Ilmu Pengetahuan Prosedur Penyelesaian Sengketa Tanah Tanpa Melalui Forum Peradilan
Mekanisme Penyelesaian Sengketa Tanah Tanpa Melalui Lembaga Peradilan Sengketa pertanahan yakni perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum atau forum yang tidak berdampak luas secara sosio-politis. Penekanan yang tidak berdampak luas inilah yang membedakan definisi sengketa pertanahan dengan definisi konflik pertanahan. Sengketa tanah sanggup berupa sengketa administratif, sengketa perdata, sengketa pidana terkait dengan pemilikan, transaksi, pendaftaran, penjaminan, pemanfaatan, penguasaan dan sengketa hak ulayat.
![]() |
Penyelesaian Tanah Sengketa |
Kasus pertanahan mencakup beberapa macam antara lain :
- Mengenai masalah status tanah;
- Masalah kepemilikan; dan
- Masalah bukti-bukti perolehan yang menjadi dasar pertolongan hak dan sebagainya.
Banyak masalah sengketa tanah yang terkadang selalu menunjukkan kerugian kepada orang yangseharusnya tidak bersalah contohnya warga (rakyat biasa) yang bersengketa dengan suatu instansi yang memiliki wewenang dan kekuasaan, lantaran carut-marutnya aturan pertanahan Indonesian bahwasanya sudah menjadi hal yang biasa.Dari mulai pungli (pungutan liar), korupsi sampaikearah berandal pertanahan yaitu juga melibatkan forum peradilan kita.
Sifat permasalahan dari suatu sengketa ada beberapa macam :
- Masalah yang menyangkut prioritas untuk sanggup ditetapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak atas tanah yang belum ada haknya;
- Bantahan terhadap sesuatu ganjal hak/bukti perolehan yang dipakai sebagai dasar pertolongan hak;
- Kekeliruan/kesalahan pertolongan hak yang disebabkan penerapan peraturan yang kurang/tidak benar;
- Sengketa/masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial simpel (bersifat strategis).
Makara dilihat dari substansinya, maka sengketa pertanahan mencakup pokok masalah yang berkaitan dengan :
- Peruntukan dan/atau penggunaan serta penguasaan hak atas tanah;
- Keabsahan suatu hak atas tanah;
- Prosedur pertolongan hak atas tanah;
- Pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya.
Apabila Sengketa tanah belum hingga ke forum peradilan, maka masalah Sengketa tanah yakni sengketa tanah yang sanggup diselesaikan dengan cara mengadu kepada Kepala Kantor Pertanahan secara tertulis, melalui loket pengaduan, kotak surat atau website Kementerian.
Berdasarkan pengaduan tersebut, pejabat yang bertanggungjawab dalam menangani Sengketa, Konflik dan Perkara pada Kantor Pertanahan melaksanakan acara pengumpulan data, kemudian melaksanakan analisa untuk mengetahui apakah pengaduan tersebut merupakan kewenangan Kementerian atau bukan.
Jika memang masalah yang Anda dan tetangga Anda hadapi termasuk dalam kewenangan Kementerian, maka akan dilakukan proses berikutnya yaitu penyelesaian sengketa. Hasil dari proses penyelesaian sengketa tersebut yakni keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN atau Menteri.
Apabila data yang disampaikan secara pribadi ke Badan Pertanahan Nasional itu masih kurang terang atau kurang lengkap, maka Badan Pertanahan Nasional akan meminta klarifikasi disertai dengan data serta saran ke Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota setempat letak tanah yang disengketakan. Bilamana kelengkapan data tersebut telah dipenuhi, maka selanjutnya diadakan pengkajian kembali terhadap masalah yang diajukan tersebut yang mencakup segi prosedur, kewenangan dan penerapan hukumnya. Agar kepentingan masyarakat (perorangan atau tubuh hukum) yang berhak atas bidang tanah yang diklaim tersebut mendapat proteksi hukum, maka apabila dipandang perlu sesudah Kepala Kantor Pertanahan setempat mengadakan penelitian dan apabila dari keyakinannya memang harus distatus quokan, sanggup dilakukan pemblokiran atas tanah sengketa. Kebijakan ini dituangkan dalam Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 14-1-1992 No 110-150 wacana Pencabutan Instruksi Menteri Dalam Negeri No 16 tahun 1984.
Terkait sengketa tanah, ada peraturan terbaru terkait masalah pertanahan yaitu Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan (ATR/BPN) Nasional Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan.
Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan (ATR/BPN) Nasional Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan (Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016), yang disebut dengan masalah pertanahan yakni "Sengketa, Konflik, atau Perkara Pertanahan untuk mendapat penanganan penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan".
Kasus Sengketa tanah dibagi menjadi 3 (tiga) sebagai berikut :
- Pasal 1 angka 2 Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016, Sengketa Tanah yang selanjutnya disebut Sengketa yakni perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, tubuh hukum, atau forum yang tidak berdampak luas.
- Pasal 1 angka 3 Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016, Konflik Tanah yang selanjutnya disebut Konflik yakni perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, tubuh hukum, atau forum yang memiliki kecenderungan atau sudah berdampak luas.
- Pasal 1 angka 4 Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016, Perkara Tanah yang selanjutnya disebut Perkara yakni perselisihan pertanahan yang penanganan dan penyelesaiannya melalui forum peradilan. Baca (Prosedur Pengurusan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Menjadi Sertifikat Hak Milik Atas Tanah (SHM) untuk Rumah Tinggal)
Jika masalah Anda belum hingga ke forum peradilan, maka masalah Anda yakni sengketa tanah. Penyelesaian sengketa tanah dilakukan berdasarkan (Pasal 4 Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016) :
- Inisiatif dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (“Kementerian”); atau
- Pengaduan masyarakat.
Untuk itu, Anda sanggup melaksanakan pengaduan jikalau terjadi sengketa tanah yaitu :
- Pada Pasal 6 ayat (2) Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016, Pengaduan disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan secara tertulis, melalui loket pengaduan, kotak surat atau website Kementerian,
- Pasal 6 ayat (4) Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016, Pengaduan paling sedikit memuat identitas pengadu dan uraian singkat kasus,
- Pasal 7 ayat (3) Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016, Pengaduan yang telah memenuhi syarat yang diterima pribadi melalui loket Pengaduan, kepada pihak pengadu diberikan Surat Tanda Penerimaan Pengaduan,
- Pasal 8 ayat (1) Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016, Pengaduan tersebut diadministrasikan ke dalam Register Penerimaan Pengaduan,
- Pasal 9 ayat (1) Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016, Setiap perkembangan dari sengketa tanah dicatat dalam Register Penyelesaian Sengketa, Konflik, dan Perkara dengan melampirkan bukti perkembangan; dan
- Pasal 9 ayat (2) Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016, Perkembangan penyelesaian Sengketeta dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN setiap 4 (empat) bulan sekali dan ditembuskan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (“Menteri”).
Berdasarkan pengaduan tersebut, pejabat yang bertanggungjawab dalam menangani Sengketa, Konflik dan Perkara pada Kantor Pertanahan (“Pejabat”) melaksanakan acara pengumpulan data (Pasal 10 ayat (1)) dan Data yang dikumpulkan sanggup berupa (Pasal 10 ayat (2)) :
- Data fisik dan data yuridis;
- Putusan peradilan, isu program investigasi dari Kepolisian Negara RI, Kejaksaan RI, Komisi Pemberantasan Korupsi atau dokumen lainnya yang dikeluarkan oleh lembaga/instansi penegak hukum;
- Data yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh pejabat yang berwenang;
- Data lainnya yang terkait dan sanggup mempengaruhi serta memperjelas duduk masalah Sengketa dan Konflik; dan/atau
- Keterangan saksi.
Setelah pelaksanaan acara pengumpulan data, Pejabat melaksanakan analisis (Pasal 11 ayat (1)). Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaduan tersebut merupakan kewenangan Kementerian atau bukan kewenangan Kementerian (Pasal 11 ayat (2)).
Sengketa atau Konflik yang menjadi kewenangan Kementerian mencakup :
- Kesalahan mekanisme dalam proses pengukuran, pemetaan dan/atau perhitungan luas;
- Kesalahan mekanisme dalam proses registrasi penegasan dan/atau legalisasi hak atas tanah bekas milik adat;
- Kesalahan mekanisme dalam proses penetapan dan/atau registrasi hak tanah;
- Kesalahan mekanisme dalam proses penetapan tanah terlantar;
- Tumpang tindih hak atau akta hak atas tanah yang salah satu ganjal haknya terang terdapat kesalahan;
- Kesalahan mekanisme dalam proses pemeliharaan data registrasi tanah;
- Kesalahan mekanisme dalam proses penerbitan akta pengganti;
- Kesalahan dalam menunjukkan informasi data pertanahan;
- Kesalahan mekanisme dalam proses pertolongan izin;
- Penyalahgunaan pemanfaatan ruang; atau
- Kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan.
Pada Pasal 17 ayat (1)Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016, Jika memang masalah yang Anda dan tetangga Anda hadapi termasuk dalam kewenangan Kementerian, maka akan dilakukan proses berikutnya yaitu penyelesaian sengketa. Dalam menangani sengketa ini, akan dilakukan pengkajian terhadap kronologi Sengketa atau Konflik; dan data yuridis, data fisik, dan data pendukung lainnya.
Dalam melaksanakan pengkajian, dilakukan investigasi lapangan (Pasal 18 ayat (1) Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016), yang mencakup (Pasal 19) :
- Penelitian atas kesesuaian data dengan kondisi lapangan;
- Pencarian keterangan dari saksi-saksi dan/atau pihak-pihak yang terkait;
- Penelitian batas bidang tanah, gambar ukur, peta bidang tanah, gambar situasi/surat ukur, peta rencana tata ruang; dan/atau
- Kegiatan lainnya yang diperlukan.
Pada Pasal 24 ayat (1) Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016, Dalam menuntaskan sengketa, Kepala Kantor Wilayah BPN atau Menteri akan menerbitkan:
- Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah, yaitu peniadaan terhadap hak atas tanah, tanda bukti hak dan daftar umum lainnya yang berkaitan dengan hak tersebut (Pasal 24 ayat (2));
- Keputusan Pembatalan Sertifikat, yaitu peniadaan terhadap tanda bukti hak dan daftar umum lainnya yang berkaitan dengan hak tersebut, dan bukan peniadaan terhadap hak atas tanahnya (Pasal 24 ayat (3)):
- Keputusan Perubahan Data pada Sertifikat, Surat Ukur, Buku Tanah dan/atau Daftar Umum lainnya; atau
- Surat Pemberitahuan bahwa tidak terdapat kesalahan administrasi.
Dalam Pasal 24 ayat (7) Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016, Dalam hal di atas satu bidang tanah terdapat tumpang tindih akta hak atas tanah, Menteri atau Kepala Kantor Wilayah BPN sesuai kewenangannya menerbitkan Keputusan peniadaan akta yang tumpang tindih, sehingga di atas bidang tanah tersebut hanya ada 1 (satu) akta hak atas tanah yang sah.
Perlu diingat bahwa penerbitan keputusan peniadaan hak atas tanah maupun akta tidak berarti menghilangkan/menimbulkan hak atas tanah atau hak keperdataan lainnya kepada para pihak (Pasal 26 ayat (3)).
Keputusan penyelesaian Sengketa atau Konflik dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan (Pasal 27 Permen).
Dalam Pasal 28 ayat (1) Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016, Dalam hal Keputusan berupa Pembatalan Hak Atas Tanah, Pembatalan Sertifikat atau Perubahan Data, Kepala Kantor Pertanahan memerintahkan pejabat yang berwenang untuk memberitahukan kepada para pihak biar menyerahkan akta hak atas tanah dan/atau pihak lain yang terkait dalam jangka waktu paling usang 5 (lima) hari kerja.
Setelah pemberitahuan atau pengumuman, Kepala Kantor Pertanahan memerintahkan pejabat yang berwenang menindaklanjuti keputusan sebagai berikut (Pasal 29) :
- Dalam hal Keputusan berupa peniadaan hak atas tanah: pejabat yang berwenang melaksanakan pencatatan mengenai hapusnya keputusan pertolongan hak, sertifikat, surat ukur, buku tanah dan Daftar Umum lainnya, pada Sertifikat hak atas tanah, Buku Tanah dan Daftar Umum lainnya.
- Dalam hal Keputusan berupa peniadaan sertifikat: pejabat yang berwenang melaksanakan pencatatan mengenai hapusnya hak pada Sertifikat, Buku Tanah dan Daftar Umum lainnya.
- Dalam hal Keputusan berupa perubahan data: pejabat yang berwenang melaksanakan perbaikan pada Sertifikat, Surat Ukur, Buku Tanah atau Daftar Umum lainnya. Setelah dilakukan perbaikan, akta diberikan kembali kepada pemegang hak atau diterbitkan akta pengganti.
Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN atau Menteri wajib dilaksanakan kecuali terdapat alasan yang sah untuk menunda pelaksanaannya (Pasal 33 ayat (1)). Alasan yang sah tersebut antara lain (Pasal 33 ayat (2)):
- Sertifikat yang akan dibatalkan sedang dalam status diblokir atau disita oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan/atau forum penegak aturan lainnya; atau
- Tanah yang menjadi obyek peniadaan menjadi obyek hak tanggungan; atau
- Tanah telah dialihkan kepada pihak lain.
Dalam Pasal 33 ayat (3) Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016, Penundaan pelaksanaan wajib dilaporkan oleh Kepala Kantor Pertanahan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN atau Menteri dalam waktu paling usang 5 (lima) hari kerja semenjak diterimanya Keputusan tersebut.
Jika tanah yang menjadi obyek peniadaan sedang dalam status diblokir atau disita oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan/atau forum penegak aturan lainnya, maka pelaksanaan peniadaan ditunda (Pasal 34 ayat (1)). Penundaan dilakukan dengan ketentuan:
- Apabila status blokir dan tidak ditindaklanjuti dengan penetapan sita dari pengadilan, maka penundaan dilakukan hingga dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari semenjak dilakukan pencatatan blokir atau hingga adanya pencabutan blokir dari pihak kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan/atau forum penegak aturan lainnya sebelum batas waktu tenggang 30 (tiga puluh) hari; atau
- Apabila status blokir dan ada penetapan sita dari pengadilan, penundaan dilakukan hingga adanya keputusan pencabutan sita dari pihak kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan/atau forum penegak aturan lainnya.
Dalam Pasal 35 ayat (1) Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016, Jika tanah merupakan obyek hak tanggungan atau tanah telah dialihkan kepada pihak lain, maka dilakukan pemberitahuan kepada pemegang hak tanggungan atau pihak lain tersebut. Pihak lain merupakan (Pasal 35 ayat (2)) :
- Pihak lain yang tidak mengetahui bahwa tanah dalam keadaan sengketa atau konflik;
- Tanah tersebut ditawarkan secara terbuka; dan
- Pihak lain yang memperoleh hak secara terang dan tunai.
Pemberitahuan dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan kepada pemegang hak tanggungan atau pihak lain mengenai rencana pelaksanaan keputusan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari (Pasal 35 ayat (3)).
Setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari berakhir, Kepala Kantor Pertanahan melanjutkan proses penyelesaian Sengketa dan Konflik, kecuali terdapat sita oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan/atau forum penegak aturan lainnya (Pasal 35 ayat (4)). Proses penyelesaian Sengketa dan Konflik tersebut dilakukan sesudah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan aturan tetap (Pasal 35 ayat (5)).
Pada Pasal 37 ayat (1) Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2016, Jika ternyata sengketa tanah yang terjadi antara Anda dan tetangga Anda tidak termasuk sengketa yang merupakan kewenangan Kementerian, penyelesaian sengketa sanggup dilakukan melalui mediasi. Dalam hal mediasi menemukan kesepakatan, dibentuk Perjanjian Perdamaian yang didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat sehingga memiliki kekuatan aturan mengikat (Pasal 41).
Dasar Hukum:
- Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan (ATR/BPN) Nasional Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan.
- Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 14-1-1992 No 110-150 wacana Pencabutan Instruksi Menteri Dalam Negeri No 16 tahun 1984.
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA),
Referensi :
- Budi Harsono;Undang-Undang Pokok Agraria, Sejarah Penyusunan Isi dan Pelaksanaannya, Jambatan Jakarta,1961.
- Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan,Rajawali Pers, Jakarta, 2008
- Ali Sofwan Husein, Konflik Pertanahan Dimensi Keadilan dan Kepentingan Ekonomi, Pustaka Sinar Harapan Jakarta, 1997.
0 komentar:
Post a Comment