Ilmu Pengetahuan Asas Pembentukan Peraturan Desa
By Sugi Arto
Asas Pembentukan Peraturan Desa. Sesuai amanat Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, bahwa tata cara pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang setingkat diatur dengan peraturan tempat kabupaten/kota yang bersangkutan. Oleh alasannya itu di Kabupaten Wonosobo telah ditetapkan perda Nomor 7 Tahun 2008 perihal Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Peraturan Desa.
Peraturan Desa ditetapkan oleh kepala desa sesudah menerima persetujuan bersama Badan Perwakilan Desa, yang dibuat dalam rangka penyelenggaraan otonomi desa. Perdes merupakan pembagian terstruktur mengenai lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing desa. Sehubungan dengan hal tersebut, sebuah Perdes dihentikan bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dalam konsep negara aturan yang demokratis keberadaan peraturan perundang-undangan, termasuk Peraturan Desa dalam pembentukannya harus didasarkan pada beberapa asas. Menurut Van der Vlies sebagaimana dikutip oleh A. Hamid S. Attamimi membedakan 2 (dua) kategori asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut (beginselen van behoorlijk regelgeving), yaitu asas formal dan asas material.
![]() |
Asas Pembentukan Peraturan Desa |
Asas-asas formal meliputi :
- Asas tujuan terang (Het beginsel van duideijke doelstellin);
- Asas forum yang sempurna (Het beginsel van het juiste orgaan);
- Asas perlunya pengaturan (Het noodzakelijkheid beginsel);
- Asas sanggup dilaksanakan (Het beginsel van uitvoorbaarheid);
- Asas Konsensus (het beginsel van de consensus).
Asas-asas material meliputi :
- Asas kejelasan Terminologi dan sistematika (het beginsel van de duiddelijke terminologie en duidelijke systematiek);
- Asas bahwa peraturan perundang-undangan gampang dikenali (Het beginsel van den kenbaarheid);
- Asas persamaan (Het rechts gelijkheids beginsel);
- Asas kepastian aturan (Het rechtszekerheids begin sel);
- Asas pelaksanaan aturan sesuai dengan keadaan individual (Het beginsel van de individuelerechtsbedeling).
Asas-asas ini lebih bersifat normatif, meskipun bukan norma hukum, alasannya pertimbangan etik yang masuk ke dalam ranah hukum. Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan ini penting untuk diterapkan alasannya dalam periode otonomi luas sanggup terjadi pembentuk Peraturan Desa menciptakan suatu peraturan atas dasar intuisi sesaat bukan alasannya kebutuhan masyarakat. Pada prinsipnya asas pembentukan peraturan perundang-undangan sangat relevan dengan asas umum manajemen publik yang baik (general principles of good administration).
Dalam Pasal 5 UU Nomor 10 Tahun 2004 Juncto Pasal 137 UU Nomor 32 Tahun 2004 diatur bahwa perda yang di dalamnya termasuk ialah Peraturan Desa dibuat menurut pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan, dan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang sifatnya mengatur, termasuk peraturan daerah, juga harus memenuhi asas materi muatan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 32 Tahun 2004 juncto Pasal 138 UU Nomor 32 Tahun 2004.
Berkaitan dengan asas-asas materi muatan tersebut, ada sisi lain yang harus dipahami oleh pengemban kewenangan dalam membentuk Peraturan Desa. Pengemban kewenangan harus memahami segala macam seluk beluk dan latar belakang permasalahan dan muatan yang akan diatur oleh Peraturan Desa tersebut. Hal ini akan berkait dekat dengan implementasi asas-asas tersebut di atas.
Dalam proses pembentukannya, Peraturan Desa membutuhkan partisipasi masyarakat semoga hasil selesai dari Peraturan Desa sanggup memenuhi aspek keberlakuan aturan dan sanggup dilaksanakan sesuai tujuan pembentukannya. Partisipasi masyarakat dalam hal ini sanggup berupa masukan dan sumbang pikiran dalam perumusan substansi pengaturan Peraturan Desa. Hukum atau perundang-undangan akan sanggup berlaku secara efektif apabila memenuhi tiga daya laris sekaligus yaitu filosofis, yuridis, dan sosiologis. Disamping itu juga harus memperhatikan efektifitas/daya lakunya secara irit dan politis, yaitu :
- Masing-masing unsur atau landasan daya laris tersebut sanggup dijelaskan sebagai berikut landasan filosofis, maksudnya semoga produk aturan yang diterbitkan oleh Pemda jangan hingga bertentangan dengan nilai-nilai hakiki ditengah-tengah masyarakat, contohnya agama dan budbahasa istiadat;
- Daya laris yuridis berarti bahwa perundang-undangan tersebut harus sesuai dengan asas-asas aturan yang berlaku dan dalam proses penyusunannya sesuai dengan aturan main yang ada. Asas-asas aturan umum yang dimaksud disini contohnya ialah asas “retroaktif”, “lex specialis derogat lex generalis”; ”lex superior derogat lex inferior”; dan “lex posteriori derogat lex priori”;
- Produk-produk aturan yang dibuat harus memperhatikan unsur sosiologis, sehingga setiap produk aturan yang memiliki akhir atau dampak kepada masyarakat sanggup diterima oleh masyarakat secara masuk akal bahkan spontan;
- Landasan ekonomis, yang maksudnya semoga produk aturan yang diterbitkan oleh Pemerintah tempat sanggup berlaku sesuai dengan tuntutan irit masyarakat dan meliputi aneka macam hal yang menyangkut kehidupan masyarakat, misalkan kehutanan dan pelestarian sumberdaya alam;
- Landasan politis, maksudnya semoga produk aturan yang diterbitkan oleh pemerintah tempat sanggup berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak ditengah-tengah masyarakat.
Tidak dipenuhinya kelima unsur daya laris tersebut diatas akan berakibat tidak sanggup berlakunya aturan dan perundang-undangan secara efektif. Kebanyakan produk aturan yang ada ketika ini hanyalah berlaku secara yuridis tetapi tidak berlaku secara filosofis dan sosiologis. Ketidaktaatan asas dan keterbatasan kapasitas tempat dalam penyusunan produk aturan yang demikian ini yang dalam banyak hal menghambat pencapaian tujuan otonomi daerah. Dalam hal ini, keterlibatan masyarakat akan sangat memilih aspek keberlakuan aturan secara efektif.
Roscoe Pound (1954) menyatakan bahwa aturan sebagai suatu unsur yang hidup dalam masyarakat harus senantiasa memajukan kepentingan umum. Kalimat “hukum sebagai suatu unsur yang hidup dalam masyarakat” menunjukan konsistensi Pound dengan pandangan ahli-ahli sebelumnya menyerupai Erlich maupun Duguit. Artinya aturan harus dilahirkan dari konstruksi aturan masyarakat yang dilegalisasi oleh penguasa. Ia harus berasal dari konkretisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Kemajuan pandangan Pound ialah pada pemfokusan arti dan fungsi pembentukan hukum. Disinilah awal mula dari fungsi aturan sebagai alat perubahan sosial yang populer itu.
Dari pandangan Pound ini sanggup disimpulkan bahwa unsur normatif dan empirik dalam suatu peraturan aturan harus ada; keduanya ialah sama-sama perlunya. Artinya, aturan yang intinya ialah gejala-gejala dan nilai-nilai yang dalam masyarakat sebagai suatu pengalaman dikonkretisasi dalam suatu norma-norma aturan melalui tangan para ahli-ahli aturan sebagai hasil rasio yang kemudian dilegalisasi atau diberlakukan sebagai aturan oleh negara. Yang utama ialah nilai-nilai keadilan masyarakat harus senantiasa selaras dengan keinginan keadilan negara yang dimanifestasikan dalam suatu produk hukum.
Dasar hukum:
- Undang-Undang Dasar 1945,
- Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 perihal Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 perihal Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
- Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Tata Cara Pembentukan Undang-undang,
0 komentar:
Post a Comment