Ilmu Pengetahuan Jawaban Komisi Pemberantasan Korupsi Soal Praperadilan Kasus Korupsi Aw 101

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memperlihatkan tanggapan terkait permohonan praperadilan yang diajukan Irfan Kurnia Saleh, tersangka korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 di Tentara Nasional Indonesia AU tahun 2016-2017.

Irfan Kurnia Saleh merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri yang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dari unsur swasta pada kasus tersebut.

"Pada kegiatan kali ini, KPK akan menegaskan kewenangan KPK bersama Tentara Nasional Indonesia untuk menangani kasus korupsi yang melibatkan pihak sipil dan militer," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Senin (6/11/2017).
Penyidik KPK dan POM Tentara Nasional Indonesia melaksanakan investigasi fisik pada Helikopter Agusta Westland (AW) 101 di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (24/8). ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf.
Menurut Febri, kerjasama KPK dan Tentara Nasional Indonesia merupakan salah satu taktik penting untuk memaksimalkan upaya pemberantasan korupsi, baik penindakan ataupun pencegahan di sektor militer.

"Jika korupsi terjadi, apalagi terkait pengadaan peralatan yang sifatnya vital di Tentara Nasional Indonesia tentu hal ini berisiko tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga berisiko lebih besar terhadap upaya mewujudkan keamanan dan juga rasa keadilan di badan TNI," kata Febri.

Oleh alasannya itu, kata dia, KPK mengharapkan proses praperadilan tersebut sanggup memperkuat kerjasama KPK dan Tentara Nasional Indonesia dalam memerangi korupsi.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dipimpin hakim tunggal Kusno menggelar sidang lanjutan Irfan Kurnia Saleh dengan kegiatan balasan dari pihak termohon dalam hal ini KPK.

Sebelumnya, dalam pembacaan permohonan pada Jumat (3/11/2017), tim kuasa aturan Irfan menyatakan penetapan kliennya itu sebagai tersangka tidak sah alasannya tidak pernah dilakukan investigasi sebagai calon tersangka dan/atau ditetapkan sebagai tersangka sebelum dilakukan proses penyidikan oleh KPK.

Selain itu, Irfan Kurnia Saleh juga mempermasalahkan bahwa penetapan tersangka kliennya itu tidak sah dan tidak menurut aturan alasannya belum ada penghitungan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kemudian, tidak adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Pertahanan dalam penyidikan kasus koneksitas terhadap Irfan Kurnia Saleh.

Sebelumnya, POM Tentara Nasional Indonesia memutuskan lima tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 di Tentara Nasional Indonesia Angkutan Udara Tahun 2016-2017.

Lima tersangka itu, yakni anggota Tentara Nasional Indonesia AU atas nama Kolonel Kal FTS SE sebagai Kepala Unit Pelayanan Pengadaan, Marsekal Madya Tentara Nasional Indonesia FA yang bertugas sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa, Letkol manajemen WW selaku pejabat pemegang kas atau pekas, Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, dan Marsda Tentara Nasional Indonesia SB selaku Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara.

KPK juga memutuskan satu orang tersangka dari unsur swasta dalam penyidikan kasus tersebut, yakni Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh.

Irfan Kurnia Saleh diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya alasannya jabatan atau kedudukan yang sanggup merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di Tentara Nasional Indonesia AU Tahun 2016-2017.

Akibatnya, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar.

Irfan Kurnia Saleh disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 perihal Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, pada April 2016, Tentara Nasional Indonesia AU mengadakan pengadaan satu unit helikopter angkut AW-101 dengan memakai metode pemilihan khusus, artinya proses lelang harus diikuti oleh dua perusahaan akseptor lelang.

Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri juga diduga sebagai pengendali PT Karya Cipta Gemilang mengikuti proses pemilihan dengan menyertakan kedua perusahaan tersebut.

KPK menerka sebelum proses lelang dilakukan, tersangka Irfan Kurnia Saleh sudah melaksanakan perikatan kontrak dengan Agusta Westland sebagai produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak sekitar Rp514 miliar.

Baca :
Pada bulan Juli 2016 dilakukan penunjukan pengumuman, yaitu PT Diratama Jaya Mandiri dan dilanjutkan dengan kontrak antara Tentara Nasional Indonesia AU dengan PT DJM dengan nilai kontrak Rp738 miliar. Pengiriman helikopter dilakukan sekitar bulan Februari 2017.

PT Diratama Jaya Mandiri yaitu perusahaan yang bergerak di bidang jasa peralatan militer non-senjata yang juga memegang lisensi dari Amerika Serikat untuk terlibat dalam bisnis di bawah Peraturan Kontrol Ekspor peralatan militer dari AS dan Lisensi (Big Trade Business Licence "SIUP"), demikian dikutip dari Tirto.id. (***)

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment