Ilmu Pengetahuan Serikat Pekerja Sesalkan Minimnya Pengawasan Industri

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Berbagai pihak menyoroti kejadian kebakaran yang menewaskan lebih dari 40 orang pekerja di pabrik kembang api PT Panca Buana Cahaya Sukses (PBCS) yang terletak di Kosambi, Tangerang. Tidak terkecuali serikat buruh. Ucapan belasungkawa tiba dari mereka, juga protes terhadap otoritas terkait alasannya yaitu dianggap lalai menjalankan fungsi pengawasan.

Salah satunya yaitu buruh Awak Mobil Tangki (AMT) Pertamina. Ketua AMT, Nuratmo, menyampaikan bahwa sebagai pihak yang juga jadi korban kelalaian perusahaan menjamin kesehatan dan keselamatan kerja, dirinya turut berduka. Menurut Nuratmo, pemerintah seharusnya dapat mencegah insiden ini apabila pengawasan berjalan dengan baik.

 Berbagai pihak menyoroti kejadian kebakaran yang menewaskan lebih dari  Ilmu Pengetahuan Serikat Pekerja Sesalkan Minimnya Pengawasan Industri
Bangkai truk yang terbakar jawaban ledakan pabrik petasan di Kosambi, Tangerang, Jumat (27/10/2017). tirto.id/Arimacs Wilander
"Harusnya dari awal pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), khususnya bab pengawasan, sudah mengetahui banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan," kata Nuratmo kepada Tirto, Minggu (29/10/2017).

Perusahaan produksi, apalagi yang bekerjasama dengan materi yang gampang terbakar, harusnya punya sistem Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang baik. Namun, tidak sedikit perusahaan lalai soal ini. Nuratmo menyebut salah satunya yaitu daerah ia bekerja. Di tempatnya kerja, katanya, K3 tidak dianggap penting alasannya yaitu buruh bekerja dengan durasi sangat panjang, lebih dari 12 jam.

"Kondisi ini menjadikan sopir kelelahan," kata Nuratmo.

Nuratmo berharap, insiden PT PBCS jadi yang terakhir. Ia ingin Disnaker dapat memantau seluruh perusahaan yang ada di setiap wilayah, termasuk mendata pekerja, izin, dan status kerja. Kalau perlu Disnaker melaksanakan Inspeksi Mendadak (Sidak) dan memperlihatkan hukuman kalau menemukan pelanggaran.

Wakil Ketua Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI) sekaligus Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Jumisih, juga berbelasungkawa atas kejadian ini. Menurut Jumisih, kejadian kebakaran tersebut yaitu bukti bahwa ada permasalahan besar dalam dunia perburuhan.

Jumisih menilai, maut para buruh bukan permasalahan kecil. Ini bukti bahwa perusahaan lalai dalam K3. "Ini problem nyawa manusia, tidak dapat diabaikan dan harus jadi perhatian serius pengusaha juga pemerintah, dalam hal ini pengawasan ketenagakerjaan," kata Jumisih.

Kejadian kebakaran tidak gres kali ini saja terjadi. Jumisih mengatakan, banyak buruh menjadi korban kebakaran ibarat di perusahaan garmen PT Usi Aparel Int yang berada di Kawasan Berikat Nasional (KBN) Cakung. Dua orang meninggal alasannya yaitu kecelakaan itu. Kecelakaan serupa terjadi di perusahaan besar PT Mandom, Bekasi, dua tahun lalu.

Melalui kasus ini, Jumisih menilai bahawa seharusnya pemerintah semakin intensif mengawasi praktik perburuhan. Apalagi, dalam kasus PT PBCS, pelanggaran tidak hanya mengenai K3, tapi juga soal mempekerjakan anak di belum dewasa dengan upah murah.

"Pemilik pabrik semoga dieksekusi sesuai ketentuan yang berlaku, semoga jera dan tidak mengulanginya di masa depan," katanya. PT PBCS sendiri dimiliki oleh Indra Liyono.

Tidak hanya dari serikat, LSM Trade Union Right Center (TURC) juga turut bersuara. Menurut Direktur Eksekutif TURC, Andriko S. Otang, 47 orang meninggal, 46 orang luka-luka serta 10 orang yang hilang di kebakaran Kosambi menjadi catatan hitam dalam sejarah perburuhan Indonesia. Demikian pernyataan yang diterima Tirto dari pernyataan resmi.

Andriko menyoroti fakta yang ditemukan awak media bahwa salah satu mantan pegawai mengundurkan diri alasannya yaitu tidak berpengaruh kedaluwarsa zat kimia. Kemudian, kondisi pabrik yang panas dan sesak juga menguatkan indikasi perusahaan tidak menyiapkan alat pelindung yang memadai bagi para pegawai. Padahal, pemerintah Indonesia telah mengatur wacana ini melalui beberapa regulasi, ibarat UU 1/1970 wacana Keselamatan Kerja, UU 13/2003 wacana Ketenagakerjaan, serta PP 50/2012 wacana Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

Baca :

TURC berharap PT PBCS dapat menanggung seluruh pengobatan dan pemulihan korban. Perusahaan juga dibutuhkan membayar ganti rugi serta asuransi kematian.

Sementara untuk pemerintah, Andriko berharap semoga segera dilakukan penyelidikan soal legalitas, izin operasional, serta penerapan K3. Mereka juga berharap pemerintah memperlihatkan hukuman setimpal semoga pelaku jera dan insiden sama tidak terulang serta meningkatkan "inspeksi pada seluruh perusahaan-perusahaan yang berisiko berbahaya semoga menerapkan SMK3 yang memadai", demikian dikutip dari Tirto.id. (***)

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment