Ilmu Pengetahuan Asas-Asas Aturan Perjanjian

Asas-Asas Hukum Perjanjian Menurut Bellefroid, Pengertian Asas Hukum ialah norma dasar yang dijabarkan dari aturan positif dan yang oleh ilmu aturan tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum tersebut. Asas aturan umum itu lebih kepada pengendapan aturan positif dalam suatu masyarakat.

Menurut P. Scholten, Pengertian Asas Hukum ialah kecenderungan-kecenderungan yang diisyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada aturan merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya, sebagai pembawaan yang umum akan tetapi yang tidak boleh tidak harus ada.

Pendapat The Liang Gie mengenai Pengertian Asas Hukum merupakan suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum tanpa menyarankan cara-cara khusus mengenai pelaksanaannya, yang diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk yang sempurna bagi perbuatan itu.[1]
 Pengertian Asas Hukum ialah norma dasar yang dijabarkan dari aturan positif dan yang oleh Ilmu Pengetahuan Asas-Asas Hukum Perjanjian
Ilustrasi Asas-Asas Hukum Perjanjian
Asas-asas aturan secara umum, yaitu :
  1. "Audi et alteram partem atau audiatur et altera pars". Bahwa para pihak harus didengar. Contohnya apabila persidangan sudah dimulai, maka hakim harus mendengar dari keduabelah pihak yang bersengketa, bukan hanya dari satu pihak saja.
  2. "Bis de eadem re ne sit acto atau Ne bis in idem". Mengenai kasus yang sama dan sejenis tidak boleh disidangkan untuk yang keduakalinya Contohnya periksa pasal 76 KUH pidana.
  3. "Clausula rebus sic stantibus". Suatu syarat dalam aturan internasional bahwa suatu perjanjian anta Negara masih tetap berlaku, apbila situasi dan kondisinya tetap sama.
  4. "Cogitationis poenam nemo patitur". Tiada seorangpun sanggup dieksekusi oleh lantaran apa yang dipikirkannya.
  5. "Concubitus facit nuptias". Perkawinan terjadi lantaran kekerabatan kelamin.
Didalam aturan perjanjian dikenal lima asas yaitu:[2]

1. Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak sanggup dianalisa dari ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu semua perjanjian yang dibentuk secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Kaprikornus asas ini menawarkan kebebasan kepada para pihak untuk:
  • Membuat atau tidak menciptakan perjanjian.
  • Mengadakan perjanjian dengan siapapun.
  • Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya.
  • Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Asas kebebasan berkontrak ini juga dibatasi bahwa perjanjian yang dibentuk oleh para pihak tidak tidak boleh oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan kesusilaan (Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).

2. Asas Konsensualisme

Asas ini sanggup diketahui dari Pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam pasal ini ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak (lisan). Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibentuk oleh kedua belah pihak.

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas ini disebut juga sebagai asas kepastian hukum, asas ini bekerjasama dengan akhir perjanjian, Asas Pacta Sunt Servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibentuk oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang, mereka tidak boleh melaksanakan intervensi terhadap substansi perjanjian yang dibentuk oleh para pihak. Asas ini sanggup diketahui dari Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata bahwa perjanjian yang dibentuk secara sah berlaku sebagai undang-undang.

4. Asas Itikad Baik

Asas itikad baik sanggup diketahui dari Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undangundang Hukum Perdata, yaitu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas itikad baik merupakan asas bahwa para pihak yaitu pihak penjual dan pembeli, harus melaksanakan substansi perjanjian berdasarkan kepercayaan dan keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik baik ini terbagi menjadi dua yaitu :
  • Itikad baik nisbi (subjektif) biasanya orang memperhatikan perilaku dan tingkah laris yang konkret dari subjek.
  • Itikad baik mutlak merupakan evaluasi terletak pada nalar sehat dan keadilan, dibentuk ukuran yang objektif untuk menilai keadilan (penilaian tidak memihak) berdasarkan norma-norma yang objektif.
5. Asas Kepribadian (personalitas)

Merupakan asas yang memilih bahwa seseorang yang akan melaksanakan dan atau menciptakan perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini sanggup diketahui dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pasal 1315 Kitab Undangundang Hukum Perdata menyebutkan pada umumnya seseorang tidak sanggup mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.

Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan diri sendiri. Lebih lanjut Pasal 1350 Kitab Undangundang Hukum Perdata menyebutkan perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya. Ini berarti bahwa perjanjian yang dibentuk oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya, namun ketentuan ini ada pengecualian sebagaimana diintrodusir dalam Pasal 1317 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang menyebutkan bahwa sanggup pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, kalau suatu perjanjian yang dibentuk untuk diri sendiri, atau suatu derma kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu. Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang sanggup mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat yang ditentukan.

Sumber Hukum :

  •  Kitab Undang Undang Hukum Perdata
  •  Kitab Undang Undang Hukum Pidana

Referensi :

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment