Showing posts sorted by date for query alur-korupsi-e-ktp-dimainkan-johannes. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query alur-korupsi-e-ktp-dimainkan-johannes. Sort by relevance Show all posts

Ilmu Pengetahuan Alur Korupsi E-Ktp Dimainkan Johannes Marliem Tahu Benar

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Nama Johannes Marliem disebut 25 kali oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikala membacakan tuntutan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto dalam kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Johannes Marliem ialah Direktur Biomorf Lone LLC, Amerika Serikat, perusahaan penyedia layanan teknologi biometrik. Dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, Marliem disebut sebagai penyedia produk automated finger print identification system (AFIS) merek L-1 untuk proyek kartu tanda penduduk elektronik. 

Ia muncul ketika KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka. Marliem yang telah usang menetap di Amerika Serikat bahkan semenjak proyek ini belum dimulai, mengklaim mempunyai rekaman selama empat tahun pertemuan membahas proyek pengadaan e-KTP tersebut. 
 kali oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi  Ilmu Pengetahuan Alur Korupsi E-KTP Dimainkan Johannes Marliem Tahu Benar
Johannes Marliem. Johannesmarliem.com
Dalam tuntutan terhadap terdakwa Irman dan Sugiharto, disebutkan, pada rentang Mei sampai Juni 2010, Marliem menjadi salah seorang penerima ketika Andi Agustinus alias Andi Narogong mengumpulkan petinggi perusahaan anggota konsorsium dan perusahaan vendor di Ruko Fatmawati, Jakarta Selatan.

Pada Oktober 2010, Marliem bertemu dengan Irman, Sugiharto, Diah Anggraini, Andi Agustinus, Husni Fahmi, dan Chairuman Harahap di Restoran Peacock Hotel Sultan, Jakarta. Kemudian, pada selesai 2010, Marliem bertemu dengan Andi Narogong dan Irman, yang mengarahkan biar proyek e-KTP dimenangi konsorsium Percetakan Negara RI. Marliem menangani teknologi konsorsium ini.

Johannes Marliem pada 2011 disebut dalam tuntutan kasus e-KTP menyerahkan 20 ribu dolar Amerika Serikat kepada Sugiharto melalui seorang pegawai Kementerian Dalam Negeri untuk biaya menyewa pengacara Hotma Sitompoel. Ketika itu, konsorsium yang kalah menggugat Kementerian Dalam Negeri.
Namun Johannes Marliem membantah, terkait dalam tuntutan Irman dan Sugiharto yang dibacakan di pengadilan bulan lalu, ia disebut menyerahkan 20 ribu dolar Amerika Serikat kepada Sugiharto melalui seorang pegawai Kementerian Dalam Negeri pada 2011. Uang itu, berdasarkan tuntutan jaksa, diduga dipakai untuk biaya menyewa pengacara Hotma Sitompoel untuk membela kementerian yang digugat konsorsium yang kalah. Marliem membantahnya. “Saya tidak pernah menyerahkan uang untuk keperluan Hotma,” katanya kepada Tempo, Rabu, 19 Juli 2017.

Lalu dalam tuntutan jaksa itu dikatakan pula, pada Maret 2012, Johannes Marliem disebut menyaksikan Andi Agustinus menyerahkan 200 ribu dolar Amerika Serikat kepada Diah Anggraini. 

Terhadap suara tuntutan ini pun, Marliem membantah pula. Selain menyerahkan uang, ia disebut menyaksikan santunan US$ 200 ribu dari Andi Agustinus, pengusaha perancang proyek e-KTP, kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni di rumah Diah. “Saya tidak menyaksikan santunan uang kepada Diah,” katanya Tempo.

Ilmu Pengetahuan Komisi Pemberantasan Korupsi Kolaborasi Dengan Fbi Kumpulkan Bukti E-Ktp Di Amerika

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespon upaya penelusuran aset milik saksi kunci masalah korupsi e-KTP Johannes Marliem oleh pegawanegeri aturan negara bab Minnesota, Amerika Serikat. Juru bicara KPK Febri Diansyah menyebut lembaganya telah menggandeng otoritas di Amerika Serikat, ialah Biro Investigasi Federal (FBI) untuk melaksanakan penyelidikan lebih lanjut.

"Kami lakukan kolaborasi dengan FBI untuk pengumpulan dan pencarian bukti alasannya ada bukti-bukti (kasus e-KTP) yang juga berada di Amerika Serikat," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 5 Oktober 2016.

Dikutip dari Star Tribune dan Wehoville, biro khusus FBI Jonathan Holden menguraikan seluruh hasil penyelidikan dan pengusutan aset milik Marliem. Menurut dia, FBI mencatat pedoman uang di rekening langsung Marliem yang menampung duit senilai US$ 13 juta atau setara dengan Rp 175 miliar dari rekening pemerintah Indonesia pada Juli 2011 hingga Maret 2014.
 merespon upaya penelusuran aset milik saksi kunci masalah korupsi e Ilmu Pengetahuan KPK Kerja Sama Dengan FBI Kumpulkan Bukti e-KTP di Amerika
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah melaksanakan jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, 2 Juni 2017. KPK menetapkan anggota dewan perwakilan rakyat fraksi partai Golkar Markus Nari sebagai tersangka atas masalah merintangi penyidikan pada masalah dugaan korupsi e-KTP. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Uang tersebut lalu dipakai Marliem untuk membeli sejumlah aset dan barang mewah. Salah satu barang yang ia beli ialah jam tangan seharga US$ 135 ribu atau setara Rp 1,8 miliar dari sebuah butik di Beverly Hills, negara bab California, Amerika Serikat. Marliem lalu menunjukkan jam mahal tersebut kepada Ketua dewan perwakilan rakyat RI Setya Novanto.

Febri menyebut ada indikasi pedoman dana kepada sejumlah pejabat di Indonesia yang sudah terungkap juga di proses persidangan. "Sebagian lain juga sudah terungkap di proses persidangan masalah e-KTP yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi," ujarnya.
KPK, kata Febri, akan melaksanakan pendalaman lebih lanjut terkait hasil penyelidikan dari Jonathan Holden tersebut. Sementara di Amerika sendiri, ujarnya, ada proses aturan terkait dengan sejumlah kekayaan yang diduga berasal dari kejahatan lintas negara.

Hasil penyelidikan biro FBI tersebut, berdasarkan Febri, semakin menguatkan bahwa bukti-bukti yang ada terkait dengan indikasi korupsi e-KTP sangat kuat. "Bukti dan kolaborasi dari FBI ini menjadi salah satu faktor yang semakin memperkuat penanganan masalah e-KTP yang tengah dilakukan," ungkapnya kepada Tempo.

Ilmu Pengetahuan 51 Laki-Laki Terkait Dugaan Prostitusi Lgbt Diamankan Polisi

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat menggerebek T-1 Sauna yang berlokasi di Ruko Plaza Harmoni Blok A, Jalan Suryo Pranoto, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2017) malam. Polisi memperoleh info dari masyarakat terkait kawasan yang diduga menyediakan jasa prostitusi untuk penyuka sesama jenis (gay) tersebut. 

Dari penggerebekan itu, polisi menjaring orang yang diduga pasangan homoseksual dan pengelola T-1 Sauna. "Kita menemukan 51 pengunjung, pria semua," terang Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Pol. Argo Yuwono, dalam konferensi pers di Polres metro Jakarta Pusat, Sabtu (7/10/2017).
 Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat menggerebek T Ilmu Pengetahuan 51 Pria Terkait Dugaan Prostitusi LGBT Diamankan Polisi
Warga Garut Tanda Tangan Penolakan LGBT dan Perayaan Valentine Day/Tribunnews
Dari 51 orang yang diamankan, 7 orang di antaranya yaitu warga negara asing.

Dari 51 orang yang diamankan, kata Argo, 7 di antaranya merupakan warga negara abnormal (WNA). Mereka terdiri dari 4 orang warga negara Cina, 1 orang warga negara Singapura, 1 orang warga negara Thailand, serta 1 orang warga negara Malaysia.

"Pengunjung ini akan kita identifikasi identitas sidik jari dan kita foto. Setelah itu kita akan berikan hukuman sesudah itu gres kita pulangkan," kata Argo Yuwono.

Selain itu, polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya uang tunai sebesar 14 juta rupiah, rekening koran atas nama PT Teritor Alam Sejati, daftar karyawan, mesin EDC Mandiri, satu pembangkang berkas, 14 nota, 12 handuk, 13 alat perangsang merek Rush, dan kondom.
Pemeriksaan terhadap para saksi pun telah dilakukan. Polisi menetapkan 6 orang sebagai tersangka, 5 di antaranya yakni GG (pemilik T-1 Sauna), GCMP (penanggungjawab T-1 Sauna), MAS (petugas kasir), TN (petugas pencatat pengunjung), KN (karyawan), serta PP, MF,dan FI (office boy). Sedangkan satu orang lainnya berinisial HI yang merupakan pemilik T-1 Sauna masih dalam pencarian. 

Para tersangka akan dijerat pasal 30 Jo Pasal 4 (2) Undangan-Undang nomor 44 tahun 2008 dan atau Pasal 296 KUHP. "Ancaman 6 tahun penjara," tegas Argo Yuwono. (***)

Ilmu Pengetahuan Lbh Masyarakat Gelar Kampanye Anti Eksekusi Mati

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Menjelang peringatan Hari Anti Hukuman Mati Sedunia yang jatuh pada 10 Oktober mendatang, LBH Masyarakat menggelar program bertajuk "A Day For Forever". Acara ini dilangsungkan di Conclave, Jalan Wijaya, Jakarta Selatan, pada Sabtu (7/10/2017). 

Hadir dalam program “A Day For Forever” ini, pihak-pihak yang pernah bekerjasama dengan terpidana mati ibarat Yuni Asri dari Komnas Perempuan, Romo Carolus, rohaniwan yang kerap mendampingi terpidana mati dan keluarganya, serta Devy Christa, putri Merri Utami, terpidana mati kasus narkotika yang ditahan semenjak 2001. 
 Menjelang peringatan Hari Anti Hukuman Mati Sedunia yang jatuh pada  Ilmu Pengetahuan LBH Masyarakat Gelar Kampanye Anti Hukuman Mati
LBH Masyarakat menggelar program bertajuk "A Day For Forever" di Conclave, Jalan Wijaya, Jakarta Selatan. tirto.id/Patresia
Dalam kesempatan tersebut, Devy menceritakan pengalamannya sebagai putri Merri yang telah melewati belasan tahun hidup tanpa kehadiran ibunya. Suasana emosional pun sempat terjadi ketika Devy mulai bercerita, disambung oleh testimoni Romo Carolus. Dari kacamata para pembicara, sanksi mati dikatakan tidak hanya merupakan pelanggaran hak hidup, tetapi juga membawa dampak bagi orang-orang terdekatnya.

"Siksaan bukan hanya dialami oleh terpidana mati, keluarga juga merasa tersiksa," demikian dinyatakan oleh Romo Carolus. Menunggu proses eksekusi, lanjutnya, bukan hanya mendatangkan pengaruh psikologis jago bagi terpidana mati, tetapi juga keluarga mereka yang dengan cemas berharap sanksi tidak jadi dilakukan. 

Dalam kasus-kasus terpidana mati buruh migran wanita yang ditangani Komnas Perempuan, para terpidana merupakan tulang punggung keluarga. Vonis mati yang dijatuhkan kepada mereka bukan hanya akan menghilangkan nyawa satu orang, tetapi juga memperparah kondisi ekonomi keluarga yang ditinggalkan. 

Yuni menambahkan, "Kita (Indonesia) ini jadi menerapkan double standard. Di satu sisi, ketika buruh migran terkena kasus dan dijatuhi sanksi mati di negara tempatnya bekerja, kita menentang habis-habisan. Sementara, di dalam negeri sendiri, sanksi mati masih diterapkan." 

Inilah yang berdasarkan Yuni mempersulit posisi tawar-menawar Indonesia dengan negara-negara daerah beberapa buruh migran divonis mati. Di samping itu, keterlambatan menunjukkan derma aturan kepada para buruh migran terpidana mati juga dipandangnya menjadi hambatan lain dalam upaya menghindarkan sanksi mati. 
Ketiga pembicara berharap sanksi mati segera dihapuskan alasannya ialah merugikan pihak-pihak lain di luar terpidana sendiri. "Stop sanksi mati, hapuskan sanksi mati dari Indonesia! Hukuman mati di Indonesia sudah nggak tepat, sudah kuno, dan nggak dapat diterapkan lagi di sini," tutup Yuni ketika dilansir dari Tirto.id.

Acara A Day For Forever juga diisi dengan pemutaran film Curumim, dokumenter karya Marcos Prado wacana Marco Archer, terpidana mati asal Brasil yang dihukum di Indonesia pada Januari 2015. Selain itu, disajikan pula pertunjukan seni sebelum dan setelah program bincang-bincang, ibarat stand up comedy, pembacaan puisi, serta penampilan musik. (***)

Ilmu Pengetahuan Pelapor Eggi Sudjana; Pengacara Ancam Tuntut Rp1 Triliun

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Ketua Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia Sures Kumar melaporkan pengacara Eggi Sudjana ke Bareskrim Mabes Polisi Republik Indonesia atas dugaan tindak pidana membuatkan ujaran kebencian dan SARA. Eggi sebelumnya menyampaikan agama selain Islam bertentangan dengan sila pertama Pancasila karena tidak mempunyai konsep keesaan Tuhan.

Razman Arif Nasution, pengacara bagi Eggi Sudjana, menyatakan siap melaporkan balik pelapor kliennya atas dugaan pencemaran nama baik. Ia mengancam akan menuntut para pelapor kliennya dengan kompensasi uang senilai Rp 1 triliun jikalau Eggi tidak terbukti bersalah.
Ketua Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia Sures Kumar melaporkan pe Ilmu Pengetahuan Pelapor Eggi Sudjana; Pengacara Ancam Tuntut Rp1 Triliun
Eggi Sudjana. FOTO/Antaranews
“Kami lakukan konsep laporan pencemaran nama baik dan minta lakukan rehabilitasi dan kompensasi sesuai dengan undang-undang. Kalau kami menang, beliau sanggup bayar Rp 1 triliun, ya beliau bayarlah,” kata Razman ketika dihubungi Tirto, Sabtu (7/10/2017).

Razman mengatakan, Eggi tidak bermaksud menyinggung pemeluk agama lain di Indonesia. Eggi, berdasarkan Razman, memberikan pandangannya dalam kapasitas sebagai pemohon uji materi atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2/2017 wacana Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Pernyataan itu menjadi pecahan klarifikasi Eggi dalam menolak Perppu Ormas di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Razman, Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 wacana Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak sanggup menjerat Eggi. Sebab, Eggi tidak mendistribusikan, mentransmisikan, dan menjadikan kebencian ibarat yang dimaksud dalam Pasal 45a dan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang tersebut.

Sementara itu, terkait jeratan pasal Pasal 156a kitab undang-undang hukum pidana soal penistaan agama, ia menyampaikan kawasan dan waktu tidak sanggup menjerat kliennya. “Secara locus dan tempus, delik itu enggak kena,” tambah Arif.

Razman meminta para pelapor melihat pernyataan Eggi secara obyektif. Sebab berdasarkan Eggi, ibarat diutarakan Razman, pembubaran pedoman selain Islam yakni konsekuensi logis dari penerapan Perppu Ormas.

“Ketuhanan yang Maha Esa kalau ditafsirkan, kan, cuma orang Islam yang masuk,” kata Razman.

Razman mengatakan, jikalau Perppu Ormas dipaksakan, konsekuensi logis dari penerapannya yakni benturan-benturan di masyarakat. “Paling tidak, intelektualitas iman orang wacana pemahaman Pancasila dan sila 'Ketuhanan yang Maha Esa' itu diperdebatkan,” ujarnya.

Eggi Siapkan 10 Pengacara

Razman menyampaikan kliennya belum mendapatkan panggilan kepolisian. Namun, beliau menyampaikan Eggi siap diperiksa kapan pun. Selain itu, Razman juga telah menyiapkan 10 orang pengacara untuk menjadi kuasa aturan Eggi jikalau ia nanti dibawa ke meja hijau.

“Kalau ada panggilan, kami datangilah. Kami jelaskan. Enggak ada duduk kasus itu,” katanya.

Saat dikonfirmasi terpisah, Eggi kembali mengulang pernyataan kontroversialnya. Ia menyampaikan agama-agama selain Islam tidak mempunyai konsep Ketuhanan yang Maha Esa. Dalam konteks itu, agama-agama selain Islam sanggup dibubarkan alasannya bertentangan dengan sila pertama Pancasila.

Namun, Eggi Sudjana menegaskan pernyataan tidak dimaksudkan untuk membubarkan agama-agama non-Islam. Menurutnya Islam mengajarkan toleransi dan melarang pembubaran agama yang berbeda.

Menurut Eggi, pernyataan itu dilontarkan sebagai argumentasi penolakan terhadap Perppu Ormas. Jika Perppu Ormas diberlakukan, agama selain Islam sanggup dibubarkan alasannya sanggup dipahami bertentangan dengan sila pertama Pancasila.

“Penekanannya bukan pada kalimat ‘selain agama Islam harus dibubarkan’ tapi lebih kepada konsekuensi aturan jikalau Perppu No.2/2017 itu disahkan atau berkekuatan aturan tetap. Paham atau pedoman apapun yang bertentangan dengan Pancasila dibubarkan,” katanya.

Eggi juga memastikan dirinya akan melaporkan pihak-pihak yang mempolisikan dirinya atas pernyataan tersebut. "Ya dengan pasal 220 dan 317 KUHP," ujar Eggi.

Sejarawan dan Rohaniwan: Argumen Eggi Keliru

Meski diposisikan sebagai dasar atau argumentasi somasi Perppu Ormas, pernyataan Eggi tetap dianggap mengandung kekeliruan.

Secara historis, ucapan tersebut abai pada fakta bahwa sila "Ketuhanan yang Maha Esa" justru merupakan kemudahan dari penolakan kaum minoritas terhadap sila pertama versi Piagam Jakarta. Karena ada protes, 7 kata pada Piagam Jakarta yang berbunyi "Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" diganti menjadi "Ketuhanan yang Maha Esa" yang sanggup diterima semua kelompok agama.

"Ini alasannya alasan keutuhan negara Indonesia. Akhirnya PPKI menghilangkan kata-kata itu. Selain itu, dalam naskah UUD, lema "Allah" diganti "Tuhan" yang lebih umum," kata Muhammad Iqbal, sejarawan yang mengajar di IAIN Palangka Raya.

Andi Achdian, sejarawan lain, menjelaskan bahwa "esa" juga bukan bermakna "satu."

"Esa itu penggunaan yang umum dalam bahasa Sanskrit. Esa artinya bukan tunggal, satu. Itu ['tunggal,' merujuk pada] Eka. Kalau 'esa' artinya maha kuasa. Keesaannya merujuk pada kekuasaannya," kata Andi kepada Tirto.
Pendapat rohaniwan Kristen sekaligus guru besar filsafat STF Driyarkara, Franz Magnis-Suseno, juga senada dengan kedua sejarawan tersebut. Bagi Magnis, ucapan Eggi mengandung dua kesalahan besar.

Kesalahan pertama yakni kesalahan historis ketika memaknai Pancasila ibarat diuraikan Iqbal dan Andi. Kekeliruan kedua ada pada ranah teologis, ketika Eggi menafsirkan konsep Trinitas Kristen bertentangan dengan "Ketuhanan yang Maha Esa."

“Jadi, [Trinitas] bukan tiga dewa, [melainkan] satu Tuhan yang menyatakan diri dalam tiga wujud,” kata Romo Magnis. (***)

Ilmu Pengetahuan Aditya Moha Politikus Golkar Dan Ketua Pt Manado Ditahan Kpk

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta)  Aditya Anugrah Moha, politikus Partai Golkar dan anggota Komisi XI dewan perwakilan rakyat RI, resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semenjak Minggu dini hari (8/10/2017). Di masalah yang sama, Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sulawesi Utara (PT Sulut) Sudiwardono juga ikut ditahan oleh KPK.

Aditya dan Sudiwardono sebelumnya teringkus dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di sebuah hotel di tempat Pecenongan, Jakarta Pusat, pada Jumat malam (6/10/2017). Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengumumkan OTT masalah suap itu juga mengamankan barang bukti uang senilai 64 ribu dolar Singapura dari total kesepakatan sogokan sebesar Rp1 miliar.
 politikus Partai Golkar dan anggota Komisi XI dewan perwakilan rakyat RI Ilmu Pengetahuan Aditya Moha Politikus Golkar dan Ketua PT Manado Ditahan KPK
Aditya Anugrah Moha, Politikus Golkar yang terjaring OTT masalah suap pada Jumat (6/10/2017).
"Keduanya ditahan selama 20 hari pertama mulai hari ini (Minggu). Tersangka AAM (Aditya Anugrah Moha) ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK di gedung KPK. Sedangkan SDW (Sudiwardono) di rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur," kata Febri di Gedung KPK Jakarta, pada Minggu dini hari menyerupai dikutip Antara.

Aditya Moha dan Sudiwardono sudah ditetapkan, masing-masing sebagai tersangka pemberi dan akseptor suap. KPK menerka suap itu berkaitan dengan putusan banding kasus korupsi Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Bolaang Mongondow tahun 2010.

Saat keluar dari gedung KPK, Aditya mengaku dirinya hanya ingin memperjuangkan nasib ibunya, mantan Bupati Bolaang Mongondow Marlina Moha Siahaan. Kader muda Partai Golkar ini mengakui kesalahannya.

"Saya berusaha semaksimal mungkin. Niat saya baik, tapi mungkin cara yang belum terlalu tepat. Saya berusaha maksimal demi nama seorang ibu," kata Aditya sebelum masuk ke kendaraan beroda empat tahanan.

Ia juga meminta maaf kepada para pendukungnya. Dia menyatakan, "Saya selaku langsung dan tentu atas nama apa yang menjadi amanah dan kepercayaan, memberikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat dan tentunya di dapil saya Sulut, khususnya di Bolaang Raya."
Berdasar temuan sementara KPK, pertolongan suap ini diduga untuk mempengaruhi putusan banding dalam kasus korupsi yang melibatkan Marlina Moha Siahaan selaku Bupati kabupaten Bolaang Mongondow periode 2001-2006 dan 2006-2015. Marlina sudah divonis bersalah 5 tahun penjara dalam kasus korupsi TPAPD Bolaang Mongondow. Uang juga diberikan biar Marlina tidak perlu ditahan.

Pemberian uang dari Aditya kepada Sudiwardono sudah dilakukan semenjak pertengahan Agustus 2017, ialah sebesar 60 ribu dolar Singapura di Manado. Pada Jumat kemarin (6/10/2017), Aditya kembali menyerahkan suap senilai 30 ribu dolar Singapura di pintu darurat salah satu hotel di Jakarta. Penyidik KPK masih menemukan ada uang 11 ribu dolar Singapura di kendaraan beroda empat Aditya. (***)