Ilmu Pengetahuan Bahan Muatan Peraturan Perundang-Undang

Materi Muatan Peraturan Perundang-Undang - Materi undang-undang Indonesia yang termuat dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, berisi hal-hal yang intinya yaitu :
  1. Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 yang meliputi: hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara, wilayah dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, serta keuangan negara.
  2. undang Indonesia yang termuat dalam Pasal  Ilmu Pengetahuan Materi Muatan Peraturan Perundang-Undang
    Materi Muatan Undang-Undang
  3. Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.

Materi muatan peraturan perundang-undangan, tolok ukurnya hanya sanggup dikonsepkan secara umum. Semakin tinggi kedudukan suatu peraturan perundang-undangan, semakin ajaib dan mendasar bahan muatannya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kedudukan suatu peraturan perundang-undangan, semakin rinci dan konkrit pula bahan muatannya. Kesemuanya itu mencerminkan adanya tingkatan-tingkatan wacana bahan muatan peraturan perundang-undangan dimana undang-undang merupakan salah satu bentuk peraturan perundang-undangan yang paling luas jangkauannya.

Sedangkan bahan muatan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang sama dengan bahan muatan undang-undang (Pasal 9 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004). Pasal 10 menyatakan bahwa bahan muatan Peraturan Pemerintah berisi bahan untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Kemudian sesuai dengan tingkat hierarkinya, bahwa Peraturan Presiden berisi bahan yang diperintahkan oleh undang-undang atau bahan yang melakukan Peraturan Pemerintah (Pasal 11). Mengenai Peraturan Derah dinyatakan dalam Pasal 12 bahwa bahan muatan perda yaitu seluruh bahan muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi tempat dan kiprah pembantuan, dan menampung kondisi khusus tempat serta pembagian terstruktur mengenai lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Materi muatan peraturan perundang-undangan juga mengandung asas-asas yang harus ada dalam sebuah peraturan perundang-undangan. Asas-asas tersebut sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004.

Ayat (1) sebagai berikut:“Materi Muatan Peraturan Perandang-undangan mengandung asas" :
  1. Pengayoman,
  2. Kemanusian,
  3. Kebangsaan,
  4. Kekeluargaan,
  5. Kenusantaraan,
  6. Bhinneka tunggal ika,
  7. Keadilan,
  8. Kesamaan kedudukan dalam aturan dan pemerintahan,
  9. Ketertiban dan kepastian aturan dan atau
  10. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Sedangkan ayat (2), menyatakan “Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu sanggup berisi asas lain sesuai dengan bidang aturan Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan”.

Apa yang dimaksudkan dengan asas-asas yang berlaku dalam bahan muatan peraturan perundang-undangan tersebut dijelaskan dalam klarifikasi Pasal 6 ayat (1) sebagai berikut:
  1. Asas pengayoman; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi menunjukkan proteksi dalam rangka membuat ketentraman masyarakat.
  2. Asas kemanusian; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan proteksi dan penghormatan hak-hak asasi insan serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
  3. Asas kebangsaan; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan susila bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
  4. Asas kekeluargaan; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
  5. Asas kenusantaraan; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan bahan muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk di tempat merupakan bab dari sistem aturan nasional yang berdasarkan Pancasila.
  6. Asas bhinneka tunggal ika; Bahwa Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
  7. Asas keadilan; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
  8. Asas kesamaan kedudukan dalam aturan dan pemerintahan; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan dihentikan berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain:
  • Agama,
  • Suku,
  • Ras,
  • Golongan,
  • Gender,
  • Atau status sosial,
  • Asas ketertiban dan kepastian hukum; Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus sanggup menyebabkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
  • Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.

Sedangkan klarifikasi Pasal 6 ayat (2) menjelaskan bahwa “Yang dimaksud dengan “asas lain sesuai dengan bidang aturan Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan”, antara lain:
  1. Dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada eksekusi tanpa kesalahan, asas pelatihan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;
  2. Dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam aturan perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan iktikad baik.
Selain kedua ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 tersebut, pembentukan peraturan perundang-undangan juga harus berpedoman, serta bersumber dan berdasar pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Hal tersebut terdapat dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 yang dirumuskan sebagai berikut:

Pasal 2“Pancasila merupakan sumber dari segala sumber aturan Negara”.

Pasal 3 ayat (1)“Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan aturan dasar dalam Peraturan Perundang-undangan”.

Kedua pasal tersebut sanggup dipahami atau dimaknai semoga setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan Pancasila sebagai Cita Hukum (rechtsidee) dan Norma Dasar Negara, sehingga kedua pasal tersebut berkaitan akrab dengan Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945. Dari rumusan Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi jelaslah bahwa pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang tidak lain yaitu Pancasila merupakan Norma Dasar Negara atau Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm) dan sekaligus merupakan Cita Hukum.

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai suatu Norma Fundamental Negara, yang berdasarkan istilah Notonagoro merupakan Pokok Kaidah Fundamental Negara Indonesia atau menurut Hans Nawiasky adalah Staatsfundamentalnorm, ialah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar dari suatu negara (Staatsverfassung), termasuk norma pengubahnya. Hakikat aturan suatu Staatsfundamentalnorm ialah syarat bagi berlakunya suatu konstitusi atau undang-undang dasar. Ia terlebih dahulu ada sebelum adanya konstitusi atau undang-undang dasar.

Sedangkan konstitusi, menurut Carl Schmitt merupakan keputusan politik (eine Gessamtenschiedung uber Art und Form einer polistichen Einheit), yang disepakati oleh suatu bangsa. Apabila Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa pokok-pokok pikiran yang terkandung Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai suatu Cita Hukum (Recthsidee), maka Pancasila yaitu juga berfungsi sebagai suatu pedoman dan sekaligus tolok ukur dalam mencapai tujuan-tujuan masyarakat, yang dirumuskan dalam aneka macam peraturan perundang-undangan.


Sumber Hukum :

  1. Undang Undang Dasar 1945
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Referensi :

  1. Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Yogyakarta: Kanisius, 2007, hal. 1-6. 
  2. A. Hanid S. Attamimi, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan dan pengemangan pengajarannya di fakultas hukum,
  3. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=tahapan-pembentukan-undang-undang
  4. https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=tahapan-pembentukan-undang-undang

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment