Ilmu Pengetahuan Kisah Di Balik Mundurnya Fredrich Dan Otto Dari Tim Pengacara Setya Novanto

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Kekompakan sebuah tim pengacara sangat penting ketika membela klien. Tetapi keputusan klien juga sangat menentukan. Begitu dinyatakan kembali sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi e-KTP, Setya Novanto mempersiapkan tim aturan yang kuat. Pengacaranya, Fredrich Yunadi, tetap dipertahankan menjadi kuasa hukum. Belakangan, Setya Novanto (Setnov) menambahkan anggota tim penasihat hukumnya. Advokat senior Otto Hasibuan bergabung lebih dahulu, disusul kemudian Maqdir Ismail.

Maqdir dikenal sebagai pengacara yang beberapa kali berhasil memenangkan permohonan praperadilan di pengadilan, termasuk ketika berhadapan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, dalam praperadilan kedua, Setnov tak menang sebagaimana praperadilan pertama. Permohonannya, yang diwakili tim pengacara lain, dinyatakan gugur lantaran pokok masalah sudah mulai diperiksa.

 Kekompakan sebuah tim pengacara sangat penting ketika membela klien Ilmu Pengetahuan Cerita di Balik Mundurnya Fredrich Dan Otto Dari Tim Pengacara Setya Novanto
Ilustrasi: HGW/Hukumonline
Salah satu yang menjadi tanda tanya dalam masalah Setnov ialah mundurnya dua orang pengacara secara tiba-tiba. Awalnya, secara terbuka Otto menyatakan mundur. Kemudian, ternyata Fredrich Yunadi juga mundur. Padahal, Fredrich sudah dikenal publik atas pembelaan-pembelaannya secara terbuka terhadap klien. Pernyataannya malah sering jadi materi perdebatan di media sosial. Faktor hakiki di balik mundurnya Otto dan Fredrich sebagai kuasa aturan Setnov bahwasanya masih misteri. Apakah lantaran ada tekanan politik dalam penanganan masalah Setnov? Apakah lantaran terjadi perpecahan di tim pengacara? Apakah lantaran honorarium, atau lantaran karena lain? Banyak pertanyaan yang sanggup diajukan.

Sebuah kesempatan mewawancarai Otto dan Fredrich diperoleh hukumonlinedi Yogyakarta, pekan lalu. Keduanya hadir dalam program Rapat Kerja Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) di Kota Gudeg itu. Sejumlah advokat yang hadir di perhelatan itu meminta foto bersama Fredrich dan Otto. Di sela-sela Rakernas, dan di tengah kesibukan mereka, Fredrich dan Otto bersedia memperlihatkan klarifikasi eksklusif kepada jurnalis hukumonline yang ikut meliput Rakernas.

Fredrich menciptakan sebuah tamsil: di dalam satu kapal layar tak sanggup ada dua kapten. Para pengacara Setya Novanto ialah sebuah tim yang relatif besar. Sejujurnya, yang menerima kuasa dari Setya Novanto bukan hanya mereka bertiga: Fredrich, Otto, dan Maqdir; tetapi juga sejumlah pengacara lain. Masing-masing pengacara punya jam terbang yang berbeda, dan tentu saja cara bekerja yang berbeda. Ada yang mengandalkan pendekatan negosiatif, ada pula yang berusaha tegas. “Saya lebih banyak straight to the point,” advokat yang mengaku lulusan fakultas aturan Universitas Airlangga dan sebuah perguruan tinggi tinggi di Taiwan itu, Senin (11/12).

Fredrich menepis bila disebut punya masalah dengan kliennya dalam hal pendekatan. Ia menekankan pentingnya sebuah tim pengacara kompak dalam kerja-kerja pembelaan klien. Termasuk cara bekerja sebagai sebuah tim penasihat hukum. “Group kerja itu kan harus kompak ya,” ungkapnya.

Fredrich juga menepis anggapan bahwa ia mundur lantaran tekanan dalam penanganan masalah Setnov kian berat. Apalagi kemudian permohonan praperadilan kedua dinyatakan gugur oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Makin berat itu tantangan bagi saya, saya makin senang, semakin menarik bagi saya,” kata advokat yang mengaku memperoleh jurist doctor dari University of California, Los Angeles (UCLA) itu.

Mundurnya Fredrich dan Otto juga menjadi pelajaran penting bahwa keputusan klien sangat menentukan. Klien berhak menunjuk siapa saja advokat yang akan ditunjuk sebagai pengacaranya. “Kuncinya pada pemberi kuasa ya, SN, dia sendiri kan ragu-ragu, dia harusnya memberi penegasan, tapi ’udahlah kalian berunding sendiri saja’, kita nggak nyaman,” katanya lagi.

Fredrich bercerita masuknya Maqdir ke dalam tim tak berjalan mulus. Ada penolakan dari pengacara yang sudah lebih dahulu menerima kuasa, termasuk Fredrich. Fredrich telah menjadi kuasa aturan ketika Setnov mulai ‘berurusan’ dengan KPK. Ia mengaku bertetangga dengan Setnov, sehingga tak mengherankan ditunjuk sebagai lawyer. “Saya sama dia kan tetangga, satu RT satu RW,” jelasnya. “Beliau minta pertimbangan saya apa sanggup bantu, ya saya bantu,” sambungnya.

Setelah perjalanan masalah ini semakin intens, Otto Hasibuan bergabung. “Pak Otto kan saya yang tarik,” kata Fredrich. Di lain kesempatan Otto menjelaskan pilihannya mendapatkan proposal menjadi kuasa aturan Setya Novanto ialah hal besar hingga harus meminta izin keluarganya. “Saya nggak eksklusif bilang iya. Runding dulu dengan keluarga. Kasus-kasus high profile selalu saya bicarakan dengan mereka,” tuturnya.

Otto menyadari bahwa keluarganya akan ikut mencicipi risiko dari kasus-kasus besar yang ditanganinya. “Saya nggak boleh egois. Tentu mereka harus siap-siap semua kan,” katanya.

Ia menjelaskan pilihannya untuk mendapatkan masalah Setya Novanto dalam rangka memperlihatkan pemahaman pada masyarakat soal profesi advokat. “Bukan siapa kliennya yang menjadi persoalan, tetapi bagaimana caranya menangani masalah itu. Itu yang menjadi soal. Itu message yang ingin saya sampaikan kepada masyarakat,” tegasnya.

Status Otto sebagai kuasa hanya berbilang bulan. Ia menentukan mundur sebelum masalah kliennya diperiksa di muka persidangan. Ketika ditanyakan alasan hakiki pengunduran dirinya dari tim kuasa aturan Setnov, Otto berlindung di balik prinsip kerahasiaan klien. “Tentunya sebagai lawyer saya juga sulit menceritakan semuanya, lantaran ada bagian-bagian diam-diam klien, saya harus pegang teguh,” ungkapnya kepada hukumonline, Selasa (12/12).

Otto hanya memperlihatkan klarifikasi secara umum antara ketidaksepakatannya dengan Setya Novanto. “Ternyata saya tidak menemui komitmen yang sama antara saya dengan Novanto wacana bagaimana cara menangani masalah ini, itu akan sanggup berdampak jelek bagi dia dan bagi saya,” terang Ketua Dewan Pembina Peradi ini.

Hindari Stigma

Setya Novanto sekarang mulai menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia didakwa melaksanakan tindak pidana korupsi bersama dengan orang lain. Berkaitan dengan dakwaan korupsi itu, Otto dan Fredrich mengingatkan prinsip penting yang harus dipegang: advokat tidaklah identik dengan kliennya.

Otto menegaskan ada stigma yang salah dalam masyarakat seperti bila advokat membela tersangka pelaku kejahatan maka advokat tersebut juga membela kejahatan yang disangkakan kepada kliennya. “Seakan-akan kalau advokat membela seorang yang dituduh korupsi, kita itu ialah koruptor. Kalau membela pembunuh, kita jadi pembunuh,” lanjutnya.

Yang salah, kata Otto, ialah bila seorang advokat membela kliennya dengan cara-cara melanggar aturan dan arahan etik. “Apalah gunanya kalau kamu bela ustadz atau pendeta atau yang dianggap baik di masyarakat tapi dengan cara-cara yang salah, pelanggaran-pelanggaran arahan etik, ya sama aja pengacara yang nakal,” tegasnya.

Dalam kalimat yang lain, Fredrich menyebut seorang advokat tak harus membela yang benar. “Advokat kan menyampaikan tidak harus membela yang benar, advokat membela orang yang meminta dukungan aturan tanpa peduli dia pelaku atau tersangka, saya hanya bekerja secara profesional,” ujar advokat yang pernah ikut seleksi pimpinan KPK.

Otto mengaku khawatir bila advokat-advokat anabawang menjadi tidak berani menangani masalah besar lantaran tekanan stigma masyarakat semacam itu. “Tetapi kalau yang saya bela dituduh korupsi, dituduh membunuh, tetapi saya membelanya dengan cara-cara yang benar berdasarkan hukum, maka saya tetap pengacara yang baik,” pungkas Otto.

Baca :

Untuk itu ia menentukan keluar dari zona nyaman dan berhadapan dengan stigma masyarakat. “Saya tidak membela Novanto, saya membela kepentingan aturan Novanto,” tambahnya ibarat dilansir dari Hukumonline.

Berkaitan dengan tujuannya mendapatkan masalah Setya Novanto ini, Otto meyakinkan bahwa ia harus melaksanakan pembelaan dengan cara-cara yang baik dan benar di mata hukum. “Disepakatinya ini semoga jangan hingga terjadi kerugian yang lebih dalam bagi dia dan juga bagi saya,” terangnya.

Cuma, lantaran advokat dan klien tidak menemui komitmen mengenai hal yang prinsip, Otto menentukan mundur. “Nah demi kepentingan dia, kepentingan saya, kepentingan pada umumnya, maka saya berpikir lantaran tidak ada kesepakatan, saya tetapkan mundur,” pungkas Otto.

Dihubungi Kamis (14/12) lalu, Maqdir Ismail menjelaskan ketika itu belum pernah membicarakan secara eksklusif cara penanganan masalah Setya Novanto. “Kami belum pernah bicara bagaimana menangani masalah ini,” katanya melalui sambungan telepon.

Ia mempertanyakan bab mana dari cara pembelaan kliennya yang tak sesuai hukum, dan mempersilakan masyarakat menilainya. “Kalau membela masalah secara aturan itu niscaya akan kita lakukan,” ujarnya. (***)

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment