Ilmu Pengetahuan Perbedaan Akta Hak Atas Tanah Dengan Akta Hak Tanggungan
Perbedaan Sertifikat Hak Atas Tanah Dengan Sertifikat Hak Tanggungan Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hak atas tanah, yaitu PP Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah mengenal beberapa jenis sertifikat, yaitu :
- Sertifikat hak milik;
- Sertifikat hak guna usaha;
- Sertifikat hak guna bangunan atas tanah negara;
- Sertifikat hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan;
- Sertifikat hak pakai atas tanah negara;
- Sertifikat hak pakai atas tanah hak pengelolaan;
- Sertifikat tanah hak pengelolaan;
- Sertifikat tanah wakaf;
- Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun;
- Sertifikat hak tanggungan.
Adapun hak-hak yang tidak diterbitkan sertifikatnya adalah:
- Hak guna bangunan atas tanah hak milik;
- Hak pakai atas tanah hak milik;
- Hak sewa untuk bangunan.
![]() |
SERTIFIKAT |
Sertifikat hak atas tanah yakni bukti kepemilikan seseorang atas suatu tanah beserta bangunannya. Hal ini sanggup dilihat dalam Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal 3 abjad a Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 perihal Pendaftaran Tanah (“PP Pendaftaran Tanah”):
Dalam Pasal 3 abjad a Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun1997 Tentang Pendaftaran Tanah :
Pendaftaran tanah bertujuan :
untuk menawarkan kepastian aturan dan derma aturan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar semoga dengan gampang sanggup mengambarkan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
Dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun1997 Tentang Pendaftaran Tanah :
Untuk menawarkan kepastian dan derma aturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 abjad a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan akta hak atas tanah.
Berdasarkan uraian pasal tersebut sanggup kita lihat bahwa akta hak atas tanah berkhasiat sebagai alat bukti kepemilikan suatu hak atas tanah bagi pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Ini berarti bahwa akta atas tanah diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak atas tanah tersebut (Pasal 31 ayat [1)] PP Pendaftaran Tanah). Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 32 PP Pendaftaran Tanah bahwa :
- Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang berpengaruh mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
- Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau tubuh aturan yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara konkret menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak sanggup lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun semenjak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan somasi ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.
Berdasarkan ketentuan tersebut, sanggup disimpulkan bahwa PP Pendaftaran Tanah menganut sistem publikasi negatif. Pada sistem publikasi negatif, negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan. Sistem publikasi negatif berarti akta hanya merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat kuat, bukan bersifat mutlak. Sehingga data fisik dan data yuridis yang terdapat di akta mempunyai kekuatan aturan dan harus diterima hakim sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada alat bukti lain yang mengambarkan sebaliknya.
Sistem publikasi negatif mempunyai kelemahan, yaitu pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan akta selalu menghadapi kemungkinan untuk digugat oleh pihak lain yang merasa mempunyai tanah tersebut. Kelemahan tersebut pada umumnya diatasi dengan memakai forum acquisitieve verjaring atau adverse possession. Namun aturan adab yang menjadi dasar dari aturan agraria yang berlaku di Indonesia tidak mengenal forum tersebut. Solusinya yakni dengan memakai forum rechtsverwerking yang telah dikenal dalam aturan adab kita. Lembaga rechtsverwerking mengatur apabila seseorang selama sekian waktu membiarkan tanahnya tidak dikerjakan, kemudian tanah tersebut dikerjakan oleh orang lain yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik, maka orang yang membiarkan tanah tersebut kehilangan haknya untuk menuntut tanah itu.
Pasal 32 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah dibentuk untuk menutupi kelemahan sistem publikasi negatif yang dianut dalam Pasal 32 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah. Menurut Urip Santoso, akta sebagai sebagai surat tanda bukti hak akan bersifat mutlak apabila memenuhi seluruh unsur berikut:
- Sertifikat diterbitkan secara sah atas nama orang atau tubuh hukum;
- Tanah diperoleh dengan itikad baik;
- Tanah dikerjakan secara nyata;
- Dalam waktu 5 tahun semenjak diterbitkannya akta tersebut tidak ada yang mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang akta dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat maupun tidak mengajukan somasi ke pengadilan mengenai penguasaan atau penerbitan sertifikat.
Pemberian hak atas tanah ini dilakukan oleh Kantor Pertanahan, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, bergantung pada jenis dan luas tanah yang diajukan seruan hak atas tanah (Pasal 3 – Pasal 13 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 perihal Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah (“Peraturan Kepala BPN No. 2/2013”)). Sedangkan mengenai siapa yang akan menandatangani buku tanah dan akta hak atas tanah untuk pertama kali yakni Kepala Kantor Pertanahan dalam hal registrasi tanah secara sporadik (Pasal 18 Peraturan Kepala BPN No. 2/2013).
Sedangkan, akta hak tanggungan yakni akta yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan. Demikian ketentuan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 perihal Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”). Hak tanggungan itu sendiri yakni hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 perihal Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang menawarkan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditur-kreditur lain (Pasal 1 angka 1 UU Hak Tanggungan).
Jadi, akta hak tanggungan yakni tanda bukti bahwa seseorang mempunyai hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah yang dimiliki oleh pemberi jaminan (biasanya debitur), yang menawarkan kedudukan yang diutamakan kepada si pemegang hak tanggungan dibandingkan kreditur-kreditur lainnya.
Sertifikat hak tanggungan diserahkan kepada pemegang hak tanggungan (Pasal 14 ayat [5] UU Hak Tanggungan). Sertifikat hak tanggungan ini juga berfungsi dalam melaksanakan sanksi hak tanggungan dalam hal debitur wanprestasi. Ini alasannya dalam akta hak tanggungan dimuat irah-irah "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" yang menciptakan akta hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan aturan tetap (Pasal 14 ayat [2] dan ayat [3] UU Hak Tanggungan).
Dasar Hukum:
- Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 perihal Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
- Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 perihal Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah;
- Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 perihal Pendaftaran Tanah,
- Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 2 Tahun 2013 Tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah
Referensi:
- Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan, http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses pada tanggal 7 Desember 2013.
- Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Cet. 2, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 261
0 komentar:
Post a Comment