Showing posts sorted by relevance for query peraturan-terkait-ketenagakerjaan. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query peraturan-terkait-ketenagakerjaan. Sort by date Show all posts

Ilmu Pengetahuan Sumber Aturan Ketenagakerjaan Indonesia

Sumber Hukum Ketenagakerjaan Indonesia - Hukum ketenagakerjaan bukan hanya mengatur relasi antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam pelaksanaan relasi kerja tetapi juga termasuk seorang yang akan mencari kerja melalui proses yang benar ataupun lembaga-lembaga pelaksana yang terkait, serta menyangkut pekerja yang purna atau selesai bekerja.

Hukum ketenagakerjaan yaitu merupakan suatu peraturan-peraturan tertulis atau tidak tertulis yang mengatur seseorang mulai dari sebelum, selama, dan sehabis tenaga kerja bekerjasama dalam ruang lingkup di bidang ketenagakerjaan dan apabila di tubruk sanggup terkena hukuman perdata atau pidana termasuk lembaga-lembaga penyelenggara swasta yang terkait di bidang tenaga kerja.

Hukum ketenagakerjaan bukan hanya mengatur relasi antara pekerja Ilmu Pengetahuan Sumber Hukum Ketenagakerjaan Indonesia
Sumber Hukum Ketenagakerjaan
Pengertian ketenagakerjan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu sebagai berikut :
  1. Pasal 1 (1) Ketenagakerjaan yaitu segala hal yang bekerjasama dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sehabis masa kerja.
  2. Pasal 1 (2) Tenaga kerja yaitu setiap orang yang bisa melaksanakan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Pengertian tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja : Tenaga kerja yaitu setiap orang yang bisa melaksanakan pekerjaan baik di dalam maupun di luar relasi kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Prof. Imam Soepomo, SH beropini bahwa Hukum ketenagakerjaan yaitu himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak, yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan mendapatkan upah.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Perburuhan yaitu yang bertalian dengan urusan, pekerjaan dan keadaan kaum buruh : Undang-undang.

Dengan demikian yaitu sepadan makna kata perburuhan dengan kata ketenagakerjaan, demikian pula dengan kata buruh atau pekerja yaitu sama hakekatnya orang yang bekerja dengan mendapatkan upah bukan pemberi upah. Perlu dicamkan semua itu bekerjsama hanyalah soal permufakatan (afspraak) belaka artinya sanggup bermufakat kata tersebut.

Semenjak zaman reformasi ruang lingkup aturan ketenagakerjaan Indonesia telah diatur secara lengkap dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang terdiri dari XVIII Bab dan 193 Pasal dengan sistematika sebagai berikut :
  • Bab I. Ketentuan umum yaitu mengenai defenisi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang tersebut.
  • Bab II. Landasan azas dan tujuan yang merupakan prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan pembangunan ketenagakerjaan.
  • Bab III. Pengaturan mengenai Kesempatan dan perlakuan yang sama dalam memperoleh pekerjaan tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama dan golongan.
  • Bab IV. Perencanaan tenaga kerja dan gosip ketenagakerjaan dalam kaitan penyusunan kebijakan, taktik dan pelaksanaan kegiatan pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan.
  • Bab V. Pengaturan Pelatihan kerja dalam rangka membekali, meningkatkan dan membuatkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan produktivitas dan kesejahteraan.
  • Bab VI. Penempatan tenaga kerja mengatur secara rinci ihwal kesempatan yang sama, memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghsilan yang layak di dalam atau di luar negeri.
  • Bab VII. Perluasan kesempatan kerja hal ini merupakan upaya pemerintah untuk bekerja sama di dalam maupun di luar negeri dalam rangka ekspansi kesempatan kerja.
  • Bab VIII. Pengaturan Penggunaan tenaga Kerja Asing
  • Bab IX. Pengaturan Hubungan Kerja,
  • Bab X. Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejahteraan.
  • Bab XI. Hubungan Industrial yang mengatur relasi antara pekerja, pengusaha dan pemerintah .
  • Bab XII. Pemutusan relasi kerja
  • Bab XIII. Pembinaan.
  • Bab XIV. Pengawasan,
  • Bab XV. Penyidikan.
  • Bab XVI. Ketentuan pidana dan hukuman administrative.
  • Bab XVII. Ketentuan peralihan.
  • Bab XVIII Penutup.
Beberapa ketentuan Pasal- pasal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu : Pasal 158, 159, 160, 170, 158(1), 171, 158(1), 186, 137, dan Pasal 138(1) tidak memiliki kekuatan aturan mengikat dan tidak dipakai lagi sebagai dasar hukum.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 12/PPU-1/2003 tanggal 28 Oktober 2004 Tentang Hak Uji Materil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Berita Negara No 92 tahun 2004 tanggal 17 November tahun 2004, jo Surat Edaran MENTERI Tenaga Kerja RI NO SE.13/MEN/SJ-HKI/I/2005.

Undang-undang lainnya yang masih bekerjasama dengan ketenagakerjaan dalam arti selama bekerja yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Defenisi Jaminan sosial tenaga kerja berdasarkan Pasal 1 (1) Undang-undang ini : "Jaminan Sosial Tenaga Kerja yaitu suatu santunan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan tanggapan insiden atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, hari renta dan meninggal dunia".
 
Undang-undang yang bekerjasama dengan ketenagakerjaa dalan arti sehabis bekerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Pengertian berdasarkan ketentuan Pasal 1 (1) "perselisihan relasi industrial yaitu perbedaan pendapat yang menjadikan kontradiksi pendapat antara pengusaha atau campuran pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh alasannya adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan relasi kerja dan perselisihan antara serikat pekerja / serikat buruh dalam satu perusahaan". Sebagai peraturan pelaksana dari Undang-undang terebut diatas diatur dalam Peraturan pemerintah (PP), Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Ketmen)

Sebagai pedoman dalam melaksanakan Pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia maka harus mengetahui sejarah peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang pernah berlaku di Indonesia dari zaman kolonial, Orde usang dan Orde gres yaitu sebagai berikut:
  • Ordonansi ihwal Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan di Luar Indonesia (Staatsblad tahun 1887 No. 8);
  • Ordonansi tanggal 17 Desember 1925 Peraturan ihwal Pembatasan Kerja Anak Dan Kerja Malam bagi Wanita (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 647);
  • Ordonansi Tahun 1926 Peraturan Mengenai Kerja Anak-anak dan Orang Muda diatas Kapal (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 87);
  • Ordonansi tanggal 4 Mei 1936 ihwal Ordonansi untuk Mengatur Kegiatan kegiatan Mencari Calon Pekerja (Staatsblad Tahun 1936 Nomor 208);
  • Ordonansi ihwal Pemulangan Buruh yang Diterima atau Dikerahkan Dari Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 545);
  • Ordonansi Nomor 9 Tahun 1949 ihwal Pembatasan Kerja Anak-anak (Staatsblad) Tahun 1949 Nomor 8);
  • Undang-undang Nomor 1 Tahun 1951 ihwal Pernyataan Berlakunya Undangundang Kerja tahun 1948 Nomor 12 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 2);
  • Undang-undang Nomor 21 tahun 1954 ihwal Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 598 a);
  • Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 ihwal Penempatan Tenaga Asing (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 8);
  • Undang-undang Nomor 8 Tahun 1961 ihwal Wajib Kerja Sarjana (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 207, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2270);
  • Undang-undang Nomor 7 Pnps Tahun 1963 ihwal Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (Lock Out) Di Perusahaan, Jawatan dan Badan yang Vital (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 67);
  • Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 ihwal Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912);
  • Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 ihwal Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3702);
  • Undang-undang Nomor 11 Tahun 1998 ihwal Perubahan Berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 ihwal Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3791); dan
  • Undang-undang Nomor 28 Tahun 2000 ihwal Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2000 ihwal Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1998 ihwal Perubahan Berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 ihwal Ketenagakerjaan Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4042). Undang-undang tersebut diatas telah dicabut dan tidak diberlakukan lagi.
Sumber aturan berarti tempat-tempat dari mana kita sanggup mengetahui aturan yang berlaku, tempat-tempat dimana kita harus mengambil peraturan-peraturan aturan yang harus diterapkan.
Prof. Imam Soepomo menyatakan : "Selama segala sesuatu mengenai relasi antara pekerja/buruh dengan pengusaha itu diserahkan kepada kecerdikan kedua belah pihak yang eksklusif berkepentingan itu, maka masih sukar untuk tercapainya suatu keseimbangan antara kepentingan kedua belah pihak yang sedikit banyak memenuhi rasa keadilan sosial yang merupakan tujuan pokok juga di ketenagakerjaan".

Sumber aturan ketenagakerjaan yaitu sebagai berikut :

1. Undang-Undang

Undang-undang yaitu peraturan yang ditetapkan oleh presiden dan dengan persetujuan (jangan berbuat salah dengan menyampaikan disyahkan) Dewan Perwakilan Rakyat. Di samping Undang-undang ada Peratuan Pemerintah Pengganti Undang-undang yang memiliki kedudukan sama dengan undang-undang. Peratuan pemerintah pengganti undang-undang ini ditetapkan oleh presiden, dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Peraturan tersebut harus menerima persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikut.
Diantara peraturan-peratuan tersebut yang kedudukannya sanggup disamakan dengan undang yaitu Wet. Wet ini – dalam bahasa Indonesia yaitu undang-undang dibuat di Nederland oleh raja gotong royong dengan Parlemen. Contoh dari wet ini yaitu Burjerlijk w etboek voor Indonesie- kini ini disebut Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

2. Peraturan Lain

Peraturan lainnya ini kedudukannya yaitu lebih rendah dari undang-undang dan pada umumnya merupakan peraturan pelaksana undang-undang. Peraturan-peraturan itu yaitu sebagai berikut :
  1. Peraturan pemerintah , peratuan pemerintah ini ditetapkan oleh Presiden untuk mengatur lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang. Sejajar kedudukannya dengan peratuan pemerintah ini, yaitu peraturan seorang Menteri yang oleh undang-undang diberi wewenang untuk mengadakan peraturan pelakananya. Peraturan terakhir yang berlaku kini yaitu Keputusan Menteri tenaga kerja.
  2. Keputusan Presiden, Keputusan Presiden ini yang tidak disebut keputusan pemerintah, atau dari zaman Hindia Belanda dahulu ;regeringsbesluit, pada umumnya tidak mengatur sesuatu, tetapi memutuskan sesuatu tertentu.
  3. Peraturan atau keputusan instansi lain. Suatu keistimewaan dalam aturan ketenagakerjaan ialah bahwa suatu instansi atau seorang pejabat yang tertentu diberi kekuasaan untuk mengadakan peraturan atau keputusan yang berlaku bagi umum (mengikat umum)

3. Kebiasaan

Kebiasaan atau aturan tidak tertulis ini, terutama yang tumbuh setelah perang dunia ke -2, berkembang dengan baik alasannya dua faktor yaitu: faktor pertama alasannya pembentukan undang-undang tidak sanggup dilakukan secepat soal-soal perburuhan yang harus diatur, faktor kedua yaitu peraturan-peraturan di zaman Hindia belanda dahulu sudah tidak lagi dirasakan sesuai dengan rasa keadilan masyarakat dan aliran-aliran yang tumbuh di seluruh dunia. Jalan yang ditempuh dalam keadaan yang sedemikian itu ialah acap kali dengan memperlihatkan tafsiran (interpretasi) yang diubahsuaikan dengan jiwa unang-undang dasar.

4. Putusan

Dimana dan di masa aturan aturan hukum masih kurang lengkap putusan pengadilan tidak hanya memberi bentuk aturan pada kebiasaan tetapi-juga sanggup dikatakan untuk sebagian besar menentukan, memutuskan aturan itu sendiri.

5. Perjanjian

Perjanjian kerja pada umumnya hanya berlaku antara buruh dan majikan yang menyelenggarakannya, orang lain tidak terikat. Walaupun demikian dari pelbagai perjanjaian kerja itu sanggup diketahui apakah yang hidup pada pihak-pihak yang berkepentingan . Lebih-lebih dari perjanjian ketenagakerjaan, makin besar serikat buruh dan perkumpulan majikan yang menyelenggarakannya. Dengan demikian maka aturan dalam perjanjian kerja bersama memiliki kekuatan aturan sebagai undang-undang.

6. Traktat

Perjanjian dalam arti traktat mengenai soal perburuhan antara Negara Indonesia dengan suatu atau beberapa Negara lain. Perjanjian (konvesi, Convention) yang ditetapkan oleh konfrensi organisasi perburuhan internasional (international labour organisation conference) tidak dipandang sebagai aturan ketenagakerjaan alasannya konvensi itu telah diratifisir oleh Negara Indonesia, tidak mengikat eksklusif golongan buruh dan majikan di Indonesia.

Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat I dan 2 UU No 10 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan yaitu sebagai berikut : UUD Negara Republik Indonesia, Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang, Peraturan pemerintah, Peraturan presiden, Peraturan Daerah (Perda ) dan Peraturan desa.

Berdasarkan pendapat para mahir tersebut diatas dan UU 10 tahun 2008 maka Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut :
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek,Staatsblad 18 No. 23) khususnya pasal (1313, 1338,1320);
  • UU NO 13 Tahun 2003 ihwal Ketenagakerjaan Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 No: 39;
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 TAHUN 2006 Tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional;
  • Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : KEP.100/MEN/VI/2004 ihwal Ketentuan Pelaksanaan Perjanjain Kerja Waktu Tertentu;
  • Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : KEP.48/MEN/IV/2004 ihwal Tata cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama;
  • Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : KEP.261/MEN/XI/2004 ihwal Perusahaan yang Wajib Melaksanakan Pelatihan Kerja;
  • Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : KEP. 102/MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR
  • Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor  : KEP. 49/MEN/2004 TENTANG KETENTUAN STRUKTUR DAN SKALA UPAH
  • Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : PER.08/MEN/III/2006 ihwal Perubahan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-48/MEN/IV/2004 ihwal Tata cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama;
  • Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.22/MEN/IX/2009 Tentang Penyelenggaraan Pemagangan di dalam Negeri;
  • Peraturan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi RI Nomor: PER.21/MEN/X/2007 ihwal Tata cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.

 

Sumber Hukum : 

  1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
  2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
  3. Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 12/PPU-1/2003 tanggal 28 Oktober 2004 Tentang Hak Uji Materil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Berita Negara No 92 tahun 2004 tanggal 17 November tahun 2004, jo Surat Edaran MENTERI Tenaga Kerja RI NO SE.13/MEN/SJ-HKI/I/2005,
  4. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
  5. Undang-Undang No 10 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Referensi :

  1. Imam soepomo penyunting Helena poerwanto, Suliati Rachmat Pengantar Hukum Perburuhan, jakarata, Djambatan 2003,
  2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-2, Balai Pustaka Jakarta 1994. Hlm 159,
  3. R. Subekti dan Tjitroisoedibio., Kamus aturan . Pradnya Paramita, Jakarta.. 2008,
  4. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=peraturan-terkait-ketenagakerjaan
  5. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=peraturan-terkait-ketenagakerjaan 
  6. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=peraturan-terkait-ketenagakerjaan

Ilmu Pengetahuan Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja Bersama (Pkb)

Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) - Manusia merupakan mahluk sosial sehingga dalam kesehariannya selalu berafiliasi dengan manusia-manusia yang lain. Karena seringnya terjadi interaksi anatar insan tersebut, maka diharapkan sesuatu yang bersifat mengatur dan mengikat manusia-manusia tersebut untuk selalu mematuhi aturan yang telah ditetapkan. Peraturan dibentuk untuk mengatur insan - insan yang terdapat dalam satu kelompok untuk menghindari perilaku brutal, mau menang sendiri dan lain-lain.

Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja Bersama  Ilmu Pengetahuan Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Peraturan Perusahaan & PKB
Secara umum, peraturan yaitu suatu perjanjian yang telah dibentuk untuk kepentingan umum, ihwal apa saja yang boleh dilakukan dan dilarang dilakukan.

Pengertian peraturan sangat banyak, tergantung dari cara pemikiran diri kita sendiri. Peraturan juga melatih kedisiplinan kita. Makara kalau kita tidak sanggup melaksanakan peraturan, otomatis kita dinilai tidak disiplin. Peraturan merupakan patokan untuk menilai apakah sebuah acara itu dimulai dengan baik. Peraturan merupakan pemikiran semoga insan hidup tertib dan teratur. Jika tidak terdapat peraturan, insan bisa bertindak sewenang-wenang, tanpa kendali, dan sulit diatur.

1. Peraturan Perusahaan

Peraturan perusahaan yaitu peraturan yang dibentuk secara tertulis oleh pengusaha yang memuat ketentuan ihwal syarat kerja serta tata tertib perusahaan. Peraturan Perusahaan dibentuk untuk menjadi pegangan bagi Perusahaan maupun karyawan yang berisikan ihwal hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tujuan memelihara korelasi kerja yang baik dan serasi antara pengusaha dan karyawan, dalam perjuangan bersama meningkatkan kesejahteraan karyawan dan kelansungan perjuangan perusahaan.

Peraturan Perusahaan harus sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 20 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan mengenai peraturan perusahaan diatur lebih lanjut pada Pasal 108 hingga dengan Pasal 115 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ihwal Ketenagakerjaan (“UU No.13/2003”) dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.16/MEN/XI/2011 ihwal Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (“Permenaker 16/2011”).

Tujuan dan manfaat pembuatan peraturan perusahaan yaitu :
  1. Dengan peraturan perusahaan yang masa berlakunya dua tahun dan setiap dua tahun harus diajukan perstujuannya kepada departemen tenaga kerja;
  2. Dengan adanya peraturan perusahaan minimal akan diperoleh kepastian adanya hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha;
  3. Peraturan perusahaan akan mendorong terbentuknya kesepakatan kerja bersama sesuai dengan maksud permen no. 2 tahun 1978 diatas;
  4. Setelah peraturan disyahkan oleh departemen tenaga kerja maka perusahaan wajib memberitahukan isi peraturan perusahaan; dan
  5. Pada perusahaan yang telah mempunyai kesepakatan kerja bersama tidak sanggup menggantinya dengan peratuean perusahaan.
Pengusaha yang mempekerjakan paling sedikit 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh wajib membuat peraturan perusahaan. Peraturan perusahaan mulai berlaku sehabis menerima akreditasi dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Pejabat yang ditunjuk dan peraturan perusahaan berlaku untuk jangka waktu paling usang 2 (dua) tahun serta wajib diperbaharui sehabis habis masa berlakunya.

Namun, kewajiban pembuatan Peraturan Perusahaan tidak berlaku apabila perusahaan telah mempunyai perjanjian kerja bersama. Adapun ketentuan di dalam Peraturan Perusahaan dilarang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta dilarang lebih rendah dari peraturan perundang-undangan terlebih Undang Nomor 13 Tahun 2003 ihwal Ketenagakerjaan. Peraturan Perusahaan harus disahkan oleh pejabat yang berwenang. Yang dimaksud sebagai pejabat yang berwenang yaitu sebagai berikut (“Pejabat”).

Setiap perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan jasa dan/atau barang baik nasional maupun multinasional dalam menjalankan administrasi dan operasionalnya sehari-hari yang berkaitan dengan ketenagakerjaan pastinya membutuhkan suatu peraturan perusahaan yang berlaku dan dipatuhi oleh seluruh karyawan semoga sanggup berjalan dengan baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengertian peraturan perusahaan menurut Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ihwal Ketenagakerjaan adalah peraturan yang dibentuk secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Peraturan perusahaan disusun oleh pengusaha dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang bersangkutan. Penyusunan peraturan perusahaan dilakukan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.

Peraturan perusahaan bertujuan untuk menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban Pekerja/Buruh, serta antara kewenangan dan kewajiban pengusaha, menawarkan pemikiran bagi pengusaha dan pekerja untuk melaksanakan kiprah kewajibannya masing-masing, membuat korelasi kerja harmonis, kondusif dan dinamis antara pekerja dan pengusaha, dalam perjuangan bersama memajukan dan menjamin kelangsungan perusahaan, serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Menurut Pasal 111 UU Ketenegakerjaan, Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat :
  1. hak dan kewajiban pengusaha;
  2. hak dan kewajiban pekerja/buruh;
  3. syarat kerja;
  4. tata tertib perusahaan; dan
  5. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
Peraturan perusahaan dalam waktu paling usang 30 (tiga puluh) hari kerja semenjak naskah peraturan perusahaan diterima harus sudah menerima akreditasi oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Apabila peraturan perusahaan telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 111 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, tetapi dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja belum mendapatkan akreditasi dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk, maka peraturan perusahaan dianggap telah mendapatkan pengesahan. Namun, apabila peraturan perusahaan belum memenuhi persyaratan dalam Pasal 111 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, maka Menteri atau pejabat yang ditunjuk harus memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha mengenai perbaikan peraturan perusahaan. Dan dalam waktu paling usang 14 (empat belas) hari kerja semenjak tanggal pemberitahuan diterima oleh pengusaha, pengusaha wajib memberikan kembali peraturan perusahaan yang telah diperbaiki tersebut kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 113 UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa perubahan peraturan perusahaan sebelum berakhir jangka waktu berlakunya hanya sanggup dilakukan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil pekerja/buruh. Hasil perubahan peraturan perusahaan harus menerima akreditasi dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan perusahaan, serta menawarkan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh.

Pasal 188 UU Ketenagakerjaan mengatur ketentuan hukuman pidana pelanggaran berupa denda paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) atas pelanggaran Pasal 111 ayat (3) UU Ketenagakerjaan mengenai jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan dan Pasal 114 UU Ketenagakerjaan ihwal kewajiban pengusaha untuk memberitahukan dan menjelaskan isi peraturan perusahaan serta menawarkan naskah peraturan perusahaan kepada pekerja/buruh.

Tugas penyusunan Peraturan Perusahaan merupakan tanggung jawab dari Perusahaan. Sebelum disahkan oleh Menteri, penyusunan itu dilakukan oleh Perusahaan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari Karyawan terhadap draf Peraturan Perusahaan. Karena masukan dari Karyawan itu bersifat “saran” dan “pertimbangan”, maka pembuatan Peraturan Perusahaan tidak sanggup diperselisihkan – bila terjadi perbedaan pendapat antara Karyawan dan Perusahaan. Karena sifatnya saran dan pertimbangan, maka Karyawan sanggup juga untuk tidak menawarkan saran dan pertimbangan tersebut meskipun telah diminta oleh Perusahaan.

Pemilihan wakil Karyawan dalam rangka menawarkan saran dan pertimbangannya harus dilakukan dengan tujuan untuk mewakili kepentingan para Karyawan. Pemilihan itu dilakukan secara demokratis, yaitu dipilih oleh Karyawan sendiri terhadap Karyawan yang mewakili setiap unit kerja di dalam Perusahaan. Apabila di dalam Perusahaan telah terbentuk Serikat Pekerja, maka saran dan pertimbangan tersebut diberikan oleh pengurus Serikat Pekerja.

Untuk memperoleh saran dan pertimbangan dari wakil Karyawan, pertama-tama Perusahaan harus memberikan naskah rancangan Peraturan Perusahaan itu kepada wakil Karyawan – atau Serikat Pekerja. Saran dan pertimbangan tersebut harus sudah diterima kembali oleh Perusahaan dalam waktu 14 hari kerja semenjak tanggal diterimanya naskah rancangan Peraturan Perusahaan oleh wakil Karyawan. Jika dalam waktu 14 hari kerja itu wakil Karyawan tidak menawarkan saran dan pertimbangannya, maka Perusahaan sudah sanggup mengajukan akreditasi Peraturan Perusahaan itu tanpa saran dan pertimbangan dari Karyawan – dengan disertai bukti bahwa Perusahaan telah meminta saran dan pertimbangan dari wakil Karyawan namun Karyawan tidak memberikannya.

2. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda yaitu Arbeidsoverenkoms, mempunyai beberapa pengertian. Pasal 1601 a KUHPerdata menawarkan pengertian sebagai berikut :
Perjanjian kerja yaitu suatu perjanjian dimana pihak ke-1 (satu)/buruh atau pekerja mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melaksanakan pekerjaan dengan mendapatkan upah”.
Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14 menawarkan pengertian yakni :
Perjanjian kerja yaitu suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak”.

Perjanjian Kerja yaitu Suatu perjanjian yang dibentuk antara pekerja secara perorangan dengan pengusaha yang pada pada dasarnya memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak.Untuk mengetahui hak dan kewajiban secara niscaya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan ketenangan kerja maka perlu adanya suatu pedoman/aturan dalam pelaksanaan korelasi kerja.

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yaitu suatu kesepakatan secara tertulis dengan memakai bahasa Indonesia yang dibentuk secara bersama – sama antara pengusaha atau beberapa pengusaha dengan organisasi serikat pekerja/gabungan organisasi serikat pekerja yang sudah terdaftar pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.

Organisasi serikat pekerja ini minimal mempunyai anggota 50 % lebih dari seluruh Karyawan yang ada di perusahaan. Persyaratan ini harus dipenuhi alasannya yaitu kalau kurang maka sanggup berkoalisi dengan organisasi serikat pekerja hingga mencapai 50 % lebih atau sanggup juga meminta santunan dari karyawan lainnya.

Dalam hal suatu perusahaan terdapat lebih dari 1 serikat pekerja/buruh maka yang berhak mewakili pekerja/buruh yaitu serikat pekerja/buruh yang mempunyai anggota lebih dari 50 % dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut.

Adapun dasar dibuatnya perjanjian Kerja Bersama ini merujuk pada Undang – undang No. 18 Tahun 1956 yang diratifikasi dari Konvensi No. 98 Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mengenai berlakunya dasar - dasar dari hak untuk berorganisasi dan berunding bersama, Kemudian oleh pemerintah dikeluarkan :

Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang diatur mulai dari pasal 115 hingga dengan 135 ;
  1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Kep/48/Men/IV/2004 ihwal Tata Cara
  2. Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama;
  3. Kep.48/MEN/IV/2004, ihwal Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
Fungsi Perjanjian Kerja Bersama yaitu sarana untuk memuat dan menuangkan kesepakatan gres yang didasari atas kesepakatan antara serikat pekerja/buruh dengan pengusaha yang disebut Lex Special artinya sebuah prodak yang tidak diatur dalam Undang – undang maka beliau akan menjadi normatif bila mana sudah disepakati dan dituangkan dalam PKB serta telah diketahui oleh Dinas yang terkait dan mengikat kedua belah pihak untuk dilaksanakan.

Tujuan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama :
  1. Mempertegas dan memperjelas hak – hak dan kewajiban pekeja dan pengusaha;
  2. Memperteguh dan membuat korelasi industrial yang serasi dalam perusahaan;
  3. Menetapkan secara bersama syarat – syarat kerja keadaan industrial yang harmonis; dan
  4. Menentukan korelasi ketenagakerjaan yang belum diatur dalam peraturan perundang –undangan.
  1. Baik pekerja maupun pengusaha akan lebih memahami ihwal hak dan kewajiban masing – masing;
  2. Mengurangi timbulnya perselisihan korelasi industrial atau korelasi ketenagakerjaan sehingga sanggup menjamin kelancaran proses produksi dan peningkatan usaha;
  3. Membantu ketenangan kerja pekerja serta mendorong semangat dan kegaitan bekerja yang lebih tekun dan rajin; dan
  4. Pengusaha sanggup menganggarkan biaya tenaga kerja (labour cost) yang perlu dicadangkan atau diubahsuaikan dengan masa berlakunya PKB.
Perundingan Kerja Bersama dimulai dengan menyepakati Tata Tertib Perundingan yang sekurang - kurangnya memuat :
  1. Tujuan pembuatan tata tertib;
  2. Susunan tim perundingan;
  3. Lamanya masa perundingan;
  4. Materi perundingan;
  5. Tempat perundingan;
  6. Tata cara perundingan;
  7. Cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan;
  8. Sahnya perundingan; dan
  9. Biaya perundingan.
Biaya negosiasi pembuatan perjanjian kerja bersama menjadi beban pengusaha, kecuali disepakati lain oleh kedua belah pihak.

Tata Tertib Perundingan sangat penting ditetapkan alasannya yaitu hal ini menyangkut :
  1. Masalah hak dan kewajiban tim negosiasi masing – masing pihak (khususnya mengenai keringanan bagi tim perunding dari pihak serikat pekerja);
  2. Masalah legalitas tim perunding dari masing – masing pihak (khususnya menyangkut keabsahan status selaku tim perunding serta kewenangannya untuk mengambil keputusan);
  3. Masalah kewenangan ihwal siapa pembuat keputusan (decision maker) dari masing – masing tim perunding;
  4. Masalah tata cara akreditasi materi perundingan;
  5. Jadwal/waktu perundingan; dan
  6. Fasilitas bagi tim perunding selama negosiasi berjalan.
Tata Cara dalam Perundingan :
  • Baik tim perunding dari serikat pekerja maupun tim perunding dari perusahaan harus memutuskan seorang juru bicara.
  • Juru bicara dalam tim negosiasi tidak harus ketua tim negosiasi akan tetapi orang yang benar – benar dianggap mampu/menguasai budpekerti perundingan.
  • Setiap materi/konsep PKB yang akan dibahas harus disampaikan oleh juru bicara tim perundingan.
  • Setiap materi/konsep yang akan dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah negosiasi yang dilakukan oleh notulis.
  • Materi/konsep PKB yang telah dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah negosiasi yang dilakukan oleh notulis.
  • Materi/konsep PKB yang belum disepakati sanggup dipending/tunda untuk selanjutnya dibahas kembali sehabis seluruh konsep PKB selesai dirundingkan.
  • Dalam hal ternyata ada materi/konsep yang tidak sanggup disepakati maka sanggup melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan, antara lain :
  1. Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Kabupaten/Kota apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama hanya meliputi satu Kabupaten/Kota;
  2. Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Provinsi, apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu Kabupaten/Kota di satu Provinsi;
  3. Ditjen Pembina Hubungan Industrial pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu provinsi. Yang penyelesaiannya melalui mediasi dan akan dikeluarkan ajnuran oleh perantara tersebut, para pihak atau salah satu pihak tidak mendapatkan usulan perantara maka atas kesepakatan para pihak perantara melaporkan kepada Menteri untuk memutuskan langkah – langkah penyelesaian, kemudian menteri sanggup menunjuk pejabat untuk melaksanakan penyelesaian pembuatan PKB dan apabila tidak juga mencapai kesepakatan maka salah satu pihak sanggup mengajukan somasi ke Pengadilan Hubungan Industrial didaerah aturan tempat pekerja/buruh bekerja.
  • Setelah seluruh isi konsep PKB dirundingkan dan disepakati maka isi konsep PKB tersebut disalin kembali menurut yang telah disepakati untuk selanjutnya dilakukan penanda tanganan secara keseluruhan oleh kedua belah pihak.
  • Penandatangan PKB oleh serikat pekerja/buruh dilakukan oleh Ketua dan Sekretaris pengurus serikat pekerja/buruh dan dari pihak perusahaan dilakukan oleh Presiden direktur/Direktur utama perusahaan tersebut.
Setelah perjanjian kerja bersama disepakati dan ditandatangani oleh pengusaha dan wakil pekerja dalam hal ini oleh pengurus serikat pekerja (minimal ketua dan sekretaris) maka selanjutnya didaftarkan pada instansi pada instansi yang bertangung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan maksud :
  1. Sebagai alat monitoring dan penilaian pengaturan syarat – syarat kerja yang dilaksanakan di perusahaan;
  2. Sebagai tumpuan utama kalau terjadi perselisihan pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama.
Kerangka isi Perjanjian Kerja Bersama antara lain :
  • Mukadimah
  • Umum :
  1. Istilah – istilah,
  2. Pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan,
  3. Luasnya kesepakatan,
  4. Kewajiban pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan.
  • Pengakuan, Jaminan dan Fasilitas bagi Serikat Pekerja/Buruh
  1. Pengakuan hak – hak pengusaha dan Serikat Pekerja/BuruhJaminan bagi Serikat Pekerja/Buruh,
  2. Fasilitas bagi Serikat Pekerja/Buruh,
  3. Lembaga kolaborasi bipartit,
  4. Pendidikan dan penyuluhan korelasi industrial.
  • Hubungan Kerja
  1. Penerimaan pekerja baru,
  2. Masa percobaan,
  3. Surat keputusan pengangkatan,
  4. Golongan dan jabatan pekerja,
  5. Kesempatan berkarir,
  6. Pendidikan dan pembinaan kerja,
  7. Mutasi dan prosedurnya,
  8. Penilaian prestasi kerja,
  9. Promosi,
  10. Tenaga kerja asing.
  • Waktu kerja, istilah kerja dan lembur
  1. Hari kerja,
  2. Jam kerja, istirahat dan shift kerja,
  3. Lembur,
  4. Perhitungan upah lembur.
  • Pembebasan dari kewajiban bekerja
  1. Istirahat mingguan,
  2. Hari libur resmi,
  3. Cuti tahunan,
  4. Cuti besar,
  5. Cuti haid,
  6. Cuti hamil,
  7. Cuti sakit,
  8. Ijin meninggalkan pekerjaan dengan upah,
  9. Ijin meninggalkan pekerjaan tanpa upah.
  • Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
  1. Prinsip – prinsip K3,
  2. Hygienis perusahaan dan kesehatan,
  3. Pakaian kerja dan sepatu kerja,
  4. Peralatan kerja,
  5. Alat pelindung diri,
  6. Panitia pembina keselamatan kesehatan kerja.
  • Pengupahan
  1. Pengertian upah,
  2. Prinsip dasar dan sasaran,
  3. Dasar penetapan upah,
  4. Komponen upah,
  5. Waktu pemberian upah,
  6. Administrasi upah,
  7. Tunjangan jabatan,
  8. Tunjangan keluarga,
  9. Tunjangan keahlian,
  10. Tunjangan keahlian,
  11. Tunjangan perumahan,
  12. Tunjangan tempat kerja yang membahayakan keselamatan,
  13. Uang makan,
  14. Uang transport,
  15. Premi hadir,
  16. Premi shift,
  17. Premi produksi/bonus,
  18. Premi perjalanan dinas,
  19. \Tunjangan hari raya,
  20. Jasa produksi/bonus,
  21. Tunjangan masa kerja,
  22. Upah minimum,
  23. Skala upah,
  24. Penyesuaian upah,
  25. Kenaikan upah atas dasar premi,
  26. Kenaikan upah alasannya yaitu promosi, dan
  27. Pajak penghasilan.
  • Pengobatan dan perawatan
  1. Poliklinik perusahaan,
  2. Pengobatan diluar poliklinik,
  3. Perawatan dirumah sakit,
  4. Biaya bersalin,
  5. Pembelian beling mata,
  6. Pengobatan pada dokter spesialis,
  7. Keluarga berencana,
  8. Konsultasi psikologis & tes talenta anak.
  • Jaminan sosial
  1. Jaminan kecelakaan kerja,
  2. Jaminan kematian,
  3. Jaminan hari tuaDana pensiun
  • Kesejahteraan
  • Tata tertib kerja
  1. Kewajiban dasar pekerja,
  2. Larangan – larangan,
  3. Pelanggaran yang sanggup menyebabkan pemutusan korelasi kerja (PHK),
  4. Sanksi atas pelanggaran tata tertib kerja.
  • Pemutusan korelasi kerja
  • Penyelesaian keluh kesah pekerja : Tata cara penyelesaian keluh kesah.
  • Pelaksanaan dan penutup
  • Tanda tangan para pihak.
Syarat – syarat berlakunya antara lain :
  1. Satu perusahaan hanya sanggup dibentuk satu Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh diperusahaan yang bersangkuan;
  2. Apabila perusahan mempunyai cabang, maka dibentuk Perjanjian Kerja Bersama (PKB) induk yang berlaku disemua cabang perusahaan serta sanggup dibentuk PKB turunan yang berlaku di masing – masing cabang perusahaan;
  3. PKB induk memuat ketentuan – ketentuan yang berlaku umum di seluruh cabang perusahaan sedang PKB turunan yang dibentuk cabang memuat pelaksanaan PKB induk yang diubahsuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing – masing;
  4. Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup dan masing – masing mempunyai tubuh aturan sendiri, maka PKB dibentuk dan dirundingkan oleh masing – masing perusahaan.
Setelah ditandatangani oleh para pihak maka dilakukan Pendaftaran dengan dilampiri naskah perjanjian kerja bersama yang dibentuk rangkap tiga bermaterai cukup yang telah ditandatangani oleh pengusaha dan serikat pekerja/buruh. Setelah mendapatkan surat keputusan registrasi perjanjian kerja bersama , maka pengusaha dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dan memberitahukan pada seluruh pekerja/buruh ihwal isi perjanjian tersebut atau kalau ada beserta perubahannya.

Dalam Pasal 123 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan  menyatakan masa berlaku PKB paling usang 2 (dua) tahun dan sanggup diperpanjang paling usang 1 (satu) tahun menurut kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja. Perundingan pembuatan PKB berikutnya sanggup dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya PKB yang sedang berlaku. Apabila negosiasi tidak mencapai kesepakatan, maka PKB yang sedang berlaku, akan tetap berlaku untuk paling usang 1 (satu) tahun ke depan.

Dasar Hukum :

  1. Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
  2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.16/MEN/XI/2011 Tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama,
  3. Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh,
  4. Kep.48/MEN/IV/2004, Tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama,

Referensi :

  1. Asyhadie Zaeni, SH.,M.Hum.2008.Hukum Kerja. Jakarta. Raja Grafindo Persada,
  2. Lalu,S.H,M.Hum.2008.Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.Jakarta.
  3. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=himpunan-peraturan-ketenagakerjaan
  4. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=himpunan-peraturan-ketenagakerjaan
  5. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=himpunan-peraturan-ketenagakerjaan
  6. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=himpunan-peraturan-ketenagakerjaan

Ilmu Pengetahuan Tindak Pidana Aturan Ketenagakerjaan

Tindak Pidana Hukum Ketenagakerjaan Penyelesaian perselisihan kekerabatan industrial umumnya menjadi pilihan utama bagi pekerja atau serikat pekerja. Namun tak jarang dalam perselisihan itu mengandung unsur pelanggaran pidana, terutama yang dilakukan pengusaha, ibarat pemberangusan atau menonaktifkan aktifitas serikat pekerja (anti union) dan penggelapan upah.

I. PENDAHULUAN

Yang dimaksud dengan tindak pidana (delik) atau berdasarkan Prof. Moeljatno, S.H., perbuatan pidana adalah perbuatan yang dihentikan oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai bahaya (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar ketentuan tersebut, sedangkan berdasarkan Prof. Wirjono Projodikoro, S.H. yang dimaksud dengan tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya sanggup dikenakan eksekusi pidana.

Penyelesaian perselisihan kekerabatan industrial umumnya menjadi pilihan utama bagi pekerja a Ilmu Pengetahuan Tindak Pidana Hukum Ketenagakerjaan
Tindak Pidana Hukum Ketenagakerjaan
Adapun yang dimaksud tidak pidana ketenagakerjaan, ialah pelanggaran terhadap aturan-aturan aturan ketenagakerjaan yang pelakunya sanggup dikenakan eksekusi pidana.

Pada umumnya pekerja lebih menentukan masalah perselisihan yang bernuansa pelanggaran pidana lewat ketukan palu di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) terlebih dahulu. Setelah itu gres melaporkan masalah pelanggaran pidananya ke pihak kepolisian. Menurut irit Penulis hal ini ialah cara yang terbalik, meski tak sepenuhnya salah, kasus pelanggaran pidana harus lebih didahulukan ketimbang masalah perselisihan. Sebab itu pekerja harus bisa membedakan antara perselisihan dan pelanggaran pidana ketenagakerjaan.

Untuk itu, irit saya sebelum mengadvokasi suatu kasus, seyogyanya perlu melaksanakan bedah masalah dengan melibatkan akademisi. Tujuannya selain sanggup dipetakan antara perselisihan dan pelanggaran, hasilnya sanggup dijadikan senjata dalam melaksanakan advokasi, sarannya.

Sekedar mengingatkan, paket aturan ketenagakerjaan memang membedakan antara pelanggaran dan perselisihan. Pelanggaran terdapat dalam pasal yang sifatnya memaksa (dwingen recht), contohnya ialah pasal yang melarang pengusaha membayar upah pekerja di bawah upah minimum. Salah satu ciri khas dari pasal pelanggaran ialah adanya bahaya hukuman pidana bagi mereka yang melanggar.

Sementara perselisihan diatur dalam pasal-pasal yang sifatnya mengatur (aanvullent recht), contohnya ialah pasal yang melarang penerapan masa percobaan bagi pekerja kontrak. Memang tak ada bahaya hukuman pidana bagi pelanggarnya. Namun demikian biasanya pasal lain sudah mengatur sanksinya, contohnya ialah batal demi aturan masa percobaan bagi pekerja kontrak.

A. Keuntungan dan Kelemahan

Berperkara di PHI (Pengadilan Hubungan Industrial) ternyata tidak menuntaskan masalah, malahan menambah masalah. Buruh bolak-balik ke PHI tidak saja hanya bersidang, tetapi juga untuk mempertanyakan keberlanjutan kasusnya. Akibatnya buruh selalu dirugikan. Hak-hak yang dituntutnya tidak pernah sanggup diperolehnya. Tidak jarang kasus buruh yang diajukan melalui proses PHI, jadinya gantung begitu saja alasannya proses penyelesaian yang sangat lama. Bertahun-tahun penyelesaian kasus belum diputuskan final (incraacht van gewisde) tentu menyebabkan keputus-asaan.

Melihat realitas penyelesaian melalui PHI di atas, maka sesuai dengan UU Ketenagakerjaan (UUK) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan impian buruh untuk mendapatkan keadilan dan kepastian aturan ialah melalui penegakan Tindak Pidana Ketenagakerjaan.

UUK menegaskan bahwa institusi yang mempunyai kewenangan melaksanakan penegakan Tindak Pidana Ketenagakerjaan (penyelidikan dan penyidikan) ialah Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan (PPK) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Sesuai Pasal 176 UUK PPK/PPNS mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagkerjaan. Untuk menjaga kompetensi dan independesi inilah maka UUK memutuskan bahwa pengangkatan PPK ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya. Dengan demikian PPK sanggup independen dari pengaruh-pengaruh kebijakan politik yang berkembang di daerah-daerah (termasuk kabupaten/kota). Kaprikornus PPK sanggup "menolak" kepentingan-kepentingan yang dipesan oleh siapapun pejabat di daerahnya.

Bagi Penulis, mengedepankan penyelesaian masalah pelanggaran lebih penting ketimbang perselisihan. Salah satu manfaatnya ialah kalau mendahulukan penyelesaian lewat proses pelanggaran pidana, putusannya bisa dijadikan bukti berpengaruh dalam penyelesaian kasus perselisihannya lewat jalur PHI.

Hal ini akan bagus, alasannya kalau pidananya terbukti, itu akan mempermulus somasi perselisihannya, tapi kalau somasi perselisihannya mulus belum tentu pidananya akan mulus.

B. Kriminalisasi Pekerja

Pengusaha menjadi terdakwa di persidangan pidana bisa jadi ialah hal yang uar biasa. Lain halnya dengan kriminalisasi pekerja yang seolah menjadi sesuatu yang biasa' karena seringnya media memberitakan pekerja yang menjadi terdakwa. Ketika menjadi terdakwa, biasanya pengusaha sudah mem-PHK pekerja terlebih dulu.

Kita menyayangkan perilaku pengusaha yang sudah mem-PHK pekerja dengan tuduhan kesalahan berat sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan aturan tetap yang menyatakan pekerja bersalah. Kita merujuk pada putusan MK yang menganulir Pasal 158 UU No 13 Tentang Ketenagakerjaan.

Kaprikornus konsekuensinya, kasusnya harus diproses pidana dulu demi menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.

Hal ini menyebabkan pengusaha berada dalam posisi terjepit. Sebab, ini prosesnya usang (polisi, jaksa, pengadilan, pengadilan tinggi, MA, -Red) bisa bertahun-tahun. Akibatnya, pengusaha harus membayar upah karyawan yang melaksanakan pidana tadi bertahun-tahun, sehingga pengusaha akan terbebani.

Meski demikian halnya, SE Menakertrans No. 13/2005 memberi kelonggaran dengan alasan mendesak kalau kekerabatan kerja tak mungkin dilanjutkan lagi. Alasan tersebut diadopsi dari Pasal 1603 KUHPerdata. Untuk itu, Penulis menyarankan pengusaha tetap menempuh jalur penyelesaian lewat PHI. Kaprikornus kalau mau mem-PHK terkait kesalahan berat, pakailah proses penyelesaian kekerabatan industrial, sarannya. 

II. JENIS TINDAK PIDANA DI BIDANG KETENAGAKERJAAN

Tindak pidana di bidang ketenagakerjaan terdiri dari 2 (dua) dua jenis, yaitu, tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelangggaran.

A. Tindak Pidana Kejahatan

Tindak Pidana Kejahatan, terdiri dari :
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan, yaitu :
  1. Pelanggaran atas Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2) (larangan pekerja gila tanpa ijin dan perorangan yang mempekerjakan pekerja asing);
  2. Pelanggaran Pasal 68 (larangan mempekerjakan anak);
  3. Pelanggaran Pasal 69 ayat (2) (mempekerjakan anak tanpa ijin orang tuanya);
  4. Pelanggaran atas Pasal 74 UUK (larangan mempekerjakan bawah umur pada pekerjaan terburuk) ;
  5. Pelanggaran Pasal 80 (jaminan kesempatan beribadah yang cukup);
  6. Pelanggaran Pasal 82 (cuti alasannya melahirkan dan keguguran);
  7. Pelanggaran Pasal 90 ayat (1) (pembayaran upah di bawah Upah Minimum)
  8. Pelanggaran atas Pasal 167 ayat (5) UUK (buruh yang diphk alasannya pensiun tetapi pengusaha tidak mau membayar pesangonnya 2 x ketentuan Pasal 156 UUK;
  9. Pelanggaran Pasal 143 (menghalang-halangi kebebasan buruh utk berserikat);
  10. Pelanggaran Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7) (mempekerjakan buruh yang tidak bersalah dalam 6 bulan sebelum kasus pidana diadili dan kewajiban pengusaha membayar uang penghargaan masa kerja bagi buruh yang diphk alasannya diadili dalam kasus pidana);
  11. Pasal 183 ayat (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, dikenakan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling usang 5 (lima ) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
  12. Pasal 184 ayat (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 167 ayat (5), dikenakan hukuman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling usang 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
  13. Pasal 185 ayat (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143 dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan hukuman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling usang 4 (lempat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (lempat ratus juta rupiah);
  • Tindak pidana kejahatan atas pelanggaran hak-hak buruh juga diatur pada UU No. 3 tahun 1992 perihal Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yaitu : Pasal 43 ayat (1) Barang siapa menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan hukuman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling usang 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Segala perbuatan pengusaha yang melanggar ketentuan-ketentuan tersebut di atas diancam dengan aturan pidana (penjara) bervariasi sekurangnya satu (1) tahun dan paling usang lima (lima) tahun. Juga ada bahaya denda sekurang-kurangnya 100 juta rupiah dan 500 juta rupiah.

B. Tindak Pidana Pelanggaran

Tindak Pidana Pelanggaran, terdiri dari :
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu :
  1. Pelanggaran Pasal 35 ayat (2) UUK (kewajiban pelaksana penempatan tenaga kerja memberi proteksi semenjak rekruitment hingga penempatan tenaga kerja);
  2. Pelanggaran Pasal 35 ayat (3) UUK (perlindungan oleh pemberi kerja atas kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan mental dan fisik);
  3. Pelanggaran Pasal 37 ayat (2) UUK (lembaga penempatan tenaga kerja tanpa ijin tertulis dari Menteri/pejabat yg ditunjuk);
  4. Pelanggaran Pasal 44 ayat (1) UUK (pemberi tenaga kerja gila wajib menaati standart dan kompetensi yang berlaku);
  5. Pelanggaran Pasal 45 ayat (1) UUK (tenaga kerja WNI sebagai pendamping tenaga kerja asing);
  6. Pelanggaran Pasal 67 ayat (1) UUK (pembayaran pesangon bagi buruh yang pensiun);
  7. Pelanggaran Pasal 71 ayat (2) UUK (syarat-syarat mempekerjakan anak);
  8. Pelanggaran Pasal 76 UUK (perlindungan bagi buruh perempuan);
  9. Pelanggaran Pasal 78 ayat (2) UUK (wajib bayar upah pada jama kerja jembur);
  10. Pelanggaran Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2) UUK (waktu istirahat bagi buruh);
  11. Pelanggaran Pasal 85 ayat (3) UUK (pembayaran upah lembur pada hari libur resmi);
  12. Pelanggaran Pasal 144 UUK (mengganti buruh yang mogok dengan buruh yan baru);
  13. Pelanggaran atas Pasal 14 ayat (2) UUK (perijinan bagi forum training kerja swasta);
  14. Pelanggaran Pasal 38 ayat (2) UUK (biaya penempatan tenaga kerja oleh swasta);
  15. Pelanggaran Pasal 63 ayat (1) UUK (PKWT secara lisan, pengusaha wajib menciptakan surat pengangkatan);
  16. Pelanggaran atas Pasal 78 ayat (1) UUK (syarat-syarat mempekerjakan buruh di luar jam kerja);
  17. Pelanggaran Pasal 108 ayat (1) UUK (wajib menciptakan peraturan perusahaan dengan 10 orang buruh);
  18. Pelanggaran Pasal 111 ayat (3) UUK (masa berlaku Peraturan 2 tahun dan wajib diperbaharui);
  19. Pelanggaran Pasal 114 UUK (peraturan perusahaan wajib dijelaskan kepada buruh dan perubahannya);
  20. Pelanggaran Pasal 148 UUK (syarat-syarat lock out ).
  21. Pelanggaran Pasal 93 ayat (2) UUK (pembayaran upah alasannya sakit/karena kiprah negara/pengusaha tdk mau mempekerjakan buruh sesuai perjanjian/hak istirahat buruh/tugas melaksanakan fungsi serikat);
  22. Pelanggaran Pasal 137 UUK (hak mogok);
  23. Pelangaran Pasal 138 ayat (1) UUK (menghalangi maksud serikat buruh untuk mogok kerja);
  24. Pasal 186 ayat (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137 dan Pasal 338 ayat (1), dikenakan hukuman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling usang 4 (lempat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (lempat ratus juta rupiah);
  25. Pasal 187 ayat (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 37 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3), fsn Pasal 144, dikenakan hukuman pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling usang 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (lseratus ratus juta rupiah);
  26. Pasal 188 ayat (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114, dan Pasal 148., dikenakan hukuman pidana denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (lseratus ratus juta rupiah).
  • Pelanggaran di bidang ketenagakerjaan juga diatur pada UU No. 3 tahun 1992 perihal Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
  • PelanggaranUU No. 21 tahun 2000 perihal Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Segala perbuatan pengusaha yang melanggar pasal-pasal tersebut diatas diancam dengan bahaya eksekusi kurungan sekurang-kurangnya 1 bulan dan paling usang 4 bulan. Juga diancam dengan eksekusi denda sekurang-kurangnya 10 juta rupiah dan sebanyak-banyaknya 100 juta rupiah.

III. CARA MENEGAKKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG KETENAGAKERJAAN

Berdasarkan ketentuan Pasal 176 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan diamanahkan bahwa pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

Untuk itu apabila terjadi tindak pidana ketenagakerjaan, maka yang harus dilakukan ialah melaporkan kepada Pegawai Pengawas ketenagakerjaan pada instasi yang lingkup kiprah dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Adapun Proses penangan kasus di bidang ketenagakerjaan secara garis besar, sanggup diuraikan sebaai berikut :
  1. PELAPOR melaporkan adanya dugaan tindak pidana ketenagakerjaan kepada Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan pada Dinas Tenagakerja;
  2. Atas dasar laporan PELAPOR tersebut, PEGAWAI PENGAWAS, melaksanakan serangkaian aktivitas pengawasan/pemeriksaan terhadap adanya dugaan tindak pidana ketenagakerjaan;
  3. Setelah dilakukan investigasi ternyata ditemukan adanya tidak pidana ketenagakerjaan, maka PEGAWAI PENGAWAS menawarkan Nota Pembinaan;
  4. Apabila sehabis diberi Nota pembinaan ternyata tidak dilaksankan, maka PENGAWAI PENGAWAS menyerahkan perkaranya kepada PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL untuk dilakukan penyidikan;
  5. PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL mengirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan kepada PENYIDIK POLRI;
  6. Setelah PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL telah selesai melaksanakan penyidikan, kemudian dibentuk Berkas Perkaranya;
  7. Setelah selesai pemberkasan PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL melimpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum melalui PENYIDIK POLRI;
  8. Setelah Jaksa Penuntut Umum mendapatkan Berkas Perkara dan menyatakan sudah lengkap, Jaksa Penuntut Umum melimpahkan kepada Pengadilan Negeri untuk disidangkan. 

IV. KEWENANGAN PPK/PPNS

Kewenangan PPK sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) secara khusus ialah melaksanakan penyidikan di bidang ketenagakerjaan (sama dengan kewenangan dari Penyidik Pejabat POLRI) sebagaimana diatur pada pasal 182 (2) UUK, yaitu :
  1. Melakukan investigasi atas kebenaran laporan serta keterangan perihal tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;
  2. Melakukan investigasi terhadap orang yang diduga melaksanakan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;
  3. Meminta keterangan dan materi bukti dari orang atau tubuh aturan sehubungan dengan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;
  4. Melakukan investigasi atau penyitaan materi atau barang bukti dalam pekara tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;
  5. Melakukan investigasi atas surat dan/atau dokumen lain perihal tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;
  6. Meminta pinjaman tenaga andal dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas penyidikan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan: dan
  7. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang menandakan perihal adanya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
Menjalankan kewenangan tersebut tentulah tidak mudah, alasannya yang diawasi ialah pengusaha yang mempunyai kekayaan (uang). Sehingga dengan kekayaan yang dimiliki pengusaha sanggup mensugesti aneka macam pihak demi kepentingannya. Sudah menjadi diam-diam umum, bahwa selama ini pengusaha mengeluarkan biaya siluman demi kelancaran usahanya baik secara terpaksa maupun dengan sukarela.

Oleh alasannya itu dalam menjalankan kiprah dan fungsinya PPK/PPNS harus mempunyai komitment yang berpengaruh dan konsistensi melaksanakan tugas-tugas pengawasannya. Kekecewaan terhadap praktek PHI akhir-akhir ini akan memaksa buruh mencari alternatif untuk menemukan keadilan dan kepastian aturan khususnya mengenai pelanggaran hak-hak buruh sebagaimana diatur oleh UU.

Paran PPK/PPNS tak perlu kuatir atas hal ini, alasannya serikat-serikat buruh pastilah mendukung kerja PPK/PPNS untuk menegakkan pelaksanaan hak-hak buruh yang diabaikan oleh pengusaha selama ini. Begitu banyak pelanggaran hak-hak buruh yang terjadi selama ini, contohnya : upah dibawah UMP/UMK, buruh tidak didaftarkan menjadi penerima Jamsostek, penggelapan dana jamsostek, dll, tetapi hingga kini sangat jarang (bisa dikatakan tak pernah ada) pengusaha yang diperiksa dan diadili di pengadilan. Tumpuan impian ini tentulah tidak berlebihan kalau ditujukan kepada PPK/PPNS.

V. PERLU KOORDINASI PPK/PPNS DENGAN SERIKAT BURUH

Pengaturan tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran di bidang ketenagakerjaan tersebut ialah merupakan suatu peluang bagi kalangan buruh untuk memperjuangkan hak-hak dari kaum buruh. Oleh alasannya itu penggagas buruh jangan terfokus pada penyelesaian ala PPHI, tetapi setiap pelanggaran hak-hak buruh harus didorong melalui jalur pidana yaitu PPK/PPNS ataupun pribadi kepada Polisi Republik Indonesia selaku penyidik tindak pidana sesuai dengan KUHAP (UU No. 8 tahun 1981).

Memang pengaturan tindak pidana dalam UU tersebut belum mengatur semua kejahatan - kejahatan yang terjadi terhadap buruh, ibarat : penerapan outsourcing, kontrak, borongan dan harian lepas secara berlebihan (tidak sesuai dengan UU).

Tetapi apa yang menjadi kewenangan dari PPK/PPNS tersebut, kalau dimaksimalkan akan sanggup menawarkan shock therapy bagi pengusaha untuk menghargai aturan dan buruh sebagai tulang punggung perekonomian suatu bangsa.

Pada prakteknya pelaksanaan kiprah PPK/PPNS tidak mudah. Banyak situasi internal pemerintahan yang menyebabkan kiprah PPK tidak sanggup berjalan. Misalnya : lemahnya dukungan pemerintah mengenai akomodasi dan rendahnya tingkat profesionalisme dan militansi PPK dalam berhadapan dengan pengusaha (sumber : notulensi pendidikan dan training bagi PPNS se Sumut kolaborasi KOMNAS HAM dan KPS di Hotel Garuda Plaza Medan tgl 30 - 31 Juli 2007). Untuk itu, pemerintah perlu serius mendukung dan membenahi kinerja PPK/PPNS .

Di samping itu dalam melaksanakan tugasnya, PPK diperlukan mau bekerja sama atau meminta informasi dan data-data secara rutin (reguler) kepada pengurus-pengurus serikat buruh tingkat kabupaten/kota termasuk serikat buruh pada tingkat perusahaan. Informasi dan data-data dari serikat-serikat buruh tentu akan menjadi informasi yang sangat penting perihal ada atau tidak adanya pelanggaran hak-hak buruh di perusahaan-perusahaan.

Tugas pengawasan dan penyidikan atas pelanggaran hak-hak dari buruh di perusahaan-perusahaan yang dilakukan oleh PPK tentu akan semakin efektif kalau PPK bisa membangun koordinasi dan kerjasama dengan Kepolisian dan Kejaksaan.

Harapan buruh kepada PPK ketika ini sangat besar untuk berani bertindak tegas kepada pengusaha-pengusaha pembangkang yang selalu melanggar / melawan ketentuan UU. UU menyampaikan pengusaha sanggup dipenjara alasannya melanggar UU, bukan hanya buruh yang sanggup dipenjara. Semua orang sama kedudukannya dihadapan hukum.

VI. PROSES PERSIDANGAN

 A. Proses Persidangan

Proses persidangan dalam kasus pidana, secara garis besar ialah sebagai berikut :
  1. Sidang Pertama (Pembacaan Dakwaan). Jaksa Penuntut Umum membacakan Surat Dakwaannya.
  2. Sidang Kedua (Eksepsi Atas Dakwaan). Terdakwa / Penasehat Hukum Terdakwa membacakan eksepsi/nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
  3. Sidang Ketiga (Tanggapan Atas Eksepsi).
  4. Jaksa Penuntut Umum membacakan jawaban atas eksepsi terdakwa/penasehat aturan terdakwa.
  5. Putusan Sela. Majelis Hakim membacakan Putusan Sela atas eksepsi terdakwa/ penasehat aturan terdakwa.
  6. Pemeriksaan Saksi/Ahli. Dalam persidangan ini diperiksa baik saksi/ahli Verbalisem yang diajukan Jaksa Penuntut Umum maupun saksi adecharge yang diajukan oleh Terdakwa/Penasehat Hukum Terdakwa.
  7. Tuntutan. Jaksa Penuntut Umum membacakan tututan pidana.
  8. Pembelaan. Terdakwa/Penasehat Hukum Terdakwa membacakan pledooi/ pembelaan atas tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum.
  9. Repliek. Jaksa Penuntut Umum membacakan repliek atas pledooi/ pembelaan Terdakwa/Penasehat Hukum Terdakwa.
  10. Dupliek. Terdakwa/Penasehat Hukum Terdakwa membacakan dupliek atas repliek Jaksa Penuntut Umum.
  11. Putusan. Majelis Hakim membacakan putusan hakim.

B. Upaya Hukum

  • Upaya Hukum biasa :
  1. Pemeriksaan Tingkat Banding Pengadilan Tinggi; dan
  2. Kasasi Tingkat Kasasi Mahkamah Agung.
  • Upaya aturan luar biasa :
  1. Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum; dan
  2. Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap. 

Dasar Hukum :

  1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
  2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
  3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
  4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
  5. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( UU No. 8 Tahun 1981 KUHAP).
  6. Surat Edara (SE) Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI Nomor : SE-13/MEN/SJ-H/I/2005 Tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Atas Uji Materil UU No. 13 Tentang Ketenagakerjaan.

Referensi : 

  1. Cole, Roland A. Industrial Safrty Techniques. Sydney : West Publishing Corporation PTY Ltd,1975’ 
  2. Hammer, Willie. Product Safely Management and Engineering. Englewood Cilffs, N.J. : Prentice-Hall Inc. 1980
  3. Iman Soepomo, 1985, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta.
  4. G. Karta Sapoetra, dan R.G. Widianingsih, 1992, Pokok-pokok Hukum Perburuhan, Armico, Bandung.
  5. Lalu Husni, 2004, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan Di Luar Pengadilan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004.
  6. Zainal Asikin, Agusfian Wahab, Lalu Husni, Zaeni Asyhedie, 2004, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
  7. Notulensi pendidikan dan training bagi PPNS se Sumut kolaborasi KOMNAS HAM dan KPS di Hotel Garuda Plaza Medan tgl 30 - 31 Juli 2007). Untuk itu, pemerintah perlu serius mendukung dan membenahi kinerja PPK/PPNS

Ilmu Pengetahuan Serikat Buruh/Pekerja : Pengertian, Tujuan, Fungsi & Peranan Terhadap Buruh/Pekerja

Serikat Buruh/Pekerja : Pengertian, Tujuan, Fungsi & Peranan Terhadap Buruh/Pekerja Secara umum pekerja/buruh ialah warga negara yang mempunyai persamaan kedudukan dalam hukum, hal untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam suatu organisasi serta mendirikan dan menjadi anggota Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

I. Pendahuluan


Secara umum pekerja/buruh ialah warga negara yang mempunyai persamaan kedudukan dalam hukum, hal untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam suatu organisasi serta mendirikan dan menjadi anggota Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Era Reformasi memperlihatkan cita-cita besar bagi terjadinya perubahan menuju penyelenggaraan Negara yang lebih demokratis, transparan dan mempunyai akuntabilitas tinggi serta terwujudnya good governance.

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 E ayat (3), UU NO 21 tahun 2000, KEP/16/MEN/2001, merupakan dasar aturan dalam melakanakan Organisasi Serikat Pekerja (SP). Dalam konteks Ketenagakerjaan kita menerapkan sistem Hubungan Industrial Pancasila, yang harus di pahami secara mendalam substansi dan implikasinya oleh Pekerja dan Pengusaha.

Perjuangan buruh di Indonesia selama ini menginginkan semoga buruh mempunyai kekuatan tawar (Bargainning) yang sejajar dengan pengusaha dan pemerintah dalam melaksanakan kekerabatan industrial.

Pekerja/buruh merupakan kawan kerja pengusaha yang sangat penting dalam proses produksi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya, menjamin kelangsungan perusahaan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Sehubungan dengan hal itu Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang merupakan sarana untuk memperjuangkan kepentingan pekerja haruslah mempunyai rasa tanggung-jawab atas kelangsungan perusahaan dan begitu pula sebaliknya, pengusaha harus memperlakukan pekerja sebagai kawan sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. Serikat pekerja/serikat buruh didirikan secara bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan juga bertanggung jawab oleh pekerja/buruh untuk memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh dan keluarganya.

Keberadaan Serikat Buruh mutlak dibutuhkan oleh pekerja. Berkumpul untuk bersatunya buruh dalam Serikat Buruh secara filosofi diibaratkan Muchtar Pakpahan, mirip sapu lidi, kendaraan umum, burung gelatik, main catur, memancing ikan, solidaritas atau berani mati.

Melalui Serikat Buruh, diharapkan akan terwujud hak berserikat buruh dengan maksimal. Buruh sanggup memperjuangkan kepentingannya. Sayangnya hak berserikat yang merupakan cuilan dari hak asasi insan yang sudah bersifat universal belum dipahami oleh pengusaha dan pemerintah.

Pengusaha seringkali menganggap keberadaan Serikat Buruh sebagai pengganggu untuk melaksanakan hak prerogratifnya dalam mengatur jalannya usaha. Pemerintah seringkali menganggap acara Serikat Buruh dalam menyebarkan organisasinya merupakan bahaya stabilitas dan keamanan nasional.

Menjadi anggota serikat pekerja ialah kekuatan pekerja untuk menghilangkan permasalahan yang dihadapi mirip honor yang rendah, buruknya kondisi pelayanan kesehatan dan proteksi kerja, PHK sepihak dan sebagainya. Karena sebagai individu mereka tidak akan bisa melawan kombinasi yang hebat antara pemodal dan manajemen. Melalui serikat pekerja mereka terlindungi kepentingannya, sanggup menyuarakan aspirasinya kepada pengusaha, peningkatan kondisi-kondisi kerja melalui perjanjian kerja bersama.

Hak menjadi anggota Serikat Pekerja/Serikat Buruh merupakan hak asasi pekerja yang telah dijamin didalam Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945 dan untuk mewujudkan hak tersebut, kepada setiap pekerja/buruh diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja, dimana Serikat Pekerja/Serikat Buruh berfungsi sebagai sarana untuk memperjuangkan, melindungi dan membela kepentingan dan juga meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya, dimana dalam memakai haknya tersebut pekerja/buruh dituntut bertanggung jawab untuk menjamin kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan Bangsa dan Negara oleh lantaran itu penggunaan hak tersebut dilaksanakan dalam kerangka kekerabatan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.

Hak berserikat bagi pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam Konvensi International Labour Organization ( ILO ) Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi dan Konvensi ILO Nomor 98 Tentang Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama. Konvensi perihal hak berserikat bagi pekerja/buruh ini telah diratifikasi oleh Indonesia menjadi cuilan dari peraturan perundang-undangan nasional.

Berlakunya dasar-dasar daripada hak untuk berorganisasi dan untuk berunding bersama sudah diratifikasi oleh Indonesia menjadi cuilan dari Peraturan PerUndang-Undangan Nasional yakni Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja dimana Pekerja merupakan kawan kerja Pengusaha yang sangat penting dalam proses produksi dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya serta menjamin kelangsungan perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Undang-undang No.21 Tahun 2000 memakai istilah serikat pekerja/serikat buruh bukan serikat pekerja atau serikat buruh saja. Kedua istilah itu bekerjsama sama saja dan tidak ada perbedaan. Judul semula yang diajukan oleh Presiden ke dewan perwakilan rakyat melalui suratnya No.R.01/PU/I/2000 ialah RUU perihal serikat pekerja. Dalam proses pembahasan di dewan perwakilan rakyat penggunaan istilah serikat pekerja disetujui menjadi serikat pekerja/serikat buruh. Penggunaan kedua istilah tersebut dilakukan untuk mengadopsi keinginan dari banyak sekali organisasi pekerja/buruh yang memakai kedus istilah alternatif tersebut untuk menyebut nama organisasinya masing-masing.

 ialah warga negara yang mempunyai persamaan  kedudukan dalam aturan Ilmu Pengetahuan Serikat Buruh/Pekerja : Pengertian, Tujuan, Fungsi & Peranan Terhadap Buruh/Pekerja
Serikat Buruh/Serikat Pekerja

A. Pengertian Serikat Pekerja/Serikat Buruh


Pekerja/buruh merupakan kawan kerja pengusaha yang sangat penting dalam proses produksi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya, menjamin kelangsungan perusahaan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Pengertian Serikat Pekerja/Serikat Buruh menurut Pasal 1 ayat 1 Undang- Undang No. 21 Tahun 2000 perihal Serikat Pekerja ialah organisasi yang dibuat dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Didalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat, Buruh terbagi menjadi dua yaitu Serikat Pekerja/Serikat Buruh di perusahaan dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar perusahaan. Pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.21 tahun 2000, Serikat Pekerja/Serikat Buruh di perusahaan ialah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di beberapa perusahaan. Pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.21 tahun 2000, Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar perusahaan ialah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh yang tidak bekerja di perusahaan.

Serikat Pekerja/Buruh sanggup membentuk Federasi Serikat Pekerja/Buruh maupun Konferensi Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Pada Pasal 1 angka 4 Undang- Undang No.21 tahun 2000, Federasi serikat pekerja/serikat buruh ialah gabungan serikat pekerja/serikat buruh. Adapun pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.21 tahun 2000, Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh ialah gabungan federasi serikat pekerja/serikat buruh.

Federasi serikat pekerja ialah bentukan dari sekurang-kurangnya 5 serikat pekerja. Dan Konfederasi serikat pekerja merupakan gabungan dari sekurang-kurangnya 3 federasi serikat pekerja.

Pada dasarnya sebuah serikat pekerja harus terbuka untuk mendapatkan anggota tanpa membedakan pedoman politik, agama, suku dan jenis kelamin. Makara sebagai seorang karyawan di suatu perusahaan, anda hanya tinggal menghubungi pengurus serikat pekerja di kantor anda, biasanya akan diminta untuk mengisi formulir keanggotaan untuk data. Ada pula sebagian serikat pekerja yang memungut iuran bulanan kepada anggotanya yang relatif sangat kecil berkisar Rp. 1,000 - Rp. 5,000, gunanya untuk pelaksanaan-pelaksanaan acara penyejahteraan karyawan anggotanya. Tidak mahal kan? Tidak akan rugi ketika kita tahu apa saja laba yang didapat.

Dalam Pasal 14, UU No. 21 tahun 2000 perihal Serikat Buruh/Serikat Pekerja tertera bahwa seorang pekerja/buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh di satu perusahaan. Apabila seorang pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan namanya tercatat di lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, yang bersangkutan harus menyatakan secara tertulis satu serikat pekerja/serikat buruh yang dipilihnya.

Setiap serikat pekerja/serikat buruh hanya sanggup menjadi anggota dari satu federasi serikat pekerja/serikat buruh (Pasal 16 UU No. 21 tahun 2000). Dan demikian pula sebuah federasi hanya sanggup menjadi anggota dari satu konfederasi. UU No. 21 tahun 2000.

Pekerja/buruh berdasarkan UU No.21 tahun 2000 ialah setiap orang yang bekerja dengan mendapatkan upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dari definisi tersebut terdapat dua unsur yaitu orang yang bekerja dan unsur mendapatkan upah atau imbalan dalam bentuk lain. Hal ini berbeda dengan definisi tenaga kerja yaitu setiap orang yang bisa melaksanakan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.

B. Sifat Serikat Pekerja/Serikat Buruh


Serikat pekerja/serikat buruh bebas dalam memilih asas organisasinya tetapi tidak boleh memakai asas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dikarenakan Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai sifat antara lain :
  1. Bebas ialah sebagai organisasi dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh tidak dibawah efek ataupun tekanan dari pihak manapun.
  2. Terbuka ialah dalam mendapatkan anggota ataupun dalam memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh tidak membedakan pedoman politik, agama, suku bangsa, dan jenis kelamin.
  3. Mandiri ialah dalam mendirikan, menjalankan dan juga menyebarkan organisasi ditentukan oleh kekuatan sendiri tidak dikendalikan oleh pihak lain di luar organisasi.
  4. Demokratis ialah dalam melaksanakan pembentukan organisasi, pemilihan pengurus, memperjuangkan dan juga melaksanakan hak dan kewajiban organisasi dilakukan sesuai dengan prinsip demokrasi.
  5. Bertanggung jawab ialah untuk mencapai tujuan dan melaksanakan hak dan kewajibannya, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertanggung jawab kepada anggota, masyarakat, dan negara.

C. Tujuan Serikat Pekerja/Serikat Buruh


Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-undang No.21 Tahun 2000, Serikat Pekerja /Buruh, federasi dan konfederasi Serikat Pekerja/Buruh bertujuan untuk memperlihatkan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.

Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, serikat pekerja merupakan organisasi yang dibuat dari, oleh, dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Sesuai dengan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dalam melaksanakan kekerabatan industrial, pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, menyebarkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.

Secara luas tujuan dari keberadaan serikat buruh/pekerja ialah :
  1. Mengisi cita – cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil secara materi dan spiritual, khususnya masyarakat pekerja berdasarkan pancasila;
  2. Melindungi dan membela hak dan kepentingan pekerja;
  3. Terlaksananya hubunga industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan;
  4. Terhimpun dan bersatunya kaum pekerja di segala kelompok industrial barang dan jasa serta mewujudkan rasa kesetiakawanan dan menumbuhkembangkan solidaritas diantara sesama kaum pekerja;
  5. Terciptanya ekspansi kesempatan kerja, meningkatkan produksi dan produktivitas;
  6. Terciptanya kehidupan dan penghidupan pekerja Indonesia yang selaras, serasi dan seimbang menuju terwujudnya tertib sosial, tertib aturan dan tertib demokrasi;
  7. Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta memperjuangkan perbaikan nasib, syarat – syarat kerja dan kondisi serta penghidupan yang layak sesuai dengan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sedangkan berdasarkan UU No.21 tahun 2000 mengenai Serikat Buruh/Serikat Pekerja, Fungsi serikat meliputi pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), penyelesaian perselisihan industrial, mewakili pekerja di dewan atau forum yang terkait dengan urusan perburuhan, serta membela hak dan kepentingan anggota serikat.

Pekerja sebagai salah satu unsur utama dari produksi, pengusaha sebagai pemilik modal, pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan pengawasan terhadap perarutan perundang - permintaan Ketenagakerjaan, kekerabatan ketiga unsur inilah yang disebut Hubungan Industrial3 yang berazaskan Pancasila. Oleh lantaran itu azas musyawarah mufakat seyogyanya dikedepankan apabila terjadi perselisihan anatara pekerja dan pengusaha. Konsep kekerabatan korelasi industrial diharapkan bisa mewujudkan kekerabatan yang dinamis, serasi dan berkeadilan .

Hambatan dan tantangan Ketenagakerjaan pada periode reformasi diantaranya angkatan kerja tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia, pengusaha kurang mau memahami makna kekerabatan industrial serta rendahnya eksekusi pelanggaran yang diatur dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku disatu pihak, kurangnya keterampilam pekerja dan perilaku yang angkuh dipihak lain, oleh lantaran itu sering terjadi perselisihan hak bahkan konflik sosial.

Menghadapi tantangan tersebut diatas Lembaga Tripartit yang anggotanya merupakan perwakilan dari Serikat Pekerja dan Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) dan Dinas Tenaga Kerja sesuai tingkatan, diharapkan bisa memperlihatkan sumbangan pemikiran dan saran terhadap pemerintah kawasan untuk mencari jalan keluar terhadap permasalahan – permasalahan Ketenagakerjaan, khususnya dalam rangka mendorong investor untuk membuka usaha di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan cita-cita terciptanya lapangan kerja .

Iklim dan kondisi kerja yang aman sanggup didorong melalui sosialisasi dan pembinaan tata aturan ketenagakerjaan semoga pengusaha dan pekerja secara sadar dan lapang dada bersama – sama meningkatkan Hubungan Industrial mengedepankan negosiasi Bipartit dalam merumuskan Perjanjian Kerja Bersama di perusahaan dan pada forum – forum Ketenagakerjaan sehingga tercipta kekerabatan yang serasi untuk mewujudkan peningkatan produktifitas dan kesejahteraan pekerja .

Di Prov. Kep. Bangka Belitung khususnya penulis banyak mendengar keluhan pengusaha terhadap kinerja pengurus Serikat Pekerja yang dianggap mereka (Pengusaha) terkesan angkuh dalam menjembatani kepentingan pekerja disatu pihak, dipihak lain penulis sering menerima laporan dari PUK perihal perilaku Pengusaha yang beranggapan bahwa keberadaan serikat pekerja identik dengan bermacam - macam tuntutan. Oleh lantaran itu pertanyaannya ialah :
  • Apakah kedua belah pihak telah mempunyai pengetahuan (Knowledge) perihal Hubungan Industrial;
  • Apakah kedua belah pihak telah terampil (skill) dalam menafsirkan dan melaksanakan peraturan perundang - permintaan ketenagakerjaan;
  • Apakah kedua belah pihak telah mempunyai perilaku (attitute) yang elegan sesuai dengan prinsip-prinsip kekerabatan industrial yang berazaskan Pancasila;
  • Realitas tersebut diatas merupakan salah satu masalah yang menjadi penghambat dalam melaksanakan kekerabatan industrial;
(Sumber :
  1. Disampaikan pada penyuluhan dan pemahaman hak dan kewajiban tenaga kerja perempuan dengan tema “Fungsi dan peranan serikat pekerja diperusahaan dalam proteksi terhadap pekerja wanita” penyelenggara Disnaker Kota Pangkalpinang tanggal 04 November 2008.
  2. Ketua DPC K. SPSI Kota Pangkalpinang dan Ketua LPHA - PD F. SP. NIBA - SPSI Bangka Belitung DR. Susetiawan, Konflik sosial).

II. Perkembangan Serikat Buruh/Pekerja Di Indonesia


Tanggal 1 Mei 1886 ialah merupakan puncak demonstrasi di Kota Chicago Amerika Serikat dan merupakan simbol kemenangan buruh sedunia diputuskan dalam Kongres International Labour Organisation (ILO) pertama tahun 1889 di kota Paris Perancis. Maka setiap tanggal 1 Mei diseluruh dunia diperingati sebagai Hari Buruh, tak terkecuali di Indonesia. Kegiatan - kegiatan yang menyulut emosionalisasi kebersamaan dalam usaha pekerja santer dikumandangkan, bahkan di Medan Sumatera Utara (Mei Day 2007) sebelum hari peringatan sudah ada kegiatn serikat pekerja unjuk rasa hening menuntut perbaikan kesejahteraan pekerja. Momentum Hari Buruh dimanfaatkan pekerja untuk merepleksikan diri terhadap usaha dan cita – cita pekerja menuju kehidupan yang lebih baik.

Organisasi buruh sedunia International Labour organization (ILO) merupakan kanalisasi serikat pekerja antar bangsa yang selalu menyuarakan peningkatan proteksi dan kesejahteraan buruh dijagat raya ini.

Menurut DR. Susetiawan Organisasi Buruh yang pertama berdiri di Indonesia berdiri pada tahun 1897 didirikan oleh orang orang eropa dan secara pribadi beranggotakan orang - orang Eropa. Kemunculan organisasi ini lebih diinspirasikan oleh gerakan buruh di Nederland, pada waktu itu disebabkan oleh kondisi - kondisi kerja yang kurang baik dikalangan pekerja Eropa di Indonesia. Organisasi buruh pertama dengan nama N.I.O.G (Ned Ind Onderw Genootschm) mempunyai anggota para pegawai swasta Eropa.

Pribumi Indonesia yang mempunyai pekerjaan - pekerjaan terendah dalam hirarki kolonial, oleh karenanya tidak diizinkan untuk menjadi anggota.

Pada tahun 1908 Organisasi pertama buruh indonesia dengan keanggotaan adonan antara orang eropa dan indonesia didirikan .Organisasi tersebut berjulukan V.S.T.P (Vereeneging van Spoor en Tramweg Personeel) di Pimpin oleh seorang Jawa yaitu Semaun.

Setelah 1965, seluruh serikat pekerja/buruh di Indonesia dipaksa bergabung dengan sebuah organisasi yang dipayungi pemerintah dibawah nama Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI).

Pada tanggal 20 februari 1973 lahirlah deklarasi buruh seluruh indonesia yang naskahnya yang antara lain membentuk organisasi berjulukan FBSI (Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) sebagai induk organisasi yang ditopang oleh 21 serikat pekerja buruh lapangan.

Selanjutnya Istilah Federasi dan buruh berdasarkan Menteri Tenaga Kerja pada waktu itu Sudomo tidak sesuai dengan kekerabatan industrial di Indonesia alasannya ialah mereferensi situasi demoksrasi-demokrasi liberal, maka pada Tahun 1985 organisasi tersebut risikonya diberi nama gres menjadi Serikat pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Pada periode reformasi SPSI berubah menjadi Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K. SPSI).

Menurut Drs. Mardjono perkembangan Serikat Pekerja yang terdaftar di Depnakertrans hingga Mei 2000 meliputi :
  • Unit Kerja/Tingkat Perusahaan : 9.820 SP
  • SP Tingkat Nasional BUMN : 44 SP
  • Serikat Pekerja Tingkat Nasional Swasta : 46 SP
  • Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia : 23 Federasi
Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No. 98 tahun 1984 dengan UU No. 18 tahun 1956, konvensi dimaksud mengandung dua pokok penting yaitu Hak Berorganisasi dan Hak Berunding bahkan Pemerintah dan dewan perwakilan rakyat RI telah mengesahkan UU No. 21 tahun 2000 perihal Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Organisasi Serikat Pekerja terbesar di Indonesia ialah Konfederasi Serikat pekerja Seluruh Indonesia (K. SPSI), secara historis telah berumur berumur 35 tahun tepatnya tanggal 20 Februari 2008 yang sering disebut Hari Pekerja Indonesia (HAPERI ke - 35).

III. Organisasi Serikat Pekerja/Buruh


Kemajuan Industrialisasi berdampak pada menjaknya kebutuhan Tenaga Kerja. Dengan semakin banyaknya penggunaan tenaga kerja maka semakin banyak menjadikan pemasalahan dan gesekan-gesekan yang risikonya sanggup menjadikan keresahan unjuk rasa dan pemogokan. Keberadaan organisasi SP sangatlah penting lantaran sanggup menjadi patner dengan pengusaha dalam rangka memajukan usaha dan membuat iklim kondusif. 

Oleh karenya pemerintah mengeluarkan suatu peraturan perundang-undangan yang memperlihatkan arah dan tujuan keberadaan SP/SB dari hasil UU No. 18 tahunn 1956 yang telah meratifikasi Konvensi ILO No. 98 tahun 1949 perihal Hak Berserikat dan berunding bersama. Dan yang terakhir dikeluarkan UU No. 21 tahun 2000 perihal SP/SB. Menurut Soedarjadi, SH yang dimaksud Organisasi Serikat Pekerja dalam Konvensi ini, antara lain :
  • Pekerja harus mendapatkan proteksi terhadap Peraturan Perundang – Undangan dan tindakan yang membatasi hak berserikat mirip :
  1. Mempekerjakan seseorang dengan syarat ia tidak boleh menjadi anggota SP/SB atau harus melepaskan keanggotaannya dari SP; dan
  2. Diberhentikan dari pekerjaan lantaran anggota atau mengikuti kegiatan SP.
  • Pengusaha atau organisasi pengusah tidak boleh mengintervensi SP dan kegiatannya,
  • Pengusaha dan SP didorong untuk secara sukarela berunding merumuskan kerjasama yang memuat kondisi kerja yaitu hak dan kewajiban pekerja serta kewenangan dan kewajiban pengusaha.
Sebagai wadah pekerja organisasi SP/SB yang telah terbentuk dengan mempunyai tujuan untuk memperlihatkan perlindungan, pembelaan dan meningkatkan kesejahteraan bagi anggotanya serta mempunyai peranan dan fungsi yang sangat strategis didalam pelaksanaan Hubungan Industrial.

Macam-macam Organisasi serikat pekerja :
  1. Serikat Pekerja. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja dilingkungan perusahaan dengan anggota paling sedikit 10 (sepuluh )orang;
  2. Federasi Serikat Pekerja. Sekurang - kurangnya 5 (lima) organisasi serikat pekerja sanggup membentuk federasi serikat pekerja.
  3. Konfederasi Serikat Pekerja. Hal ini sanggup dibuat apabila ada 3 (tiga) atau lebih Federasi Serikat Pekerja/Buruh bergabung untuk membentuknya.
Ketentuan dan syarat-syarat anggota sebagai berikut :
  1. Serikat pekerja/buruh, Federasi, Konfederasi harus terbuka dalam mendapatkan anggota tanpa membedakan pedoman politik, agama, suku dan jenis kelamin.
  2. Dalam hal persyaratan keanggotaan diatur Angggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
  3. Seorang pekerja/buruh tidk boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja disuatu perusahaan.
  4. Apabila tercatat lebih dari satu, yang bersangkutan harus menyatakan secara tertulis satu serikat pekerja yang dipilih.

A. Fungsi Serikat Buruh/Pekerja


Hak menjadi anggota Serikat Pekerja/Serikat Buruh merupakan hak asasi pekerja yang telah dijamin didalam Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945 dan untuk mewujudkan hak tersebut, kepada setiap pekerja/buruh diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja, dimana Serikat Pekerja/Serikat Buruh berfungsi sebagai sarana untuk memperjuangkan, melindungi dan membela kepentingan dan juga meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya, dimana dalam memakai haknya tersebut pekerja/buruh dituntut bertanggung jawab untuk menjamin kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan Bangsa dan Negara oleh lantaran itu penggunaan hak tersebut dilaksanakan dalam kerangka kekerabatan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.

Hak berserikat bagi pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam Konvensi International Labour Organization ( ILO ) Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi dan Konvensi ILO Nomor 98 Tentang Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama. Konvensi perihal hak berserikat bagi pekerja/buruh ini telah diratifikasi oleh Indonesia menjadi cuilan dari peraturan perundang-undangan nasional.

Fungsi Serikat Pekerja/Serikat Buruh sering dikaitkan dengan keadaan kekerabatan industrial. Hubungan industrial itu diartikan sebagai suatu sistem kekerabatan yang terbentuk antara para pelaku didalam proses produksi barang atau jasa yang meliputi pengusaha,pekerja, dan pemerintah.

Pengertian itu memuat semua aspek yang ada didalam suatu kekerabatan kerja yang terdiri dari :
  1. Para pelaku : pekerja, pengusaha, pemerintah;
  2. Kerja sama : manajemen-karyawan;
  3. Perundingan bersama : perjanjian kerja, kesepakatan kerja bersama, peraturan perusahaan;
  4. Kesejahteraan : upah, jaminan sosial., pensiun, keselamatan dan kesehatan kerja, koperasi, pembinaan kerja;
  5. Perselisihan industrial : arbitrase, mediasi, mogok kerja, penutupan perusahaan, pemutusan kekerabatan kerja.
Fungsi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dituangkan di dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja . Fungsi berasal dari kata function, yang artinya "something that performs a function: or operation".

Fungsi dan kiprah yang sanggup dilakukan sebagai forum organisasi serikat buruh/pekerja ialah sebagai berikut :
  1. Sebagai pihak dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama dan penyelesaian Perselisihan Industrial;
  2. Sebagai wakil pekerja buruh dalam forum kerja bersama dibidang Ketenagakerjaan sasuai tingkatannya;
  3. Sebagai sarana membuat Hubungan Industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
  4. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentiongan anggota; dan
  5. Sebagai perencana, pelaksanaan dan penanggung jawab, pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan Peraturan Perundangan-undangan yang berlaku. 
  6. Sebagai wakil dari para pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.
Fungsi serikat buruh/pekerja secara khusus ialah :
  1. Sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja.
  2. Lembaga perunding mewakili pekerja.
  3. Melindungi dan membela hak – hak dan kepentingan kerja.
  4. Wadah pembinaan dan wahana peningkatan pengetahuan pekerja.
  5. Wahana peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
  6. Wakil pekerja dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.
  7. Wakil pekerja dalam forum – forum ketenagakerjaan.
  8. Wakil untuk dan atas nama anggota baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Fungsi sanggup juga diartikan sebagai jabatan (pekerjaan) yang dilakukan; apabila ketua tidak ada maka wakil ketua akan melaksanakan fungsi ketua; fungsi ialah kegunaan suatu hal; berfungsi artinya berkedudukan, bertugas sebagai; menjalankan tugasnya.

Dengan demikian fungsi Serikat Buruh/Serikat Pekerja sanggup diartikan sebagai jabatan, kegunaan, kedudukan dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

B. Peranan Serikat Buruh/Pekerja


Peranan dari serikat buruh/pekerja ialah : 
  1. Serikat pekerja mempunyai fungsi Kanalisasi, yaitu fungsi menyalurkan aspirasi, saran, pandangan, keluhan bahkan tuntutan masing – masing pekerja kepada pengusaha dan sebaliknya, serikat pekerja berfungsi sebagai saluran informasi yang lebih efektif dari pengusaha kepada para pekerja;
  2. Dengan memanfaatkan jalur dan mekanisme serikat pekerja, pengusaha sanggup menghemat waktu yang cukup besar menangani masalah – masalah ketenagakerjaan, dalam mengakomodasikan saran – saran mereka serta untuk membina para pekerja maupun dalam memperlihatkan perintah – perintah, daripada melakukannya secara individu terhadap setiap pekerja;
  3. Penyampaian saran dari pekerja kepada pimpinan perusahaan dan perintah dari pimpinan kepada para pekerja, akan lebih efektif melalui serikat pekerja, lantaran serikat pekerja sendiri sanggup menseleksi jenis tuntutan yang realistis dan logis serta memberikan tuntutan tersebut dalam bahasa yang sanggup dimengerti dan diterima oleh direksi dan perusahaan;
  4. Dalam manajemen modern yang menekankan pendekatan kekerabatan antar insan ( Human Approach ), diakui bahwa kekerabatan nonformal dan semiformal lebih efektif atau sangat diharapkan untuk mendukung daripada kekerabatan formal. Dalam hal ini serikat pekerja sanggup dimanfaatkan oleh pengusaha sebagai jalur kekerabatan semi formal;
  5. Serikat pekerja yang berfungsi dengan baik, akan menghindari masuknya anasir – anasir luar yang sanggup mengganggu kelancaran proses produksi dan ketenagakerjaan, bila di suatu perusahaan tidak ada PUK SPSI atau bila PUK SPSI tidak berfungsi dengan baik, maka anasir luar dengan dalih memperjuangkan kepentingan pekerja akan gampang masuk mencampuri masalah intern perusahaan. Pengalaman selama ini memperlihatkan bahwa campur tangan LSM, LBH dan pihak luar lainnya ke perusahaan lebih banyak menambah rumitnya masalah daripada mempercepat penyelesaian masalah;
  6. Mewakili pekerja pada Lembaga Tripartit dan Dewan Pengupahan pada Lembaga Departemen Tenaga Kerja sesuai tingkatan; 

C. Usaha Serikat Pekerja/Buruh


Adapun yang menjadi usaha dari serikat buruh/pekerja ialah sebagai berikut :
  1. Meningkatkan kiprah serta kaum pekerja dalam Pembangunan Nasional untuk mengisi cita – cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
  2. Memperjuangkan terciptanya dan terlaksananya peraturan perundangan untuk mewujudkan pelaksanaan kekerabatan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan;
  3. Memacu terciptanya kondisi dan syarat – syarat kerja yang layak;
  4. Bekerja sama dengan tubuh – tubuh pemerintah dan swasta baik di dalam maupun di luar negeri yang tidak bertentangan dengan asas dan tujuan organisasi;
  5. Memperjuangkan jaminan sosial yang luas sesuai dengan tuntutan kebutuhan;
  6. Menyelenggarakan pendidikan bidang ketenagakerjaan dalam rangka memperluas pengetahuan, keterampilan dan prilaku, meningkatkan kemampuan tenaga kerja baik dalam berorganisasi maupun dalam bekerja;
  7. Mendorong terbentuknyab dan berkembangya koperasi pekerja dan usaha – usaha lain untuk meningkatkan kesejahteraan dan jaminan sosial.

D. Tata Cara Pembentukan Serikat Pekerja


Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 menganut multi union system yaitu memperlihatkan kebebasan kepada pekerja/buruh untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh. Setiap 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh berdasarkan undang- undang tersebut telah sanggup membentuk suatu serikat pekerja/serikat buruh. Ketentuan ini memungkinkan dalam satu perusahaan bisa berdiri beberapa serikat pekerja/serikat buruh. Banyaknya serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan sanggup memungkinkan terjadinya perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh yang biasanya menyangkut masalah keanggotaan yang akan berdampak pada posisi dominan sebuah serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan tersebut.

Sebagaimana diatur pada pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang nomor 21 tahun 2000 perihal Serikat Pekerja yakni : setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dibuat oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh.

Pembentukan serikat pekerja/serikat buruh ini dengan ketentuan sebagai berikut :
  • Setiap serikat pekerja/serikat buruh harus mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dimana sekurang-kurangnya memuat ( Pasal 11 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang Nomor 21 tahun 2000 perihal Serikat Pekerja) :
  1. Nama dan lambang;
  2. Dasar negara, asas, dan tujuan;
  3. Tanggal pendirian;
  4. Tempat kedudukan;
  5. Keanggotaan dan kepengurusan;
  6. Sumber dan pertanggung tanggapan keuangan; dan
  7. Ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.
Apabila ada perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, pengurus serikat pekerja harus memberitahukan kepada instansi pemerintah paling usang 30 (tiga puluh) hari, terhitung semenjak tanggal perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga tersebut (Pasal 21 UU No.21 Tahun 2000).
  • Memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung-jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat dengan dilampiri :
  1. Daftar nama anggota pembentuk;
  2. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; dan
  3. Susunan dan nama pengurus; (Pasal 18 UU No.21 Tahun 2000).
  • Instansi pemerintah yang bertanggung-jawab, selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kerja, terhitung semenjak tanggal diterima pemberitahuan, wajib mencatat dan memperlihatkan nomor bukti pencatatan terhadap serikat pekerja yang telah memenuhi ketentuan (Pasal 20 ayat 1 UU No.21 Tahun 2000); buku pencatatan harus sanggup dilihat setiap dikala dan terbuka untuk umum.
  • Dalam hal serikat pekerja belum memenuhi ketentuan, maka instansi pemerintah yang bertanggung jawab itu sanggup menangguhkan pencatatan dan pemberian nomor bukti pencatatan dengan memberitahukan secara tertulis kepada serikat pekerja selambat- lambatnya 14 (empat belas) hari kerja, terhitung semenjak tanggal diterima pemberitahuan (Pasal 20 ayat 2 dan 3 UU No.21 Tahun 2000).
  • Pengurus serikat pekerja yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan, harus memberitahukan secara tertulis keberadaannya kepada kawan kerjanya sesuai dengan tingkatannya (Pasal 23 UU No.21 Tahun 2000).
Serikat Pekerja/Serikat Buruh sanggup dibuat berdasarkan kesamaan sektor usaha, jenis usaha, atau lokasi tempat kerja dan sanggup berhubungan dengan serikat pekerja/serikat buruh internasional dan atau organisasi internasional lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

UU No. 21 tahun 2000 mengenai Serikat Buruh/Serikat Pekerja mengatur perihal tata cara pemberitahuan dan pencatatan Serikat Buruh/Serikat Pekerja dalam Pasal 18-24.
  • Serikat Buruh/Serikat Pekerja, federasi dan konfederasi yang telah dibuat harus memberitahukan keberadaannya kepada instansi pemerintah setempat yang menangani urusan perburuhan.
  • Dalam surat pemberitahuan, harus dilampirkan daftar nama anggota, pendiri dan pengurusnya serta salinan peraturan organisasi
  • Badan pemerintah setempat harus mencatat serikat yang telah memenuhi persyaratan dan memperlihatkan nomor registrasi kepadanya dalam kurun waktu 21 hari kerja sesudah tanggal pemberitahuan. (Apabila sebuah serikat belum memenuhi persyaratan yang diminta, maka alasan penundaan registrasi dan pemberian nomor registrasi kepadanya harus diserahkan oleh tubuh pemerintah setempat dalam batas waktu tenggang 14 hari sesudah tanggal penerimaan surat pemberitahuan)
  • Serikat harus memberitahukan instansi pemerintah diatas bila terjadi perubahan dalam peraturan organisasinya. Instansi pemerintah tersebut nantinya harus menjamin bahwa buku registrasi serikat terbuka untuk diperiksa dan sanggup diakses masyarakat luas.
  • Serikat Yang telah mempunyai nomor registrasi wajib menyerahkan pemberitahuan tertulis perihal keberadaan mereka kepada pengusaha/perusahaan yang terkaitSelengkapnya mengenai mekanisme registrasi Serikat Buruh/Serikat Pekerja diatur oleh Keputusan Menteri No.16/MEN/2001 perihal Prosedur Pendaftaran Resmi Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
 Pemberitahuan dan pencatatan yang diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan Nomor KEP. 16/MEN/2001 tanggal 15 Februari 2001 Tentang Prosedur Pendaftaran Resmi Serikat Pekerja/Serikat Buruh ialah sebagai berikut : 

1. Serikat Pekerja/Buruh, Federasi, Konfederasi yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang Ketenagakerjaaan setempat untuk Dicatat. didalam pemberitahuan dilampirkan :
  • daftar nama anggota pembentuk; dan
  • anggaran dasar anggaran rumah tangga sekurang - kurangnya memuat :
  1. Nama dan lambang serikat pekerja/buruh,
  2. Dasar Negara dan tujuan yang tidak bertentangan Pancasila Undang-Undang Dasar 1945,
  3. Tanggal pendirian,
  4. Tempat kedudukan,
  5. Persyaratan menjadi anggota dan persyaratan pemberhentiannya,
  6. Hak dan Kewajiban Pengurus,
  7. Pesyaratan menjadi pengurus dan persyaratan pemberhentiannya,
  8. Sumber dan tata cara penggunaan dan pertanggung tanggapan keuangan,
  9. Ketentaun perubahan AD/ART
  • Susunan dan Nama Pengurus. 
2. Setelah mendapatkan pemberitahuan dari organisasi serikat pekerja/buruh, maka instansi yang betanggung jawab dibidang Ketenagakerjaan wajib mencatat dan memperlihatkan nomor bukti pencatatan. Apabila berkas pecatatan tidak/kurang memenuhi persyaratan maka pencatatan ditangguhkan ,untuk kemudian diperbaiki atau dilengkapi.

Adapun persyaratan yang tidak memenuhi ketentuan sanggup berupa :
  1. Anggota kurang dari ketentuan yang berlaku baik untuk pengajuan serikat pekerja/buruh, Federasi maupun Konfederasi.
  2. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang bertentangan dengan peraturan perundang - permintaan yang berlaku.
  3. Nama dan lambang sama dengan organisasi serikat pekerja yang lain.

 

E. Hak Serikat Pekerja/Serikat Buruh


Berlakunya dasar-dasar daripada hak untuk berorganisasi dan untuk berunding bersama sudah diratifikasi oleh Indonesia menjadi cuilan dari Peraturan PerUndang-Undangan Nasional yakni Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja dimana Pekerja merupakan kawan kerja Pengusaha yang sangat penting dalam proses produksi dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya serta menjamin kelangsungan perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Hak untuk menjadi anggota dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh merupakan hak asasi dari pekerja/buruh yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 28. Hak dari Serikat Buruh/Pekerja yang telah mempunyai Nomor Bukti Pencatatan yang syah antara lain :
  1. Membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;
  2. Mewakili pekerja dalam menuntaskan perselisihan industrial;
  3. Mewakili pekerja dalam forum ketenagakerjaan;
  4. Membentuk forum atau melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja; dan
  5. Melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

F. Kewajuban Serikat Pekerja/Serikat Buruh


Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, serikat pekerja merupakan organisasi yang dibuat dari, oleh, dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Sesuai dengan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dalam melaksanakan kekerabatan industrial, pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, menyebarkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.

Sedangkan kewajiban dari Serikat Pekerja yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan ialah :
  1. Melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya;
  2. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya; dan
  3. Mempertanggung-jawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya.
Pekerja juga mempunyai kewajiban yang berkaitan dengan keuangan dan harta kekayaannya. Keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja haruslah terpisah dari keuangan dan harta kekayaan pribadi pengurus dan anggotanya. Keuangan serikat pekerja bersumber dari :
  1. Iuran anggota yang besarnya ditetapkan dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga;
  2. Hasil usaha yang sah; dan
  3. Bantuan anggota atau pihak lain yang tidak mengikat.
Apabila pengurus serikat pekerja mendapatkan pemberian dari pihak luar negeri, maka mereka wajib untuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung-jawab di bidang ketenagakerjaan. Bila serikat pekerja tidak memberitahukan kepada instansi pemerintah yang berwenang tersebut, maka sanggup dikenakan hukuman manajemen pencabutan nomor bukti pencatatan serikat pekerja dan hal ini berarti bahwa serikat pekerja tersebut kehilangan haknya sebagai serikat pekerja (Pasal 24 UU No.21 Tahun 2000).

G. Perlindungan Terhadap Serikat Pekerja


Siapapun tidak boleh untuk menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja dengan cara :
  1. Melakukan pemutusan kekerabatan kerja;
  2. Memberhentikan sementara
  3. Menurunkan jabatan atau melaksanakan mutasi;
  4. Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja;
  5. Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun; dan
  6. Melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja (Pasal 28 UU No.21 Tahun 2000).
    Sanksi aturan atas pelanggaranPasal 28 tersebut di atas yang merupakan tindak pidana kejahatan, dikenakan hukuman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling usang 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000.- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000.- (lima ratus juta rupiah) (Pasal 43 UU No.21 Tahun 2000).

    Pengusaha harus memberi kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota serikat pekerja untuk menjalankan kegiatan serikat pekerja dalam jam kerja yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dan/atau yang diatur dalam perjanjian kerja bersama.

    Memberikan kesempatan ialah membebaskan pengurus dan anggota serikat pekerja dalam beberapa waktu tertentu dari kiprah pokoknya sebagai pekerja sehingga sanggup melaksanakan kegiatan serikat pekerja.

    Dalam kesepakatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja bersama harus diatur mengenai :
    1. Jenis kegiatan yang diberikan kesempatan.
    2. Tata cara pemberian kesempatan.
    3. Pemberian kesempatan yang menerima upah dan yang tidak menerima upah.

    Sumber aturan :

    1. Undang Undang Dasar 1945,
    2. Konvensi International Labour Organization ( ILO ) Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi,
    3. Konvensi ILO Nomor 98 Tentang Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama,
    4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja,
    5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 Tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Internasional No. 98 Mengenai Berlakunya Dasar-Dasar Daripada Hak Untuk Berorganisasi Dan Berunding Bersama.
    6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
    7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan Nomor KEP. 16/MEN/2001 tanggal 15 Februari 2001 Tentang Prosedur Pendaftaran Resmi Serikat Pekerja/Serikat Buruh

    Referensi :

    1. Maimun, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, Cet. II, 2007,
    2. Philip Babcoks, A Merriam Webster’s Third New International Dictionary of the English Language un a Bridged, 1993, Merriam Webster inc, publishers, Springfield, Massa Chusetts, U.S.A,
    3. Departemen P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989, Balai Pustaka, Jakarta,
    4. Sentanoe Kertonegoro, Hubungan Industrial, Hubungan Antara Pengusaha dan Pekerja (Bipartid) dan Pemerintah (Tripartid), 1999, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta,
    5. Sentanoe Kertonegoro, Hubungan Industrial, Hubungan Antara Pengusaha dan Pekerja (Bipartid) dan Pemerintah (Tripartid), 1999, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta,
    6. Hammer, Willie. Product Safely Management and Engineering. Englewood Cilffs, N.J. : Prentice-Hall Inc. 1980,
    7. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-buruh" target="_blank"> https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-buruh
    8. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=pengertian-buruh