Ilmu Pengetahuan Tak Patuhi Putusan, Pemerintah Tubruk Aturan Soal Sengketa Lahan Milik Masyarakat

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Pembayaran ganti rugi yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Kepala BPN No. 188-VI-1990 atas Eigendom Verponding 7267 seluas 132 hektar yang telah mendapat putusan pengadilan, dan sudah berkekuatan aturan tetap (inckrah) belum juga dilaksanakan oleh pemerintah.

Terlebih, mulai dari pengadilan negeri hingga peninjauan kembali (PK), pihak mahir waris menang atas gugatannya itu. Meski menang di PK, sanksi keputusan pengadilan yang sudah berkekuatan aturan tetap itu pun belum juga dilaksanakan pemerintah.

 Pembayaran ganti rugi yang tertuang dalam Surat Keputusan  Ilmu Pengetahuan Tak Patuhi Putusan, Pemerintah Langgar Hukum Soal Sengketa Lahan Milik Masyarakat
Ilustrasi sengketa lahan
Pakar aturan tata negara, Margarito Kamis menganggap pemerintah sanggup dikatakan melanggar hukum. Sebab tidak melakukan putusan itu. “Tidak tersedia dalam aturan aktual kita untuk tidak melakukan sanksi keputusan aturan yang berkekuatan aturan tetap.

Jika pemerintah tidak melakukan berarti melanggar aturan yang menyalahi kewenangan,” kata Margarito dikala dilansir dari Aktual, Kamis (1/3).

Jadi, lanjut dia, pemerintah harus segera mengganti rugi atas tanah yang di atasnya bangun banyak sekali gedung milik pemerintah dan swasta, menyerupai Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Koperasi Usaha Kecil Menengah, Kedubes Malaysia, Kedubes Rusia dan daerah bisnis lainnya itu.

“Suka atau tidak suka keputusan tersebut harus dipatuhi. Tidak sanggup lagi untuk menolak. Apalagi keputusan tersebut sudah PK dan dimenangkan oleh yang bersangkutan,” kata dia.

Diketahui, sebelumnya kuasa aturan mahir waris, RM Wahjoe A Setiadi menyebut, perintah pembayaran ganti rugi tersebut sudah terang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Kepala BPN No. 188-VI-1990 atas Eigendom Verponding 7267 seluas 132 hektar yang telah mendapat putusan pengadilan dan sudah inckrah.

Lahan itu sebelumnya milik masyarakat yang kemudian menjadi tanah negara, sehabis masyarakat diberikan ganti rugi berupa tanah hak milik seluas 16 hektar di daerah Kuningan, Jakarta Selatan. Namun tidak diberikan kepada masyarakat.

Pada 2001 sebab tanah yang dijanjikan tidak kunjung didapat dan bahkan di atasnya bangun banyak sekali gedung milik pemerintah dan swasta, menyerupai Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Koperasi Usaha Kecil Menengah, Kedubes Malaysia, Kedubes Rusia dan daerah bisnis lainnya. Masyarakat mengajukan gugatan.

“Pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) seharusnya sudah membayar ganti rugi tersebut. Kasihan para mahir waris yang jumlanya mencapai 800 orang sudah menunggu 38 tahun,” ujarnya.

Wahjoe mengungkapkan, dalam upaya memperoleh ganti rugi ini pihaknya sudah tiga kali berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo yang isinya meminta supaya pembayaran ganti rugi segera dilaksanakan. “Masalah ini sudah terlalu usang dan seharusnya menjadi perhatian dari pemerintahan Presiden Joko Widodo,” ujarnya.

Baca :


Wahjoe berharap, Pemerintahan Joko Widodo berkomitmen dalam penegakan aturan dan merealisasi atas jadwal Nawacitanya. Pasalnya, problem lahan Kantor Kemenkum HAM, Kemenkop UKM dan sejumlah Kedubes tersebut bukan sengketa lagi melainkan tinggal sanksi ganti rugi saja.

Selain itu, sesuai dengan aturan jadwal perdata, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah sanggup eksklusif membayar atau melakukan sanksi melalui BPN, yang kemudian diteruskan kepada para mahir waris melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Sesuai Peraturan Menteri Keuangan perihal Pelaksanaan Hukum No. 80/PMK.01/2015 tertanggal 15 April 2015, sebetulnya sudah tidak ada problem lagi terkait pencairan ganti rugi,” tegas Wahjoe. (***)

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment