Ilmu Pengetahuan Upaya Aturan Terhadap Perusahaan Yang Menahan Surat Berharga Milik Tenaga Kerja (Buruh) Yang Sudah Berhenti Bekerja
Upaya Hukum Terhadap Perusahaan Yang Menahan Surat Berharga Milik Tenaga Kerja (Buruh) yang Sudah Berhenti Bekerja Sejauh ini, peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, termasuk Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan maupun peraturan lainnya tidak mengatur boleh-tidaknya perusahaan menahan surat-surat berharga milik karyawan, menyerupai contohnya ijazah.
Dalam hal penahanan ijazah, pakar aturan perdata J. Satrio mengemukakan bahwa penahanan ijazah pekerja/karyawan oleh perusahaan, diperbolehkan, sepanjang memang menjadi kesepakatan antara kedua belah pihak. Kesepakatan antara pekerja dan pengusaha biasa dituangkan dalam perjanjian kerja yang mengikat pekerja dan pengusaha dalam korelasi kerja. Artinya, penahanan ijazah oleh pengusaha diperbolehkan sepanjang Anda menyepakatinya dan Anda masih terikat dalam korelasi kerja. Mengenai syarat kesepakatan/konsensualisme (lihat Pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Menurut ketentuan Pasal 59 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya sanggup dibentuk untuk pekerjaan yang berdasarkan jenis dan sifat atau acara pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
- pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
- pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu usang dan paling usang 3 (tiga) tahun;
- pekerjaan yang bersifat musiman; atau
- pekerjaan yang bekerjasama dengan produk baru, acara baru, atau produk perhiasan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Sedangkan, Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) yaitu perjanjian kerja yang tidak memutuskan jangka waktu ikatan kerja pegawai tersebut. Pegawai yang bekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu merupakan pegawai tetap perusahaan tersebut.
Pada kondisi pertama, yaitu dalam hal tenaga kerja (buruh) bekerja dengan PKWT dan ingin mengundurkan diri sebelum berakhirnya jangka waktu kerja yang ditetapkan dalam PKWT, maka berdasarkan Pasal 62 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, tenaga kerja (buruh) sebagai pihak yang mengakhiri korelasi kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada perusahaan sebesar upah tenaga kerja (buruh) selama jangka waktu PKWT yang tersisa. Misalkan, PKWT tersebut untuk jangka waktu 1 tahun, maka tenaga kerja (buruh) yang gres bekerja selama 2 bulan, harus membayar ganti rugi sebanyak 10 kali honor tenaga kerja (buruh). Lebih terang baca Bentuk Dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja.
Berdasarkan Pasal 61 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pembayaran ganti rugi tersebut tidak terjadi apabila pengakhiran korelasi kerja terjadi lantaran :
- pekerja meninggal dunia;
- berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
- adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan forum penyelesaian perselisihan korelasi industrial yang telah mempunyai kekuatan aturan tetap; atau
- adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang sanggup menjadikan berakhirnya korelasi kerja.
Dalam kondisi tersebut, maka tenaga kerja (buruh) hanya harus membayar ganti rugi berdasarkan sisa waktu PKWT yang tidak dipenuhi. Adapun soal penahanan ijazah oleh perusahaan, hal tersebut mungkin dimaksudkan semoga tenaga kerja (buruh) melakukan kewajibannya membayar ganti rugi tersebut. Walaupun, berdasarkan kami, hal tersebut tidak diharapkan lantaran apabila tenaga kerja (buruh) tidak membayar ganti rugi, perusahaan sanggup mengajukan somasi atas dasar wanprestasi atas PKWT tersebut.
Dalam hal ini, tenaga kerja (buruh) perlu memastikan bahwa di dalam perjanjian kerja antara tenaga kerja (buruh) dengan perusahaan telah diperjanjikan, contohnya bahwa perusahaan berhak menahan ijazah selama ganti rugi belum dibayarkan. Apabila diperjanjikan demikian, dan telah disepakati oleh para pihak, maka ketentuan tersebut berlaku bagi teman Saudara. Karena berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) perjanjian yang dibentuk secara sah oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, maka secara aturan para pihak wajib memenuhi isi perjanjian yang telah disepakati itu.
Sedangkan pada kondisi kedua, yaitu apabila perjanjian kerja tenaga kerja (buruh) yaitu PKWTT, dalam Pasal 162 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan diatur mengenai syarat bagi pekerja/buruh PKWTT yang mengundurkan diri yaitu :
- mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
- tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
- tetap melakukan kewajibannya hingga tanggal mulai pengunduran diri.
Jadi, pengunduran diri pekerja PKWTT harus memenuhi ketentuan yang diatur Pasal 162 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaantersebut.
Apabila ijazah Anda tetap ditahan dan tidak dikembalikan sesudah Anda berhenti bekerja dan telah memenuhi semua kewajiban sesuai dengan perjanjian kerja, Anda sanggup mengupayakan cara-cara kekeluargaan terlebih dahulu. Misalnya, dengan mendatangi perusahaan tersebut untuk meminta kembali ijazah Anda. Namun, apabila memang pihak perusahaan tidak mau mengembalikan ijazah Anda, Anda sanggup menggugat perusahaan tersebut atas dasar perbuatan melawan aturan atau melaporkan ke polisi atas tuduhan penggelapan.
Perbuatan melawan aturan yaitu apabila perbuatan itu bertentangan dengan aturan pada umumnya. Hukum bukan saja berupa ketentuan-ketentuan undang-undang, tetapi juga aturan-aturan aturan tidak tertulis, yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat. Kerugian yang ditimbulkan itu harus disebabkan lantaran perbuatan yang melawan aturan itu; antara lain kerugian-kerugian dan perbuatan itu harus ada hubungannya yang langsung; kerugian itu disebabkan lantaran kesalahan pembuat. Kesalahan yaitu apabila pada pelaku ada kesengajaan atau kealpaan (kelalaian).
Sedangkan, penggelapan diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Yang termasuk penggelapan yaitu perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya) di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah. Misalnya, penguasaan suatu barang oleh pelaku terjadi lantaran pemiliknya menitipkan barang tersebut. Atau penguasaan barang oleh pelaku terjadi lantaran kiprah atau jabatannya, contohnya petugas penitipan barang. Tujuan dari penggelapan yaitu mempunyai barang atau uang yang ada dalam penguasannya yang mana barang/uang tersebut intinya yaitu milik orang lain.
Dasar hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73)
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Referensi :
- J. Satrio. 2004. Hukum Jaminan Hak Jaminan. PT Citra Aditya Bakti: Jakarta.Lebih lengkapnya Silahkan lihat buku J. Satrio “Hukum Jaminan Hak Jaminan”
- Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003, Bandung, PT Citra Aditya Bhakti 2003.
- Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, Cet. XI, 1995.
- Sedjun H. Manulang, Pokok‐pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta, PT Rineka Cipta, Cet. II, 1995.
- https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=fungsi-peraturan-perundang-undangan
- https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=fungsi-peraturan-perundang-undangan
- https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=fungsi-peraturan-perundang-undangan
- https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=fungsi-peraturan-perundang-undangan
- https://prinsipilmu.blogspot.com/search?q=fungsi-peraturan-perundang-undangan
0 komentar:
Post a Comment