanpa menyadari keserasian hubungannya dengan dimensi-dimensi lain, akan melahirkan produk dan konsep yang kaku tanpa cakrawala wawasan dan pandangan sistemik yang lebih luas dalam menerjemahkan perasaan keadilan aturan masyarakat.

Substansi undang-undang sebaiknya disusun secara taat asas, harmoni dan sinkron dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Untuk itu harus dilakukan dengan mengabstraksikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 kemudian menderivasi, yakni menurunkan sejumlah asas-asas untuk dijadikan landasan pembentukan undang-undang. Semua peraturan-peraturan aturan yang dikeluarkan secara sektoral oleh departemen-departemen yang bersangkutan harus serasi dan sinkron dengan ketentuan undang-undang. Perlu kita maklumi bahwa banyak peraturan undang-undang sering tidak berpijak pada dasar moral yang dikukuhi rakyat, bahkan sering bertentangan.

Pada taraf dan situasi ibarat ini, kesadaran moral warga masyarakat tentu saja tidak akan lagi selalu sama dan sebangun dengan kesadaran aturan rakyat. Hukum yang dikembangkan dari cita pembaharuan dan pembangunan negara-negara nasional pun karenanya akan memerlukan dasar legitimasi lain, yang tak selamanya dipungut begitu saja dari legitimasi moral rakyat yang telah ada selama ini. Hukum-hukum ekonomi, kemudian lintas dan tata kota yang mendasarkan diri maksud-maksud pragmatis jelaslah kalau terlepas dari kesadaran moral tradisional.

Dalam pelaksanaan penegakan hukum, keadilan harus diperhatikan, namun aturan itu tidak identik dengan keadilan, aturan itu bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Setiap orang yang mencuri harus dieksekusi tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri. Sebaliknya keadilan bersifat subjektif, individualistis dan tidak menyamaratakan. Adil bagi seseorang belum tentu dirasakan adil bagi orang lain.

Aristoteles dalam buah pikirannya “Ethica Nicomacea” dan “Rhetorica” mengatakan, aturan mempunyai kiprah yang suci, yakni memperlihatkan pada setiap orang apa yang berhak ia terima. Anggapan ini menurut etika dan beropini bahwa aturan bertugas hanya membuat adanya keadilan saja (Ethische theorie). Tetapi anggapan semacam ini tidak gampang dipraktekkan, maklum mustahil orang membuat peraturan aturan sendiri bagi tiap-tiap manusia, alasannya ialah apabila itu dilakukan maka tentu tak akan habis-habisnya. Sebab itu pula aturan harus membuat peraturan umum, kaedah aturan tidak diadakan untuk menuntaskan suatu masalah tertentu. Kaedah aturan tidak menyebut suatu nama seseorang tertentu, kaedah aturan hanya membuat suatu kualifikasi tertentu. Kualifikasi tertentu itu sesuatu yang abstrak. Pertimbangan wacana hal-hal yang konkrit diserahkan pada hakim.

e. Fungsi Peraturan Perundang-Undangan Dari Sisi Lain

Secara umum, peraturan perundang-undangan fungsinya ialah “mengatur” sesuatu substansi untuk memecahkan suatu problem yang ada dalam masyarakat. Artinya, peraturan perundang-undangan ialah sebagai instrumen kebijakan (beleids instrument) apapun bentuknya ,apakah bentuknya penetapan, pengesahan, pencabutan, maupun perubahan. Secara khusus fungsi peraturan perundang-undangan dirinci sebagai berikut :
  1. Memberikan Jaminan Perlindungan bagi hak-hak kemanusiaan;
  2. Memastikan posisi aturan setiap orang sesuai dengan kedudukan hukumnya masing-masing;
  3. Sebagai Pembatasan Larangan, perintah tertentu yang harus dipatuhi dalam berperilaku.

 

Dasar Hukum : 

  1. Undang-undang Dasar 1945.
  2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
  3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
  4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung.

Referensi :

  1. Bagir Manan, Fungsi dan Materi Peraturan Perundang-undangan, Jakarta: Makalah,. 1994
  2. Lubis, M. Solly, Serba-serbi Politik dan Hukum, Bandung: Mandar Maju, 1989.
  3. Mertokusumo, Sudikno, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Yoyakarta: Citra Aditya Bakti, 1993.
  4. Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : Alumni, 1986.
  5. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-hukum
  6. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-hukum
  7. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-hukum
  8. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-hukum
  9. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-hukum