Showing posts with label Haki. Show all posts
Showing posts with label Haki. Show all posts

Ilmu Pengetahuan Maraknya Peredaran Vcd Dan Dvd Bajakan Bebas Di Batam

By Sugi Arto

Maraknya Peredaran VCD dan DVD Bajakan Bebas di Batam Ilmu Pengetahuan Maraknya Peredaran VCD dan DVD Bajakan Bebas di Batam

Salah satu Lokasi Pusat penjualan VCD dan DVD Batam


BATAM – Perkembangan dan kemajuan sistem info teknologi pada kenyataanya menawarkan dampak yang signifikan kepada kemajuan teknologi diberbagai bidang kehidupan manusia. Semakin berkembangnya sistem info dan teknologi maka semakin tinggi tingkat kerawanan akan perdagangan barang palsu ataupun bajakan. Salah satu teladan barang bajakan ialah VCD dan DVD impor bajakan. Dengan kemajuan teknologi maka seseorang sanggup meniru suatu karya intelektual dengan tanpa harus meminta ijin dari pemegang hak cipta yang diatur dalam UU RI No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

Hak cipta merupakan salah satu kepingan dari hak asasi insan (intellectual property rights), di mana intinya setiap orang mempunyai peluang yang sama dalam hal memenuhi kebutuhan hidup dasarnya selama tidak bertentangan dengan peraturan perundangan maupun norma-norma, kaidah-kaidah yang hidup di tengah masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam setiap bidang kehidupan masyarakat ialah mutlak menganut aturan baik disengaja maupun tidak.

Peredaran VCD dan DVD bajakan di Indonesia khususnya tempat Batam Provinsi Kepri sangat bebas beredar tanpa adanya hambatan. Hal ini terlihat hampir di setiap semua sentra perbelanjaan yang tersebar di Batam mulai dari Sekupang, Jodoh, Nagoya, Nongsa, Botania, Batam Center, Batu Ampar, dan Batu Aji, VCD dan DVD bajakan beredar dijual secara bebas di pinggir jalan, sentra perbelanjaan maupun di toko-toko.

"Rata-rata yang paling banyak dijual ialah itu VCD dan DVD bajakan semua dan yang original hanya beberapa keping dan unit saja. Hal ini sangat terang melanggar undang-undang tapi polisi biarkan saja," kata salah satu pedagang yang tidak mau namanya disebut di tempat sekitar Jodoh , Selasa (10/3).

Pantauan Investigasi Birokrasi Batam, masyarakat lebih gemar membeli VCD dan DVD bajakan, dari pada membeli VCD dan DVD original, baik itu kelas ekonomi bawah, menengah maupun atas. Hal ini dikarenakan VCD dam DVD bajakan harganya lebih murah dibandingkan VCD dan DVD orisinil yang harganya jauh lebih mahal.

Adapun yang menjadi latar belakang maraknya beredar VCD dan DVD bajakan ialah yang pertama ialah faktor lemahnya pegawapemerintah penegak aturan Polisi Republik Indonesia dan penyidik PPNS Ditjen Hak Cipta untuk melaksanakan penertiban peredaran VCD dan DVD bajakan. Dimana belum terciptanya koordinasi secara intensif dengan Korwas PPNS, sehingga proses penyidikan tindak pidana hak cipta atas perkara hak cipta tidak sanggup dilaksanakan. Padahal, ketentuan dan kedudukan Polisi Republik Indonesia sebagai korwas PPNS sangat jelas, dan keberadaan tersebut sebetulnya sanggup memudahkan proses penegakan aturan dalam menangani kejahatan VCD dan DVD bajakan.

Faktor yang kedua ialah sarana dan prasarana yang masih minim sehingga menghambat kelancaran proses penyidikan tindak pidana hak cipta yang dilakukan oleh PPNS.

Faktor Masyarakat sendiri sebagai konsumen dari produk hak cipta bajakan yang masih memakai produk-produk bajakan disebabkan harga yang murah jikalau dibandingkan dengan membeli produk yang berlisensi, maka hal ini telah menimbulkan semakin maraknya pelanggaran hak cipta. Disadari atau tidak, keberadaan masyarakat yang justru lebih menentukan membeli barang bajakan daripada barang yang orisinil (original) menawarkan imbas besar dalam penyidikan, lantaran semakin banyak permintaan konsumen maka alur perdagangan VCD dan DVD bajakan akan semakin meningkat.

Faktor Budaya organisasi seringkali juga menjadi salah satu faktor penghambat penegakan aturan tindak pidana hak cipta sehingga masih masih terdapat arogansi dari masing-masing institusi sehingga penggalangan koordinasi dalam upaya penegakan aturan tindak pidana hak cipta menjadi tidak terwujud dengan baik. (Sugi Art)

Ilmu Pengetahuan Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

By Sugi Arto 

 Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual  Ilmu Pengetahuan Pengertian Hak Kekayaan Intelektual
Hak Cipta

Pengertian Hak Kekayaan Intelektual. Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual yaitu padanan kata yang biasa dipakai untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dipakai untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 menyampaikan wacana hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang sanggup dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.

Hak Kekayaan Intelektual, disingkat “HKI” atau singkatan “HaKI”, dipakai untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasikan suatu produk atau proses yang berkhasiat untuk insan pada pada dasarnya HKI yaitu hak untuk menikmati secara hemat hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI yaitu karya-karya yang timbul atau lahir sebab kemampuan intelektual manusia.

Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir ibarat teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berkhasiat untuk manusia. Objek yang diatur dalam HKI yaitu karya-karya yang timbul atau lahir sebab kemampuan intelektual manusia. Sistem HKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya dan biar orang lain terangsang untuk sanggup lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui prosedur pasar.

Disamping itu, sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas insan sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama sanggup dihindari atau dicegah. Dengan pemberian dokumentasi yang baik tersebut, diperlukan masyarakat sanggup memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk menunjukkan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.

Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat dipengaruhi oleh fatwa John Locke wacana hak milik. Dalam bukunya, Locke menyampaikan bahwa hak milik dari seorang insan terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada semenjak insan lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia.

Secara garis besar HKI dibagi dalam 2 (dua) bagian,yaitu:
  1. Hak Cipta (copyright);
  2. Hak kekayaan industri (industrial property rights), yang mencakup:
  • Paten (patent);
  • Desain industri (industrial design);
  • Merek (trademark);
  • Penanggulangan praktek persaingan curang (repression of unfair competition);
  • Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit);
  • Rahasia dagang (trade secret).

Sumber :

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta





Ilmu Pengetahuan Sistem Hak Kekayaan Intelektual

By Sugi Arto

Sistem Hak Kekayaan Intelektual. Sistem HKI merupakan hak privat (private rights). Disinilah ciri khas HKI. Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftar karya intelektual atau tidak. Hak langsung yang diberikan negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain, dan sebagainya) tidak lain dimaksud sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas)nya dan semoga orang lain terangsang untuk lebih lanjut menyebarkan lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui prosedur pasar. Di samping itu, sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas bentuk kreativitas insan sehingga kemungkinan dihasilkan teknologi atau hasil karya lain yang sama sanggup dihindarkan/dicegah. Dengan santunan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat sanggup memanfaatkan dengan maksimal untuk keperluan hidup atau menyebarkan lebih lanjut untuk menawarkan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.

 Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftar karya intelektual atau tidak Ilmu Pengetahuan Sistem Hak Kekayaan Intelektual
Sistem Haki
Setiap hak yang digolongkan ke dalam HAKI harus menerima kekuatan aturan atas karya atau ciptannya. Untuk itu dibutuhkan tujuan penerapan HAKI. Berikut ini merupakan tujuan penerapan HAKI:
  1. Antisipasi kemungkinan melanggar HAKI milik pihak lain,
  2. Meningkatkan daya kompetisi dan pangsa pasar dalam komersialisasi kekayaan intelektual,
  3. Dapat dijadikan sebagai materi pertimbangan dalam penentuan taktik penelitian, perjuangan dan industri di Indonesia.

 

Sumber : 

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 perihal Hak Cipta

Ilmu Pengetahuan Sejarah Hak Kekayaan Intelektual

By Sugi Arto


Sejarah Hak Kekayaan Intelektual. Undang-undang mengenai HAKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut problem paten pada tahun 1470. Penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan memiliki hak monopoli atas penemuan mereka diantaranya ialah Caxton, Galileo dan Guttenberg. Hukum-hukum wacana paten tersebut lalu diadopsi oleh kerajaan Inggris tahun 1500-an dan lalu lahir aturan mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat gres memiliki undang-undang paten tahun 1791. 
undang mengenai HAKI pertama kali ada di Venice Ilmu Pengetahuan Sejarah Hak Kekayaan Intelektual
HAKI

Upaya harmonisasi dalam bidang HAKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk problem paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk problem copyright atau hak cipta. Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan problem baru, tukar menukar informasi, sumbangan mimimum dan mekanisme mendapat hak. Kedua konvensi itu lalu membentuk agen administratif berjulukan The United International Bureau For The Protection of Intellectual Property yang lalu dikenal dengan nama World Intellectual Property Organisation (WIPO). WIPO lalu menjadi tubuh administratif khusus di bawah PBB yang menangani problem HAKI anggota PBB. Sebagai pelengkap pada tahun 2001 WIPO telah tetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia. Setiap tahun, negara-negara anggota WIPO termasuk Indonesia menyelenggarakan bermacam-macam acara dalam rangka memeriahkan Hari HAKI Sedunia.

Di Indonesia, HAKI mulai terkenal memasuki tahun 2000 – sekarang. Tetapi saat kepopulerannya itu sudah mencapa puncaknya, grafiknya menurun. Ketika mengalami penurunan, muncul lah aturan siber (cyber), yang ternyata perkembangan dari HAKI itu sendiri. Jadi, HAKI akan terbawa terus seiring dengan ilmu-ilmu yang baru. seiring dengan perkembangan teknologi isu yang tidak pernah berhenti berinovasi. Peraturan perundangan HAKI di Indonesia dimulai semenjak masa penjajahan Belanda dengan diundangkannya: Octrooi Wet No. 136; Staatsblad 1911 No. 313; Industrieel Eigendom Kolonien 1912; dan Auterswet 1912 Staatsblad 1912 No. 600. Setelah Indonesia merdeka, Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman No. JS 5/41 tanggal 12 Agustus 1953 dan No. JG 1/2/17 tanggal 29 Agustus 1953 wacana Pendaftaran Sementara Paten.

Pada tahun 1961, Pemerintah RI mengesahkan Undang-undang No. 21 Tahun 1961 wacana Merek. Kemudian pada tahun 1982, Pemerintah juga mengundangkan Undang-undang No. 6 Tahun 1982 wacana Hak Cipta. Di bidang paten, Pemerintah mengundangkan Undang-undang No. 6 Tahun 1989 wacana Paten yang mulai efektif berlaku tahun 1991. Di tahun 1992, Pemerintah mengganti Undang-undang No. 21 Tahun 1961 wacana Merek dengan Undang-undang No. 19 Tahun 1992 wacana Merek.

Perkembangan Haki di Indonesia pada awal tahun 1990, di Indonesia, HAKI itu tidak populer. Dia mulai terkenal memasuki tahun 2000 hingga dengan sekarang. Tapi, saat kepopulerannya itu sudah hingga puncaknya, grafiknya akan turun. Ketika ia mau turun, muncullah aturan siber, yang ternyata kepanjangan dari HAKI itu sendiri. Jadi, ia akan terbawa terus seiring dengan ilmu-ilmu yang baru. Tapi bila yang namanya HAKI dan aturan siber itu prediksi saya akan terus berkembang pesat, seiring dengan perkembangan teknologi isu yang tidak pernah berhenti berinovasi.

Inilah kira-kira perubahan undang-undang perjalanan perundangn-undang HAKI
di Indonesia sebagai berikut : UU No 6 Tahun 1982 ——-> diperbaharui menjadi UU No 7 Tahun 1987—— > UU No 12 Tahun 1992——> Terakhir, UU tersebut diperbarui menjadi UU No 19 Tahun 2002 wacana Hak Kekayan Intelektual yang disahkan pada 29 Juli 2002 ternyata diberlakukan untuk 12 bulan kemudian, yaitu 19 Juli 2003, inilah lalu menjadi landasan diberlakukannya UU HAKI di Indonesia.

Apakah pemberlakuan HAKI merupakan “kelemahan” Indonesia terhadap Negara-negara maju yang berlindung di balik WTO ? Konsekuensi HAKI/akibat diberlakukannya HAKI :
  1. Pemegang hak sanggup menunjukkan izin atau lisensi kepada pihak lain.
  2. Pemegang hak sanggup melaksanakan upaya aturan baik perdata maupun pidana dengan masyarakat umum.
  3. Adanya kepastian aturan yaitu pemegang sanggup melaksanakan usahanya dengan hening tanpa gangguan dari pihak lain.
  4. Pemberian hak monopoli kepada pencipta kekayaan intelektual memungkinkan pencipta atau penemu tersebut sanggup mengeksploitasi ciptaan/penemuannya secara ekonomi. Hasil dari komersialisasi penemuan tersebut memungkinkan pencipta karya intektual untuk terus berkarya dan meningkatkan mutu karyanya dan menjadi pola bagi individu atau pihak lain, sehingga akan timbul harapan pihak lain untuk juga sanggup berkarya dengan lebih baik sehingga timbul kompetisi.

 

Sumber : 


1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 wacana Hak Cipta,
2. Undang-undang No. 19 Tahun 1992 wacana Merek.